BAGIAN 2 - Neldysavrino
27
PENGALAMAN BERSAMA KELOMPOK DASA WISMA
Bekerja dengan kelompok perempuan di Desa Lubuk Kambing merupakan pengalaman unik. Takut atau malu-malu tampak pada wajah mereka ketika
observasi dimulai di pertengahan Februari 2005 lalu. Kebiasaan membatasi diri bergaul dengan laki-laki lain ketika suami tidak di rumah atau rasa tidak percaya
diri pada seorang gadis desa menjadi kendala dalam membangun komunikasi. Kendala ini dapat diatasi dengan meminta bantuan seorang perempuan desa
untuk selalu menemani fasilitator pada saat mengobrol dengan perempuan desa.
Ketika komunikasi telah dibangun, persoalan Kelompok Dasa Wisma mulai dipahami. Pembentukan Kelompok Dasa Wisma yang tidak aspiratif menjadi
persoalan pertama yang diketahui. Alasan tidak tahu tujuan berkelompok dan sulit berkomunikasi sesama anggota karena letak rumah berjauhan, telah
mendorong sebagian anggota Kelompok Dasa Wisma menginginkan pembentukan ulang kelompok. Cukup menggembirakan ketika keinginan membentuk ulang
Kelompok Dasa Wisma terlaksana dan terbentuk Kelompok Dasa Wisma di masing-masing rukun tetangga.
Sayangnya, tidaklah seluruh Kelompok Dasa Wisma yang telah dibentuk berjalan sesuai dengan tujuan. Kurang paham akan tujuan kegiatan kelompok
dan rendahnya minat menyebabkan banyak Kelompok Dasa Wisma berhenti. Kegiatan yang dilakukan hanya sebatas membuat kebun taman obat keluarga
TOGA untuk menghadapi lomba desa.
Bagan 1. Siklus PAR
28
Dari Desa ke Desa
Dinamika Gender dan Pengelolaan Kekayaan Alam
APA YANG DILAKUKAN BERSAMA KELOMPOK DASA WISMA RAMBUTAN
Satu kelompok yang masih menunjukkan minat untuk berkembang adalah Kelompok Dasa Wisma Rambutan. Kelompok inilah yang kemudian menjadi
fokus kegiatan penelitian CAPRi. Penelitian ini bertujuan merekam proses kegiatan Kelompok Dasa Wisma Rambutan dalam hal kerjasama anggota.
Proses belajar diawali dengan memperkenalkan pendekatan PAR secara sederhana kepada anggota kelompok. Kelompok diajak memulai kegiatan dengan membuat
rencana bersama. Selanjutnya melaksanakan rencana yang telah disepakati atau melakukan aksi. Lalu kelompok diajak melakukan pengawasan dan releksi,
yaitu melihat kembali apa yang telah dilakukan untuk mengetahui sejauh mana rencana berhasil dijalankan. Setelah itu kelompok kembali diajak menentukan
rencana baru. Proses ini berlangsung terus menerus tanpa putus dan dikenal dengan istilah siklus Participatory Action Research siklus PAR.
Melalui diskusi informal hubungan dalam Kelompok Dasa Wisma yang beranggotakan perempuan berusia antara 17-40 tahun ini terbangun. Mengobrol
di rumah atau di warung merupakan kegiatan yang sering dilakukan. Karena lebih santai, dari sebuah obrolan muncul banyak ide, pikiran dan gagasan.
Selain itu, melalui obrolan informal banyak informasi yang dapat diperoleh anggota kelompok. Hal itu turut membantu membuka wawasan berpikir dan
meningkatkan kepercayaan mereka. Perubahan cara pandang mereka terhadap Kelompok Dasa Wisma memunculkan keinginan menjadikan kelompok ini
sebagai wadah kegiatan peningkatan ekonomi rumah tangga.
Beberapa ide yang muncul dibahas pada pertemuan kelompok, di antaranya beternak itik, membuat kue, kerajinan tangan, keterampilan menjahit dan rias
pengantin. Dari ide-ide ini selanjutnya dipilih satu ide secara bersama oleh anggota Kelompok Dasa Wisma. Fasilitator CAPRi mengambil peran untuk
memfasilitasi proses menggunakan metode penentuan skala prioritas. Indikator sederhana penentuan skala prioritas tersebut adalah ketersediaan sumberdaya
dan manfaat. Dari pertemuan itu, beternak itik petelur dipilih sebagai kegiatan bersama yang akan dilakukan oleh Kelompok Dasa Wisma.
Rencana beternak itik petelur telah disusun dan mulai dijalankan. Kegiatan awal yang dilakukan adalah mencari informasi cara beternak itik petelur dan
mengumpulkan bahan serta alat yang diperlukan. Anggota mencari langsung informasi beternak itik petelur pada peternak itik di Desa Lubuk Mandarsah,
BAGIAN 2 - Neldysavrino