PANDANGAN DUNIA DALAM NOVEL LE TOUR DU MONDE EN QUATRE VINGTS JOURS KARYA JULES VERNE TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK LUCIEN GOLDMANN

(1)

PANDANGAN DUNIA DALAM NOVEL LE TOUR DU MONDE

EN QUATRE-VINGTS JOURS KARYA JULES VERNE:

TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK

LUCIEN GOLDMANN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Prodi Sastra Prancis

Oleh

Ika Octafia Saputri 2311410006

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi,

hari : Kamis

tanggal : 7 Agustus 2014

Mengetahui:

Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Dosen Pembimbing,

Dr. Zaim Elmubarok, M. Ag Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd


(3)

iii

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada,

hari : Rabu

tanggal : 13 Agustus 2014

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Dr. Abdurrachman Faridi, M.Pd Ai Sumirah Setiawati, S.Pd, M.Pd

NIP 195301121990021001 NIP 197601292003122002

Penguji I,

Suluh Edhi Wibowo, S.S, M.Hum NIP 197409271999031002

Penguji II, Penguji III,

Dra. Anastasia Pudji T., M.Hum Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd


(4)

iv

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Ika Octafia Saputri NIM : 2311410006 Prodi : Sastra Prancis

Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing Fakultas : Bahasa dan Seni

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Pandangan Dunia Dalam Novel Le Tour Du Monde En Quatre-Vingts Jours Karya Jules Verne: Tinjauan Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann” yang saya tulis dalam rangka memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Skripsi ini saya hasilkan setelah melalui proses penelitian, bimbingan, diskusi, dan pemaparan atau ujian. Semua kutipan, baik yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung, telah disertai identitas sumbernya dengan cara yang sebagaimana lazimnya dalam penulisan karya tulis. Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembimbing skripsi ini membubuhkan tanda tangan sebagai keabsahannya, seluruh isi karya ilmiah ini tetap menjadi tanggung jawab saya sendiri.

Demikian, pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan seperlunya.

Semarang, Yang membuat pernyataan,

Ika Octafia Saputri NIM 2311410006


(5)

v

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Dua puluh tahun dari sekarang

Anda pasti akan menyesal karena tidak berani mengambil risiko untuk melakukan hal yang Anda inginkan. Pergi jelajahi dunia, tinggalkan zona nyaman Anda. Bertualanglah dengan cara Anda sendiri. Jelajahi. Bermimpilah.

Telusurilah - Mark Twain.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak Ibu tercinta sebagai wujud dharma bakti ananda atas kasih sayang yang telah diberikan.

2. Almamater Universitas Negeri Semarang.


(6)

vi

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pandangan Dunia Dalam Novel Le Tour Du Monde En Quatre-Vingts Jours Karya Jules Verne: Tinjauan Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum yang telah memberikan kesempatan menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang.

2. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum yang telah memberikan izin dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Dr. Zaim Elmubarok, M.Ag yang dengan segala kebijakannya di tingkat jurusan telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Pembimbing tunggal, Bapak Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, ketelitian dan semangat.


(7)

vii

vii

5. Penguji Skripsi Bapak Suluh Edhi Wibowo, S.S, M.Hum dan Ibu Dra. Anastasia Pudji T., M.Hum atas bimbingan, saran, dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Ibu Dosen serta Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang atas bekal ilmu, bimbingan dan bantuannya.

7. Keluarga tercinta (Bapak Suprapto, Ibu Ici Purwa Handayani, Adik-adikku: Selin dan Azhar, Mbah Uti, Alm. Mbah Kakung, Tante-tanteku, Om, dan Sepupu-Sepupuku) atas segala perhatian, kasih sayang, dukungan moral dan materiil yang selalu diberikan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Sahabat-sahabat kos (Misky, Tiara, Zizah, Intan, Ika Ayu, Devi, Arum, Tami, Puri) yang telah menghadirkan banyak keceriaan dan motivasi dalam hidup. 9. Teman-teman Sastra Prancis Unnes angkatan 2010: Rosyid, Vica, Ryan,

Sella, Vita, dan Lisa yang teristimewa.

10. Seluruh teman-teman Sastra dan Pendidikan Bahasa Prancis Unnes atas segala kebersamaan, semangat, dan keakraban yang telah diberikan selama masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, bagi para pembaca pada umumnya dan pecinta karya sastra pada khususnya.

Semarang , Juli 2014


(8)

viii

viii SARI

Saputri, Ika Octafia. 2014. Pandangan Dunia Dalam Novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours Karya Jules Verne: Kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd

Kata Kunci: Pandangan Dunia, Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours

Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours merupakan novel petualangan

klasik karya Jules Verne yang ditulis pada akhir abad ke-19. Novel tersebut bercerita tentang kisah petualangan mengelilingi dunia dalam 80 hari dan merupakan salah satu bentuk karya sastra yang diciptakan Jules Verne untuk menggambarkan kehidupan masyarakat dunia dan masyarakat Inggris khususnya pada saat itu.

Penelitian atas novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours menggunakan teori Strukturalisme Genetik dari Lucien Goldmann dengan analisis utama adalah pandangan dunia pengarang. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : 1) struktur karya sastra, 2) fakta kemanusiaan, 3) subjek kolektif, 4) dialektika, dan terutama 5) pandangan dunia dalam novel Le Tour du

Monde en Quatre-VingtsJours.

Korpus data penelitian ini adalah novel Le Tour du Monde en

Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne. Metode analisis data yang digunakan dalam

penelitian adalah metode deskriptif analitik, sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi.

Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah : 1) Struktur karya Le

Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours memiliki hubungan dengan struktur sosial

masyarakat Inggris pada saat itu yaitu gambaran sikap orang-orang Inggris tentang sebuah gagasan perjalanan berkeliling dunia, 2) Terdapat enam fakta kemanusiaan dalam karya Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours yaitu: fakta tentang adanya beberapa perkumpulan eksklusif di kota London saat itu; fakta tentang kebiasaan bangsa Inggris yang suka bertaruh ; fakta tentang tiga kemajuan teknologi transportasi pada masa itu (Terusan Suez, perhubungan jalur-jalur kereta api India, selesainya jalur kereta api pertama di Amerika,); fakta tentang ritual kepercayaan para pengikut Dewi Kali di India ; fakta tentang tradisi upacara sati di India ; dan fakta tentang kebiasaan kaum Mormon di Amerika yang suka berpoligami, 3) Subjek kolektif dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours terdiri atas kaum borjuis dan kaum buruh. Kaum borjuis diwakili oleh Phileas Fogg bersama rekan-rekannya di Reform Club, sedangkan kaum buruh diwakili oleh Passepartout, pelayan dari Phileas Fogg, 4) Dialektika dalam Le Tour du

Monde en Quatre-Vingts adalah anggapan bahwa perjalanan mengelilingi dunia

saat itu dapat dilakukan untuk pertama kalinya dalam 80 hari. Namun negasi/antitesis muncul berupa pertentangan dan pertaruhan atas rencana perjalanan tersebut. Selanjutnya terbentuklah sintesis bahwa perjalanan mengelilingi dunia dapat dilakukan dalam 80 hari bahkan kurang, dan 5)


(9)

ix

ix

Pandangan dunia dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours adalah pandangan dunia yang menyangkut tentang persoalan fiksi ilmiah dan futurisme yang dianut oleh pengarang yaitu Jules Verne. Verne memberikan pandangannya bahwa perjalanan mengelilingi dunia pada saat itu nantinya akan dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak hanya untuk para penjelajah ataupun para petualang sejati berkat adanya kemajuan teknologi transportasi. Selain itu, Verne mengungkapkan pula pandangan tentang dominasi kekuasaan Inggris melalui daerah-daerah koloni yang dilalui tokoh utama, Phileas Fogg selama perjalanan berkeliling dunia.

Saran yang diberikan dari penelitian ini adalah hasil penelitian diharapkan dapat memberikan ide bagi mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Asing, khususnya mahasiswa program studi Sastra Prancis untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours dari berbagai segi, misal dari segi psikologi sastra yang membahas tentang karakter tokoh dalam novel ataupun dari segi resepsi sastra yang membahas tentang tanggapan para pembaca.


(10)

x

x

LA VISION DU MONDE DANS LE ROMAN LE TOUR DU MONDE EN QUATRE-VINGTS JOURS PAR JULES VERNE: UNE PERSPECTIVE DU

STRUCTURALISME GÉNÉTIQUE DE LUCIEN GOLDMANN Ika Octafia Saputri, Ahmad Yulianto

Département des langues et littératures étrangères Faculté des langues et des arts, Université d'État de Semarang

EXTRAIT

Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est un roman d‟aventure de Jules Verne qui a été écrit à la fin du 19ème siècle. Ce roman raconte l‟histoire du voyage au tour du monde en 80 jours et l‟un des œuvres littéraires de Jules Verne qui a été écrit pour décrire la société du monde, en particulier la société anglaise dans son époque.

Cette recherche a pour but de décrire la vision du monde de l‟auteur dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours selon l‟approche du Structuralisme Génétique de Lucien Goldmann. Cette recherche vise à décrire: 1) la structure de l'œuvre littéraire, 2) le fait humain, 3) le sujet collectif, 4) la dialectique, et surtout 5) la vision du monde.

Le corpus de cette recherche est le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours de Jules Verne. La méthode d'analyse utilisée dans cette recherche est la méthode d‟analytique descriptive. Ensuite, la technique d'analyse utilisée dans cette recherche est la technique d‟analyse de contenu.

La conclusion de cette recherche: 1) La structure de l'œuvre a une relation avec la structure sociale de la société anglaise à cette époque, c‟est une image de l'attitude de la société anglaise sur le voyage autour du monde, 2) Il y a six faits humains dans le roman: le fait sur des nombreuses sociétés à Londres; le fait sur les habitudes de la société anglaise qui aiment parier; trois faits sur le développement des moyens de transport et les progrès technologique (la présence du canal Suez, l‟ouverture de la section de chemin de fer en Inde et l'inauguration de l'Union Pacific Road en Amérique); le fait sur la rituelle par des adeptes de la déesse Kali en Inde; le fait sur la tradition de la cérémonie Sutty en Inde; le fait sur les habitudes des Mormons en Amérique qui favorisent la polygamie, 3) le sujet collectif dans ce roman se consiste de la classe bourgeoise représentée par Phileas Fogg avec ses collègues du Reform Club et la classe ouvrière représentée par Passepartout, le serviteur de Phileas Fogg, 4) La dialectique dans ce roman, c‟est la croyance que le voyage autour du monde peut être fait en 80 jours. Mais, la négation / antithèse apparaît sous la forme d'opposition et le pari sur ce voyage. Ensuite, la synthèse se forme qu‟on peut faire ce voyage en 80 jours ou moins, 5) la vision du monde dans ce roman, c‟est la vision sur la science-fiction et le futurisme adoptée par Jules Verne. Verne pense que le voyage autour du monde serait faisable par n'importe qui, grâce au développement des moyens de transport et aux progrès technologiques. Verne exprime également son point de vue sur la


(11)

xi

xi

domination anglaise représentée par des colonies anglaises traversées pendant le voyage.


(12)

xii

xii RÉSUMÉ

Saputri, Ika Octafia. 2014. La Vision du Monde dans le Roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours de Jules Verne. Mémoire. Département des Langues et des Littérature Etrangères. Faculté des Langues et des Arts. Université d‟Etat de Semarang.

Les mots clés : La Vision du Monde, Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours 1. Introduction

L‟œuvre littéraire est une image des sentiments, des expériences et des réflexions entre la vie et l'auteur. La littérature présente une image de la vie, et la vie elle-même est une réalité sociale (Damono 2002:1).

La littérature peut être considérée comme un phénomène social (Luxembourg 1984: 23) parce que la littérature est écrite dans une période liée directement aux normes et aux règles de la société de son époque. La littérature est une institution sociale qui utilise la langue comme le medium (René Wellek et Austin Warren 1990:109).

Le genre de la littérature qui est souvent considéré comme un reflet de la réalité de la vie est le roman. Le roman est un genre littéraire qui est considéré le plus dominant pour présenter les éléments sociaux (Ratna 2008:335). L‟œuvre littéraire peut aussi refléter le point de vue de son auteur sur de divers sujets qui sont observés dans l'environnement. L‟image des phénomènes sociaux qui sont produits dans la société est présentée par l'auteur dans les différentes formes et genres.

Je choisis le roman de Jules Verne comme l‟objet de recherche, en raison des caractéristiques et de la vision du monde de l'auteur. Jules Verne est un écrivain français dont une grande partie de ses œuvres est consacrée à des romans


(13)

xiii

xiii

d'aventures et de science-fiction (http://fr.wikipedia.org/wiki/Jules_Verne). Il a réussi d‟écrire quelque chose qui va devenir une réalité à l'avenir, comme les aventures des explorateurs, les aventures d‟inventeur, les aventures de la guerre galactique qui sont devenus une légende pour des adultes et les contes étonnants pour des enfants (Beaumarchais 2001 : 204).

Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est l'un des romans populaires écrit par Jules Verne. Ce roman raconte les aventures du personnage principal, Phileas Fogg qui parie avec ses collègues du Reform Club qu'il peut faire le tour du monde en 80 jours. Ce roman a été publié en 1873 et souvent été adapté aux diverses formes, comme le film, la série de télévision, le théâtre et l'animation. Ce roman a été reconnu depuis longtemps et ce jour, il mérite d‟appréciation.

2. Théorie

J‟utilise la théorie du Structuralisme génétique. C‟est une théorie qui est développé par Lucien Goldmann, un philosophe et sociologue Roumain-Français (Ratna 2008:121). Cette théorie se construite à la réaction de la stagnation du Structuralisme qui analyse plutôt sur les éléments intrinsèques. Structuralisme génétique porte aussi l‟attention aux choses en dehors des œuvres littéraires telles que les conditions sociales qui affectent leur création. Comprendre des œuvres littéraires basé sur l'approche du Structuralisme génétique n'est pas possible sans considérer des facteurs sociaux, parce que ces facteurs donnent la cohésion de la structure d‟œuvre littéraire (Goldmann 1970:585).

Il y a une relation homologue entre la structure de l'œuvre et la structure sociale qui est reliée par des pensées, des idées, et l'idéologie de l'auteur ce qu‟on


(14)

xiv

xiv

appelle la vision du monde. Le Structuralisme génétique est une théorie qui peut reconstruire la vision du monde. Cette vision n'est pas une réalité, mais plutôt une réflexion imaginative. Goldmann a déclaré que la littérature est une expression de la vision du monde imaginaire (Faruk 2012:71).

Cette théorie est fondée sur les éléments intrinsèques et extrinsèques. Dans les éléments intrinsèques il y ales structures des œuvres, comme: le thème, les personnages, la séquence, etc. Les éléments extrinsèques dans le Structuralisme génétique sont partagés en quatre sujets: le fait humain, le sujet collectif, la dialectique et la vision du monde.

2.1 Les structures des œuvres a. Le thème

Le thème est un sujet principal dans le roman qui est soulevé par l'auteur. Le thème dans le roman est large et abstrait car il peut impliquer tous les problèmes dans la vie.

b. Les personnages

Les personnages selon Abrams (1981:20) sont ceux qui apparaissent dans un récit ou un drame interprété par le lecteur et ont des qualités morales, certaines exprimées à travers la parole et l'action. Les personnages peuvent être divisés en deux : les personnages principaux et les personnages supplémentaires.

c. La séquence

La séquence est une série d'événements dans une histoire qui a de la relation causale et a une partie intégrante et cohérente.


(15)

xv

xv

d. La situation temporelle, spatiale, et sociale

La situation temporelle, spatiale, et sociale signifient le temps, la géographique, et le contexte social (comme les habitudes, les coutumes, les traditions, etc.) dans l‟histoire.

e. Le point de vue

Le point de vue est une façon de raconter une histoire. Il y a quatre modes de transmettre le point de vue selon Schmitt et Viala (1982: 55-59): le mode de vision externe, le mode de vision interne, le mode de vision par en-dessus, les modes de vision mêlés.

2.2 Le fait humain

Le fait humain est tous les activités ou les comportements humains tant les verbales que les physiques qui sont compris par la science. Le fait humain est le fait historique qui a lieu pour créer des œuvres littéraires. En général, le fait humain explique la révolution sociale, humanitaire, politique, économique qui sont décrites par l‟auteur à travers une œuvre littéraire. Le fait humain peut être divisé en deux types : le fait individuel et le fait social.

2.3 Le sujet collectif

Selon Lucien Goldmann, la définition de sujet collectif est la classe sociale au sens marxiste, parce que ce groupe est prouvé dans l'histoire comme le groupe qui a créé une vision complète et globale dans la vie et a influencé le développement de l'histoire humaine (de la société primitive à la société


(16)

xvi

xvi

féodaliste, capitaliste, socialiste) (Faruk 2012:63). Karl Marx divise la société en deux classes principales : la bourgeoise et l‟ouvrière.

2.4 La dialectique

La méthode dialectique est une méthode qui cherche à comprendre entre les opinions différentes ou les circonstances contradictoire des unes aux autres. Le processus dialectique se compose de trois phases. Le mécanisme d‟action de cette méthode est la thèse, l‟antithèse, et la synthèse. Théoriquement, tous les faits peuvent être considérés comme une thèse littéraire et a ensuite tient la négation. Avec la négation, la thèse et l‟antithèse se perdent et se transforment en réalité de haute qualité, à savoir la synthèse elle-même.

2.5 La vision du monde

La vision du monde est un ensemble d‟idées sociales, religieuses, philosophiques produite par la classe dominante dans la société. En utilisant cette analyse, on peut savoir s‟il y a une relation entre la littérature et la société à travers la vision du monde de l‟auteur qui s‟exprime dans le roman. En conséquence, les lecteurs savent la vision du monde de l‟auteur.

3. Méthodologie de la Recherche

J‟utilise l‟approche du Structuralisme génétique de Lucien Goldmann dans cette recherche. Il y a deux sources des données dans cette recherche, ce sont la source de donnée primaire et la source de donnée secondaire. La source de donnée primaire est le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours de Jules Verne publié en 1873 et la source de donnée secondaire est la théorie du Structuralisme génétique de Lucien Goldmann.


(17)

xvii

xvii

La méthode d'analyse utilisée dans cette recherche est la méthode d‟analytique descriptive. Ensuite, la technique d'analyse utilisée dans cette recherche est la technique d‟analyse de contenu.

4. Analyse

4.1 Les structures des œuvres a. Le thème

Le thème principal dans le roman est le récit d‟aventure parce que ce roman raconte le voyage du personnage principal, Phileas Fogg et son serviteur français, Jean Passepartout qui font le tour du monde en 80jours.

b. Les Personnages

Il y a quatre personnages principaux dans le roman : 1. Phileas Fogg

Phileas Fogg est l‟héros dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours. Il a réussit à gagner le pari et il fait le tour du monde seulement pour prouver que ce projet est faisable. Tout d‟abord, on peut voir le portrait physique de Phileas Fogg dans la citation suivante :

(1) C'était un homme qui pouvait avoir quarante ans, de figure noble et

belle, haut de taille, que ne déparait pas un léger embonpoint, blond de cheveux et de favoris, front uni sans apparences de rides aux tempes, figure plutôt pâle que colorée, dents magnifiques.

2. Passepartout

Passepartout est le nouveau domestique qui est employé par Phileas Fogg. Il est français. Il est très honnête, loyale et même comique. Il est très curieux et aime se balader. On peut voir le caractère et le portrait physique de Passepartout dans la citation suivante :


(18)

xviii

xviii

(2) Passepartout était un brave garçon, de physionomie aimable, aux

lèvres un peu saillantes, toujours prêtes à goûter ou à caresser, un être doux et serviable, avec une de ces bonnes têtes rondes que l'on aime à voir sur les épaules d'un ami. Il avait les yeux bleus, le teint animé, la figure assez grasse pour qu'il pût lui-même voir les pommettes de ses joues, la poitrine large, la taille forte, une musculature vigoureuse, et il possédait une force herculéenne que les exercices de sa jeunesse avaient admirablement développée.

3. Détective Fix

Détective Fix est le rival de Monsieur Fogg. Il est anglais. Il est persuadé que Fogg est le voleur de la « Bank of England ». Fix suit Fogg dans tous les destinations pour ne le pas perdre de vue et pour le pouvoir arrêter dans une colonie anglaise avec un mandat d‟arrestation, puisqu‟il y a une récompense s‟il a du succès. Regardez la citation suivante :

(3) Cet homme se nommait Fix, et c'était un de ces « détectives » ou

agents de police anglais, qui avaient été envoyés dans les divers ports, après le vol commis à la Banque d'Angleterre. Ce Fix devait surveiller avec le plus grand soin tous les voyageurs prenant la route de Suez, et si l'un d'eux lui semblait suspect, le « filer » en attendant un mandat d'arrestation.

4. Aouda

Aouda est une jeune princesse indienne qui est sauvé par Passepartout et Fogg dans la forêt indienne quand elle était condamnée à mort après que son mari, le rajah du Bundelkund est mort. Elle accompagne Fogg pour trouver des parents en Europe et pour échapper aux bourreaux. Dans le roman, Verne décrit une fois Aouda comme la citation suivante :

(4) … C'était une Indienne d'une beauté célèbre, de race parsie, fille de riches négociants de Bombay. Elle avait reçu dans cette ville une éducation absolument anglaise, et à ses manières, à son instruction, on l'eût crue Européenne. Elle se nommait Aouda.


(19)

xix

xix c. La séquence

La séquence dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est la séquence progressive, parce que l'histoire est racontée dans l'ordre narratif et chronologique qui se divise en quelques étapes suivantes:

1. La situation initiale : quand les personnages principaux comme Phileas Fogg et Passepartout soulevés dans l‟histoire avec la situation, le contexte, le temps qui leur accompagnent.

2. L’élément déclencheur : il y a le vol à la Banque d‟Angleterre et une nouvelle que le voyage autour du monde peut être fait en 80 jours pour la première fois.

3. Les nœud : le pari entre Phileas Fogg et les membres du Reform-Club sur le voyage autour du monde.

4. Le dénouement : le voyage autour du monde avec de nombreuses aventures.

5. La situation finale : Phileas Fogg a réussi à faire le tour du monde en 80 jours.

d. La situation temporelle, spatiale, et sociale

La situation temporelle : les événements dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours s‟est passé en 1872. On peut voir dans la citation suivante:

(5) En l'année 1872, la maison portant le numéro 7 de Saville-row,

Burlington Gardens -- maison dans laquelle Sheridan mourut en 1814 --, était habitée par Phileas Fogg…


(20)

xx

xx

La situation spatiale : il y a beaucoup de principales villes, pays et continents décrits dans le roman (Bombay, Calcutta, Hong Kong, Yokohama, San Francisco, New York, etc.). Regardez la citation suivante:

(6) De Londres à Suez par le Mont-Cenis et Brindisi, …

De Suez à Bombay,…

-- De Bombay à Calcutta,…

-- De Calcutta à Hong-Kong (Chine),…

-- De Hong-Kong à Yokohama (Japon),…

-- De Yokohama à San Francisco,…

-- De San Francisco New York,…

-- De New York à Londres,…

La situation sociale : la société du monde au 19ème siècle, en particulier la société anglaise et la société qui vivent dans la région traversée par Phileas Fogg pendant le voyage.

e. Le point de vue

L‟histoire dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est racontée à travers les modes de vision mêlés. L‟histoire est délivrée par un narrateur qui sait toutes les actions, les pensées et les sentiments des personnages, mais aussi par la première personne et la troisième personne. Voici la citation qui représente la narration d‟un narrateur:

(7) En l'année 1872, la maison portant le numéro 7 de Saville-row,

Burlington Gardens -- maison dans laquelle Sheridan mourut en 1814 --, était habitée par Phileas Fogg…

La citation qui représente la narration de la première personne (le mode de vision interne) se trouve dans la citation suivante :

(8) … j'ai fait plusieurs métiers. J'ai été chanteur ambulant, écuyer dans

un cirque, faisant de la voltige comme Léotard, et dansant sur la corde comme Blondin ; puis je suis devenu professeur de gymnastique, afin de rendre mes talents plus utiles, et, en dernier lieu, j'étais sergent de


(21)

xxi

xxi

pompiers, à Paris. J'ai même dans mon dossier des incendies

remarquables… voulant goûter de la vie de famille, je suis valet de

chambre en Angleterre.

Ensuite, la citation qui représente la narration de la troisième personne (le mode de vision externe) est dans la citation suivante :

(9) … il n'était prodigue de rien, mais non avare, car partout où il

manquait un appoint pour une chose noble, utile ou généreuse, il l'apportait silencieusement et même anonymement.

4.2 Le fait humain

Il y a six faits humains décrits tout au long de l‟histoire, ce sont : a) le fait sur des nombreuses sociétés à Londres; b) le fait sur les habitudes du société anglaise qui aiment parier; c) trois faits sur le développement des moyens de transport et les progrès technologique (la présence du canal Suez, l‟ouverture de la section de chemin de fer en Inde et l'inauguration de l'Union Pacific Road en Amérique); le fait sur la rituelle des adeptes de la déesse Kali en Inde; le fait sur la tradition de la cérémonie Sutty en Inde; le fait sur les habitudes des Mormons en Amérique qui favorisent la polygamie.

4.3 Le sujet collectif

Le sujet collectif décrit dans le roman comprend la classe bourgeoise et la classe ouvrière. La classe bourgeoise est représentée par Phileas Fogg avec ses collègues du Reform Club. Regardez la citation suivante :

(10)C'étaient les partenaires habituels de Mr. Phileas Fogg, comme lui

enragés joueurs de whist : l'ingénieur Andrew Stuart, les banquiers John Sullivan et Samuel Fallentin, le brasseur Thomas Flanagan, Gauthier Ralph, un des administrateurs de la Banque d'Angleterre, -- personnages riches et considérés, même dans ce club qui compte parmi ses membres les sommités de l'industrie et de la finance.


(22)

xxii

xxii

En revanche, la classe ouvrière est représentée par Passepartout, le serviteur de Phileas Fogg. Regardez la citation suivante :

(11)… j'ai fait plusieurs métiers. J'ai été chanteur ambulant, écuyer dans

un cirque, faisant de la voltige comme Léotard, et dansant sur la corde comme Blondin ; puis je suis devenu professeur de gymnastique, afin de rendre mes talents plus utiles, et, en dernier lieu, j'étais sergent de pompiers, à Paris. J'ai même dans mon dossier des

incendies remarquables… voulant goûter de la vie de famille, je suis

valet de chambre en Angleterre. 4.4 La dialectique

La dialectique dans le roman, c‟est la croyance que le voyage autour du monde peut être réalisé en 80 jours. Mais, la négation / antithèse apparaît sous la forme d'opposition et le pari sur ce voyage. Ensuite, la synthèse se forme qu‟on réussi à voyager en 80 jours ou moins. À ce moment-là quand ce roman a été écrit, ce voyage était impossible à faire mais aujourd‟hui on peut le réaliser moins de quatre-vingts jours.

4.5 La vision du monde

La vision du monde dans le roman est la vision de science-fiction et futurisme adoptée par Jules Verne.

a. La Science-fiction

La Science-fiction est une forme de la littérature basée sur la science. La science-fiction dans le roman est effectivement projetée sur l'utilisation de la technologie du transport à cette époque. La présence de chemins de fer, le paquebot, et le canal de Suez leur permettent de voyager autour du monde. Regardez la citation suivante :

(12)De Londres à Suez par le Mont-Cenis et Brindisi, railways et


(23)

xxiii

xxiii De Suez à Bombay, paquebot -- De Bombay à Calcutta, railway

-- De Calcutta à Hong-Kong (Chine), paquebot -- De Hong-Kong à Yokohama (Japon), paquebot -- De Yokohama à San Francisco, paquebot -- De San Francisco New York, railroad -- De New York à Londres, paquebot et railway

Verne exprime également dans le roman un phénomène de science-fiction en rapport de la ligne du calendrier international. La ligne du calendrier international est une ligne imaginaire à la surface de la terre qui sert à compenser l'ajout d'un temps quand on voyage vers l'est à travers différents zones d‟horaires. Quelqu'un qui va à l‟ouest et passe la ligne du calendrier international, devrait ajouter un jour de la date et l'heure qu'il croyait avant, tandis que ceux qui vont vers l'est devrait réduire un jour. Phileas Fogg et Passepartout, par exemple, ils ont négligé la différence du temps (la ligne du calendrier international) afin qu'ils pensent à perdre le pari et arriver tard pour retourner à Londres. Regardez la citation suivante:

(13)…, comment un homme si exact, si méticuleux, avait-il pu commettre cette erreur de jour ? Comment se croyait-il au samedi soir, 21 décembre, quand il débarqua à Londres, alors qu'il n'était qu'au vendredi, 20 décembre, soixante dix neuf jours seulement après son départ ?

Voici la raison de cette erreur. Elle est fort simple.

Phileas Fogg avait, « sans s'en douter », gagné un jour sur son itinéraire, -- et cela uniquement parce qu'il avait fait le tour du monde en allant vers l'est, et il eût, au contraire, perdu ce jour en allant en sens inverse, soit vers l'ouest.

En effet, en marchant vers l'est, Phileas Fogg allait au-devant du soleil, et, par conséquent les jours diminuaient pour lui d'autant de fois quatre minutes qu'il franchissait de degrés dans cette direction. Or, on compte trois cent soixante degrés sur la circonférence terrestre, et ces trois cent soixante degrés, multipliés par quatre minutes, donnent précisément vingt-quatre heures, -- c'est-à-dire ce


(24)

xxiv

xxiv

jour inconsciemment gagné. En d'autres termes, pendant que Phileas Fogg, marchant vers l'est, voyait le soleil passer quatre-vingts fois au méridien, ses collègues restés à Londres ne le voyaient passer que soixante-dix-neuf fois. C'est pourquoi, ce jour-là même, qui était le samedi et non le dimanche, comme le croyait Mr. Fogg, ceux-ci l'attendaient dans le salon du Reform-Club.

b. Le futurisme

Le futurisme est un mouvement littéraire et artistique européen au début du XXe siècle, qui rejette la tradition esthétique et exalte le monde moderne, en particulier la civilisation urbaine, la machine et la vitesse (http://fr.wikipedia.org/wiki/Futurisme).

Le futurisme dans le roman est exprimé aussi par les progrès technologiques et le développement des moyens de transport. En conséquence, le voyage autour du monde serait faisable par n'importe qui. Verne en tant que l'auteur est capable de prédire la prochaine étape dans l'évolution de la technologie humaine. Il a une grande connaissance et imagination pour voyager plutôt en esprit. Cette vision est exprimée à travers le personnage principal du roman, Phileas Fogg dans la citation suivante :

(14)Avait-il voyagé ? C'était probable, car personne ne possédait mieux

que lui la carte du monde. Il n'était endroit si reculé dont il ne parût avoir une connaissance spéciale. Quelquefois, mais en peu de mots, brefs et clairs, il redressait les mille propos qui circulaient dans le club au sujet des voyageurs perdus ou égarés ; il indiquait les vraies probabilités, et ses paroles s'étaient trouvées souvent comme inspirées par une seconde vue, tant l'événement finissait toujours par les justifier. C'était un homme qui avait dû voyager partout, -- en esprit, tout au moins.

La vision du monde qui s'exprime à travers ce roman est portée non seulement par les personnages et l‟auteur mais également par tous les motifs entrecroisés dans une œuvre littéraire. Je trouve que le voyage de Phileas Fogg et


(25)

xxv

xxv

Passepartout permet au lecteur de se rendre compte de la puissance coloniale anglaise. Les personnages principaux dans ce roman sont en effet amenés à traverser bon nombres de colonies anglaises : Suez, Inde puis Hong Kong, etc. Regardez la citation suivante :

(15)Mr. Fogg inscrivit ces dates sur un itinéraire disposé par colonnes,

qui indiquait -- depuis le 2 octobre jusqu'au 21 décembre -- le mois, le quantième, le jour, les arrivées réglementaires et les arrivées effectives en chaque point principal, Paris, Brindisi, Suez, Bombay, Calcutta, Singapore, Hong-Kong, Yokohama, San Francisco, New York, Liverpool, Londres,...

5. La Conclusion

Les structure de l'œuvre (comme le thème, les personnages, la séquence, etc.) a une relation avec la structure sociale de la société anglaise à cette époque, c‟est une image de l'attitude de la société anglaise sur le voyage autour du monde.

Le fait humain, c‟est le fait qui parle du contexte historique tout au long de l‟histoire. Je note qu‟il y a six faits humains qui sont décrits: a) le fait sur des nombreuses sociétés à Londres; b) le fait sur les habitudes de la société anglaise qui aiment parier; c) trois faits sur le développement des moyens de transport et les progrès technologique (la présence du canal Suez, l‟ouverture de la section de chemin de fer en Inde, et l'inauguration de l'Union Pacific Road en Amérique); d) le fait sur la rituelle par des adeptes de la déesse Kali en Inde; le fait sur la tradition de la cérémonie Sutty en Inde; e) le fait sur les habitudes des Mormons en Amérique qui favorisent la polygamie.

Le sujet collectif dans ce roman se consiste de la classe bourgeoise représentée par Phileas Fogg avec ses collègues du Reform Club et la classe ouvrière représentée par Passepartout, le serviteur de Phileas Fogg


(26)

xxvi

xxvi

La dialectique dans ce roman : la thèse (le voyage autour du monde peut être fait en 80 jours), l‟antithèse (le pari sur ce voyage), ensuite la synthèse (on peut faire ce voyage en 80 jours ou moins)

La vision du monde dans ce roman, c‟est la vision sur la science-fiction et le futurisme adoptée par Jules Verne. Verne inspire que le voyage autour du monde serait faisable par n'importe qui, grâce au développement des moyens de transport et aux progrès technologiques. Verne exprime également son point de vue sur la domination anglaise représentée par des colonies anglaises traversées pendant le voyage.

6. Remerciements

Je tiens à remercier mon père, ma mère, mon frère, et ma sœur de me supporter et de me combler toujours de leur amour. Ensuite, je remercie également mes professeurs de m‟avoir guidée et de m‟avoir donné un autre point de vue pour voir la vie. Et finalement, je remercie aussi mes amis de leurs joies et de leurs bonheurs.

7. Bibliographie

Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. Canada: Library of Congress Cataloging in Publication Data.

Arifin, Winarsih dan Farida Soemargono. 2007. Kamus Perancis-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Astuti, Rahmani. 2008. 80 Hari Keliling Dunia. Jakarta : Serambi.

Beaumarchais, Jean-Pierre de, Daniel Couty. 1988. Anthologie des Littéraires de

Langues Français. Paris: Bordas.

____________. 2001. Dictionnaires des Écrivains de Langues Français. Paris: Larousse.


(27)

xxvii

xxvii

Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Depdikbud.

Dini, N.H. 2004. 20000 Mil di Bawah Lautan. Jakarta: Enigma

Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.

Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Forster, E.M. 1979. Aspek-Aspek Novel diterjemahkan oleh Bagian Pembinaan dan Pengembangan Sastra dari judul asli Aspects of The Novel. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Goldman, Lucien. 1981. Method in Sociology of Literature. Oxford: Basil Blackwell.

________. 1970. The Sociology of Literature: Status and Problem of Method. New York: Praeger Publisher.

Hadi, Hardono. 1994. Epistemologi (Filsafat Pengetahuan) diterjemahkan dari judul asli The Philosophy of Knowlwdge. Yogyakarta: Kanisius (Anggota Ikapi).

Jan van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Weststeijn. 1984. Pengantar Ilmu

Sastra. Jakarta: PT Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Schmitt. M.-P et A. Viala. 1982. Savoir-Lire. Précis de lecture critique, Paris : Didier.

Sumardjo, Jacob dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Teeuw, A., 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

http://fr.wikipedia.org/wiki/Futurisme http://fr.wikipedia.org/wiki/Jules_Verne http://id.wikipedia.org/wiki/Fiksi_ilmiah


(28)

xxviii

xxviii

http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Hari http://manybooks.net/titles/vernejuletext97880jr07.html

http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_Nov el_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_Novel


(29)

xxix

xxix

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PENGESAHAN ... iii PERNYATAAN ... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v KATA PENGANTAR ... vi SARI ... viii EXTRAIT ... x DAFTAR ISI ... xxix DAFTAR LAMPIRAN ... xxxii BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2.Rumusan Masalah ... 9 1.3.Tujuan Penelitian ... 9 1.4.Manfaat Penelitian ... 9 1.5.Sistematika Penulisan ... 10 BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Strukturalisme Genetik dalam Sastra ... 11 2.1.1 Struktur Karya Sastra ... 12 2.1.1.1 Tema... 13 2.1.1.2 Tokoh dan Penokohan ... 15


(30)

xxx

xxx

2.1.1.3 Alur/Plot ... 16 2.1.1.4 Latar ... 17 2.1.1.5 Sudut Pandang Penceritaan ... 18 2.1.2 Fakta Kemanusiaan ... 18 2.1.3 Subjek Kolektif ... 19 2.1.4 Dialektika ... 20 2.1.5 Pandangan Dunia ... 22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ... 24 3.2 Objek Penelitian ... 25 3.3 Sumber Data ... 25 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 26 BAB 4 MANIFESTASI PANDANGAN DUNIA JULES VERNE DALAM

NOVEL LE TOUR DU MONDE EN QUATRE-VINGTS JOURS 4.1 Struktur Karya Sastra ... 29

4.1.1 Tema ... 29 4.1.2 Tokoh dan Penokohan ... 30 4.1.3 Alur/Plot ... 40 4.1.4 Latar ... 44 4.1.5 Sudut Pandang Penceritaan ... 45 4.2 Fakta Kemanusiaan ... 47 4.3 Subjek Kolektif ... 53 4.4 Dialektika ... 57


(31)

xxxi

xxxi

4.5 Pandangan Dunia ... 59 BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan ... 65 5.2 Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN ... 70


(32)

xxxii

xxxii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Ringkasan cerita Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne 2. Biografi Jules Verne


(33)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengertian sastra sangatlah beragam. Berbagai kalangan mendefinisikan sastra menurut pemahaman mereka masing-masing. Sumardjo dan Saini K.M. (1991) mendefinisikan sastra sebagai ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan) (Esten 1978:9).

Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis oleh pengarang pada suatu kurun waktu tertentu pada umumnya langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu (Luxemburg 1984:23). Pengarang sebagai penulis karya sastra merupakan bagian dari suatu masyarakat dan menempatkan dirinya sebagai anggota masyarakat tersebut. Ia merekam peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat melalui karya-karyanya, baik dalam bentuk prosa, puisi, drama, maupun film. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial (Damono 2002:1). Sastra adalah institusi sosial yang memakai bahasa sebagai mediumnya (Rene Wellek & Austin Warren 1990:109).


(34)

2

Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah, khususnya novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial (Ratna 2008:335). Alasan yang dapat dikemukakan, di antaranya : a) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat (Ratna 2008:335-336). Novel adalah sebuah cerita prosa fiksional yang panjang, memiliki plot khusus yang berkembang melalui tindakan, perkataan dan pemikiran dari karakter-karakter yang terdapat di dalamnya. Novel dalam The American College

Dictionary (Tarigan 1984:164) adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang

tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau keadaan yang agak tidak beraturan.

Karya sastra termasuk novel dapat pula merefleksikan pandangan dunia pengarang. Konsep dasar pandangan dunia ialah melihat sudut pandang sang pengarang tentang realita yang terjadi dalam karya sastra buatannya dengan beranalogi pada realita yang terjadi di luar karya sastra. Gambaran tentang realita sosial yang pernah terjadi di masyarakat dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang berbeda. Adapun yang dimaksud dengan pandangan dunia itu sendiri, tidak lain daripada kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-asprasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang


(35)

3

mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain (Goldmann dalam Faruk 2012:65-66).

Karya sastra dalam hal ini novel tentu memiliki banyak aspek, unsur, dan dimensi. Untuk dapat memahaminya, diperlukan sebuah penelitian sastra dalam membantu memahami isi cerita dan pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam karyanya. Ratna (2008:13) menyatakan bahwa melakukan suatu penelitian adalah mengadakan pemahaman terhadap objek sebagaimana diprasyaratkan melalui keberadaannya, bukan semata-mata pemahaman peneliti, lebih-lebih pemahaman peneliti yang sudah dibekali dengan teori dan metode tertentu. Teori dan metode berkembang bersama-sama dengan karya sastra dalam kondisi yang saling melengkapi.

Peneliti memilih novel karya Jules Verne sebagai objek penelitian karena keistimewaan dan pandangan dunia sang pengarang. Jules Verne merupakan seorang pengarang novel berkebangsaan Perancis, yang dikenal sebagai perintis

genre fiksi ilmiah. Fiksi ilmiah adalah suatu bentuk fiksi spekulatif yang terutama

membahas tentang pengaruh sains dan teknologi yang diimajinasikan terhadap masyarakat dan para individual (http://id.wikipedia.org/wiki/Fiksi_ilmiah, diunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.30 WIB).

Perhatian Verne tertuju pada penemuan-penemuan ilmiah, geografi, fisika, dan matematika, dan di lain pihak, pesonanya tertuju pada tanah-tanah asing dan perjalanan yang menghasilkan kelahiran sebuah karya romantik kolosal yang menggabungkan dokumentasi dengan imajinasi yang penuh khayalan dari kumpulan tulisan-tulisan perjalanan “Voyages Extraordinaire” (Les Enfants du


(36)

4

Capitaine Grant (1867-1868), Le Tour du Monde en Quatre-VingtsJours (1873),

Des Ans de Vacances (1888)), petualangan-petualangan penerbangan (Cinq

Semaines en Ballon (1862), De la Térre à la Lune (1865), Robur le Conquérant

(1886)), eksplorasi jurang-jurang bumi-maritim (Voyage au Centre de la Terre (1876), Vingt Mille Lieues sous les Mers (1869)), tulisan-tulisan sejarahnya

(Michel Strogoff (1876), Notre Contre Sud (1887)) menyajikan campuran

rasionalitas dan emosi (Beaumarchais 1988:1525).

Karya-karya Jules Verne adalah proyeksi penemuan-penemuan baru yang pada awalnya merupakan bayangan atau idaman, yang ternyata menjadi realita di abad ke-20 (Dini 2004:vi). Ia berhasil menuliskan sesuatu yang akan menjadi kenyataan di masa mendatang, seperti petualangan si penjelajah, petualangan para penemu, petualangan perang galaksi yang menjadi legenda bagi orang dewasa dan dongeng yang menakjubkan bagi anak-anak (Beaumarchais 2001:204).

Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours merupakan novel karya Jules

Verne yang banyak dikenal. Novel tersebut bercerita tentang kisah petualangan mengelilingi dunia dalam 80 hari yang dibuat dan berlatar waktu pada tahun 1872. Cerita bermula dari sebuah surat kabar yang memberitakan bahwa perjalanan mengelilingi dunia pada saat itu dapat dilakukan untuk pertama kalinya dalam waktu 80 hari. Sang tokoh utama, Phileas Fogg sangat yakin dapat membuktikan hal tersebut dengan mengikuti rencana perjalanan yang dikeluarkan oleh surat kabar. Namun sebaliknya, rekan-rekan Fogg dari Reform Club merasa tidak yakin dan bertaruh atas rencana perjalanan tersebut. Ditemani oleh pelayan barunya


(37)

5

yang setia yaitu Passepartout, Fogg berangkat melakukan perjalanan mengelilingi dunia dengan banyak petualangan yang terjadi di dalamnya.

Novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours terbit pertama kali pada tahun 1873 dan telah seringkali diadaptasi dalam berbagai bentuk, seperti film layar lebar, televisi, teater maupun animasi. Tercatat sebanyak dua kali karya tersebut telah diangkat ke layar lebar. Pertama, dirilis pada tahun 1956 dengan judul film Around the World in Eighty Days, dibintangi oleh David Niven dan Cantinflas, film ini memenangkan lima Piala Oscar dari delapan nominasi. Lantas yang kedua, pada tahun 2004 ada sebuah gubahan baru lagi Around the World in

80 Days dengan bintang utama Jackie Chan sebagai Passepartout dan Steve

Coogan sebagai Fogg. Pada tahun 1989 ada sebuah serial mini di TV yang dibintangi antara lain oleh Pierce Brosnan sebagai Fogg, Eric Idle sebagai Passepartout, dan Peter Ustinov sebagai Fix. BBC bersama dengan Michael Palin membuat acara Michael Palin: Around the World in 80 Days yang mengikuti rute dalam buku secara persis. Animasi Around the World in 80 days juga dibuat pada tahun 1972 oleh studio Kanada Rankin-Bass yang bekerja sama dengan Mushi dari Jepang sebagai bagian dari serial Festival of Family Classics. Begitu pula serial kartun satu musim berjudulkan Around the World in 80 days dibuat pada tahun 1972 oleh Air Programs International dari Australia (http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Hari diunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.35 WIB ).

Terkait dengan terjemahan, novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts


(38)

6

tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh R. Moesa Sasradhimedja dengan judul "Mengelilingi Dunia Dalam 80 Hari" dan diterbitkan oleh Balai Pustaka(http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Haridiunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.35 WIB).

Sedangkan kedua pada tahun 2008 novel tersebut baru diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Rahmani Astuti dengan judul “80 Hari Keliling Dunia” dan diterbitkan oleh Serambi. Adapun penerjemahan Le Tour du Monde

en Quatre-Vingts Jours dalam bahasa Indonesia dilakukan tidak secara langsung

dari karya asli bahasa Perancis, melainkan melalui karya terjemahan bahasa Inggris yang berjudul Around the World in Eighty Days. Peneliti akan menggunakan terjemahan terjemahan Rahmani Astuti dalam menginterpretasikan makna yang terkandung dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.

Strukturalisme Genetik dipilih sebagai teori dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian menggunakan stukturalisme dianggap hanya menitikberatkan pada unsur-unsur intrinsik saja tanpa memperhatikan unsur-unsur ekstrinsik karya sastra. Karya sastra dianggap lepas dari konteks sosialnya. Namun seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis, Lucien Goldmann mengembangkan sebuah teori. Teori yang berada di bawah payung sosiologi sastra yang kita kenal dengan Strukturalisme Genetik. Strukturalisme Genetik berfokus pada latar belakang sejarah terciptanya karya sastra dengan memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Strukturalisme Genetik percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi


(39)

7

dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat karya sastra yang bersangkutan (Faruk 2012:56).

Sastra dan masyarakat memiliki hubungan yang mesti dimediasi melalui pemikiran, gagasan, dan ideologi pengarang yang disebut sebagai pandangan dunia. Pada dasarnya pengarang akan menyarankan suatu pandangan dunia yang kolektif. Strukturalisme Genetik dianggap mampu merekonstruksikan pandangan dunia pengarang yang merupakan bagian kolektif dari masyarakatnya. Pandangan tersebut bukanlah realitas, melainkan sebuah refleksi yang diungkapkan secara imajinatif. Goldmann menyatakan bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner (Faruk 2012:71). Dengan begitu, hubungan keduannya bukan semata-mata hubungan material, tetapi dalam kerangka peran sastra sebagai dokumen dan media komunikasi sosial.

Menurut Goldmann ada lima konsep Strukturalisme Genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia, struktur karya sastra dan dialektika. Peneliti mengawali penelitian dengan mengkaji struktur karya sastra, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika, dan pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.

Hingga saat ini, tercatat sudah banyak penelitian yang menggunakan pendekatan Strukturalisme Genetik. Salah satu diantaranya adalah skripsi berjudul “Analisis Strukturalisme Genetik dalam Roman Germinal karya Emile Zola” oleh Agung Wijayanto guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Program Studi Sastra Prancis, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang 2010. Penelitian


(40)

8

tersebut mendeskripsikan struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia pengarang, dan proses dialektika yang terdapat dalam roman Germinal karya Emile Zola.

Selain itu peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian lain guna memperkaya referensi penelitian. Sebuah tesis berjudul “20000 Mil di Bawah

Lautan sebagai Tanggapan Pembaca Indonesia terhadap Vingt Mille Lieues sous

les mers karya Jules Verne: Tinjauan Resepsi” yang diajukan oleh Niken

Herminningsih sebagai persyaratan mencapai gelar S2 Bidang Ilmu-Ilmu Humaniora, Program Studi Ilmu Sastra, Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2006. Penelitian tersebut menganalisis tanggapan pembaca Indonesia terhadap

Vingt Mille Lieues sous les mers karya Jules Verne menjadi 20000 Mil di Bawah

Lautan oleh Nh. Dini sebagai bentuk resepsi terjemahan dengan memanfaatkan

teori resepsi dan teori terjemahan dalam sastra sebagai bentuk transformasi dari segikonvensi bahasa, konvensi budaya, dan konvensi sastra.

Penelitian atas novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours pernah dilakukan oleh Ika Putri Novitawati sebagai bahan skripsi berjudul “Modalitas pada Roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne” sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa Prancis, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta 2012. Penelitian tersebut mendeskripsikan klasifikasi modalitas, bentuk-bentuk modalitas, serta makna modalitas dalam roman Le Tour duMonde


(41)

9

Dengan demikian, penelitian berjudul “Pandangan Dunia dalam novel Le

Tour du Monde en Quatre-vingts Jours karya Jules Verne: Kajian Strukturalisme

Genetik Lucien Goldmann” ini belum pernah dilakukan sebelumnya. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Bagaimanakah struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika dan terutama pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en

Quatre-Vingts Jours dikaji melalui teori Strukturalisme Genetik Lucien

Goldmann?

1.3 Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika, dan pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat penelitian, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Menambah pengetahuan pembaca mengenai teori Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann dalam kaitannya dengan dunia sastra.

2. Menambah pengetahuan pembaca tentang kesusastraan Prancis dalam kaitannya dengan novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne.


(42)

10

Adapun secara praktis, manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan ide bagi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Asing untuk menganalisis karya sastra lain dengan menggunakan kajian Strukturalisme Genetik.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kajian Strukturalisme Genetik.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, peneliti membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB 1 berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB 2 berisi Landasan Teori yang digunakan sebagai pedoman penelitian ini yaitu Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann.

BAB 3 berisi pembahasan Metodologi Penelitian yang meliputi: Pendekatan Penelitian, Objek Penelitian, Sumber Data, Metode dan Teknik Analisis Data.

BAB 4 berisi Analisis terhadap novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts

Jours melalui kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann,

terutama pandangan dunia Jules Verne sebagai pengarang dalam novel

Le Tour du Monde en Quatre-VingtsJours.

BAB 5 berisi Penutup, yaitu berupa Simpulan dan Saran.


(43)

11 BAB 2

LANDASAN TEORI

Fokkema dan Kunne-Ibsch dalam Ratna (2008:2) menyatakan bahwa penelitian terhadap karya sastra pada umumnya memanfaatkan teori-teori yang sudah ada. Teori tersebut disebut sebagai teori formal, karena secara formal sudah ada sebelumnya. Strukturalisme adalah sebuah teori yang telah ada sejak zaman Aristoteles, tetapi secara terus-menerus diperbaharui sepanjang sejarahnya, dan memperoleh bentuknya yang lebih sempurna awal abad ke-20. Selama hampir satu abad, sejak awal abad ke-20 hingga sekarang, tak terhitung jumlah penelitian dengan memanfaatkan teori yang sama, yaitu Strukturalisme. Aspek-aspek pembaruannya, baik disadari atau tidak terletak dalam memodifikasikan teori tersebut yang disesuaikan dengan hakikat objeknya. Strukturalisme Genetik (Goldmann), Semiotika (Saussure, Pierce), Resepsi (Jauss, Riffaterre, Culler), Interteks (Kristeva), Dekonstruksi (Derrida), dan Postrukturalisme pada umumnya (Genette, Chatman, Bakhtin, White, Barthes, Eco, Foucault, Lyotard, Baudillard, dan sebagainya), merupakan sejumlah teori utama atas dasar pemahaman unsur-unsur (Ratna 2008:5).

2.1 Strukturalisme Genetik dalam Sastra

Strukturalisme Genetik adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Prancis (Ratna 2008:121). Teori tersebut dimunculkan atas reaksi terhadap stagnasi teori Strukturalisme yang hanya menganalisis karya sastra dari unsur intristiknya saja. Strukturalisme dianggap meninggalkan satu aspek penting dalam proses lahirnya


(44)

12

suatu karya, yaitu manusia. Manusia sebagai subjek kreator menjadi satu sisi di luar karya yang penting. Pemahaman yang maksimal terhadap suatu karya akan tercapai manakala sisi historis (pengarang dan kenyataan sejarah saat karya sastra diciptakan) dapat diketahui.

Atas dasar kondisi itulah, dengan tetap berlandaskan pada teori Strukturalisme, Goldmann memunculkan teori Strukturalisme Genetik. Artinya, ia percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan (Faruk 2012:56). Dengan demikian secara definitif Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur yang memberikan perhatian terhadap asal usul karya.

Ada lima konsep dalam Strukturalisme Genetik menurut Goldmann, yaitu struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika, dan pandangan dunia. Berikut penjelasan dari konsep-konsep tersebut:

2.1.1 Struktur Karya Sastra

Dalam konteks Strukturalisme Genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dari konsep struktur yang umum dikenal. Dalam esainya yang berjudul

The Epistemology of Sociology” (1981) Goldmann mengemukakan dua pendapat

mengenai karya sastra pada umumnya. Pertama, bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Kedua, bahwa dalam usaha mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner. Dengan berpegang pada hal


(45)

13

itu, Goldmann telah mempunyai konsep struktur yang tematik. Pusat perhatiannya adalah relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, karya sastra mempunyai struktur yang koheren dan terpadu (Faruk 2012:71).

Struktur karya sastra, dalam hal ini novel tetap menjadi sesuatu yang penting. Struktur novel merupakan hal pokok yang harus diketahui dan dianalisis terlebih dahulu sebelum menganalisis pandangan dunia pengarang. Analisis struktural merupakan prioritas lain sebelum yang lainnya karena tanpa itu kebulatan makna intrinsik tidak akan tertangkap (Teeuw 1983:61).

Struktur novel adalah hal-hal pokok dalam novel yang meliputi unsur-unsur intrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik tersebut adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita, yaitu meliputi: cerita, peristiwa, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan sebagainya (Nurgiyantoro 2009:23). Untuk mengkaji unsur intrinsik, peneliti membatasi pada unsur tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar, dan sudut pandang penceritaan.

2.1.1.1 Tema

Tema menurut Schmitt dan Viala (1982) merupakan isotopi kompleks yang disusun dari beberapa motif di mana motif merupakan isotopi sederhana dalam unsur-unsur pembentuk cerita. Isotopi adalah suatu bagian dalam pemahaman yang memungkinkan pesan apapun untuk dipahami sebagai suatu perlambangan yang utuh (Luxemburg 1984:195).


(46)

14

Tema dalam sebuah novel adalah gagasan pokok cerita yang diangkat oleh pengarang. Tema tersebut bersifat luas dan abstrak karena dapat menyangkut segala persoalan di kehidupan. Peneliti meyakini bahwa tema dari sebuah novel dapat diketahui melalui penggolongan jenis novel itu sendiri.

Goldmann yang mendasarkan diri pada teori Lukacs membagi novel menjadi tiga jenis, yaitu: a) idealisme abstrak, b) romantisme keputusasaan, dan c) novel-novel pendidikan (Faruk 2012: 75). Novel jenis pertama disebut idealisme abstrak karena dua hal. Pertama, dengan menampilkan tokoh yang masih ingin bersatu dengan dunia, novel itu masih memperlihatkan suatu idealisme. Akan tetapi, karena persepsi tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit, idealismenya menjadi abstrak (Lukacs dalam Faruk 2012:75). Peneliti mencoba memberi contoh novel petualangan yang serupa dengan cerita Tintin termasuk ke dalam kategori yang demikian. Petualang semacam Tintin semata-mata mengandalkan dirinya sendiri, mampu mengalahkan sebuah negara menunjukkan persepsi yang sempit mengenai dunia, persepsi bahwa dunia mungkin hanya selebar “daun kelor” sehingga mudah ditaklukan dan dengan demikian diasimilasi ke dalam diri.

Lain halnya dengan novel jenis kedua, yang menampilkan kesadaran hero (tokoh utama) yang terlampau luas. Kesadarannya lebih luas daripada dunia sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia. Itulah sebabnya, sang

hero (tokoh utama) cenderung pasif dan cerita berkembang menjadi analisis

psikologis semata-mata. Novel Stasiun atau novel-novel surealistik atau psikoanalitik bisa dimasukkan ke dalam jenis novel kedua ini (Faruk 2012: 75).


(47)

15

Di dalam novel yang semacam ini dunia menjadi sangat luas tak terjangkau sehingga sang tokoh cukup hidup dalam dunianya sendiri.

Novel pendidikan berada di antara kedua jenis tersebut. Dalam novel jenis ketiga ini, sang hero (tokoh utama) di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia. Interioritas (identifikasi) adalah sejauh mana subjek mengetahui objek sesuai dengan kadar pengetahuannya (Hadi 1994:45). Karena ada interaksi antara dirinya dengan dunia, hero (tokoh utama) itu mengalami kegagalan. Tetapi ia mempunyai interioritas, sehingga ia menyadari sebab kegagalan itu. Oleh Lucaks novel pendidikan ini disebut sebagai “kematangan yang jantan”; Bumi Manusia karya Pramoedya merupakan contoh yang baik bagi jenis novel ini (Faruk 2012: 76).

2.1.1.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan pelaku dalam cerita. Tokoh cerita menurut Abrams (1981:20) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Nurgiyantoro (2009: 176) membedakan tokoh dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya dalam cerita sebagai tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita dan menentukan perkembangan alur secara keseluruhan, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya lebih sedikit, tidak sebanyak tokoh utama. Tokoh tersebut melengkapi, melayani dan mendukung tokoh utama.


(48)

16

Terdapat perbedaan antara tokoh dan penokohan. Istilah tokoh menunjuk pada orang atau pelaku cerita sedangkan penokohan lebih menunjuk pada kualitas pribadi tokoh seperti sifat, karakter, dan sikap. Penokohan dan karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgyantoro 2009: 164-165). Mengetahui karakter tokoh dalam suatu cerita, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pelukisan tokoh baik secara langsung maupun tidak langsung. Karakter tokoh tersebut dapat ditemukan di dalam teks cerita baik melalui perkataan, tindakan, ciri-ciri fisik, psikologis, maupun sosial tokoh.

2.1.1.3 Alur/Plot

Alur merupakan rangkaian peristiwa yang saling berhubungan berdasarkan sebab akibat (Forster 1979:72). Schmitt dan Viala (1982:180) menyatakan alur atau sekuen merupakan rangkaian peristiwa pada suatu cerita yang terjalin secara beruntun dengan memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga merupakan satu kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur berperan penting dalam novel, sebab tanpa alur maka dapat dipastikan sebuah cerita akan gagal merunut waktu. Alur yang baik yaitu merunut waktu, akan membuat pembaca mudah dalam memahami sebuah cerita.

Terdapat beberapa penggolongan alur dalam cerita, diantaranya adalah: a) Alur maju, yaitu alur atau jalan cerita yang disusun berdasarkan urutan waktu (naratif) dan urutan peristiwa (kronologis), b) Alur mundur, yaitu alur atau jalan cerita yang mengembalikan cerita ke masa atau waktu sebelumnya, c) Alur campuran (flashback), yaitu perpaduan antara alur maju dan alur mundur. Cerita


(49)

17

bergerak dari bagian tengah, menuju ke awal, dilanjutkan ke akhir cerita (http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_No vel, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 15.00 WIB).

Selain itu alur dalam cerita memiliki beberapa tahapan yaitu: a) Tahap pengenalan, tahap ini dimunculkan dalam sebuah cerita dengan mengenalkan tokoh, situasi, latar, waktu, dan sebagainya, b) Tahap peristiwa, yaitu tahap dimunculkannya suatu peristiwa sebagai penggerak cerita, c) Tahap muncul konflik, tahap dimunculkannya permasalahan yang menimbulkan pertentangan dan ketegangan antar tokoh, d) Tahap konflik memuncak, tahap permasalahan/ketegangan berada pada titik paling atas (puncak), e) Tahap penyelesaian, tahap permasalahan mulai ada penyelesaian (jalan keluar) menuju ke akhir cerita (http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_ Ekstrinsik_Novel, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 15.00 WIB). 2.1.1.4 Latar

Latar merupakan tempat di mana sebuah potongan cerita berlangsung. Latar dalam sebuah cerita dapat dibedakan menjadi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal yang berhubungan dengan geografis, tempat peristiwa terjadi dalam karya. Sedangkan latar waktu adalah hal yang berhubungan dengan historis, saat peristiwa terjadi dalam karya. Menurut Genette dalam Nurgyantoro (2009:231) latar waktu memiliki makna ganda, yaitu mengacu pada waktu penulisan cerita dan urutan waktu kejadian yang dikisahkan dalam cerita. Selanjutnya latar sosial adalah hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial tokoh dalam cerita. Latar sosial berkaitan dengan kebiasaan hidup, adat


(50)

18

istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap yang tercermin dalam kehidupan masyarakat yang kompleks (Nurgyantoro 2009:233). 2.1.1.5 Sudut Pandang Penceritaan

Sudut pandang merupakan cara pandang pengarang dalam menempatkan dirinya saat bercerita. Terdapat empat teknik penyampaian sudut pandang menurut Schmitt dan Viala (1982: 55-59), yaitu: a) Teknik sudut pandang dari luar yaitu sudut pandang dari seorang pengamat peristiwa di luar tokoh yang terdapat dalam cerita, b) Teknik sudut pandang dari dalam yaitu sudut pandang dari tokoh dalam cerita, baik melalui subjek orang pertama maupun orang ketiga, c)Teknik sudut pandang maha tahu yaitu sudut pandang dari seorang narator yang mengetahui segala tindakan, pikiran, dan perasaan para tokoh sehingga dapat menceritakan berbagai tindakan dalam waktu dan tempat yang berbeda dengan bebas, d) Teknik sudut pandang campuran yaitu teknik sudut pandang yang menggabungkan teknik sudut pandang dari luar, dalam, dan maha tahu.

2.1.2 Fakta Kemanusiaan

Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu seperti sumbangan bencana alam, aktivitas politik tertentu seperti pemilu, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra (Faruk 2012:57).

Fakta kemanusiaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fakta individual dan fakta sosial. Fakta individual merupakan hasil dari perilaku libidinal seperti mimpi, tingkah laku, dan sebagainya, sedangkan fakta sosial


(51)

19

merupakan fakta yang mempunyai dampak dalam hubungan sosial, ekonomi, maupun politik antar anggota masyarakat. Fakta sosial mempunyai peranan dalam sejarah, sedangkan fakta individual tidak memilki hal itu (Faruk 2012:57).

Fakta-fakta kemanusiaan tumbuh sebagai respons dari subjek kolektif maupun individual terhadap situasi dan kondisi yang ada di dalam diri dan di sekitarnya. Dengan kata lain, fakta-fakta itu merupakan hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya (Faruk 2012:58).

2.1.3 Subjek Kolektif

Subjek kolektif disebut juga subjek transindividual adalah subjek yang berparadigma dengan fakta sosial (historis). Revolusi sosial, politik, ekonomi, dan karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial (historis) (Faruk 2012:63). Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu menciptakannya. Yang dapat menciptakannya hanya subjek transindividual (Goldmann dalam Faruk 2012:63). Subjek transindividual adalah subjek yang mengatasi individu, yang di dalamnya individu hanyalah merupakan bagian. Subjek transindividual bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas.

Subjek kolektif atau transindividual merupakan konsep yang masih sangat kabur. Subjek itu dapat berupa kelompok kekerabatan, kelompok sekerja, kelompok teritorial, dan sebagainya. Untuk memperjelasnya, Goldmann menspesifikasikannya sebagai kelas sosial dalam pengertian marxis sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah


(52)

20

menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia sebagaimana yang terbukti dari perkembangan tata kehidupan masyarakat primitif yang komunal ke masyarakat feodal, kapitalis, dan kemudian sosialis (Faruk 2012:63). 2.1.4 Dialektika

Di dalam perspektif Strukturalisme Genetik, karya sastra merupakan sebuah struktur koheren yang memiliki makna. Untuk memahami makna itu Goldmann mengembangkan sebuah metode yang bernama metode dialektik.

Metode dialektik sesungguhnya tidak berasal dari Goldmann sendiri. Metode itu telah ada jauh sebelumnya dan dikenal dalam masyarakat ilmu pengetahuan sebagai metode lingkaran hermeneutik atau ideologi Jerman (Seung dalam Faruk 2012:78). Prinsip dasar dari metode dialektik adalah pengetahuan mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat konkret dengan mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Sehubungan dengan itu, Goldmann mengembangkan dua pasangan konsep dalam metode dialektik yaitu “keseluruhan-bagian” dan “pemahaman-penjelasan” (Faruk 2012:77).

Setiap fakta atau gagasan individual akan berarti jika ditempatkan dalam keseluruhan, demikian juga keseluruhan hanya dapat dipahami dengan menggunakan fakta-fakta parsial yang membangun keseluruhan itu. Karena keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian, dan bagian juga tidak dapat dimengerti tanpa keseluruhan, proses pencapaian pengetahuan dengan metode dialektik menjadi semacam gerak yang melingkar secara terus-menerus, tanpa diketahui tempat atau titik yang menjadi pangkal atau ujungnya (Faruk


(53)

2012:77-21

78). Sudut pandang dialektik memandang bahwa tidak ada titik awal yang secara mutlak sahih dan tidak ada persoalan yang secara final pasti terpecahkan (Goldmann dalam Faruk 2012:77).

Goldmann dalam Faruk (2012: 79) menjelaskan yang dimaksud dengan pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari, sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkannya ke dalam struktur yang lebih besar. Dengan kata lain, pemahaman adalah usaha untuk mengerti identitas bagian, sedangkan penjelasan adalah usaha untuk mengerti makna bagian itu dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar.

Menurut Goldmann dalam (Faruk 2012:79) teknik pelaksanaan metode dialektik itu berlangsung sebagai berikut. Pertama, peneliti membangun sebuah model yang dianggapnya memberikan tingkat probabilitas tertentu atas dasar bagian. Kedua, ia melakukan pengecekan terhadap model itu dengan membandingkannya dengan keseluruhan dengan cara menentukan: (1) sejauh mana setiap unit yang dianalisis tergabungkan dalam hipotesis yang menyeluruh; (2) daftar elemen-elemen dan hubungan-hubungan baru yang tidak diperlengkapi dalam model semula; (3) frekuensi elemen-elemen dan hubungan-hubungan yang diperlengkapi dalam model yang sudah dicek itu.

Untuk mempermudah pemahaman, adapun penjelasan lebih lanjut oleh Ratna (2008:52-53) tentang metode dialektika sebagai berikut:

Metode dialektika digunakan dengan sangat berhasil oleh Goldmann dalam strukturalisme genetik. Secara teoritis setiap fakta sastra dapat dianggap sebagai tesis, kemudian diadakan negasi. Dengan adanya pengingkaran maka tesis dan antitesis seolah-olah hilang atau berubah menjadi kualitas fakta yang lebih tinggi, yaitu sintesis itu sendiri. Sintesis kemudian menjadi tesis kembali, demikian seterusnya, sehingga proses pemahaman terjadi


(1)

tentang tuannya yang diduga adalah perampok bank tersebut, yang berusaha melarikan diri dengan dalih berkeliling dunia. Fix berharap Passepartout bersedia membantunya, namun Passepartout tetaplah setia pada tuannya. Ia tidak ingin membantu Fix karena baginya Fix adalah utusan yang dikirim oleh anggota Reform Club untuk memata-matai perjalanan tuannya.

Kapal “Carnatic” yang menuju Yokohama sebenarnya telah selesai diperbaiki dan malam itu dipercepat keberangkatannya. Namun ketika Passepartout hendak memberi tahu kabar tersebut pada tuannya, ia malah jatuh tertidur karena terlalu banyak mengkonsumsi opium dan minuman keras yang diberikan oleh Fix. Passepartout tidak lama kemudian sadarkan diri dan berhasil mencapai kapal “Carnatic”, namun ia tidak berhasil memberi tahu tuannya.

Sehari setelahnya, Fogg mengetahui bahwa kapal “Carnatic” yang menuju Yokohama telah pergi dan ia kehilangan Passepartout. Dia bertemu dengan seorang kapten kapal lain yang dapat membantunya mengejar kapal “Carnatic” dengan kapal kecil bernama “Tankadere”.

Sampai di Yokohama Passepartout dan Fogg dapat bertemu kembali dan mereka melanjutkan perjalanan menaiki kapal “General Grant” untuk sampai ke San Francisco pada 3 Desember. Fix yang sudah mempunyai surat perintah penangkapan di tangannya sangatlah tidak berdaya, ia sudah tidak lagi berada di koloni Inggris dan masih tetap mengikuti Phileas Fogg.

Tiba di Amerika mereka menaiki kereta api menyeberangi benua itu, namun harus terhenti selama tiga jam karena ada sebuah parade. Ketika sampai di dekat pos militer Amerika, para penumpang diserang oleh bangsa Sioux. Fogg yang


(2)

sangat berani saat itu berhasil menghentikan kereta api sampai di stasiun Kearney saat prajurit Amerika akhirnya datang membantu. Setelah berjuang, Passepartout dan beberapa penumpang malah ditahan dan dijadikan sandera. Fogg dan prajurit berhasil menyelamatkan mereka meski perjalanan menjadi terhitung terlambat 20 jam. Kemudian mereka dengan segera naik kereta luncur ke Omaha dan setelah itu menaiki kereta api dari Chicago ke New York.

Tiba di New York mereka terlambat dan tertinggal oleh kapal “Cina” yang menuju Liverpool. Mereka menaiki kapal lain tujuan Bordeaux, Perancis dan Fogg membayar 2000 poundsterling untuk itu. Selama perjalanan, Fogg mengunci sang kapten kapal di kabin dan mengambil alih seluruh kendali kapal. Persediaan batubara tinggal sedikit dan dia menghancurkan alat kelengkapan kayu untuk ia gunakan sebagai pengganti bahan bakar.

Pada akhirnya sampailah mereka di Queenstown, Irlandia. Dari sana mereka menaiki kereta api menuju Dublin dan dari Dublin mereka menaiki perahu menuju Liverpool. Sesampainya di Liverpool, Fogg malah ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh Fix di kantor polisi setempat. Di kantor polisi itu beberapa jam kemudian Fogg dibebaskan karena perampok bank yang sesungguhnya telah tertangkap. Fogg, Passepartout dan Aouda dengan segera naik kereta api kecepatan tinggi menuju London, tetapi sayangnya mereka terlambat tiba lima menit dan hilanglah semua taruhan itu. Mereka bertiga pulang ke rumah Fogg dan Fogg menyendiri selama sehari.

Sehari setelahnya, Fogg meminta maaf pada Aouda karena telah membawanya berkeliling dunia. Ia menanyakan apakah Aouda bersedia menikah


(3)

dengannya dan Aouda pun menerima. Maka Fogg segera menyuruh Passepartout untuk memanggil pendeta agar dapat melaksanakan pernikahan esok hari.

Namun yang terjadi ternyata sang pendeta tidak bersedia menikahkan mereka, karena esok adalah hari Minggu. Passepartout lalu sadar bahwa hari itu masih hari Sabtu tanggal 21 Desember dan belum pukul 20.45. Perjalanan mereka ke timur sebenarnya telah membuat waktu berjalan lebih awal sehari. Maka Passepartout pun berlari pulang memberitahu tuan Fogg untuk pergi ke Reform Club. Fogg berhasil sampai di Reform Club tepat pukul 20.45 dan memenangkan pertaruhan sebesar 20000 poundsterling, namun dikarenakan biaya perjalanan yang sangat tinggi, ia hanyalah untung sedikit yaitu selain menikah dengan Aouda dan menjadi sangat bahagia.


(4)

Biografi Jules Verne

Jules Verne lahir dari keluarga pelaut di Nantes, Prancis pada tahun 1828. Pada usia muda, ia berusaha lari dari rumah dan bekerja di dunia pelayaran sebagai awak kabin, tetapi kemudian ditemukan dan dikembalikan pada keluarganya. Verne kemudian dikirim ke Paris untuk belajar ilmu hukum, tetapi setelah tiba di Paris, dengan segera ia tertarik dengan dunia teater. Tidak lama kemudian ia menulis naskah drama dan nyanyian opera, dan naskahnya yang pertama diterbitkan tahun 1850. Ketika ia menolak desakan ayahnya untuk kembali ke Nantes dan membuka praktik hukum, uang sakunya dihentikan, ia pun terpaksa hidup dari menjual naskah cerita dan menulis artikel.

Verne menggabungkan bakatnya sebagai penutur cerita yang eksotik dengan minatnya pada hasil-hasil penemuan ilmiah yang mutakhir. Ia banyak menghabiskan waktu di perpustakaan Paris untuk belajar ilmu geologi, astronomi, dan teknik. Tidak lama kemudian ia menghasilkan naskah cerita imajinatif seperti Cinq Semaines en Ballon (1863) dan Voyage au Centre de la Terre (1864), yang segera meledakkan popularitasnya di seluruh dunia. Setelah De la Térre à la Lune (1865), Verne menerima banyak sekali surat dari para penjelajah yang berharap dapat ikut serta dalam ekspedisi ke bulan berikutnya. Kemampuan Verne meramalkan tahap berikutnya dalam kemajuan teknologi manusia, dan rasa ingin tahunya pada masa kecil, menuntunnya menghasilkan karya Vingt Mille Lieues sous les Mers (1869) dan Michel Strogoff (1876).

Buku-bukunya membuat Verne kaya dan terkenal. Pada 1876 ia membeli kapal uap besar, yang dilengkapi dengan ruang kabin tempat ia dapat menulis


(5)

dengan lebih nyaman daripada di tepi pantai. Ia berlayar dari satu pelabuhan Eropa ke pelabuhan lain dan diperlakukan sebagai orang penting ke mana pun ia pergi. Buku-bukunya banyak diterjemahkan, dijadikan naskah drama dan kemudian difilmkan. Ia meninggal di Amiens tahun 1905.


(6)

Gambar Peta Perjalanan Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours

Sumber:http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7f/Around_the_World _in_Eighty_Days_-_map.jpg