Kredibilitas Penelitian PARTISIPAN I

b. Pemberian kode pada masing-masing hasil analisa Sesudah dilakukan analisa terhadap verbatim wawancara, maka hasil dari analisa tersebut diberikan kode-kode. Hal ini akan mempermudah peneliti dalam membuat analisa tematik dan kinerja pada tahap berikutnya. c. Menghubungkan secara tematis hasil analisa dengan pedoman wawancara Melakukan analisa tematik, dimana hasil analisa wawancara kembali dihubungkan ke dalam pedoman wawancara dan pertanyaan penelitian. Apakah hal-hal tersebut memang sudah menjawab apa yang ditanyankan dalam proses penelitian.

F. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas penelitian ini terletak pada keberhasilan peneliti dalam mengungkap proses penyesuaian diri pada mantan PSK. Adapun upaya peneliti untuk mempertahankan kredibilitas penelitian adalah : 1. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat . Pertnyaan yang bersifat ambigu ditanyakan kembali dengan menggunakan perntanyaan refleksi pada pertemuan berikutnya. 2. Mencatat hal-hal penting sereinci mungkin selama sesi wawancara, termasuk di dalamnya perkataan responden serta prilaku yang ditunjukkan selama sesi wawancara. 3. Dokumentasi data yang terkumpul secara rapid an lengkap mulai dari awal hingga akhir penelitian. Universitas Sumatera Utara 4. Menyertakan partner yang dapat memberikan masukan, saran, dan kritik terhadap analisa data yang dilakukan oleh peneliti. Dalam hal ini termasuk dosen pembimbing, pihak panti sosial, serta beberapa rekan mahasiswa Psikologi USU. 5. Melakukan checking dan rechecking data yang diperoleh dalam upaya memastikan dugaan penelitian. 6. Melakukan analisis data berdasarkan validitas argumentatif yang dapat dibuktikan dengan melihat data mentah

G. Metode Analisa Data

Penelitian kualitatif tidak memiliki rumus atau aturan absolute untuk mengolah dan menganalisis data Poerwandari, 2001. Beberapa tahapan dalam menganalisa data kualitatif menurut Poerwandari, 2001 yaitu : 1. Organisasi Data Pengolahan dan analisis sesungguhnya dimulai dengan mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat beragam dan banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah catatan lapangan, kaset hasil rekaman, data yang sudah proses sebagainya transkip wawancara, data yang sudah ditandai dibubuhi kode-kode dan dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis. Universitas Sumatera Utara 2. Analisis dan Coding Langkah penting pertama sebelum sebelum analisis dilakukan adalah membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Coding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan membuat sistematis data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Dengan demikian pada gilirannya peneliti dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkannya. Semua peneliti kualitatif menganggap coding adalah tahap yang penting, meskipun peneliti yang satu dan yang lain memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya sama. Pada akhirnya penelitilah yang berhak dan bertanggung jawab memilih cara coding yang dianggapnya paling efektif bagi data yang diperolehnya. 3. Pengujian Terhadap Dugaan Dugaan adalah kesimpulan wawancara. Dengan mempelajari data, penelliti dapat mengembangkan dugaan-dugaan dan kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang berekmbang tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya. 4. Stategi Analisis Poerwandari 2007 menjelaskan bahwa proses analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban-jawaban atau kata-kata responden sendiri indegenous concept maupun konsep-konsep yang dikembangkan atau dipilih peneliti untuk menjelaskan yang dianalisis sensitizing concept. Kata-kata Universitas Sumatera Utara kunci dapat diambil dari istilah yang dipakai oleh responden sendiri, yang oleh peneliti dianggap benarbenar tepat dan dapat mewakili fenomena yang dijalaskan. 5. Interpretasi Data Interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara ekstensif dan mendalam Poerwandari, 2007. Hali ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran informasi secara lebih detail dengan didasarkan pada informasi yang disampaikan oleh responden. Dalam hal ini penenilit memiliki perspektif sendiri dalam menginteroretasi data. Imterpretasi data tersebut didasarkan pada teori-teori dasar yang digunakan, dalam hal ini teori yang digunakan adalah teori penyesuaian diri. Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil analisa data wawancara yang telah dilakukan selama pengambilan data penelitian. Hasil dari penelitian ini akan dianalisa persubjek dalam upaya memperjelas dinamika personal adjustment pada mantan PSK

A. PARTISIPAN I

1. ANALISA PARTISIPAN I

1.1. IDENTITAS PARTISIPAN I

Keterangan Partisipan Nama Samaran Wati Usia 33 Tahun Suku Agama Jawa Islam Pendidikan Terakhir SD Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Status Pernikahan Menikah sebanyak 2 kali Jumlah Anak 4 orang 3 orang dari suami pertama dan 1 orang dari suami kedua Awal Menjadi PSK 2010 Berhenti Sebagai PSK 2011 Universitas Sumatera Utara

1.2. OBSERVASI PARTISIPAN I

1.2.1. Observasi Umum

Partisipan I selanjutnya disebut Wati adalah seorang wanita berusia 33 tahun yang pernah bekerja sebagai pekerja seks komersial. Wati memiliki tinggi badan lebih kurang 160 cm. Ia memiliki rambut bergelombang sepanjang bahu berwarna hitam dan memiliki warna kulit sawo matang. Setiap kali Wati mengunjungi rumah peneliti, ia selalu membawa anak laki-lakinya yang paling muda, dan terkadang ia juga membawa anak perempuannya ikut bersamanya mengunjungi rumah peneliti. Dalam setiap pertemuan dengan peneliti, Wati selalu menggunakan pakaian yang berwarna cerah, yaitu berwarna putih dan hijau, serta celana panjang yang berwarna hitam. Dalam berkomunikasi, Wati menggunakan logat bahasa jawa yang telah bercampur dengan logat karo. Volume suara ketika ia berbicara tidak terlalu keras dan terkesan lembut, tetapi ia menggunakan tempo yang cepat ketika menjawab pertanyaan peneliti. Wati sangat sering menggunkan kata “ eee” pada saat berbicara dengan peneliti. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan suami Wati, ia selalu menarik nafas panjang dan terdapat jeda 3-5 detik sebelum ia menjawab pertanyaan tersebut. Ekspresi wajah yang ditampilkan Wati berubah menjadi eksperesi marah. Volume suara yang biasanya rendah berubah menjadi tinggi dan tempo yang sangat cepat. Ditambah lagi, Wati sering meremas tangan sendiri ketika menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini terjadi hampir di setiap sesi wawancara yang dilakukan dengan Wati. Universitas Sumatera Utara

1.2.2. Observasi Saat Pengambilan Data

Seluruh kegiatan wawancara dengan Wati dilaksanakan di rumah peneliti, sesuai dengan permintaan Wati. Kegiatan wawancara dilakukan di ruang tamu rumah peneliti yang berukuran 7 x 7 m. Ruang tamu tersebut terdiri dari 5 buah sofa yang disusun melingkar di sisi timur sebelah kanan ruangan dengan satu meja terletak di tengah-tengah susunan sofa tersebut. Dinding ruangan tersebut dihiasi oleh foto-foto keluarga peneliti serta 2 buah lukisan berukuran 2 x 3 meter. Wawancara pertama dengan Wati dilaksanakan pada tanggal 14 Januari 2013. Wati datang ke rumah peneliti menggunakan kaos bewarna putih dan celana berwarna ungu. Ia membawa dua orang anknya, dengan salah seorang anak digendong menyamping ke sebelah kiri dan salah seorang anaknya digandeng di sebelah kanan Wati. Ketika bertemu dengan peneliti, Wati tersenyum dan kemudian mengarahkan pandangan ke arah ibu peneliti yang pada saat itu duduk di sebelah kanan peneliti. Selama ibu peneliti berada di dalam ruangan, Wati No Jadwal Wawancara Waktu Tempat Kegiatan 1 14 Januari 2013 11.56 – 12.40 Rumah Peneliti Wawancara 1 2 3 Pebruari 2013 11.35 – 21.10 Rumah Peneliti Wawancara 2 3 4 Pebruari 2013 13.00 – 14.15 Rumah Peneliti Wawancara 3 4 8 Maret 2013 22.00 – 22.40 Rumah Peneliti Wawancara 4 5 9 Maret 2013 11.03 – 11.57 Rumah Peneliti Wawancara 5 Universitas Sumatera Utara menunjukkan ekspresi senang dan sesekali tertawa terbahak-bahak ketika bercerita dengan ibu peneliti. Ketika wawancara hendak dimulai, ibu peneliti pergi meninggalkan ruangan. Posisi peneliti dan Wati pada saat hendak melakukan wawancara adalah duduk berhadap-hadapan di sofa yang ada di ruang tamu tersebut. Wati duduk dengan kedua tangan diletakkan diatas paha dan kepala menunduk memandang kedua tangannya. Setiap peneliti mengajukan pertanyaan, Wati selalu memfokuskan pandangan kepada peneliti, tetapi ketika ia ingin menjawab pertanyaan ia selalu memandang kedua tangan diatas pahanya dengan sesekali melemparkan pandangan keluar ruangan. Selain itu, dalam menjawab pertanyaan peneliti ada jeda sekitar 4-5 detik sebelum Wati mulai menjawab dan hampir setiap pertanyaan dijawab dengan menggunakan kata “ eeee…”. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan suami pertama Wati, ia selalu menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Pada saat wawancara kedua, Wati datang ke rumah peneliti dengan membawa satu orang anak yang digendong menyamping. Ia mengenakan kaos berwarna hijau dan celana berwarna hitam. Posisi wawancara sama seperti sebelumnya yaitu duduk berhadap-hadapan. Perbedaan dengan wawancara sebelumnya, pada wawancara kedua anak Wati duduk di pangkuannya, sehingga selama sesi wawancara Wati menjawab pertanyaan sambil memangku anaknya. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan, Wati memfokuskan perhatian kepada peneliti sama seperti wawancara sebelumnya. Tetapi, ketika ia menjawab pertanyaan dari peneliti, ia tidak lagi mengalihkan pandangan dari peneliti. Ia Universitas Sumatera Utara menjawab hampir setiap pertanyaan dari peneliti dengan tersenyum. Ketika peneliti mengajukan kembali pertanyaan yang berhubungan dengan mantan suami peneliti, senyum Wati menghilang dan ia menunjukkan ekspresi sedih. Wati berbicara dengan kepala menunduk memandang anak yang berada di pangkuannya dan sesekali mengelus kepala anaknya. Volume suara Wati sangat rendah ketika ia berbicara hingga peneliti hampir tidak dapat mendengarkan jawaban yang diberikan Wati. Pada wawancara ketiga dan keempat, Wati menggunakan pakaian yang sama yaitu kaos berwarna putih dan celana dari bahan kain berwarna hitam. Wati hanya membawa satu orang anaknya. Saat menjawab pertanyaan, ia sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari peneliti dan menjawab dengan sangat antusias. Bahkan, ketika peneliti mencoba mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan mantan suami, ia menjawab dengan sangat lancar tanpa ada jeda waktu dalam menjawab. Ia tidak lagi menunjukkan ekspresi sedih, tetapi ia menunjukkan ekspresi marah. Suaranya meninggi setiap ia menjawab pertanyaan mengenai suaminya. Mata melebar dan terlihat sesekali menggigit bibir bagian bawah ketika menjawab pernyaan peneliti. Tangannya dikepalkan dan sesekali diayun-ayunkan ke udara seperti meninju ketika bercerita tentang suaminya. Diakhir wawancara ketiga dan keempat, Wati balik bertanya kepada peneliti mengenai pandangan peneliti terhadap suaminya. Pada saat wawancara kelima, dekorasi ruang tamu tidak sama seperti sebelumnya. Semua meja dan sofa tidak ada diruangan, digantikan oleh beberapa buah tikar yang diletakkan di lantai. Posisi wawancara pada saat itu duduk dilantai Universitas Sumatera Utara sambil berhadap-hadapan. Posisi kaki dijulurkan ke depan dan badan bersandar ke dinding. Wati kelihatan sangat antusias ketika menjawab pertanyaan. Ia menjawab pertanyaan dengan panjang lebar. Sesekali ia tertawa terbahak-bahak sambil menjawab pertanyaan peneliti.

2. ANALISA DATA PARTISIPAN I

2.1. Gambaran Kehidupan Wati Sebelum Menjadi PSK

Wati merupakan seorang wanita yang berasal dari keluarga yang tergolong kurang mampu. Kondisi seperti itu mendorong Wati untuk mengambil keputusan menikah dengan seorang pria berusia 59 tahun. Pernikahan tersebut dianggap sebagai salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ekonomi keluarganya. “Bibik ngerasa itu yang terbaik buat bibik sama keluarga… secara dia kan lebih dewasa, pasti lebih bisa bantu-bantu bibik.” W.W3.b.752-755 Dalam menjalani kehidupan pernikahannya, hampir setiap hari mereka bertengkar. Tak jarang Wati mengalami kekerasan, mulai dari kekerasan verbal berupa bentakan dan makian, hingga berakhir dengan kekerasan fisik berupa tamparan dan pukulan. “Tiga belas tahun kami nikah, tiap hari berantem. Ga ada hari kalo ga berantem. Apalagi waktu anak kedua kami sudah lahir. Makin kasar kali dia sama ku” W.W3.b.918-925 “Tiap hari nanti aku dibentak-bentaknya. Ada masalah dia di luar sama ku dilampiaskannya. Bahkan penah dibilangnya samaku ; dasar wanita ga benar, ntah apa aja nya kerjamu. Sakit hati kali aku dibilangnya wanita ga benar waktu itu.” W.W3.b.1042-1048 Universitas Sumatera Utara “Kadang kalo dia dah emosi kali ditamparnya aku. Di depan anak-anakku pulka itu aku ditamparnya. Nanti, dikurungnya pula dirumah ga dikasi keluar.” W.W3.b.966-970 Tidak tahan mendapat perlakuan seperti itu, Wati mulai berpikir untuk bercerai dengan pria tersebut. Tetapi niat tersebut batal karena perasaan tanggung jawab terhadap anaknya. Wati merasa bahwa jika ia bercerai, maka anaknya akan semakin menderita karena ia sendiri tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Akhirnya Wati mengurungkan niatnya untuk bercerai, dan pasrah menerima keadaannya pada saat itu. “Sempat bibik mau minta cerai sama dia, Cuma ga jadi. Anak bibik kan 3, pake apa nanti bibik ngasi makan orang itu kalo bibik pun ga punya kerja. Ke ladang nya Cuma bibik. Mana cukup. Untuk bibik aja susah.” W.W3.b.1076-1081 Semakin sering mendapat perlakuan seperti itu, membuat Wati kehabisan kesabaran dalam menghadapi suaminya tersebut. Ia mulai memikirkan cara yang tepat untuk membalaskan dendam nya kepada suaminya. Tapi niat tersebut tidak dijalankan, karena ia merasa tidak mampu menghadapi suaminya baik secara fisik maupun mental. “Pengen kali lah bibik balas dendam sama dia, ntah kayak mana pun itu. Sempat bibik mikir mau bunuh dia. Tapi ga jadi, dosa kali kan.” W.W3.b.1018-1021 “Mau gimana lah, secara bibik perempuan kan. Ga mungkin bisa balas dendam balik sama dia. Jadi bibik pasrah lagi” W.W4.b.1243-1246 Pada saat yang sama muncul seorang wanita yang merupakan teman dari Wati yang berprofesi sebagai PSK. Mengetahui situasi Wati seperti itu, membuat wanita tersebut merayu Wati untuk bekerja bersama-sama dengan dia sebagai Universitas Sumatera Utara seorang PSK. Ia mengatakan kepada Wati bahwa ia bisa membalaskan dendamnya kepada suaminya dengan bekerja sebagai seorang PSK. “Dibilangnya samaku, kalo kau kerja sama ku kan kau bisa senang-senang, dapat uang banyak pula. Terus suami mu kan sakit hati juga. Gitu aja kau buat untuk balas dendam pun kan bisa” W.W4.b.1224-1228 Wati yang pada saat itu tidak memiliki cara untuk membalaskan dendamnya akhitnya terbujuk dengan rayuan wanita tersebut. Hal tersebut adalah awal mula Wati bekerja sebagai seorang PSK.

2.2. Gambaran Kehidupan Wati Selama Menjadi PSK

Perasaan takut adalah hal pertama yang dirasakan oleh Wati ketika ia memutuskan untuk bekerja sebagai seorang PSK. Ia sadar jika ia bekerja sebagai seorang PSK, ia kan menjadi seorang wanita yang sangat hina dan kehilangan harga diri di mata masyarakat. “Awalnya sih bibik takut, gimanalah tu kan pekerjaan hina kali. Cuma gimana lah, demi balas dendam semua bibik lakukan jadinya.” W.W4.b.1344-1347 Wati berprinsip bahwa ia melakukan hal seperti itu semata-mata untuk membalaskan dendamnya terhadap suaminya, bukan untuk mencari imbalan uang atau kesenangan. Ia tidak terlalu memperdulikan jumlah penghasilan yang diperolehnya. Bahkan pada saat itu, ia mulai merasa berdosa menjalani pekerjaan tersebut. Ia juga mulai merasa bersalah kepada anaknya, karena ia beranggapan telah melakukan suatu perbuatan yang hina yang dapat mempermalukan nama Universitas Sumatera Utara anaknya. Tetapi, ia tetap memilih untuk melanjutkan perkejaan tersebut demi keberhasilan balas dendamnya, walaupun sebenarnya ia mulai menyadari bahwa tidak mungkin bisa balas dendam dengan bekerja sebagai seorang PSK. “Bibik sama sekali ga ada niat untuk cari uang sama senang-senang waktu kayak gitu. Eeee… eee.. bibik cuma mau buat dia sakit hati. Itu aja nya.” W.W4.b.1287-1290 “Merasa berdosa juga nya bibik waktu itu. Apalah kata anak bibik kalo tau dia mamaknya kayak gini. Cuma ya namnya kalo dah melakukan kadang hiilang juga nya rasa kayak gitu.” W.W4.b.1378-1382 “Bibik ga nganggap itu pekerjaan waktu itu. Pokoknya sebatas untuk balas dendam ajanya. Orang pun mungkin maklum nya.” W.W4.b.1293-1296 Prinspip Wati yang seperti itu akhirnya hilang sesudah berbulan-bulan melakukan perkerjaan tersebut. Perasaan berdosa dan bersalah yang ada di dalam dirinya sudah mulai hilang. Ia mulai merasakan kenikmatan dan kebahagiaan bekerja sebagai seorang PSK. Wati mulai menjadi orang yang tidak memperdulikan pandangan lingkungan terhadap dirinya. Asalkan mendapatkan uang yang banyak, ia tidak peduli jika orang lain berpendapat negatif terhadap dirinya pada saat itu. Ia juga sudah melupakan anaknya ketika ia melakukan pekerjaan itu. Tetapi, walapun demikian, perasaan dendam yang dibawanya tetap tidak dapat hilang. Ia masih percaya bahwa pekerjaannya pada saat itu dapat membalaskan dendamnya terhadap suaminya. “Nah, itu lah dia kalo sempat kerja kayak gitu. Ga uang pun bibik bilang Cuma kalo dah dapat banyak kan enak juga. Ujung-ujungnya ketagihan juga kan.” W.W4.b.1435-1439 Universitas Sumatera Utara “Bibik kemaren kerja gitu ngerasa senang juga ujung-ujungnya. Bibik bisa poya-poya. Kalo sama suami bibik mana bisa. Minta uang aja ga di kasi.” W.W4.b.1441-1444 “Tu juga, makin lama makin ga peduli kita kalo dah kerja gitu. Mana bibik ingat lagi anak waktu dah sering kyak gitu.” W.W4.b.1447-1450 Hal tersebut menunjukkan bahwa Wati akhirnya menjadikan PSK sebagai sebuah profesi yang dijalaninya. Hal tersebut dijalaninya selama 10 bulan. Memasuki bulan berikutnya, mulai tumbuh perasaan menyesal dalam diri Wati. Ia sangat menyesali mengapa ia bisa berbuat seperti itu. “Bibik juga ga tau kenapa, kok bibik jadi kayak nyesal gitu. Bibik jadi sering nangis-nangis setipa kerja. Ujung-ujungnya bibik pengen berhent aja dari situ.” W.W1.b.119-123 Walaupun sudah memiliki niat untuk berhenti tetap saja Wati tidak meninggalkan pekerjaan tersebut. Hal ini dikarenakan setiap ia melihat suaminya, perasaan untuk balas dendam muncul kembali. Hal ini membuat ia bertahan di dalam pekerjaannya pada waktu itu. “Bibik sudah niat kali keluar. Cuman, setiap ngeliat dia, benci kali lah rasanya bibik. Panas kali bibik rasa, nggak peduli pula dia. Ya ujung- ujungnya bibik teruskan aja.” W.W4.b.1454-1460 Memasuki waktu 1 tahun bekerja sebagai PSK membuat Wati menyadari selama ia bersama dengan suaminya, ia tidak akan dapat meninggalkan dunia tersebut. Wati menyalahkan suaminya atas situasi yang dihadapinya pada saat itu. Akhirnya, ia membuat keputusan untuk berpisah dengan suaminya tanpa memperdulikan tanggung jawabnya terhadap anak. Ia memutuskan lari dari Universitas Sumatera Utara suaminya dengan meninggalkan 2 orang anak. Akhirnya, setelah ia berpisah dengan suaminya, sedikit-demi sedikit ia mulai dapat meninggalkan dunia tersebut. “Salah dianya makanya bibik bisa kyak gini. Coba ga ada dia ga gini nya bibik pun.Palak kali bibik dibuatnya.” W.W4.b.1249-1251 “Bibik tinggalin aja dia langsung, lari bibik. Kalo dibilang cerai dia ga mau. Mending ditinggalin aja.” W.W3.b.1124-1126 “Bibik ninggalin anak bibik sama dia. Takut bibik ga terawatt kalo bibik bawa. Gimanalah.. gapapa lah bibik rasa dulu itu. Sekarang baru nyesal.” W.W3.b.1129-1132

2.3. Kehidupan Wati Sebagai Mantan PSK

Personal Adjustment Perasaan terhina adalah hal pertama yang dirasakan oleh Wati ketika ia sudah berhasil meninggalkan pekerjaannya. Wati merasa dirinya sama sekali tak berharga jika dibandingkan dengan orang lain secara umum. Hal tersebut membuat Ia memandang negatif dirinya sendiri, seorang wanita yang sama sekali tidak memiliki harga diri. “kalau saya memandang diri saya pada saat itu sebenarnya saya merasa terhina sekali. Saya sendiri yang memandang diri saya seperti ini tadi. Karena kayakmana dibilang ya, sebenarnya itu bukan gimana gitu, bukan kerjaan saya, tapi saya lakukan , toh itu saya lakukan demi dendam saya, gitu.” W.W5.b.2158-2166 “Bibik sempat ngerasa, kok kotor kali lah aku dulu ya. Macam ga ada aja kerjaan yang lain. Kenapalah harus itu. Menyesal kali lah bibik jadi kayak gitu.” W.W1.b.127-128 “Pernah juga bibik sudah negerasa gak berharga lagi. Orang gimana lah, masuk itu kemaren hina kali lho.” W.W2.b.377-379 Universitas Sumatera Utara Pandangan seperti itu membuat Wati menjadi seseorang yang pesimis dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Ia merasa bahwa ia tidak akan diterima lagi di dalam masyarakat karena status yang ia bawa yaitu sebagai mantan PSK. Sering muncul dalam pikiran Wati bahwa ia setiap hari menjadi bahan pembicaraan tetangga-tetangga sekitarnya. Alhasil, dalam aspek interpersonal realm Wati membatasi hubungan dengan orang lain dan lebih memilih untuk menarik diri dari lingkungan. “kadang aku merasa diceritai gitu sama tetangga, walaupun sebenarnya bukan aku yang diceritain. Tapi kan kita punya perasaan sama punya hati, jadi kadang terasa juga kayak saya yang diceritai lho.” W.W1.b.161-166 “Awalnya, ya ada juga perasaan malu kita , agak minder gitu kalo mau bicara sama orang lain, sama tetangga iya juga. Cuma mau gimanalah, bawa santai aja terpaksa.” W.W2.b.459-462 “Sering kali bibik ya, ngerasain digosipin gitu. Yaa, jadi… ya.. bibik juga ga enak ngomong sama mereka. Takutnya dijelek-jelekin” W.W2.b.448-451 Di lain sisi, Wati sama sekali tidak mendapatkan social support dari keluarga dan temannya. Keluarga Wati justru tidak ikut campur terhadap permasalahan yang dialami oleh Wati. Hal ini ditunjukkan oleh prilaku keluarganya yang lepas tangan dan tidak memperdulikan kehidupan Wati. “Keluargaku sendiri tidak ada yang mendukung aku, justru aku makin dituntut untuk memenuhi kebutuhan adikku.Mereka bilang, itu kehidupan mu, kau yang jalani. Kami gak bisa ikut campur sama kehidupanmu. Kau lah yang ngatur itu semua…” Universitas Sumatera Utara W.W5.b.1777-1783 Kondisi yang dihadapi oleh Wati pada saat itu membuat ia merasa bahwa ia benar-benar sendiri dan tidak memiliki teman sama sekali. Tapi, hal ini membuat dirinya berpikir bahwa ia harus dapat berusaha sendiri tanpa mengandalkan orang lain termasuk keluarganya, terlebih lagi ketika ia membawa salah seorang anak bersama dengannya. “Waktu itu sama sekali ga ada kawan yang mau bantu bibik.. apalagi.. apalagi keluarga. Ga peduli paun mereka. Jadi ya… jadi… jadi ya bibik harus kerja sendiri lah. Kalo ga kayakmana lah bibik bisa ngasi makan anak bibik ini.” W.W5.b.1786-1791 Pada saat yang sama, Ia menyadari bahwa telah terjadi developmental transition. Di kehidupannya yang baru ia harus dapat berperan sebagai seorang ibu dan ayah kepada anaknya. Selama ini, ia tidak dapat berperan sebagai ibu yang baik bagi anaknya. Sesudah ia berhenti, Wati bertekad menjadi ibu yang baik, sekaligus menjadi ayah bagi anaknya. Ia menyadari telah terjadi role transition dalam dirinya. Hal ini membuat Wati mengambil keputusan untuk mencari pekerjaan yang baru di daerahnya pada saat itu. “Mau gimanapun,,,, ya demi anakku aku harus kerja lebih keras lah.. memang ga seberapa dibandingkan kerja yang dulu, demi anakku” W.W2.b.493-496 “Bapaknya ada pun ga ngasi duit. Mau kayakmana lah… ujung-ujungnya bibik juga yang harus kerja untuk dapatin duit tu.” W.W2.b.499-502 Universitas Sumatera Utara Tapi, apa yang diharapkan berbeda dengan kenyataannya. Ia sama sekali tidak mendapatkan pekerjaan di daerahnya pada saat itu. Bahkan, teman-teman Wati tidak mau membantu Wati mencari pekerjaan. Hal ini akhirnya membuat Wati menjadi stress. Selain tidak mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan anaknya, ia juga tidak memiliki teman untuk menceritakan masalahnya. “Stress kali pun ku rasa dulu, gimanalah… ee..e, namanya kita kayak gitu, awalnya enak…. Tapi… tapi lama-lama ga enak. Macam orang pun sudah gak enak nge liat kita. Pokoknya stress kali lah.” W.W2.b.538-543 “Kawan pun ga ada, ntah sama siapa pun minta tolong bantu ga bisa lagi. Keluarga pun jauh.” W.W4.b.1587-1589 “Ga ada lagi kerja bibik siap itu, jadi aron pun susah kali.. padahal dulu kalo jadi aron kan gampang. Tapi ga ada lagi orang yang manggil bibik. Cuma mamak kam lah” W.W4.b.1580-1584 Tak tahan dengan situasi lingkungan seperti itu, membuat Wati mengambil keputusan untuk kembali ke rumah orang tuanya. Ia memilih untuk melakukan defense mechanism avoidance. Keputusan Wati tersebut didasari oleh keyakinan bahwa ia akan mendapatkan kehidupan yang lebih bagus dirumah orang tuanya dibandingkan dengan di tempatnya yang sekarang. Selain itu, Ia sudah merasa tidak sanggup tinggal di daerahnya tersebut karena tidak tahan dengan perlakuan yang diterima dari tetangga-tetangganya. “Jadi waktu itu, bibik memutuskan untuk kembali ke rumah orang tua bibik di duri. Orang gimana lah… kerja ga ada.. uang ga ada, dari pada bibik sama anak bibik ga makan mending kayak gitu lah.” W.W2.b.510-515 Universitas Sumatera Utara “Namanya orang tua, kan pastinya dibantunya anaknya. Bibik yakin, lebih baik pasti hidup bibik disana”. W.W2.b.517-521 Kembali ke rumah orang tua tidak memberikan jaminan bahwa kehidupan menjadi lebih baik. Itulah yang dirasakan oleh Wati. Orang tuanya sama sekali tidak peduli dengan permasalahan yang dihadapinya. Social support yang ia harapkan sama sekali tidak diperoleh dari keluarganya. Kakak Wati sendiri, tidak berusaha mencarikan pekerjaan yang layak untuk Wati, melainkan Ia hanya menyuruh Wati bekerja sebagai “ aron” di ladangnya. Wati yang pada saat itu tidak dapat berbuat apa-apa tidak mempunyai pilihan lain selain bekerja di ladang kakaknya. “Saya terakhir kerja di ladang kakak saya sendiri jadi aron, nanam kacang. Kadang saya dibayar, kadang gak. Gimanalah, kakak sendiri. Tapi untungnya, saya sudah pasti makan waktu itu.” W.W2.b.527-532 Menghadapi situasi seperti itu membuat Wati menyadari bahwa telah terjadi perubahan yang sangat besar di dalam hidupnya. Ketika ia masih bekerja sebagai seorang PSK, ia mampu memperoleh penghasilan yang sangat besar, sedangkan ketika ia sudah berhenti, biaya untuk makan saja bisa tidak ia dapatkan. Perubahan tersebut membuat ia berpikir bahwa statusnya sebagai mantan PSK adalah sumber permasalahan yang selama ini ia hadapi. Alhasil, ia menjadi semakin stress karena ia merasa tidak sanggup mengatasi sumber permasalahan tersebut. Universitas Sumatera Utara “Ya perasaan saya ini tadi memang, kayakmana ya… ya memang sedih juga sih… sedih, sakit gitu. Terus gimana dibilang ya, memang…… istilahnya..apalah gitu… kayakmana dibilang, kaget gitulah. Biasa kita megap-megap uang segini, ini tiba-tiba ga segini lagi, gitu.Memang sakit lah rasa hati kita itu tadi, Cuma ya saya jalani saja, gitu.” W.W5.b.1816-1824 Selain itu, tumbuh juga perasaan khawatir dalam diri Wati. Ia mulai takut tidak dapat menafkahi anak yang dibawanya. Kekhawatirannya semakin besar ketika ia merasa bahwa anak yang dibawanya justru semakin menderita dibandingkan sebelumnya. Hal ini membuat Wati menjadi semakin stress. “Awalnya sih bikin aku stress, karena dulu, sejak saya keluar dari pekerjaan itu, otomatis, saya pekerjaan yang baru ini tadi kan gajinya tidak mencukupi dengan kebutuhan kami sehari-hari gitu. Jadi, yang..yang saya stresskan ini tadi bukan karena anak saya, tidak. Karena, gini… dengan gaji sedikit ini apa saya sanggup menafkahi anak saya, gitu. Menghidupkan diri saya, menafkahi anak saya.” W.W5.b.1865-1870 “iya, hanya bisa untuk memberi makan gitu aja lah, hanya bisa untuk makan gitu. Hanya cukup untuk makan , gitu. Istilahnya ya, maaf cakapnya untuk beli baju pun gak bisa, untuk beli baju anak pun gak bisa, gitu.” W.W5.b.1925-1932 Merasa tidak ada perubahan yang lebih baik di tempat orang tuanya, membuat ia mengambil keputusan untuk pindah ke kampung halamannya di kota P.Siantar. Ia kembali melakukan avoidance. Pada saat itu, Wati sendiri tidak yakin bahwa kehidupannya akan menjadi lebih baik jika ia kembali ke daerah tersebut. Tetapi, daripada terus tinggal bersama orang tuanya, sama sekali tidak ada kemajuan, membuat ia lebih memilih pergi ke daerah tersebut dengan harapan kehidupannya akan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. “Bibik jadinya milih kembali ke kampung aja… secara bibik di sana lahirnya. Kayaknya bibik dulu ngerasa pasti lebih baik di sana.” Universitas Sumatera Utara W.W5.b.1829-1835 “Itu tempat mamak bibik. Orang di sana pasti juga kasihan sama bibik yang kayak gini. Bibik waktu itu yakin pasti dibantu.” W.W5.b.1829-1835 . Di daerah yang baru ia tetap tidak mendapatkan pekerjaan yang tetap. Ia hanya mampu mendapatkan pekerjaan harian dengan gaji yang tidak seberapa pada saat itu. Hal ini menimbulkan kecemasan dalam dirinya, karena di daerahnya yang baru jika ia tidak bekerja maka ia tidak akan bisa makan. Hal ini berbeda dengan tinggal bersama orang tuanya, walaupun tidak bekerja pasti akan tetap makan. “eh, sama saja kayak dulu. Bibik juga ga dapat kerja tetap, ya jadi kerja harian gitu ujung-ujungnya. Memanglah nasib kali..” W.W5.b.1837-1840 “Kalo ga kerja satu hari saja ga bisa makan di sini. Kayak gitu lah dulu bibik. Secara di sini ga ada keluarga bibik, Cuma rumah mamak bibik nya di situ.” W.W4.b.1604-1608 Selain itu, muncul juga perasaan khawatir ketika ia tiba di daerah tersebut. Ia khawatir jika ada orang lain yang mengetahui pekerjaannya di masa lalu, ia pasti akan diusir dari daerah itu. Ia menyadari bahwa sebenarnya tidak ada orang yang mengetahui hal tersebut, tetapi perasaannya pada saat itu membuat Wati tidak mampu berpikir positif. Ia selalu memandang bahwa orang lain selalu menceritakan dirinya, walaupun pada kenyataannya tidak ada. Ia memiliki persepsi negatif terhadap orang lain di lingkungannya negative other perception. Universitas Sumatera Utara “saya ngomong sama tetangga gitu kayaknya ada yang mengganjal begitu, karena aku kok gak bisa seperti dia, aku kok gak bisa seperti ini, gitulah.” W.W5.b.2239-2246 “Memang orang lain gak tau, Cuma ya aku tetap merasa kadang orang mandang aku aneh, aku kayak diceritain gitu. Kadang ya ngerasa minder juga ngomong sama orang itu”. W.W5.b.2249-2253 Setelah beberapa minggu Wati menajalani kehidupannya di daerah tersebut, akhirnya ia merasa bahwa tidak ada harapan sama sekali untuk memperbaikiu kehidupannya. Ia merasa bahwa ia sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi, hanya menunggu belas kasihan dari orang lain. Ia tidak lagi berusaha untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik dan pasrah menerima setiap keadaan. “Cuma karena aku ini gak bisa berbuat apa-apa ya saya jalani dulu selama dua bulan ini.” W.W5.b.2012-2015 “Mau gimana lagi lah, ga bisa buat apa-apa lagi… bibik, mmm, bibik ya Cuma ngarapa sama orang aja lah.. Setidaknya bibik sama anak bisa makan saja lah dulu” W.W5.b.2020-2024 Ia mulai merasa frustrassion. Ia berpikir bahwa hidupnya dibatasi oleh situasi dan kondisinya pada saat itu. Wati merasa terkekang dalam menjalani kehidupannya. Ia tidak sebebas ketika masih bekerja sebagai PSK. Bahkan pada saat itu, perasaan senang dan bebas lebih dirasakan Wati ketika masih bekerja sebagai PSK. “Ya..banyak sih. Cuma ya, ini intinya saja ya.Sejak saya keluar dari situ, memang ya seperti kita, seperti itu tadi, dibatasi.Sudah dibatasi dengan, eee, pekerjaan ataupun dengan itu tadi gitu.” Universitas Sumatera Utara W.W5.b.1846-1857 “Maksudnya dibatasi ini tadi ya kesibukan ini kan sudah tidak seperti dulu gitu. Kalau dulu kan istilahnya kita happy-happy, begini begitu, sekarang sudah kita kurangi gitu. Seperti berbelanja pun, istilahnya kan ga seperti dulu lagi.” W.W5.b.1854-1857 Akhirnya, sesudah sebulan menjalani kehidupannya sebagai mantan PSK di daerah tersebut, ia benar-benar merasa terpuruk dan tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Keterpurukan tersebut lebih diakibatkan karena permasalahan ekonomi. Kekhawatiran tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan anaknya membuat ia benar-benar megalami stress yang sangat berat. “Keterpurukan di awalnya itu tadi, karena itu tadilah, masalah ekonomi itu tadi pun iya.Karena, dulunya kita memegang uang segini, gitu, terus tiba- tiba kita keluar dari pekerjaan itu, kita dibatasi dengan hasil kita sendiri, itu tadi dibatasi, gitu.” W.W5.b.1916-1922 “Istilahnya kita bekerja situ kita poya-poya uang, sesudah kita keluar mau gimana pun ekonomi kan berkurang. Di situlah terpuruknya ini tadi saya kayak gitu.” W.W5.b.2144-2151 “Stress kali pun, ga punya uang kayakmana lah mau makan. Untuk bibik saja sudah terancam, ditambah anak bibik lagi. Gimana lagi lah coba..” W.W2.b.483-486 Wati sudah pasrah menerima keadaannya pada waktu itu. Tidak ada lagi pemikiran untuk membuat anaknya bahagia. Asalkan sudah bisa makan sudah cukup. Itulah yang menjadi prinsip Wati pada saat itu. Wati mulai merasa bahwa cobaan yang dihadapinya begitu besar, dan sempat berpikir untuk kembali Universitas Sumatera Utara menjadi PSK. Tapi akhirnya ia mengurungkan niatnya dan bersikeras untuk tidak kembali lagi ke dunia itu. “Capek kali bibik lah waktu itu, Cuma bisa pasrah.. bibik ngerasa ga ada kemampuan lagi hadapi semua itu” W.W5.b.1935-1937 “Pernah bibik mikir kayak gini, kalau misalnya ku ulangi kayak dulu, kayaknya ga kayak gini kalah lah aku. Iya kan ??” W.W4.b.1473-1477 “Ga mau lagi kembali bibik.. bibik dah tobat betul…. Orang awalnya bibik kerja gitu bukan karena uang juga kok, Cuma balas dendam. Jadi buat apa kembali lagi, buat masa depan rusak itu” W.W4.b.1467-1471 Keterpurukan tersebut berlangsung selama 2 bulan lamanya. Memasuki bulan berikutnya menjadi awal mula perubahan kehidupan Wati menjadi lebih baik. Ia bertemu dengan Ani, seorang wanita yang memiliki kondisi yang sama dengan dirinya. Wanita tersebut adalah seorang janda yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan memiliki 4 orang anak. Wanita tersebut mampu memenuhi semua kebutuhan anaknya walaupun ia hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Melihat perjuangan dari wanita tersebut, membuat hati Wati tergerak, dan ia juga pasti bisa seperti wanita tersebut. “Bibik ketemu sama perempuan yang kebetulan tetangga bibik. Dia itu janda sama kayak bibik, bedanya dia punya empat anak. Tapi kok bisa ya dia menuhi semua kebutuhan anaknya, dia kan cuma pembantu. Dari situ bibik belajar dari pengalaman dia” W.W5.b.1941-1952 “Tergerak lah hati bibik ngeliat dia. Masa bibik cuma bawa satu anak ga bisa menuhi kebutuhannya, sedangkan dia empat enak bisa” Universitas Sumatera Utara W.W5.b.1978-1981 Pertemuan dengan wanita tersebut telah mengubah kehidupan Wati. Pola pikir, prilaku, dan semua kebiasaannya berubah semenjak ia berjumpa dengan Wanita tersebut. Wanita tersebut akhirnya menjadi sesosok figure yang ingin ia tiru dan ia sangat berharap bisa menjadi seperti perempuan itu. Proses belajar dari pengalaman orang lain membuat ia menjadi merasa percaya diri dengan kehidupannya pada saat itu. Ia akhirnya melakukan vicarious learning. “Kamu kan bisa, sementara kamu hanya bawa anak satu. Sedangkan aku, ko tengok aku, aku bawa anak empat. Kenapa aku bisa membesarkan anak saya dengan hasil gaji saya sebagai pembantu? Kan gitu..jadi kau harus bangkit. Jadi, jangan kau terpuruk seperti ini.Itulah omongan tetangga saya tadi, teman saya kerja tadi.Jadi sehingga dari situlah saya bisa istilahnya bergiat lagi, istilahnya gimana bilang ya, bangkit itu tadi, bangkit lagilah hatiku ini tadi. Iya,gitu lah itu istilahnya.” W.W5.b.1961-1976 Satu hal yang dipelajari Wati pada saat itu adalah emotion focuses coping yaitu belajar mengontrol perasaannya. Ia belajar bahwa perasaan sedih dan stress bisa berkurang jika ia mengingat anaknya. Ketika ia mengingat anaknya, ia mendapatkan motivasi untuk berusaha lebih giat dalam mengubah kehidupannya demi masa depan anaknya. “Kalau kau stress, langsung saja kau ingat anakmu. Gak mau kau dia susah kan. Jadi kalo dia langsung kau ingat, pasti kau makin semangat. Itu yang dibilang dia sama bibik.” W.W5.b.2028-2034 “Semenjak bibik jumpa sama dia, bibik sudah bisa ngontrol emosi bibik. Bibik ga mau lagi sedih-sedih, stress-stress, ntah kyakmana pun itu. Yang penting anak bibik bisa bahagia sudah cukup.” Universitas Sumatera Utara W.W2.b.553-560 Setelah beberapa hari bersama-sama dengan Wanita tersebut, kekhawatiran yang selama ini ia rasakan sedikit demi sedikit mulai hilang. Ia tidak lagi cemas dalam berinteraski dengan orang lain. Di tambah lagi, ia telah mendapatkan seorang teman yang sangat mengerti mengenai dirinya. Wanita tersebut merupakan teman pertama Wati semenjak ia berhenti sebagai PSK. “Bibik sudah ga khawatir lagi semenjak bibik ketemu sama Ani. Kondisinya sama kayak bibik, dan dia nerima bibik apa adanya. Dia juga yang membuat bibik jadi kayak gini sekarang.” W.W5.b.1984-1989 Ia juga telah mampu memandang dirinya dengan positif sesudah mendapatkan nasihat dari wanita tersebut positive self perception. Ia merasa jika ia terus memandang dirinya negatif maka ia akan tetap terjebak di masa lalunya. Akhirnya ia sudah tidak lagi memandang dirinya hina dan mulai merasa bahwa dirinya juga berharga sama seperti orang lain. “Yaa, bibik sudah mandang diri bibik, kayakmana ya… ya positif gitu. Dulu aja nya gak. Sekarang bibik dah ngerasa berharga gitu.” W.W5.b.2194-2197 “Ga guna bibik rasa lemas-lemas ga jelas gitu.. harus semangat lah, anak satu. Kayakmana pun bibik kan punya anak, jadi bibik ga boleh lagi mandang diri sendiri hina gitu. Gitu pun dulu bibik kan sekarang ga lagi” W.W5.b.2199-2209 Universitas Sumatera Utara Alhasil, setelah beberapa bulan tinggal bersama dengan wanita tersebut. Stress yang dirasakannya mulai berkurang dan ia tidak merasa terbebani lagi oleh permasalahan yang dihadapinya. Wati akhirnya melakukan resiliensi dan mampu bangkit dari keterpurukannya. Ia sudah tidak lagi pasrah menerima kehidupannya, melainkan ia mulai yakin kembali untuk merubah kembali kehidupannya. “…saya memikirkan ini tadi kan, orang terpuruk ini tadi kan ga selamanya. Jadi, jadi dari keterpurukan saya ini tadi, saya bangkit kembali.Saya bisa, sedangkan orang yang mempunyai anak dua anak tiga saja bisa dihidupkannya.Kenapa saya membawa satu anak saja saya tidak bisa.Gitulah dalam hati saya.” W.W5.b.1898-1902 Sesudah ia dapat bangkit kembali, ia melakukan stress appraisal. Ia menyadari bahwa sumber permasalahn yang ia hadapi selama ini bukanlah statusnya sebagai mantan PSK, melainkan karena ia tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Dengan demikian, Wati berprinsip bahwa satu-satunya cara untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik adalah dengan bekerja. “Bibik ngerasa kalo masalah bibik itu bukan karena bibik pernah kerja jadi itu. Kurasa karena ga kerja nya, ga ada uang. Tau lah kalo ga ada uang, pasti stress kan.” W.W2.b.567-572 Dengan berbagai usaha yang dilakukan oleh Wati dalam mencari pekerjaan, akhirnya ia memperoleh pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Penghasilan yang diperoleh memang tidak banyak, tetapi Wati sudah merasa cukup bahagia dengan apa yang ia peroleh pada saat itu; uang dari pekerjaan yang halal. Selain Universitas Sumatera Utara itu, Wati mempunyai pemikiran bahwa bekerja merupakan satu-satunya cara yang dapat dia lakukan untuk menghilangkan stress. Dengan bekerja, ia dapat melupakan semua permasalahan dan masa lalunya. Ditambah lagi, focus utama ketika Wati bekerja adalah anak. Sehingga semua pemikiran negatif langsung teralihkan ketika ia mengingat anaknya. “Semakin bibik serius kerja waktu itu, seakan-akan hilang semua stress bibik. Ga lagi macam dulu bibik” W.W2.b.580-584 “Memang kan kalau masa lalu ini kan tidak segampang kita membalikkan telapak tangan.Sedikit banyaknya itu tadi pasti ada teringat masa lalunya itu tadi. Cuma, ga saya bawa ambil hati, ga saya ambil hati, saya bekerja dengan kesibukan saya sendiri, gitu .” W.W5.b.2057-2059 “Bibik kan kerja untuk anak bibik. Jadi Cuma dia yang ada di pikiran bibik waktu kerja. Jadi stress karena semuanya tu jadi hilang” W.W5.b.2077-2080 “Yang saya pikirkan tadi cuma satu, anak saya.Gimana dia supaya dia maju, gimana dia supaya biar bisa ini, gimana dia bisa seperti temannya gitu.Itulah dalam hati saya.” W.W5.b.2199-2209 Hal – hal positif yang dirasakannya pada saat itu telah membuat Wati manerima dirinya apa adanya. Ia telah melakukan self acceptance. Ia menerima bahwa dulunya ia pernah bekerja sebagai seorang PSK, tetapi sekarang ia sudah berubah. Ia merasa bahwa masa lalu akan menjadi pengalaman berharga di masa sekarang. Universitas Sumatera Utara “Waktu itu,… waktu itu.. ya bibik dah bisa nerima semuanya dari bibik. Apa.. yang dulu bibik lakukan ya sudah bibik terima. Orang memang benar kan. Tapi bibik kan gak selamanya di situ. Sekarang bibik dah berubah kali, kali pun” W.W4.b.1625-1631 Sesudah lima bulan bekerja sebagai PRT, ia mulai sadar bahwa Tuhan pasti memberikan jalan yang terbaik bagi dirinya. Ketika ia terpuruk, ia sama sekali tidak mengingat Tuhan. Tetapi, ketika ia sudah memeproleh kehidupan yang lebih baik, ia merasa bahwa Tuhan masih bersama-sama dengannya. “…dengan bekerja sebagai ibu rumah tangga sebagai kerja rumah tangga lah seperti pembantu lah bisa dibilang seperti itu, katakan kerja pembantu gitu, memang ya tidak mencukupi, Cuma ya, ya sudah saya syukuri daripada saya menjalankan itu selamanya, dosanya tadi tak terampuni.” W.W5.b.1806-1813 “…Cuma ya saya berdoa juga, dengan diiringi dengan sholat, mudah- mudahan lah itu tadi terjalani semua.” W.W5.b.1871-1882 “Setiap bibik berdoa, bibik ngerasa semua masalah bibik pasti selesai. Jadi ampuh kali untuk ngilangin stress. “ W.W5.b.1885-1888 Bulan berikutnya, Wati mendapatkan pekerjaan baru yang memiliki penghasilan lebih besar, yaitu sebagai pelayan restoran. Wati merasa bahwa usaha yang ia lakukan selama ini tidak sia-sia. “Bersyukur kali bibik. Ga sia-sia bibik serius kerja dari dulu. Pasti ada hasilnya” W.W5.b.2095-2097 Universitas Sumatera Utara Keseriusan Wati dalam bekerja membuat ia menjadi seseorang yang work- aholic. Ia menjadi seorang wanita yang hanya focus dalam bekerja tanpa memperhatikan lingkungan. Ia tidak peduli dengan hubungan interpersonal dengan orang lain. Wati merasa bahwa pada saat itu, tidak ada yang lebih penting selain bekerja, bahkan teman pun sama sekali tidak penting. Ia menajadi sesosok wanita yang sangat individualis. Telah transisi pada kehidupan Wati dalam hal menghadapi pekerjaan yang baru. “Ga penting kali sih orang lain untukku kemarin itu. Mau gimanalah, mereka ga ada yang bantu, ga ada yang bisa buat aku sama anakku bahagia. Jadi buat apa lah…Yang paling penting aku kerja, anakku senang, sudah cukup lah itu.” W.W5.b.2110-2116 Sikap Wati seperti itu membuat dirinya mengabaikan hubungan soisal dengan orang lain. Interaksi dengan orang lain hanya sebatas komunikasi saja tanpa berupaya membangun hubungan yang lebih dekat. “Komunikasi sih komunikasi, tapi ga terlalu dekat sih.. bibik memang ga khawatir lagi, Cuma bibik kan malas kalau mereka ntar tau bibik dulu gimana. Jadi… jadi.. eh..mending ga usah akrab kali, sebatas ngomong aja”. W.W2.b.590-596 Sikap individualis Wati didorong oleh tuntutan menjalankan peran sebagai seorang ayah bagi anak role change. Ia merasa dengan ia bekerja dengan sangat keras ia dapat membahagiakan anaknya. “Yang penting untuk bibik waktu itu ya kerja.. Buang –buang waktu sama orang lain. Bibik orang susah, jadi mau ga mau harus kerja keras”. W.W2.b.599-602 Universitas Sumatera Utara “Orang lain itu ga bantu pekerjaan kita, justru bikin lambat. Bikin susah kalo dekat-dekat sama orang kayak gitu.” W.W5.b.2123-2125 “Orang lain kan ga tau hidup kami gimana, jadi ga penting juga berhubungan sama orang kayak gitu.” W.W5.b. 2126-2128 Meskipun ia telah menjadi seseorang yang individualis, ia merasa kehidupannya menjadi lebih baik. Berkat sikapnya yang seperti itu, ketakutannya akan masa lalu mulai menghilang. Ia sama sekali tidak peduli jika orang lain mengetahi kehidupannya di masa lalu. “Ya..itu ya…. Ga masalah… terserah… kalau memang mau ngomong apa sama saya ya… saya pun bisa menjawab, gitu… urusan saya kok kamu campuri…gitulah gitu omongan saya itu.” W.W5.b.2405-2410 “saya gak ada merasa takut, khawatir pun ga.. kalo memang istilahnya ketahuan itu ya sudah. Seperti yang saya katakana tadi , seandainya dia ngomong sama saya, kan saya bisa menjawab, saya bisa ngomong, urusan saya kan saya, jadi kenapa kamu campuri, uruslah urusanmu, jangan kau sok mengurusi diriku. Gitulah istilahnya jawaban saya ini tadi. Jadi kan sudah ada saya siapkan jawaban gitu. Seandainya orang tau, gitu.” W.W5.b.2420-2431 Seperti itulah kehidupan yang dijalani Wati selama 1 bulan bekerja sebagai pelayan restoran. Bukan berikutnya, muncul teman dan klien Wati pada saat ia masih bekerja sebagai PSK mulai mengganggu dirinya lagi. Klien-klien tersebut meminta Wati melayani mereka kembali dengan imbalan yang sangat besar. Hal tersebut mengakibatkan munculnya konflik dalam diri Wati, antara ia harus bertahan di pekerjaan dengan gaji pas-pasan atau melayani mereka dengan Universitas Sumatera Utara imbalan yang sangat besar. Hal tersebut membuat Wati merasa stress kembali, ditambah lagi ia harus mengingat kembali masa lalunya. “Kemaren itu bibik sempat stress kali. Bibik diajak lagi melakukan itu. Bayarannya pun besar kali. Kalau misalnya bibik lakukan, kan cepat kali dapat uang kemaren itu. Bingung juga milihnya kemarin. W.W2.b.607-612 Tidak ada teman-teman Wati yang membantunya menghadapi permasalahan tersebut. Hal ini dikarenakan karena sikap Wati yang juga tidak memperdulikan lingkungannya. “Ga ada juga kawan bibik yang peduli sama itu, diamnya semua. Tapi bibik ga peduli kali..” W.W5.b.1794-1795 Tidak mau terjebak untuk kedua kalinya membuat Wati menolak ajakan tersebut. Walaupun imbalan yang diperoleh besar, Wati merasa bahwa melakukan itu akan merusak semua hal yang dilakukannya selama ini. “Bibik gak mau berdosa lagi, jadi bibik tolak aja. Bibik bilang sama mereka kalau bibik sudah tobat.” W.W2.b.614-615 “Kalau bibik layani lagi mereka, apa gunanya perjuangan bibik selama ini. Daripada semua rusak, anak pun ada masa kecil, lebih baik ga usah lagi lah.” W.W2.b.616-620 Penolakan yang ia lakukan tersebut akhirnya membuat ia sadar bahwa ia harus membuang semua masa lalunya. Akhirnya, Wati memutuskan untuk tidak Universitas Sumatera Utara lagi berhubungan dengan satu orangpun dari masa lalunya dan memilih untuk menjalani hidupnya yang sekarang. “iya, sudah membuang, mengubur masa lalu saya lah.. saya ini sudah … kalau bisa jangan orang lain tahu, hanya saya lah yang tahu gitu.” W.W5.b.2313-2314 “Ya, saya memandang memang sudah istilahnya… sudah… sudah… kayakmana di bilang ya… memang saya anggap itu tadi ya… angin lalu gitu aja…. W.W5.b.2340-2344 “Anggap aja ga pernah ada lah, secara hidupku sudah baru sekarang” W.W5.b.2346-2347 Setelah lima bulan bekerja sebagai pelayan toko, Wati memutuskan pindah dan bekerja dalam sebuah pabrik karena penghasilannya lebih tinggi. Di tempat itu lah ia bertemu dengan seorang pria. Pada saat itu, ia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan pria tersebut dan akhirnya menikah. Pada saat itu, Wati merasa bahwa semua yang dilakukan olehnya selama ini adalah salah, karena ia telah mengabaikan perannya sebagai seorang ibu. Sesudah ia menikah, ia memutuskan untuk berhenti bekerja dan memberikan perhatian khusus pada anaknya. “Lama-lama bibik ngerasa ga ada bedanya yang sekarang sama dulu. Bibik kerja keras sekarang memang untuk anak, tapi perhatian ke anak kan jadi kurang juga. Jadi bibik berhenti kerja siap nikah, supaya bisa jadi mamak yang baik.” W.W2.b.538-543 “Waktu bibik sudah nikah, kan sudah ada yang jadi bapak. Jadi ya bibik tinggal ngasuh anak sama jadi istri saja. W.W3.b.1195-1197 Universitas Sumatera Utara

3. Dinamika

Personal Adjustment Pada Wati Mantan PSK Interpersonal Realm : • Pertama sekali berhenti Wati merasa hina dan tak berharga Self – Perception • Merasa bahwa lingkungan mengejek-ngejek dia Other- Perception • Akhirnya Wati Menjadi pesimis dan menarik diri dari lingkungna Interpersonal Communicatio • Berakhir dengan memutuskan tidak membutuhkan orang lain Friendship Developmental Transition : • Keputusan Wati berusaha sendiri berdampak pada terjadinya perubahan pada aspek pekerjaan dan peran Work and Role Behavior Change • Akhirnya Wati mencoba mencari pekerjaan Stress and Coping Stress : • Wati tidak memperoleh pekerjaan dan Ia mulai merasa stress • Ia tidak sanggup menerima perubahan Change dan mulai merasa tertekan. Akhirnya ia memutuskan pindah ke daerah lain Avoidance • Di daerah baru merasakan stress yang sama dan ia merasa semakin tertekan karena Ia tidak dapat memperoleh apa yang ia inginkan Frustrassion • Akhirnya ia Memutuskan untuk pindah lagi CS – Avoidance Interpersonal Realm : • Di daerah yang baru ia tidak berani berinteraksi dengna orang lan dan akhirnya membatasi hubungan sama seperti sebelumnya Interpersonal Communication Stress And Coping Stress • Hal tersebut membuat ia merasa semakin stress hingga akhirnya Ia merasa tidak memiliki harapan mengubah kehidupan Frustration Wati mengalami Keterpurukan Vicarious Learning • Dalam ke terpuruk an Ia berjumpa dgnseorang wanita yang memiliki pengalaman sama dan memutuskan belajar dari pengalaman tsb Vicarious • Ia mulai merasa tenang dan yakin bisa mengubah hidupnya CS and IR • Sesudah ia bangkit, ia tidak lagi merasakan ketakutan dan kecemasan dalam menjalani hidup • Ia sudah mampu mengontrol perasaan negatif CS – Emotion Focus • Ia merasa berharga kembali IR – Self Perception • ia sudah melihat permasalaha dengan cara positif dan Ia menyadari bahwa sumber stress karena tidak bekerja Appraisal Stress dan ia merasa hubungan dengan orang lain tidak terlalu penting • Memutuskan untuk tidak menjalin hubungan dekat dengan orang lain IR – Frienship • Bekerja dengan giat walaupun pekerjaan tidak bergaji banyak CS – Problem Focused Self Acceptance Resiliensi • Ia mulai merasa percaya diri dan telah menerim dirinya • Ia bangkit kembali Developmental Transition • Wati mulai merasa bahagia dan tenang sesudah bekerja • Tetapi, keseriusannya bekerja membuat ia tida memperdulikan orang lain • Walaupun demikian, sedikit demi sedikit akhirnya ia mendapat pengakuan dari lingkungan Interpersonal Realm • Keberhasilan membuat ia menjadi Individualis • Tidak mau berteman dengan orang lain Friendhip • Akhirnya bertemu dengan seorang pria dan jatuh cinta Romantic Relation • Menikah dan berhenti bekerja • Sesudah ia berhenti akhirnya ia memutuskan menjalin hubungan baik dengna orang lain Universitas Sumatera Utara Keterangan : : Stress and Coping Stress : Interpersonal Realm : Developmental Transition : Stress and Coping Stress + Interpersonal Realm : Temuan Baru : Alur Personal Adjustment Pada Wati

4. Rekapitulasi Dinamika

Personal Adjusment Pada Wati Aspek Keterangan Sebelum Menjadi PSK - Wati menikah dengan seorang pria berusia 59 Tahun dan menjalani kehidupan pernikahan selama 13 tahun. - Dalam menjalani kehidupan pernikahannya, hampir setiap hari Wati bertengkar dengna suaminya. - Wati mengalami kekerasan fisik dan verbal oleh suaminya. - Tidak tahan dengan perlakuan suami seperti itu, membuat Wati ingin membalas semua perbuatan suaminya tersebut. - Salah seorang teman Wati mengajak dia untuk bekerja sebagai PSK untuk membalaskan dendamnya pada suami - Wati mengikuti ajakan temannya tersebut dan memutuskan bekerja sebagai PSK dalam upaya untuk balas dendam terhadap suaminya Universitas Sumatera Utara Saat Menjadi PSK - Wati merasa bersalah dan berdosa ketika pertama sekali bekerja sebagai seorang PSK - Setelah berbulan-bulan bekerja perasaan tersebut mulai hilang. - Wati merasa dengan bekerja sebagai mantan PSK ia dapat membalaskan dendam pada suaminya, - Setelah 10 bulan bekerja, ia menyadari bahwa ia tidak akan bisa balas dendam dengan perbuatan seperti itu. - Tumbuh perasaan menyesal dalam dirinya. - Memutuskan untuk meninggalkan prostitusi tanpa bantuan orang lain. - Sesudah berhenti, Wati memutuskan untuk lari dari suaminya. Mantan PSK Interpersonal Realm - Ketika Wati keluar dari prostitusi, ia merasa bahwa dirinya adalah seorang wanita yang hina dan tak berharga. Ia tidak bisa menerima dirinya apa adanya. Self - Perception - Wati merasa ia menjadi bahan pembicaraan orang lain dan sering diejek-ejek di linkungannya Other – Perception - Wati memutuskan menarik diri dari lingkungan dan berusaha sendiri menghadapi permasalahnnya tanpa mengharapkan bantuan orang lain. Interpersonal Commnunication Developmental Transition - Dalam usahanya menghadapi permasalahannya, ia menyadari bahwa telah terjadi perubahan besar dalam hidupnya. - Ia menyadari bahwa ia harus dapat berperan Universitas Sumatera Utara sebagai seorang ayah dan ibu bagi anaknya. Role and Behavior Change Stress and Coping Stress - Wati tidak mampu menerima perubahan tersebut ditambah lagi ia mendapatkan tekanan dan ejekan dari lingkungan Stress - Change - Tidak tahan dengan situasi tersebut membuat Wati mengambil keputusan untuk pindah ke daerah lain Defense Mechanism – Avoidance - Di daerah yang baru, ia merasakan hal yang sama seperti sebelumnya. Ia tidak mampu memperoleh hal yang diinginkannya. Frustrasion - Memutuskan untuk pindah kedua kalinya ke daerah lain Avoidance - Wati tetap saja merasakan hal yang sama di daerah yang baru, ia tidak mampu mengubah kehidupannya menjadi lebih baik, tidak mampu menjalin hubungan dengan orang lain, serta tidak memperoleh pekerjaan. - Akhirnya, Wati merasa ia tidak memiliki harapan dan pasrah akan situasinya pada saat itu. - Ia mengalami keterpurukan. Self – Acceptance and Vicarious Learning - Selama ia mengalami keterpurukan, ia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki pengalaman yang sama dengan dirinya. - Wanita tersebut sangat mengerti kondisi yang dihadapi oleh Wati dan memutuskan untuk membantu Wati bangkit dari keterpurukannya. - Wati akhirnya belajar dari pengalaman wanita Universitas Sumatera Utara tersebut dalam menghadapi permasalahan yang mirip dengan yang dihadapinya Vicarious Learning - Proses belajar tersebut membuat Wati menyadari bahwa ia masih memiliki harapan untuk mengubah hidupnya. - Ia akhirnya bisa menerima diri dan kondisinya pada saat itu Self - Acceptance - Wati akhirnya bangkit kembali dari keterpurukannya. Stress and Coping Stress - Sesudah Wati bangkit, ia menyadari bahwa sumber stress adalah tidak adanya pekerjaan. Aprraisal Stress - Memutuskan mencari pekerjaan baru walaupun gajinya tidak banyak. Problem Focused - Pada saat yang sama, ia telah mampu mengontrol perasaan negatif yang ada dalam dirinya Emotion Focus - Akhirnya ia mendapatkan pekerjaan sebagai PRT, dan memutuskan bekerja dengan sangat giat untuk mengalihkan stress yang dirasakannya. Problem Focus Developmental Transition - Kerja keras Wati membuat perubahan yang baru dalam hidupnya. - Setelah beberapa bulan, ia mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi. Work Change - Ia menjadi seseorang yang hanya focus pada pekerjaan. Interpersonal - Selama menjalani pekerjaan yang baru, ia Universitas Sumatera Utara Realm menjadi orang yang tidak mementingkan hubungan dengan orang lain. Interpersonal Relationship - Tetapi, semua berubah ketika ia bertemu dengan seorang pria dan jatuh cinta kepada pria tersebut - Ia memutuskan menjaloin hubungan dengan pria tersebut dan akhirnya menikah Romantic Relationship - Sesudah menikah, ia menjadi orang yang memperdulikan hubungan dengan orang lain

B. PARTISIPAN II