PEMBAHASAN Dinamika Personal Adjustment Pada Mantan PSK

dan menikah - Wati kembali berusaha membangun hubungan dengan orang lain sesudah ia menikah Social Support - Novita berusaha menolong orang yang memiliki pengalaman sama dengan dirinya

D. PEMBAHASAN

Personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang mengakibatkan seseorang berusaha untuk mengatasi demand dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari Weiten Lloyd, 2006. Artinya, ketika seseorang mengatasi suatu permasalahan dalam lingkungan sehari-hari, maka seseorang akan berusaha untuk mengatasi permasalahan itu dengan berbagai macam proses. Proses tersebut disebut dengan Personal Adjustment. Sementara itu Ward 2001 bersama rekannya yang lain mendefinisikan personal adjustment sebagai respon afektif yang memotivasi individu untuk lebih menyesuiakan diri terhadap lingkungan dalam upaya untuk mencapai well – being. Weiten Lloyd 2006 menyebutkan ada 3 aspek utama dalam proses personal adjustment. Pertama, stress and coping stress, mengacu pada permasalahan yang dihadapi oleh seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan serta upaya yang dilakukan oleh individu tersebut untuk mengatasi permasalahannya. Kedua, Interpersonal Realm, mengacu pada cara pandang seseorang terhadap self dan lingkungan tempat ia berada, meliputi interaksi social, tekanan social, hubungan pertemanan, hingga berakhir pada hubungan romantic. Semua hal tersebut dilakukan sebagai salah satu usaha untuk menyesuaiakan diri. Universitas Sumatera Utara Ketiga, Developmental Tranisition mengacu pada perubahan yang terjadi dalam diri individu selama menjalani proses personal adjustment, dan kembali menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut seiring dengan semakin berkembangnya pola pikir seseorang. Bagi mantan PSK sendiri, proses personal adjustment akan semakin sulit karena mereka sudah mendapatkan stigma negatif dari masyarakat terlepas dari apakah mereka sudah berhenti atau belum sebagai seorang PSK Sihombing, 2008. Proses personal adjusement pada kedua responden penelitian yaitu Wati dan Novita selanjutnya disebut Responden 1 dan Responden 2 memiliki hambatan-hambatan tersendiri, sangat dipengaruhi oleh latar belakang dan persepsi mereka terhadap permasalahan yang mereka hadapi. Disorganisasi dan disintegrasi keluarga menjadi salah satu factor utama yang mengakibatkan seorang wanita memilih bekerja dalam dunia prostitusi Kartono, 2005. Responden 1 dan Responden 2 memiliki latar belakang yang hampir mirip sehingga mereka memutuskan bekerja menjadi seorang PSK. Mereka sama-sama membenci suaminya. Responden 1 membenci suaminya karena ia sering menjadi korban kekerasan rumah tangga, sedangkan Responden 2 membenci suaminya karena suaminya meninggalkan ia bersama kelima orang anaknya. Ketidakharmonisan dalam kehidupan pernikahan kedua responden menjadi factor yang membuat mereka berpikir untuk bekerja sebagai seorang PSK. Hal ini mengakibatkan Responden 1 bekerja sebagai seorang PSK atas dasar balas dendam, sedangkan Responden 2 bekerja atas dasar pemenuhan ekonomi keluarga. Universitas Sumatera Utara Dalam menjalani proses personal adjustment, Responden 2 mampu menjalani dengan lebih baik dibandingkan dengan Responden 1. Perbedaan yang terjadi pada kedua responden disebabkan karena factor self-acceptance. Seseorang yang telah menerima dirinya sendiri akan memiliki rasa percaya diri, bisa menerima saran dan kritik dari orang lain, menerima semua kesalahan yang telah diperbuat, tidak merasa inferior dalam interaksi social, dan mempercayai nilai dan belief yang ia miliki Wayne Matthews, 1993. Hal tersebut yang kemudian mempengaruhi kedua responden dalam menjalani proses personal adjustment. Pada Responden 1, ia tidak dapat menerima dirinya sebagai seorang mantan PSK, sehingga ia merasa bahwa dirinya adalah seseorang yang sangat hina dan tidak berharga. Hal ini mengakibatkan ia menjadi seseorang yang menarik diri dari lingkungan. Sedangkan Responden 2, ia telah menerima diri apa adanya. Ia tidak malu mengakui dirinya sebagai seorang mantan PSK, menerima semua omongan dan ejekan dari tetangga dan masyarakat umum, serta ia tidak menutup diri dari lingkungan social. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan diri Responden 2 lebih tinggi daripada penerimaan diri Responden 1. Penerimaan diri yang dilakukan pada akhirnya akan mempengaruhi proses personal adjustment yang dilakukan oleh kedua responden. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hurlock 1974 bahwa penerimaan diri akan memiliki dampak positif terhadap penyesuaian diri. Dalam menjalani kehidupan sebagai mantan PSK, Responden 1 dan Responden 2 merasakan bentuk stress yang sama ketika berhenti sebagai seorang PSK. Stress pada kedua responden sama-sama diakibatkan karena adanya Universitas Sumatera Utara perubahan Change terutama dalam aspek ekonomi. Kedua responden sama-sama mengalami kesulitan dalam masalah ekonomi dan sama-sama tidak dapat memperoleh pekerjaan. Selain masalah ekonomi, social pressure dan social prejucide juga menjadi faktor yang mengakibatkan kedua responden merasa stress. Social prejudice tersebut muncul karena mantan PSK dianggap sebagai seseorang yang hina di mata masyarakat secara umum. Adanya perbedaan seorang individu dengan masyarakat secara umum akan mengakibatkan terjadinya kategorisasi yang menciptakan munculnya prejudice Baron Byrne, 1991. Dalam mengatasi stress tersebut, kedua responden melakukan cara yang berbeda. Ada dua bentuk umum coping stress, yaitu Emotion Focused dan Problem Focuses Coping Stress Lazarus, 1999. Responden 1 menggunakan Negative Emotion Focus CS – Defense Mechanism, yaitu Avoidance. Responden 1 memutuskan menghindari sumber stress dengan cara pindah ke daerah yang lain dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengna penghasilan yang lebih tinggi. Responden 1 merasa bahwa ia tidak akan mendapatkan perkejaan yang baik selama ia masih memiliki status sebagai mantan PSK. Sedangkan Responden 2 menggunakan Problem – Focused Coping dan Positive Emotion Focus Coping dalam menghadapi permasalahnnya. Responden 2 lebih memilih menghadapi sumber stress. Ketika ia mendapat hinaan, ia berusaha berpikir positif dan mengontrol perasaannya emotion focused. Hingga akhirnya Responden 2 membuka usaha sendiri dalam upaya mengatasi stress problem – focused. Perbedaan tersebut yang akhirnya mengakibatkan Responden 1 mengalami stress yang lebih lama daripada Responden 2. Universitas Sumatera Utara Proses coping stress yang dilakukan kedua responden memberikan dampak berbeda pada proses selanjutnya. Responden 1, setelah melakukan avoidance ke daerah lain, ia masih tetap tidak berani berinteraksi dengan orang lain, karena ia memiliki ketakutan jika identitasnya ketahuan. Ia tidak memiliki keberanian dalam menghadapi sumber stress yang muncul. Hal ini menunjukkan bahwa coping stress yang dilakukan oleh Responden 1 hanya memiliki efek sesaat dan memunculkan permasalahan yang baru. Sesuai dengan yang diungkapkan Suls dan Fletcher 1985 bahwa penggunaan defense mechanism hanya akan memperpanjang pengalaman stress seseorang. Sementara itu, Responden 2 , walaupun memutuskan untuk menghadapi sumber stress, ia sama sekali tidak mengalami perubahan. Hal tersebut terjadi karena ia sama sekali tidak mendapatkan dukungan dari lingkungannya, termasuk lingkungan keluarga. Justru dengan memilih menghadapi sumber stress ia mendapatkan permasalahan yang lebih besar. Usaha yang dibuatnya sama sekali tidak laku karena masyarakat sekitar sudah memiliki persepsi negatif terhadap dirinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa social support sangat mempengaruhi proses personal adjustment yang dilakukan seseorang. Social support membantu proses pembentukan rasa percaya diri dalam mengatasi permasalahan kehidupan La Rocco dalam Kumolohadi, 2001. Hal inilah yang menjadi perbedaan antara Responden 1 dan 2. Kesulitan Responden 1 dalam proses personal adjustment lebih dikarenakan persepsi negatifnya terhadap lingkungan, sedangkan Responden 2 mengalami kesulitan dikarenakan lingkungan memiliki persepsi negatif tentang Universitas Sumatera Utara dirinya. Walaupun berbeda, kedua hal tersebut sama-sama menimbulkan masalah bagi kedua responden. Kesulitan dalam proses personal adjsument akhirnya membuat kedua responden merasa tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Responden 1 merasa tidak sanggup menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut dan memutuskan untuk pasrah menerima keadaan. Akhirnya, Responden 1 mengalami keterpurukan. Sedangkan untuk Responden 2, ia mengalami stress yang lebih berat dari sebelumnya. Responden 2 mengalami frustrassion, yaitu stress yang muncul karena ia merasa dibatasi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari Weiten Lyoid, 2006. Perbedaan cara yang dilakukan kedua responden tidak memberikan hasil yang berbeda. Kehidupan kedua responden mulai berubah karena adanya faktor social support. Social support akan meningkatkan rasa percaya dari seseorang dalam mengatasi permasalahan hidup Papalia Olds, 2007. Responden 1 bertemu dengan seorang wanita yang memiliki pengalaman yang mirip dengan dirinya. Pertemuannya dengan wanita tersebut telah mengubah pola pikir Responden 1. Responden 1 memutuskan untuk belajar dan meniru prilaku wanita tersebut dalam menghadapi permasalahannya. Proses tersebut dinamakan Vicarious Reinforcement. Belajar dari pengalaman orang lain akan memperkuat prilaku tertentu dalam menghadapi suatu situasi, termasuk konsekuensi yang dihadapi Bandura, dalam Schulz, 1996. Responden 1 mempelajari bagaimana cara menyelesaikan masalah yang baik, cara mengontrol perasaan, dll dari wanita tersebut. Akhirnya, dengan hal tersebut Responden 1 bisa bangkit dari Universitas Sumatera Utara keterpurukannya dan berusaha memperbaiki kehidupannya. Hal tersebut berdampak pada cara responden dalam menjalani proses personal adjustment lebih baik dari sebelumnya. Sehingga dalam hal ini, Vicarious Reinforcement menjadi salah satu factor yang memberikan pengaruh positif terhadap proses personal adjustment. Pada Responden 2 , ia bertemu dengan sekelompok orang yang tergabung dalam kumpulan gereja. Melihat mereka, Responden 2 memiliki persepsi bahwa mereka adalah orang yang tenang, damai, dan bahagia. Akhirnya, didasarkan keinginan untuk menjadi orang seperti itu Responden 2 memutuskan untuk masuk ke dalam gereja. Di dalam gereja tersebut ia mulai belajar kembali bagaimana menerima diri seutuhnya.. Ia mendapatkan social support dari pihak gereja dalam memperbaiki kehidupannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan social menjadi salah satu faktor yang dapat membuat seseorang menerima dirinya Loscoco Spitze ,1994 Responden 2 mendapatkan dukungan dalam mengembangkan dan meningkatkan pemahaman spiritualnya. Hal tersebut dinamakan Spiritual Reinforcement. Spiritual Reinforcement dapat memberikan penguatan terhadap pola pikir, prilaku, dan perasaan ke arah yang positif Mike Bickle, 2009. Dukungan tersebut Respoden 2 menjadi seseorang yang memiliki tingkat religi yang tinggi, sehingga dalam melakukan segala hal ia menyerahkan semuanya ke tangan Tuhan. Ia menjadi seseorang yang rajin berdoa dan beribadah, karena ia merasa dengan demikian ia akan mendapatkan ketenangan dalam menyelesaikan permasalahannya. Hal ini menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri Responden 2 sehingga akhirnya ia berani kembali terjun Universitas Sumatera Utara ke dalam masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa tingkat religiusitas dan spiritualitas yang tinggi akan memberikan dampak positif terhadap proses penyesuaian diri seseorang Djuwarijah, 2005. Ketika kedua responden bangkit dari penderitaan mereka, mereka telah mampu melakukan coping stress yang positif. Kedua responden sama-sama melakukan problem focuses coping dan positive emotion focus. Responden 1 telah mampu mengontrol perasaan dan pikirannya menjadi positif. Selain itu, ia memutuskan bekerja dengan giat, karena ia merasa dengan bekerja ia dapat mengurangi stress yang dihadapi. Pada Responden 2, ia memutuskan mengubah pandangan lingkungan mengenai diriny dalam upaya mengurangi stressnya. Walaupun ia sering dihina, ia telah mampu berpiir positif dan menceritakan tentang kebenaran hidupnya. Setiap ia bercerita, ia merasa bahwa beban stress yang dirasakannya berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa coping stress yang positif akan memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan psikologis seseorang Folkman Moskowitz, 2004. Yang menjadi perbedaan kedua responden terletak pada aspek interpersonal realm. Responden 1 memilih untuk menjaga jarak dengan orang lain sedangkan Responden 2 melakukan sebaliknya. Hal ini terjadi karena kedua responden memiliki persepsi yang berbeda terhadap lingkungan. Responden 1 menganggap bahwa ia akan mendapatkan pengakuan dari lingkungan jika ia bisa menunjukkan keberhasilannya, sedangkan Responden 2 merasa pengakuan hanya dapt diperoleh jika ia dapat membangun hubungan yang baik dengan lingkungan. Universitas Sumatera Utara Dalam menjalani kehidupan mereka berdua, kedua responden menyadari perubahan Developmental Transition yang baru dalam hidup mereka seiring dengan semakin berkembangnya pola pikir mereka. Responden 1 menyadari bahwa perubahan terbesar yang terjadi dalam dirinya adalah Work Change, dari mantan PSK menjadi PRT kemudian menjadi pelayan restoran hingga akhirnya menjadi buruh pabrik. Ia merasa untuk menyesuiakan diri terhadap perubahan tersebut, ia harus menjadi seorang pekerja keras tanpa memperhatikan pandangan dari lingkungan. Alhasil, wujud penyesuaian diri Responden 1 terhadap perubahan yang baru adalah dengan bekerja keras. Lain halnya dengan Responden 2, perubahan yang paling ia rasakan adalah Gender and Role Change. Semenjak ia bergabung dengan kelompok gereja, Responden 2 mengerti bahwa selama ini ia telah mengalami perubahan yang baru, ia telah bisa menjalankan peran sebagai seorang ibu yang baik, prilaku berubah semenjak bergabung dengan gereja, dan setiap melaukanm aktivitas ia selalu mengandalkan Tuhan. Tanpa Responden 2 sadari, selain mengalami perubahan dalam aspek peran dan prilaku, ia juga mengalami perubahan dalam aspek spiritualnya, dimulai dari tidak menyerahkan diri pada Tuhan hingga akhirnya memutsukan untuk mengandalkan Tuhan. Dalam hal ini Responden 2 mengalami Spiritual Change. Spiritual Reinforce yang dirasakan seseorang dapat membawa perubahan dalam diri seseorang terutama dalam hal spiritualitas Mike Bickle, 2009. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa proses personal adjustment yang dilkakukan kedua responden berbeda. Perbedaan tersebut digambarkan oleh ketiga aspek yang dijalani oleh Responden 1 dan 2, yaitu stress and coping Universitas Sumatera Utara stress, interpersonal realm, dan developmental transition. Tetapi, walaupun berbeda, kedua responden juga memiliki kesamaan, yaitu sama-sama terjatuh dalam menjalani kehidupannya, serta bersama-sama bangkit kembali dari hal tersebut. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN