Dengan demikian, penelitian berjudul “Pandangan Dunia dalam novel Le
Tour du Monde en Quatre-vingts Jours karya Jules Verne: Kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann
” ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika dan terutama pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en
Quatre-Vingts Jours dikaji melalui teori Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann?
1.3 Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif,
dialektika, dan pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat penelitian, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Menambah pengetahuan pembaca mengenai teori Strukturalisme Genetik
Lucien Goldmann dalam kaitannya dengan dunia sastra. 2.
Menambah pengetahuan pembaca tentang kesusastraan Prancis dalam kaitannya dengan novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya
Jules Verne.
Adapun secara praktis, manfaat penelitian ini adalah: 1.
Memberikan ide bagi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Asing untuk menganalisis karya sastra lain dengan menggunakan kajian Strukturalisme
Genetik. 2.
Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan perbandingan untuk penelitian- penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kajian Strukturalisme
Genetik.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, peneliti membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB 1 berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB 2 berisi Landasan Teori yang digunakan sebagai pedoman penelitian ini yaitu Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann.
BAB 3 berisi pembahasan Metodologi Penelitian yang meliputi: Pendekatan Penelitian, Objek Penelitian, Sumber Data, Metode dan Teknik Analisis
Data. BAB 4 berisi Analisis terhadap novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts
Jours melalui kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann, terutama pandangan dunia Jules Verne sebagai pengarang dalam novel
Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours. BAB 5 berisi Penutup, yaitu berupa Simpulan dan Saran.
Kelima Bab ini dilengkapi dengan Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.
11
BAB 2 LANDASAN TEORI
Fokkema dan Kunne-Ibsch dalam Ratna 2008:2 menyatakan bahwa penelitian terhadap karya sastra pada umumnya memanfaatkan teori-teori yang
sudah ada. Teori tersebut disebut sebagai teori formal, karena secara formal sudah ada sebelumnya. Strukturalisme adalah sebuah teori yang telah ada sejak zaman
Aristoteles, tetapi secara terus-menerus diperbaharui sepanjang sejarahnya, dan memperoleh bentuknya yang lebih sempurna awal abad ke-20. Selama hampir
satu abad, sejak awal abad ke-20 hingga sekarang, tak terhitung jumlah penelitian dengan memanfaatkan teori yang sama, yaitu Strukturalisme. Aspek-aspek
pembaruannya, baik disadari atau tidak terletak dalam memodifikasikan teori tersebut yang disesuaikan dengan hakikat objeknya. Strukturalisme Genetik
Goldmann, Semiotika Saussure, Pierce, Resepsi Jauss, Riffaterre, Culler, Interteks Kristeva, Dekonstruksi Derrida, dan Postrukturalisme pada umumnya
Genette, Chatman, Bakhtin, White, Barthes, Eco, Foucault, Lyotard, Baudillard, dan sebagainya, merupakan sejumlah teori utama atas dasar pemahaman unsur-
unsur Ratna 2008:5.
2.1 Strukturalisme Genetik dalam Sastra
Strukturalisme Genetik adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Prancis Ratna
2008:121. Teori tersebut dimunculkan atas reaksi terhadap stagnasi teori Strukturalisme yang hanya menganalisis karya sastra dari unsur intristiknya saja.
Strukturalisme dianggap meninggalkan satu aspek penting dalam proses lahirnya
suatu karya, yaitu manusia. Manusia sebagai subjek kreator menjadi satu sisi di luar karya yang penting. Pemahaman yang maksimal terhadap suatu karya akan
tercapai manakala sisi historis pengarang dan kenyataan sejarah saat karya sastra diciptakan dapat diketahui.
Atas dasar kondisi itulah, dengan tetap berlandaskan pada teori Strukturalisme, Goldmann memunculkan teori Strukturalisme Genetik. Artinya, ia
percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah
yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan Faruk 2012:56.
Dengan demikian secara definitif Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur yang memberikan perhatian terhadap asal usul karya.
Ada lima konsep dalam Strukturalisme Genetik menurut Goldmann, yaitu struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika, dan
pandangan dunia. Berikut penjelasan dari konsep-konsep tersebut:
2.1.1 Struktur Karya Sastra
Dalam konteks Strukturalisme Genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dari konsep struktur yang umum dikenal. Dalam esainya yang berjudul
“The Epistemology of Sociology” 1981 Goldmann mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya. Pertama, bahwa karya sastra merupakan
ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Kedua, bahwa dalam usaha mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan semesta tokoh-
tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner. Dengan berpegang pada hal
itu, Goldmann telah mempunyai konsep struktur yang tematik. Pusat perhatiannya adalah relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada di
sekitarnya. Oleh karena itu, karya sastra mempunyai struktur yang koheren dan terpadu Faruk 2012:71.
Struktur karya sastra, dalam hal ini novel tetap menjadi sesuatu yang penting. Struktur novel merupakan hal pokok yang harus diketahui dan dianalisis
terlebih dahulu sebelum menganalisis pandangan dunia pengarang. Analisis struktural merupakan prioritas lain sebelum yang lainnya karena tanpa itu
kebulatan makna intrinsik tidak akan tertangkap Teeuw 1983:61. Struktur novel adalah hal-hal pokok dalam novel yang meliputi unsur-unsur
intrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik tersebut adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita, yaitu meliputi: cerita, peristiwa, plot,
penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan sebagainya Nurgiyantoro 2009:23. Untuk mengkaji unsur intrinsik, peneliti
membatasi pada unsur tema, tokoh dan penokohan, alurplot, latar, dan sudut pandang penceritaan.
2.1.1.1 Tema
Tema menurut Schmitt dan Viala 1982 merupakan isotopi kompleks yang disusun dari beberapa motif di mana motif merupakan isotopi sederhana
dalam unsur-unsur pembentuk cerita. Isotopi adalah suatu bagian dalam pemahaman yang memungkinkan pesan apapun untuk dipahami sebagai suatu
perlambangan yang utuh Luxemburg 1984:195.
Tema dalam sebuah novel adalah gagasan pokok cerita yang diangkat oleh pengarang. Tema tersebut bersifat luas dan abstrak karena dapat menyangkut
segala persoalan di kehidupan. Peneliti meyakini bahwa tema dari sebuah novel dapat diketahui melalui penggolongan jenis novel itu sendiri.
Goldmann yang mendasarkan diri pada teori Lukacs membagi novel menjadi tiga jenis, yaitu: a idealisme abstrak, b romantisme keputusasaan, dan c
novel-novel pendidikan Faruk 2012: 75. Novel jenis pertama disebut idealisme abstrak karena dua hal. Pertama, dengan menampilkan tokoh yang masih ingin
bersatu dengan dunia, novel itu masih memperlihatkan suatu idealisme. Akan tetapi, karena persepsi tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada
kesadaran yang sempit, idealismenya menjadi abstrak Lukacs dalam Faruk 2012:75. Peneliti mencoba memberi contoh novel petualangan yang serupa
dengan cerita Tintin termasuk ke dalam kategori yang demikian. Petualang semacam Tintin semata-mata mengandalkan dirinya sendiri, mampu mengalahkan
sebuah negara menunjukkan persepsi yang sempit mengenai dunia, persepsi bahwa dunia mungkin hanya selebar “daun kelor” sehingga mudah ditaklukan dan
dengan demikian diasimilasi ke dalam diri. Lain halnya dengan novel jenis kedua, yang menampilkan kesadaran hero
tokoh utama yang terlampau luas. Kesadarannya lebih luas daripada dunia sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia. Itulah sebabnya, sang
hero tokoh utama cenderung pasif dan cerita berkembang menjadi analisis psikologis semata-mata. Novel Stasiun atau novel-novel surealistik atau
psikoanalitik bisa dimasukkan ke dalam jenis novel kedua ini Faruk 2012: 75.
Di dalam novel yang semacam ini dunia menjadi sangat luas tak terjangkau sehingga sang tokoh cukup hidup dalam dunianya sendiri.
Novel pendidikan berada di antara kedua jenis tersebut. Dalam novel jenis ketiga ini, sang hero tokoh utama di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di
lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia. Interioritas identifikasi adalah sejauh mana subjek mengetahui objek sesuai dengan kadar pengetahuannya Hadi
1994:45. Karena ada interaksi antara dirinya dengan dunia, hero tokoh utama itu mengalami kegagalan. Tetapi ia mempunyai interioritas, sehingga ia
menyadari sebab kegagalan itu. Oleh Lucaks novel pendidikan ini disebut sebagai “kematangan yang jantan”; Bumi Manusia karya Pramoedya merupakan contoh
yang baik bagi jenis novel ini Faruk 2012: 76.
2.1.1.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan pelaku dalam cerita. Tokoh cerita menurut Abrams 1981:20 adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Nurgiyantoro 2009: 176 membedakan tokoh dilihat dari segi peranan
atau tingkat pentingnya dalam cerita sebagai tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita
dan menentukan perkembangan alur secara keseluruhan, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya lebih sedikit, tidak sebanyak tokoh
utama. Tokoh tersebut melengkapi, melayani dan mendukung tokoh utama.
Terdapat perbedaan antara tokoh dan penokohan. Istilah tokoh menunjuk pada orang atau pelaku cerita sedangkan penokohan lebih menunjuk pada kualitas
pribadi tokoh seperti sifat, karakter, dan sikap. Penokohan dan karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu
dalam sebuah cerita Nurgyantoro 2009: 164-165. Mengetahui karakter tokoh dalam suatu cerita, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pelukisan tokoh
baik secara langsung maupun tidak langsung. Karakter tokoh tersebut dapat ditemukan di dalam teks cerita baik melalui perkataan, tindakan, ciri-ciri fisik,
psikologis, maupun sosial tokoh.
2.1.1.3 AlurPlot
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang saling berhubungan berdasarkan sebab akibat Forster 1979:72. Schmitt dan Viala 1982:180 menyatakan alur
atau sekuen merupakan rangkaian peristiwa pada suatu cerita yang terjalin secara beruntun dengan memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga merupakan satu
kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur berperan penting dalam novel, sebab tanpa alur maka dapat dipastikan sebuah cerita akan gagal merunut waktu. Alur
yang baik yaitu merunut waktu, akan membuat pembaca mudah dalam memahami sebuah cerita.
Terdapat beberapa penggolongan alur dalam cerita, diantaranya adalah: a Alur maju, yaitu alur atau jalan cerita yang disusun berdasarkan urutan waktu
naratif dan urutan peristiwa kronologis, b Alur mundur, yaitu alur atau jalan cerita yang mengembalikan cerita ke masa atau waktu sebelumnya, c Alur
campuran flashback, yaitu perpaduan antara alur maju dan alur mundur. Cerita
bergerak dari bagian tengah, menuju ke awal, dilanjutkan ke akhir cerita http:www.academia.edu5972916pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_No
vel, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 15.00 WIB. Selain itu alur dalam cerita memiliki beberapa tahapan yaitu: a Tahap
pengenalan, tahap ini dimunculkan dalam sebuah cerita dengan mengenalkan tokoh, situasi, latar, waktu, dan sebagainya, b Tahap peristiwa, yaitu tahap
dimunculkannya suatu peristiwa sebagai penggerak cerita, c Tahap muncul konflik, tahap dimunculkannya permasalahan yang menimbulkan pertentangan
dan ketegangan antar tokoh, d Tahap konflik memuncak, tahap permasalahanketegangan berada pada titik paling atas puncak, e Tahap
penyelesaian, tahap permasalahan mulai ada penyelesaian jalan keluar menuju ke akhir cerita http:www.academia.edu5972916pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_
Ekstrinsik_Novel, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 15.00 WIB.
2.1.1.4 Latar
Latar merupakan tempat di mana sebuah potongan cerita berlangsung. Latar dalam sebuah cerita dapat dibedakan menjadi latar tempat, latar waktu, dan
latar sosial. Latar tempat adalah hal yang berhubungan dengan geografis, tempat peristiwa terjadi dalam karya. Sedangkan latar waktu adalah hal yang
berhubungan dengan historis, saat peristiwa terjadi dalam karya. Menurut Genette dalam Nurgyantoro 2009:231 latar waktu memiliki makna ganda, yaitu mengacu
pada waktu penulisan cerita dan urutan waktu kejadian yang dikisahkan dalam cerita. Selanjutnya latar sosial adalah hal yang berhubungan dengan kehidupan
sosial tokoh dalam cerita. Latar sosial berkaitan dengan kebiasaan hidup, adat
istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap yang tercermin dalam kehidupan masyarakat yang kompleks Nurgyantoro 2009:233.
2.1.1.5 Sudut Pandang Penceritaan
Sudut pandang merupakan cara pandang pengarang dalam menempatkan dirinya saat bercerita. Terdapat empat teknik penyampaian sudut pandang
menurut Schmitt dan Viala 1982: 55-59, yaitu: a Teknik sudut pandang dari luar yaitu sudut pandang dari seorang pengamat peristiwa di luar tokoh yang
terdapat dalam cerita, b Teknik sudut pandang dari dalam yaitu sudut pandang dari tokoh dalam cerita, baik melalui subjek orang pertama maupun orang ketiga,
c Teknik sudut pandang maha tahu yaitu sudut pandang dari seorang narator yang mengetahui segala tindakan, pikiran, dan perasaan para tokoh sehingga dapat
menceritakan berbagai tindakan dalam waktu dan tempat yang berbeda dengan bebas, d Teknik sudut pandang campuran yaitu teknik sudut pandang yang
menggabungkan teknik sudut pandang dari luar, dalam, dan maha tahu.
2.1.2 Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan.
Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu seperti sumbangan bencana alam, aktivitas politik tertentu seperti pemilu, maupun kreasi kultural seperti
filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra Faruk 2012:57. Fakta kemanusiaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fakta
individual dan fakta sosial. Fakta individual merupakan hasil dari perilaku libidinal seperti mimpi, tingkah laku, dan sebagainya, sedangkan fakta sosial
merupakan fakta yang mempunyai dampak dalam hubungan sosial, ekonomi, maupun politik antar anggota masyarakat. Fakta sosial mempunyai peranan dalam
sejarah, sedangkan fakta individual tidak memilki hal itu Faruk 2012:57. Fakta-fakta kemanusiaan tumbuh sebagai respons dari subjek kolektif
maupun individual terhadap situasi dan kondisi yang ada di dalam diri dan di sekitarnya. Dengan kata lain, fakta-fakta itu merupakan hasil usaha manusia untuk
mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya Faruk 2012:58.
2.1.3 Subjek Kolektif
Subjek kolektif disebut juga subjek transindividual adalah subjek yang berparadigma dengan fakta sosial historis. Revolusi sosial, politik, ekonomi, dan
karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial historis Faruk 2012:63. Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu
menciptakannya. Yang dapat menciptakannya hanya subjek transindividual Goldmann dalam Faruk 2012:63. Subjek transindividual adalah subjek yang
mengatasi individu, yang di dalamnya individu hanyalah merupakan bagian. Subjek transindividual bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri sendiri-
sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas. Subjek kolektif atau transindividual merupakan konsep yang masih sangat
kabur. Subjek itu dapat berupa kelompok kekerabatan, kelompok sekerja, kelompok teritorial, dan sebagainya. Untuk memperjelasnya, Goldmann
menspesifikasikannya sebagai kelas sosial dalam pengertian marxis sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah
menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia sebagaimana
yang terbukti dari perkembangan tata kehidupan masyarakat primitif yang komunal ke masyarakat feodal, kapitalis, dan kemudian sosialis Faruk 2012:63.
2.1.4 Dialektika
Di dalam perspektif Strukturalisme Genetik, karya sastra merupakan sebuah struktur koheren yang memiliki makna. Untuk memahami makna itu
Goldmann mengembangkan sebuah metode yang bernama metode dialektik. Metode dialektik sesungguhnya tidak berasal dari Goldmann sendiri.
Metode itu telah ada jauh sebelumnya dan dikenal dalam masyarakat ilmu pengetahuan sebagai metode lingkaran hermeneutik atau ideologi Jerman Seung
dalam Faruk 2012:78. Prinsip dasar dari metode dialektik adalah pengetahuan mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat
konkret dengan mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Sehubungan dengan itu, Goldmann mengembangkan dua pasangan konsep dalam metode dialektik
yaitu “keseluruhan-bagian” dan “pemahaman-penjelasan” Faruk 2012:77. Setiap fakta atau gagasan individual akan berarti jika ditempatkan dalam
keseluruhan, demikian juga keseluruhan hanya dapat dipahami dengan menggunakan fakta-fakta parsial yang membangun keseluruhan itu. Karena
keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian, dan bagian juga tidak dapat dimengerti tanpa keseluruhan, proses pencapaian pengetahuan dengan metode
dialektik menjadi semacam gerak yang melingkar secara terus-menerus, tanpa diketahui tempat atau titik yang menjadi pangkal atau ujungnya Faruk 2012:77-
78. Sudut pandang dialektik memandang bahwa tidak ada titik awal yang secara mutlak sahih dan tidak ada persoalan yang secara final pasti terpecahkan
Goldmann dalam Faruk 2012:77. Goldmann dalam Faruk 2012: 79 menjelaskan yang dimaksud dengan
pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari, sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkannya ke dalam struktur yang
lebih besar. Dengan kata lain, pemahaman adalah usaha untuk mengerti identitas bagian, sedangkan penjelasan adalah usaha untuk mengerti makna bagian itu
dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar. Menurut Goldmann dalam Faruk 2012:79 teknik pelaksanaan metode
dialektik itu berlangsung sebagai berikut. Pertama, peneliti membangun sebuah model yang dianggapnya memberikan tingkat probabilitas tertentu atas dasar
bagian. Kedua, ia melakukan pengecekan terhadap model itu dengan membandingkannya dengan keseluruhan dengan cara menentukan: 1 sejauh
mana setiap unit yang dianalisis tergabungkan dalam hipotesis yang menyeluruh; 2 daftar elemen-elemen dan hubungan-hubungan baru yang tidak diperlengkapi
dalam model semula; 3 frekuensi elemen-elemen dan hubungan-hubungan yang diperlengkapi dalam model yang sudah dicek itu.
Untuk mempermudah pemahaman, adapun penjelasan lebih lanjut oleh Ratna 2008:52-53 tentang metode dialektika sebagai berikut:
Metode dialektika digunakan dengan sangat berhasil oleh Goldmann dalam strukturalisme genetik. Secara teoritis setiap fakta sastra dapat dianggap
sebagai tesis, kemudian diadakan negasi. Dengan adanya pengingkaran maka tesis dan antitesis seolah-olah hilang atau berubah menjadi kualitas
fakta yang lebih tinggi, yaitu sintesis itu sendiri. Sintesis kemudian menjadi tesis kembali, demikian seterusnya, sehingga proses pemahaman terjadi
secara terus-menerus. Oleh karena itulah, proses pemahamannya sama dengan hermeneutika, dalam bentuk spiral, bukan garis lurus.
Hegel yang merupakan filsuf idealis Jerman mengungkapkan pula bahwa tidak ada satu kebenaran yang absolut karena berlaku hukum dialektik, yang
absolut hanyalah semangat revolusionernya perubahanpertentangan atas tesis oleh anti-tesis menjadi sintesis http:id.wikipedia.orgwikiDialektik diunduh
pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.55 WIB.
2.1.5 Pandangan Dunia
Dibandingkan dengan tradisi sosiologi sastra marxis yang ada sebelumnya, Strukturalisme Genetik Goldmann memperlihatkan kemajuan dalam dua hal.
Pertama, teori tersebut tidak menempatkan karya sastra sebagai cermin pasif belaka dari struktur sosial, melainkan memperhatikan pula struktur karya sastra itu
sendiri sebagai teks yang koheren dan terpadu. Kedua, teori Goldmann itu memperlihatkan kecenderungan untuk tidak menghubungkan secara langsung
struktur sosial dengan karya sastra, melainkan melalui mediasi pandangan dunia pengarang. Pandangan dunialah yang menjadi sumber koherensi antara struktur
karya sastra dengan struktur sosial. Pandangan dunia merupakan masalah pokok dalam Strukturalisme Genetik.
Identifikasi pandangan dunia dianggap sebagai salah satu ciri keberhasilan suatu karya Ratna 2008:125-126. Adapun yang dimaksud dengan pandangan dunia itu
sendiri, tidak lain daripada kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi- asprasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama
anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain Goldmann dalam Faruk 2012:65-
66. Mengetahui pandangan dunia suatu kelompok tertentu berarti mengetahui kecenderungan suatu masyarakat, sistem ideologi yang mendasari perilaku sosial
sehari-hari Ratna 2008:126. Pandangan dunia sebagaimana dimaksudkan dalam karya sastra, seperti
telah diuraikan di atas, khususnya menurut visi Strukturalisme Genetik berfungsi untuk menunjukkan kecenderungan kolektivitas tertentu Ratna 2008:126.
Mengetahui pandangan dunia suatu kelompok tertentu berarti mengetahui kecenderungan suatu masyarakat, sistem ideologi yang mendasari perilaku sosial
sehari-hari Ratna 2008:126. Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia berkembang sebagai
hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang memilikinya Goldmann dalam Faruk 2012:67. Karena merupakan produk
interaksi antara subjek kolektif dengan situasi sekitarnya, pandangan dunia tidak lahir dengan tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan
dan bertahap diperlukan demi terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya mentalitas yang lama itu Goldmann dalam Faruk 2012:67.
Dengan demikian, dari berbagai pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Strukturalisme Genetik mengukuhkan adanya hubungan antara sastra dan
masyarakat melalui mediasi pandangan dunia atau ideologi yang diungkapkan pengarang. Teori tersebut telah teruji dan memiliki beberapa konsep yang tidak
dimiliki teori sosial lain, seperti fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia.
24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi pembahasan Metodologi Penelitian yang meliputi: Pendekatan Penelitian, Objek Penelitian, Sumber Data, Metode dan Teknik Analisis Data.
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Strukturalisme Genetik. Pendekatan Strukturalisme Genetik dikembangkan atas
dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni yang hanya menganalisis karya sastra dari unsur intristiknya saja. Strukturalisme Genetik sekaligus
memberikan perhatian pada hal-hal di luar karya sastra seperti kondisi sosial yang mempengaruhi lahirnya karya sastra. Pemahaman karya sastra yang didasarkan
atas pendekatan Strukturalisme Genetik tidak mungkin dilakukan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang melahirkannya, sebab faktor-faktor
tersebut memberi kepaduan pada struktur karya sastra Goldmann 1970:585. Terdapat hubungan homologi kesamaan antara struktur karya sastra
dengan struktur sosial yang melahirkannya. Akan tetapi, hubungan homologi kesamaan tersebut, menurut Strukturalisme Genetik, tidaklah bersifat langsung,
melainkan dimediasi oleh apa yang disebut dengan ideologi atau pandangan dunia pengarang. Pandangan dunia itulah yang pada gilirannya berhubungan langsung
dengan struktur masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan pandangan dunia itu sendiri, tidak lain
daripada kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-asprasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota
suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain Goldmann dalam Faruk 2012:65-66.
Kondisi struktural masyarakat dapat membuat suatu kelas yang ada dalam posisi tertentu dalam masyarakat itu membuahkan dan mengembangkan suatu
pandangan dunia yang khas Faruk 2012:65. Pendekatan Strukturalisme Genetik inilah yang dianggap sebagai satu-satunya pendekatan yang mampu
merekonstruksikan pandangan dunia pengarang.
3.2 Objek Penelitian