Latar Belakang Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising dan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum Kabupaten Deli Serdang Sumate

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi berat, dan lain sebagainya Arifiani, 2004. Akibatnya kebisingan makin dirasakan mengganggu dan dapat memberikan dampak pada kesehatan Sukar, et al, 2002; Bodmer, 2008. Paparan terhadap bising yang berlebihan dapat merusak sel-sel pendengaran dan akhirnya menimbulkan ketulian Gerostergiou, et al, 2008; Singhal, et al, 2009; Abbasi, Marri Nebhwani, 2011. Selain itu kebisingan dapat juga menimbulkan keluhan non-pendengaran seperti susah tidur, mudah emosi, dan gangguan konsentrasi yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja Roestam, 2004; Norsaleha Noorhassim, 2006. Ketidakstabilan emosi tersebut akan mengakibatkan stress. Stress yang cukup lama akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah sehingga memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu yang lama tekanan darah akan naik Babba, 2007. Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan. Secara audiologi bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibel dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Bagian yang paling sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz Hz sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz Bashiruddin Soetirto, 2007; Pouryaghoub, Mehrdad Mohammadi, 2007; Seidman Standring, 2010; Azizi,2010. Universitas Sumatera Utara National Institute for Occupational Safety and Health NIOSH dan Departemen Tenaga Kerja RI menetapkan nilai ambang batas NAB bising di tempat kerja sebesar 85 dB. Bila NAB ini dilampaui terus menerus dalam waktu lama maka akan menimbulkan gangguan pendengaran akibat bising GPAB. Faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya GPAB adalah frekuensi bising, periode pajanan setiap hari, lama kerja, kepekaan individu, umur dan lain-lain Tana, et al, 2002. Kebisingan yang terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea, kerusakan dimulai dari sel-sel rambut luar, namun jika paparan bising berlanjut terus kerusakan dapat melibatkan sel-sel rambut dalam Maltby, 2005; Fausti, et al, 2005; Jafari, Karimi Haghshenas, 2008; Kujawa Liberman, 2009. Di Amerika tahun 2000 lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang menderita tuli saraf, dan dari jumlah tersebut 37 didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz. Berdasarkan OSHA Occupational Health and Safety Administration 5 – 10 juta orang berisiko mengalami tuli akibat bising karena sering terpapar dengan suara lebih dari 85 dB ditempat kerja Soetjipto, 2007. Di Polandia 2002 diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising dengan perkiraan 25 dari jumlah yang terpajan terjadi GPAB. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun Soetjipto, 2007. Di Indonesia penelitian tentang GPAB telah banyak dilakukan sejak lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50 jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun Soetjipto, 2007. Universitas Sumatera Utara Penelitian yang dilakukan Babba terhadap 60 orang karyawan pabrik semen di Sulawesi Selatan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah sistolik p=0,001; PR=10,5; 95CI=1,63 dan tekanan darah diastolik p=0,001; PR=7,6; 95CI=1,17 Babba, 2007. Penelitian yang dilakukan Rusli pada tahun 2008 terhadap 50 orang masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api di Medan menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara kebisingan dengan perubahan tekanan darah sistolik p=0,001 dan diastolik p=0,031 Rusli, 2009. PT PP London Sumatera Indonesia Lonsum, sebuah perusahaan perkebunan dan perdagangan yang berbasis di London dan tercatat di BEI tahun 1996 yang didirikan pada tahun 1906 oleh Harrison Crossfield Plc merupakan salah satu perkebunan dan produsen minyak kelapa sawit terbesar dan tertua di Indonesia Profil PT PP Lonsum, 2010. PT. Lonsum memiliki 20 pabrik kelapa sawit PKS tersebar di seluruh Indonesia yang mencakup kapasitas proses sebesar 360 ton per jamnya. Produksi minyak kelapa sawit PT Lonsum sekarang ini mencapai 400.000 ton, dari jumlah itu 20 di antaranya diekspor ke berbagai negara, 50 untuk memenuhi industri makanan seperti PT Indofood Profil PT PP Lonsum, 2010. Dalam proses pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO Crude Palm Oil dan PK Palm Kernel , ada empat tahapan, yaitu: pengangkutan buah ke pabrik, proses sterilisasi, proses press dan proses ferifikasi. Alat yang digunakan dalam proses pengolahan tersebut seperti heat exhanger,tangki CPO, cyclone, packed column, vessel, mixer, filter, pompa, katup, boiler, crystallizer tank, refrigeran dan filter press cloth. Penggunaan alat-alat tersebut menyebabkan kebisingan yang mengganggu tenaga kerja PT. Lonsum. Tenaga kerja PT. Lonsum bekerja selama delapan jam perhari dengan selingan waktu istirahat satu jam dan enam hari dalam seminggu Profil PT PP Lonsum, 2010. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya GPAB dan hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan yang bekerja di pabrik kelapa sawit tersebut.

1.2 Perumusan Masalah