Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising dan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara)

(1)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN

PENINGKATAN TEKANAN DARAH

(Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara)

Tesis

Oleh:

WIJAYA JUWARNA

NIM 097109009

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN

PENINGKATAN TEKANAN DARAH

(Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara)

Tesis

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Bedah Kepala Leher

Oleh:

WIJAYA JUWARNA

NIM 097109009

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

Medan, 6 Oktober 2014 Tesis dengan judul

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS

KEBISINGAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH (Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara)

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing Ketua

NIP. 140202219

dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL(K)

Anggota

NIP. 19790620 200212 2 003

Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ketua Program Studi

Prof.Dr.dr.Abd. Rachman S, Sp.THT-KL(K)

NIP: 19471130 198003 1 002 NIP: 19790620 200212 2 003

Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL

Dekan Fakultas Kedokteran USU Ketua TKP-PPDS

Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH

NIP: 19540220 198011 1 001 NIP: 19540620 198011 1 001


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah sebagai ungkapan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Spesialis dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Saya menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun bahasannya. Walaupun demikian, mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah perbendaharaan penelitian dengan judul Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising dan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara).

Dengan telah selesainya tulisan ini, pada kesempatan ini dengan tulus hati saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

dr. H. Adlin Adnan, Sp.THT-KL (K) atas kesediaannya sebagai ketua pembimbing penelitian ini dan Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL. Di tengah kesibukan mereka, dengan penuh perhatian dan kesabaran, telah banyak memberi bantuan, bimbingan, saran dan pengarahan yang sangat bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan tulisan ini.

Rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Dr. dr. Juliandi Harahap, M.A. sebagai pembimbing ahli yang banyak memberi bantuan, bimbingan dan masukan dalam bidang metodelogi penelitian dan statistik.


(5)

Dengan telah berakhirnya masa pendidikan spesialis saya, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, Sp.A(K), DTM&H yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Bapak Pimpinan PT.PP.Lonsum, yang telah mengizinkan dan memberi kesempatan peneliti untuk mengambil data di PKS Begerpang.

Yang terhormat Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran USU Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K) dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, Dr. dr Tengku Siti Hajar Haryuna Sp.THT-KL, Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU sebelumnya Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL (K) yang telah memberikan izin, kesempatan dan ilmu kepada saya dalam mengikuti Program Program Pendidikan Dokter Spesialis THT-KL sampai selesai.

Yang terhormat Guru-guru saya dijajaran Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. dr. Ramsi Lutan, Sp.THT-KL(K), dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL (K), Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K), Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih,


(6)

Sp.THT-KL(K), dr. Muzakkir Zamzam, SpTHT-KL(K), dr. Mangain Hasibuan, SpTHT-KL, dr. T.Sofia Hanum, Sp.THT-KL(K), Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, SpTHT-KL(K), dr. Linda I. Adenin, Sp.THT-KL, dr. Ida Sjailandrawati Hrp, SpTHT-KL, dr. H. Adlin Adnan, Sp.THT-KL (K), dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina Y.M. Rambe, Sp.THT-KL, dr. Harry Agustaf Asroel, M.Ked. (ORL-HNS), Sp.THT-KL, dr. Farhat, M.Ked. (ORL-HNS), Sp.THT-KL(K), Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri, Sp.THT-KL, dr. Asri Yudhistira, M.Ked. (ORL-HNS), Sp.THT-KL, dr. Devira Zahara, M.Ked. (ORL-HNS), SpTHT-KL, dr. H.R. Yusa Herwanto, M.Ked. (ORL-HNS), SpTHT-KL, dr. M. Pahala Hanafi Harahap, SpTHT-KL, dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, SpTHT-KL, dan dr. Ramlan Sitompul, Sp.THT-KL.Terima kasih atas segala ilmu, keterampilan dan bimbingannya selama ini.

Yang tercinta teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, atas bantuan, nasehat, saran maupun kerjasamanya selama masa pendidikan.

Yang mulia dan tercinta Ayahanda Muhammad Taufiq dan Almarhumah Ibunda Hidayati, ananda sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas kasih sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda sejak dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan diberi pendidikan yang baik serta diberikan suri tauladan yang baik hingga menjadi landasan yang kokoh dalam menghadapi kehidupan ini, dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, Ya Allah ampuni dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, serta kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihi kami sejak kecil.

Kepada istriku tercinta dr. Rizki Luly Ya Fatwa Pulungan serta buah hati kami yang amat tersayang Zaidan Azzikra Juwarna dan Alya Azzahra Juwarna, tiada kata yang lebih indah yang dapat ayah ucapkan selain


(7)

ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan tiada tara, cinta dan kasih sayang, kesabaran, ketabahan, pengertian dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya dan doa kepada ayah sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya kita sampai pada saat yang berbahagia ini.

Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada Buya Prof. dr. Aznan Lelo, Ph.D, Sp.FK beserta istri, Kakanda dr. Syahmirsya Warli, Sp.U beserta istri, Dr. dr. Henry Salim Siregar, Sp.OG (K) beserta istri, dr. Edy Ardiansyah, Sp.OG (K) beserta istri, adinda dr. Ade Rahmaini, M.Ked, Sp.P, dr. Ery Suhaimi, SH, dr. Perdana Sihite dan dr. Novrianta Sukatendel yang telah memberikan dukungan selama penulis menjalani pendidikan.

Kepada seluruh keluarga, kerabat dan handai taulan yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang dan tak henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis.

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan dan kekurangan saya selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Amin.

Medan, Juli 2014

Penulis


(8)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS

KEBISINGAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH (Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT.PP.Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara) ABSTRAK

Pendahuluan: Bising dapat membawa dampak yang besar bagi kesehatan. Paparan terhadap bising yang berlebihan dapat merusak sel-sel pendengaran dan akhirnya menimbulkan ketulian. Kebisingan dapat juga menyebabkan keluhan non-pendengaran seperti peningkatan tekanan darah.

Tujuan: Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) dan menjelaskan hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan PKS PT.PP. Lonsum di Begerpang Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan studi potong lintang. Data diperoleh melalui proses wawancara, pengukuran dan pemeriksaan yang tercatat di status penelitian. Analisis data dilakukan secara univariat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan bivariat dengan uji statistik Chi-square.

Hasil Penelitian: Intensitas kebisingan pada bagian proses dan non-proses besarnya antara 60-94,5 dB. Hasil pemeriksaan audiometri terhadap 60 orang karyawan yang memenuhi kriteria inklusi mendapatkan 21 orang (35%) menderita gangguan pendengaran akibat bising. Terdapat hubungan yang signifikan antara usia, masa kerja, intensitas kebisingan, dan pemakaian APD pendengaran dengan terjadinya GPAB. Terdapat juga hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah sistolik (p=0,001; RP=4) dan tekanan darah diastolik (p=0,001; RP= 12,8).

Kata Kunci: GPAB, intensitas kebisingan, peningkatan tekanan darah, karyawan, pabrik kelapa sawit


(9)

FACTOR RELATED OF SENSORY NEURAL HEARING LOSS AND RELATIONSHIP BETWEEN NOISE INTENSITY AND THE RAISING OF

BLOOD PRESSURE

(Study on Begerpang Palm Oil Factory Workers of PT. PP. Lonsum in Deli Serdang District of North Sumatera)

ABSTRACT

Introduction: Noise has numerous health effects. Overexposure to intense sound can cause hair cells damage and finally hearing loss. Noise can also cause non-auditory effects such as the raising of blood pressure. Purpose: To determine factors that related to NIHL and explain relationship between noise intensity and the raising of blood pressure in begerpang palm oil factory workers of PT. PP. Lonsum in Deli Serdang District of North Sumatera.

Method: The study design is descriptive with cross sectional study approach. Data collection was done through interviews, measurement, and examination that noted in study record. Data was analyzed using univariate analysis with frequencies distribution table and bivariate by Chi-square.

Result: The study found that the noise intensity was 60-94,5 dB. The audiometry examination of 60 workers showed 21 (35%) with noise induced hearing loss. There was a significant relation between the increase of age, work period, noise intensity, and using self protector with noise induced hearing loss incidence. There was significant relation between noise intensity with the raising of sistolic blood pressure (p=0,001; RP=4) and diastolic blood pressure (p=0,001; RP= 12,8).

Key Words: Noise induced hearing loss, noise intensity, the raising of blood pressure, worker, palm oil factory


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

i v vi vii ix x BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3 Anatomi Telinga Dalam... Fisiologi Pendengaran... Gangguan Pendengaran Akibat Bising... 6 7 8 2.4 Bising... 10

2.5 Patogenesis dan Histopatologi... 11

2.6 Gejala... 14

2.7 Pengaruh Paparan Bising... 15

2.8 Diagnosis... 19

2.9 Penatalaksanaan dan Pencegahan... 21

2.10 Kerangka Teori... 22

2.11 Kerangka Konsep... 22

BAB 3. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 23


(11)

3.4 Variabel Penelitian... 25

3.5 Definisi Operasional... 25

3.6 Bahan dan Alat Penelitian... 26

3.7 Cara Kerja... 27

3.8 Analisis Data... 27

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Analisis Univariat... 30

4.1.1 Karakteristik responden... 30

4.1.2 Kebisingan lingkungan kerja... 32

4.1.3 Hasil pengukuran audiometri... 33

4.1.4 Keluhan tinitus... 34

4.1.5 Pemakaian alat pelindung pendengaran... 34

4.2 Hasil Analisis Bivariat... 34

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Analisis Univariat... 43

5.2 Analisis Bivariat... 47

5.2.1 Hubungan usia dengan GPAB... 47

5.2.2 Hubungan masa kerja dengan GPAB... 48

5.2.3 Hubungan intensitas kebisingan dengan GPAB... 49

5.2.4 Hubungan APD pendengaran dengan GPAB... 50

5.2.5 Hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah... 51

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 54

6.2 Saran... 54 KEPUSTAKAAN...

LAMPIRAN...

56 61


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Intensitas Bunyi dan Waktu Paparan... 11 Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah... 18 Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden... 31 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian

berdasarkan Intensitas Bising... 32 Tabel 4.3. Distribusi Gangguan Pendengaran Akibat

Bising... 33 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian

berdasarkan Keluhan Tinitus... 34 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian

berdasarkan Pemakaian APD... 34 Tabel 4.6. Hubungan Usia terhadap Terjadinya GPAB... 35 Tabel 4.7. Hubungan Masa Kerja terhadap Terjadinya

GPAB... 36 Tabel 4.8. Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap

Terjadinya GPAB... 37 Tabel 4.9. Hubungan APD Pendengaran dengan GPAB.... 38 Tabel 4.10. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan

Peningkatan Tekanan Darah Sistolik... 39 Tabel 4.11. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan

Peningkatan Tekanan Darah Diastolik... 41


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kerusakan Alat Korti karena Paparan Bising... 12 Gambar 2.2. Kerusakan Minimal pada Sel-sel Rambut Luar... 13 Gambar 2.3. Kerusakan Sel-sel Rambut Luar yang Luas dan

Minimal pada Sel-sel Rambut Dalam... 13 Gambar 2.4. Telinga dan Daerah Koklea yang Paling Sering

Mengalami Kerusakan Akibat Paparan Bising... 14 Gambar 2.5. Audiogram GPAB... 20 Gambar 4.1. Hasil Pemeriksaan Audiometri yang

Menunjukkan GPAB... 33


(14)

DAFTAR SINGKATAN APD : Alat Pelindung Diri

ASHA : American Speech Language Hearing Association

CPO : Crude Palm Oil

dB : Decibel

GPAB : Gangguan Pendengaran Akibat Bising Hz

HLPP

: Hertz

: Hearing Loss Preservation Program

HSA : Health and Safety Authority

ISO : International Standart Organization

JNC : Joint National Committee KEPMEN : Keputusan Menteri

NAB : Nilai Ambang Batas

NIOSH : National Institute for Occupational Safety and Health

OSHA : Occupational Health and Safety Administration

PK : Palm Kernel

PKS : Pabrik Kelapa Sawit PT : Perguruan Tinggi RP : Rasio Prevalensi SD : Sekolah Dasar

SLM : Sound Level Meter

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama

SPL : Sound Pressure Level

TD : Tekanan Darah


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data sampel penelitian...60

Lampiran 2. Kuesioner...63

Lampiran 3. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian...67

Lampiran 4. Lembar persetujuan setelah penjelasan...69

Lampiran 5. Persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan...70

Lampiran 6. Personalia penelitian...71

Lampiran 7. Riwayat Hidup...73


(16)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS

KEBISINGAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH (Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT.PP.Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara) ABSTRAK

Pendahuluan: Bising dapat membawa dampak yang besar bagi kesehatan. Paparan terhadap bising yang berlebihan dapat merusak sel-sel pendengaran dan akhirnya menimbulkan ketulian. Kebisingan dapat juga menyebabkan keluhan non-pendengaran seperti peningkatan tekanan darah.

Tujuan: Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) dan menjelaskan hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan PKS PT.PP. Lonsum di Begerpang Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan studi potong lintang. Data diperoleh melalui proses wawancara, pengukuran dan pemeriksaan yang tercatat di status penelitian. Analisis data dilakukan secara univariat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan bivariat dengan uji statistik Chi-square.

Hasil Penelitian: Intensitas kebisingan pada bagian proses dan non-proses besarnya antara 60-94,5 dB. Hasil pemeriksaan audiometri terhadap 60 orang karyawan yang memenuhi kriteria inklusi mendapatkan 21 orang (35%) menderita gangguan pendengaran akibat bising. Terdapat hubungan yang signifikan antara usia, masa kerja, intensitas kebisingan, dan pemakaian APD pendengaran dengan terjadinya GPAB. Terdapat juga hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah sistolik (p=0,001; RP=4) dan tekanan darah diastolik (p=0,001; RP= 12,8).

Kata Kunci: GPAB, intensitas kebisingan, peningkatan tekanan darah, karyawan, pabrik kelapa sawit


(17)

FACTOR RELATED OF SENSORY NEURAL HEARING LOSS AND RELATIONSHIP BETWEEN NOISE INTENSITY AND THE RAISING OF

BLOOD PRESSURE

(Study on Begerpang Palm Oil Factory Workers of PT. PP. Lonsum in Deli Serdang District of North Sumatera)

ABSTRACT

Introduction: Noise has numerous health effects. Overexposure to intense sound can cause hair cells damage and finally hearing loss. Noise can also cause non-auditory effects such as the raising of blood pressure. Purpose: To determine factors that related to NIHL and explain relationship between noise intensity and the raising of blood pressure in begerpang palm oil factory workers of PT. PP. Lonsum in Deli Serdang District of North Sumatera.

Method: The study design is descriptive with cross sectional study approach. Data collection was done through interviews, measurement, and examination that noted in study record. Data was analyzed using univariate analysis with frequencies distribution table and bivariate by Chi-square.

Result: The study found that the noise intensity was 60-94,5 dB. The audiometry examination of 60 workers showed 21 (35%) with noise induced hearing loss. There was a significant relation between the increase of age, work period, noise intensity, and using self protector with noise induced hearing loss incidence. There was significant relation between noise intensity with the raising of sistolic blood pressure (p=0,001; RP=4) and diastolic blood pressure (p=0,001; RP= 12,8).

Key Words: Noise induced hearing loss, noise intensity, the raising of blood pressure, worker, palm oil factory


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi berat, dan lain sebagainya (Arifiani, 2004). Akibatnya kebisingan makin dirasakan mengganggu dan dapat memberikan dampak pada kesehatan (Sukar, et al, 2002; Bodmer, 2008).

Paparan terhadap bising yang berlebihan dapat merusak sel-sel pendengaran dan akhirnya menimbulkan ketulian (Gerostergiou, et al, 2008; Singhal, et al, 2009; Abbasi, Marri & Nebhwani, 2011). Selain itu kebisingan dapat juga menimbulkan keluhan non-pendengaran seperti susah tidur, mudah emosi, dan gangguan konsentrasi yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Roestam, 2004; Norsaleha & Noorhassim, 2006). Ketidakstabilan emosi tersebut akan mengakibatkan stress. Stress yang cukup lama akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah sehingga memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu yang lama tekanan darah akan naik (Babba, 2007).

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan. Secara audiologi bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Bagian yang paling sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz (Bashiruddin & Soetirto, 2007; Pouryaghoub, Mehrdad & Mohammadi, 2007; Seidman & Standring, 2010; Azizi,2010).


(19)

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan Departemen Tenaga Kerja RI menetapkan nilai ambang batas (NAB) bising di tempat kerja sebesar 85 dB. Bila NAB ini dilampaui terus menerus dalam waktu lama maka akan menimbulkan gangguan pendengaran akibat bising (GPAB). Faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya GPAB adalah frekuensi bising, periode pajanan setiap hari, lama kerja, kepekaan individu, umur dan lain-lain (Tana, et al, 2002). Kebisingan yang terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea,

kerusakan dimulai dari sel-sel rambut luar, namun jika paparan bising berlanjut terus kerusakan dapat melibatkan sel-sel rambut dalam (Maltby, 2005; Fausti, et al, 2005; Jafari, Karimi & Haghshenas, 2008; Kujawa & Liberman, 2009).

Di Amerika tahun 2000 lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang menderita tuli saraf, dan dari jumlah tersebut 37 % didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz. Berdasarkan OSHA (Occupational Health and Safety Administration) 5 – 10 juta orang berisiko mengalami tuli akibat bising karena sering terpapar dengan suara lebih dari 85 dB ditempat kerja (Soetjipto, 2007).

Di Polandia 2002 diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising dengan perkiraan 25 % dari jumlah yang terpajan terjadi GPAB. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun (Soetjipto, 2007).

Di Indonesia penelitian tentang GPAB telah banyak dilakukan sejak lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin pada Manufacturing Plant

Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun (Soetjipto, 2007).


(20)

Penelitian yang dilakukan Babba terhadap 60 orang karyawan pabrik semen di Sulawesi Selatan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah sistolik (p=0,001; PR=10,5; 95%CI=1,63) dan tekanan darah diastolik (p=0,001; PR=7,6; 95%CI=1,17) (Babba, 2007).

Penelitian yang dilakukan Rusli pada tahun 2008 terhadap 50 orang masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api di Medan menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara kebisingan dengan perubahan tekanan darah sistolik (p=0,001) dan diastolik (p=0,031) (Rusli, 2009). PT PP London Sumatera Indonesia (Lonsum), sebuah perusahaan perkebunan dan perdagangan yang berbasis di London dan tercatat di BEI tahun 1996 yang didirikan pada tahun 1906 oleh Harrison & Crossfield Plc merupakan salah satu perkebunan dan produsen minyak kelapa sawit terbesar dan tertua di Indonesia (Profil PT PP Lonsum, 2010).

PT. Lonsum memiliki 20 pabrik kelapa sawit (PKS) tersebar di seluruh Indonesia yang mencakup kapasitas proses sebesar 360 ton per jamnya. Produksi minyak kelapa sawit PT Lonsum sekarang ini mencapai 400.000 ton, dari jumlah itu 20% di antaranya diekspor ke berbagai negara, 50% untuk memenuhi industri makanan seperti PT Indofood (Profil PT PP Lonsum, 2010).

Dalam proses pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) dan PK (Palm Kernel) , ada empat tahapan, yaitu: pengangkutan buah ke pabrik, proses sterilisasi, proses press dan proses ferifikasi. Alat yang digunakan dalam proses pengolahan tersebut seperti

heat exhanger,tangki CPO, cyclone, packed column, vessel, mixer, filter, pompa, katup, boiler, crystallizer tank, refrigeran dan filter press cloth. Penggunaan alat-alat tersebut menyebabkan kebisingan yang mengganggu tenaga kerja PT. Lonsum. Tenaga kerja PT. Lonsum bekerja selama delapan jam perhari dengan selingan waktu istirahat satu jam dan enam hari dalam seminggu (Profil PT PP Lonsum, 2010).


(21)

Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya GPAB dan hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan yang bekerja di pabrik kelapa sawit tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya GPAB dan apakah ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya GPAB dan untuk mengetahui hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui hubungan usia terhadap terjadinya GPAB pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

2. Mengetahui hubungan masa kerja terhadap terjadinya GPAB pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

3. Mengetahui hubungan intensitas kebisingan terhadap terjadinya GPAB pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

4. Mengetahui hubungan pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) Pendengaran terhadap terjadinya GPAB pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.


(22)

5. Mengetahui hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya GPAB dan hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT PP. Lonsum.

b. Bagi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan data dan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pustaka guna pengembangan ilmu Neurotologi dan THT Komunitas.

c. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya GPAB pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum, sehingga dapat direncanakan langkah-langkah konservasi pendengaran.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin terdiri dari bagian membran dan bagian tulang. Labirin bagian membran berisi cairan endolimfe yang tinggi kalium dan rendah natrium, sedang labirin bagian tulang berisi cairan perilimfe yang tinggi natrium dan rendah kalium (Moller, 2006).

2.1.1 Koklea

Koklea merupakan struktur tulang yang berbentuk spiral menyerupai rumah siput dengan 2,5 sampai 2,75 kali putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus. Dasar dari modiolus secara langsung menuju telinga bagian dalam dan terdapat pembuluh darah dan saraf.

Bagian atas adalah skala vestibuli berisi cairan perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung cairan perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membran basilaris. Cairan perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema. Rongga koklea dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi cairan endolimfe (Moller, 2006; Gacek 2009).

Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik alat Korti (Gacek 2009).

Terletak di atas membran basilaris dari basis ke apeks adalah alat Korti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Alat Korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000 sampai 3500), tiga baris sel rambut luar (12000) dan sel penunjang.


(24)

Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa, dikenal sebagai membran tektoria (Moller, 2006; Gacek 2009).

Di bagian tengah membran tektoria disokong oleh limbus, suatu lempeng sel yang tebal yang terletak pada lamina spiralis oseus. Limbus ini juga bertindak sebagai tempat perlengkatan membran Reissner. Tepi bebas membran tektoria melekat erat dengan sel-sel Hansen, membentuk suatu ruang diantara sel-sel rambut dengan membran tektoria yang berisi silia sel-sel rambut (Moller, 2006; Gacek 2009).

Sel-sel rambut menerima beberapa ujung-ujung neuron yang membentuk suatu anyaman disekitar basis. Dijumpai dua tipe ujung saraf, satu berfungsi eferen dan yang lain aferen. Satu neuron akan membagi diri dan berakhir pada sejumlah sel-sel rambut. Neuron-neuron berjalan melalui kanalikuli pada lamina spiralis oseus (Moller, 2006; Gacek 2009). Setiap bagian disepanjang koklea memiliki struktur dasar yang sama, namun didapati perbedaan karakter berdasarkan fungsinya yang berkembang mulai dari basal koklea sampai apeks. Yang pertama, bagian yang kira-kira sepuluh kali lebih lebar pada basal dibandingkan di apeks. Kedua, bagian yang memiliki massa lebih banyak di basal dibandingkan di apeks dan berfungsi untuk meningkatkan ukuran dan jumlah sel penunjang diorgan korti. Terakhir, bagian dimana basal lebih kaku dibanding dengan apeks, lebih besar oleh karena sifat yang dimiliki membran basilaris (Moller, 2006; Gacek, 2009).

2.2 Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga, dialirkan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan kerangkaian tulang pendengaran ‘ossicle’ yang akan mengamplifikasi getaran tersebut. Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan


(25)

melalui membrana Reissner yang mendorong endolimf dan membrana basal ke bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen Rotundum) terdorong kearah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong membran basal sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimfe pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok dan dengan berubahnya membran basal, ujung sel itu menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perubahan ion kalium dan ion natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang nervus VIII yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak (area 39-40) melalui syaraf pusat yang ada di lobus temporalis (Gacek, 2009; Dhingra, 2010).

2.3 Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) sering dijumpai pada pekerja industri yang belum menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dalam upaya meningkatkan pembangunan banyak menggunakan peralatan industri yang dapat membantu dan mempermudah pekerjaan. Sebagai akibatnya, timbul bising lingkungan kerja yang dapat berdampak buruk terhadap para pekerja. Menurut OSHA (Occupational Safety & Health Administration) batas aman pajanan bising bergantung pada lama pajanan, frekuensi dan intensitas bising serta kepekaan individu dan beberapa faktor lain. Di Indonesia khususnya dan negara lain umumnya, pajanan bising yang dianggap cukup aman adalah pajanan rata-rata sehari dengan intensitas bising tidak melebihi 85 dB selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Bashiruddin, 2010).

GPAB ialah kurang pendengaran atau tuli akibat pajanan bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya disebabkan oleh bising lingkungan kerja (Krishnamurti, 2009; Muyassaroh & Habibi, 2011). Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan


(26)

umumnya terjadi pada kedua telinga (Bashiruddin, 2010; Sen, et al, 2010). Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising , frekuensi, lama paparan perhari, lama masa kerja, kerentanan individu, umur dan jenis bising (Kujawa & Liberman, 2006; Ologe, et al, 2008; Carmelo, et al, 2010). Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah paparan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat (Daniel, 2007; Muyassaroh & Habibi, 2011).

GPAB adalah penyakit akibat kerja yang sering dijumpai pada banyak pekerja industri. Gangguan pendengaran ini biasanya bilateral tetapi tidak jarang yang terjadi unilateral. Gangguan biasanya mengenai nada tinggi dan terdapat takik di frekuensi 4000 Hz pada gambaran audiogramnya (Moller, 2006). Pada tahap awal gangguan ini hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan audiometri. Gejala awal biasanya adanya keluhan berdenging di telinga, gangguan pendengaran jenis sensorineural ini terjadi akibat kerusakan struktur di koklea yaitu kerusakan pada sel-sel rambut di alat Korti. GPAB dapat terjadi mulai ringan sampai berat akibat pajanan bising yang berlangsung lama, yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut juga terjadi bertahap, perlahan-lahan sehingga tidak disadari oleh para pekerja (Ferrite & Santana, 2005; Hong & Samo, 2007; Daniel, 2007). Pada tahap yang berat dapat mengganggu komunikasi, sehingga mempengaruhi kehidupan sosialnya. GPAB ini bersifat menetap dan tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu pencegahan sangat penting (Attarchi, et al, 2010; Bashiruddin, 2010).

Kemajuan dalam bidang teknologi sejak tiga dekade terakhir ini menyebabkan peningkatan bahaya bising baik dalam jumlah, intensitas, kecepatan dan jumlah orang yang terpajan bising, terutama di negara industri dan negara maju (Nandi & Dhatrak, 2008; Ketabi & Barkhordari, 2010). Penelitian-penelitian yang dilakukan secara terpisah-pisah, menunjukkan prevalensi terjadinya gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja berkisar antara 10-30%. Masalah yang dihadapi adalah


(27)

banyak perusahaan sebagai sektor formal yang belum melakukan Program Konservasi Pendengaran, sebagai perlindungan terhadap pekerjanya, sehingga risiko terjadinya gangguan pendengaran pada pekerja akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala, antara lain adalah kurangnya kesadaran para pekerja tentang bahaya timbulnya gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja (Mallapiang, 2008; Bashiruddin, 2010).

2.4 Bising

Bising memiliki pengertian baik secara fisik, fisiologidan psikologi yang masing-masing berbeda. Secara fisik bising merupakan bunyi kompleks yang memiliki periodisitas yang kecil atau tidak sama sekali yang dapat diukur atau dianalisa. Secara fisiologi dapat diartikan sebagai signal yang tidak memiliki informasi dan memiliki berbagai intensitas yang acak. Sedangkan secara psikologi bising merupakan bentuk suara atau bunyi apapun tanpa memandang jenis gelombangnya, dimana bunyi tersebut mengganggu atau tidak dikehendaki (Atmaca, Peker & Altin, 2005; Seidman & Standring, 2010)

Bising sama seperti bunyi, memiliki durasi tertentu, spektrum frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz), intensitas diukur dalam Sound Presure Level dengan satuan besaran yang dinyatakan dalam desibel (dB).

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas (Buchari,2007):

1. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut.

2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz).

3. Bising intermitten. Bising disini tidak terjadi secara terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang.


(28)

4. Bising impulsif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengaran.

5. Bising impulsif berulang. Sama dengan bising impulsif, hanya saja disini terjadi secara berulang-ulang.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999 memperlihatkan tentang nilai ambang batas faktor fisik dalam lingkungan kerja, termasuk didalamnya tentang kebisingan (Keputusan Menteri Tenaga Kerja, 1999). Intensitas bising dan waktu paparan perhari dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Intensitas Bunyi dan Waktu Paparan yang Diperkenankan (Keputusan Menteri Tenaga Kerja, 1999).

Intensitas Bising (dB)

Waktu paparan perhari (jam)

85 8

87,5 6

90 4

92,5 3

95 2

100 1

105 ½

110 ¼

2.5 Patogenesis dan Histopatologi

Mekanisme dasar terjadinya GPAB merupakan kombinasi dari faktor mekanis dan metabolik yakni adanya paparan bising kronis yang merusak sel rambut koklea dan perubahan metabolik yang menyebabkan hipoksia akibat vasokontriksi kapiler oleh karena bising (Ferrite & Santana, 2005). Gangguan pendengaran akibat bising juga merupakan interaksi dari faktor lingkungan dan faktor genetik (Laer, et al, 2006).

Penilaian GPAB secara histopatologi menunjukkan adanya kerusakan pada alat korti di koklea terutama sel-sel rambut. Kerusakan yang terjadi pada struktur organ tertentu bergantung pada intensitas dan lama paparan. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar seperti stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kaku. Dengan bertambahnya


(29)

Gambar 2.1. Kerusakan Alat Korti karena Paparan Bising: (a) alat korti normal; (b) sel rambut luar tampak menghilang; (c) sel rambut luar dan dalam menghilang dan struktur penunjang kolaps; (d) Keseluruhan alat korti kolaps. (Maltby, 2005)

intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia, kerusakan pada stria vaskular, kolaps sel-sel penunjang, hilangnya jaringan fibrosit dan kerusakan serabut saraf (Daniel, 2007; Kujawa & Liberman, 2009).

2.5.1 Kerusakan sel-sel rambut koklea

Paparan bising secara primer akan merusak sel-sel rambut koklea. Pada awalnya kerusakan terjadi pada sel-sel rambut luar, namun jika paparan bising terus berlanjut kerusakan dapat merusak sel-sel rambut dalam. Pada kasus-kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan total dari sel-sel organ korti (Gambar 2.1, 2.2, 2.3). Daerah yang paling sering mengalami kerusakan biasanya sekitar 10-30 mm dari tingkap bundar (Gambar 2.4). Daerah inilah frekuensi antara 3-6 kHz diterima, dimana dapat dijelaskan pada frekuensi 4 kHz sering terjadi takik yang menggambarkan gangguan pendengaran akibat bising (Maltby, 2005).


(30)

Gambar 2.2. Kerusakan Minimal pada Sel-sel Rambut Luar (Maltby, 2005)

Gambar 2.3. Kerusakan Sel-sel Rambut Luar yang Luas dan Minimal pada Sel-sel Rambut Dalam (Maltby, 2005)


(31)

Gambar 2.4. (A) Telinga; (B) Daerah Koklea yang Paling Sering Mengalami Kerusakan Akibat Paparan Bising (Kurmis, 2007)

2.6 Gejala

Dampak bising akan menyebabkan hilangnya pendengaran yang bisa disertai dengan tinitus. Berat gangguan pendengaran berhubungan dengan keparahan tinitus. (Mazurek, et al, 2010). Biasanya gangguan pendengaran akibat bising ini diketahui dengan adanya penurunan kemampuan berkomunikasi (seringnya dikenali oleh anggota keluarga atau orang-orang terdekatnya) dan kegiatan sehari-hari seperti menonton televisi dan penggunaan telepon.


(32)

Secara klinis gangguan pendengaran akibat bising menunjukkan penurunan pengenalan suara pada frekuensi tinggi. Hal ini dapat menyebabkan penderita malah jatuh pada perasaan terisolasi dan depresi dari lingkungan sekitar daripada mencari pengobatan untuk pendengaran. GPAB bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral (Humann, et al, 2011).

Derajat ketulian menurut ISO:

1. Normal : peningkatan ambang batas antara 0 -<25 dB 2. Tuli ringan : peningkatan ambang batas antara 26-40 dB 3. Tuli sedang : peningkatan ambang batas antara 41-55 dB 4. Tuli sedang berat : peningkatan ambang batas antara 56-70 dB 5. Tuli berat : peningkatan ambang batas antara 71-90 dB 6. Tuli sangat berat : peningkatan ambang batas antara >90 dB

2.7 Pengaruh Paparan Bising

Bising berpengaruh terhadap tenaga kerja, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain gangguan pendengaran, gangguan fisiologi serta gangguan psikologi (Nadya, et al, 2010).

Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot (Penney & Earl, 2004; Atmaca, Peker & Altin, 2005; Mallapiang, 2008). Efek fisiologi tesebut dapat disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi spontan (Bashiruddin, 2010).

Gangguan psikologi dapat berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan melelahkan. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan komunikasi dan


(33)

gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan tenaga kerja (Cook & Hawkins, 2006; Huboyo, 2008).

Pengaruh bising pada timbulnya gangguan pendengaran telah banyak ditelti (Moller, 2006). Secara klinis paparan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi antara lain:

a. Adaptasi yang merupakan respon kelelahan akibat rangsangan adalah keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar pada telinga yang segera terjadi akibat paparan bising. Pada paparan dengan intensitas kurang dari 70 dB pemulihan dapat terjadi dalam 0,5 detik (Alberti, 2002).

b. Peningkatan Ambang Dengar Sementara (Temporary Treshold Shift)

Peningkatan ambang dengar sementara merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat paparan bising dengan intensitas yang cukup tinggi secara perlahan-lahan, biasanya diawali pada frekuensi 4000 Hz. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam, bahkan sampai beberapa hari setelah paparan (Alberti, 2002).

c. Peningkatan Ambang Dengar Menetap (Permanent Treshold Shift) Peningkatan ambang dengar menetap terjadi akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat (eksplosif) atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea antara lain kerusakan organ korti, sel-sel rambut dan stria vaskularis (Alberti, 2002).

Saat ini sangat diyakini bahwa proses terjadinya GPAB berawal dari peningkatan ambang dengar sementara dimana dapat terjadi pemulihan setelah bebas dari paparan bising. Oleh karena itu diasumsikan bahwa gangguan pendengaran yang terjadi pun sifatnya juga sementara, kecuali jika terjadi paparan bising berulang dan dalam jangka waktu yang lama, maka terjadi peningkatan ambang dengar secara menetap dan akhirnya


(34)

menyebabkan terjadinya GPAB secara menetap pula (Olaosun, et al, 2014).

Efek pertama paparan bising berupa peningkatan ambang dengar sementara yang diartikan sebagai peningkatan ambang dengar rata-rata sebesar 10 dB atau lebih pada frekuensi 2000, 3000, dan 4000 Hz. GPAB yang terjadi secara menetap sering disertai gejala tinitus, dimana terjadi peningkatan secara dominan pada frekuensi tinggi (3000-6000Hz) dengan efek paling besar pada frekuensi 4000 Hz. GPAB yang menetap bersifat ireversibel dan semakin memburuk jika paparan terhadap bising terus berlanjut (Elsawaf, et al, 2014).

Patofisiologi terjadinya GPAB adalah merupakan dampak rusaknya struktur telinga dalam khususnya stereosilia dari sel-sel rambut membarana basilaris koklea, terutama pada daerah basal , yang akhirnya menyebabkan terjadinya kematian sel. Hal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan ambang dengar sementara dan menetap. Progresifitas GPAB dapat melalui dua tahap, yaitu peningkatan ambang dengar sementara dan menetap (Sareen & Singh, 2014).

2.7.1 Tekanan darah

Tekanan darah menunjukkan keadaan dimana tekanan yang dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga berarti kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah. Tekanan darah juga sering disebut sebagai suara dimana detak jantung pertama kali didengar dengan bantuan alat stetoskop. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti berikut : 120/80 mmHg, angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi, yang biasa disebut tekanan darah sistolik. Angka 80 mmHg menunjukkan ketika jantung sedang berelaksasi disebut tekanan darah diastolik (Ganong, 1999).


(35)

Hingga saat sekarang alat ukur yang masih akurat digunakan untuk mengukur tekanan darah secara tidak langsung ialah sphygmomanometer

air raksa. Kadang-kadang dijumpai sphygmomanometer dengan pipa air raksa yang letaknya miring terhadap bidang horizontal (permukaan air) dengan maksud untuk memudahkan pembacaan hasil pengukuran oleh pemeriksa. Satuan tekanan darah standar, tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa telah dipakai sebagai rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah (Singgih,1995).

Joint National Committee (JNC) VII membuat klasifikasi tekanan darah seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII,2004). Klasifikasi Tekanan

Darah (TD)

TD Sistolik (mmHg)

TD Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99 Hipertensi derajat 2 > 160 atau >100

Mekanisme terjadinya peningkatan tekanan darah karena kebisingan belum sepenuhnya terjelaskan, namun hal ini mungkin disebabkan karena katekolamin yang dilepaskan dari medula adrenalis sebagai hasil aktivasi sistem adrenergik, efek kelenjar suprarenal, angiotensin dan efek langsung bising pada dinding pembuluh darah arteri yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Stimulasi yang disebabkan kebisingan melalui sistem saraf simpatis menyebabkan kenaikan tekanan darah oleh karena meningkatnya tahanan pembuluh darah perifer dan kontraktilitas otot jantung. Stimulasi kebisingan yang terjadi secara berulang dapat menyebabkan perubahan struktur pembuluh darah berupa penyempitan pembuluh darah perifer sehingga elastisitas


(36)

semakin berkurang dan akhirnya menghasilkan peningkatan tekanan pada pembuluh darah secara permanen (Shinghal, et al, 2009).

2.8 Diagnosis GPAB

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri (Bashiruddin & Soetirto, 2007).

Anamnesis pernah atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih.pada pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai adanya kelainan. Pada pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil rinne tes positif, weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan tes schwabah memendek. Kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (Bashiruddin & Soetirto, 2007; Nandi & Dhatrak, 2008).

2.8.1 Audiometri nada murni

Audiometri nada murni merupakan suatu pemeriksaan sensitivitas/ ketajaman pendengaran seseorang dengan menggunakan stimulus nada murni (bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi). Secara umum ada 3 metode yang digunakan yaitu (a) manual audiometry (conventional audiometry); (b) automatic audiometry (Bekesy audiometry); dan (c) computerized audiometry (ASHA, 2005; Margolis & Morgan, 2008).

Prinsip dari suatu audiometer memberikan signal bunyi pada intensitas yang bervariasi dengan frekuensi yang berbeda (250Hz, 500Hz, 1000Hz, 2000Hz, 4000Hz, dan 8000Hz) ke dalam headphones yang digunakan untuk pemeriksaan pendengaran (HSA,2007). Hal yang harus diperhatikan antara lain kalibrasi peralatan, dan digunakan pada ruangan yang sesuai sehingga didapat hasil tes yang akurat (ASHA, 2005).


(37)

2.8.2 Penentuan ambang dengar Persiapan

Karyawan perlu diberitahu akan rencana pemeriksaan audiometri, sehingga mereka dapat memiliki waktu istirahat untuk menghindari lingkungan bising (kelab malam, konser musik dan lain-lain) minimal 16 jam sebelum pemeriksaan. Namun pada kenyataannya hal ini akan sulit. Sebelum melakukan tes audiometri secara umum dilakukan wawancara ada tidaknya riwayat kelainan pada telinga, kemudian pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan dimulai pada telinga yang lebih baik pendengarannya.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap penilaian ambang dengar manual antara lain (a) instruksi kepada karyawan, (b) respon terhadap arahan, dan (c) interpretasi audiologis terhadap sikap respon karyawan selama pemeriksaan.

Prosedur dasar untuk menentukan ambang dengar terdiri dari:

a) Familiarisasi (membiasakan diri) terhadap signal pemeriksaan. Hal ini bertujuan untuk memastikan audiologis bahwa pasien mengerti dan dapat merespon arahan yang diberikan dengan cara memberikan signal dengan intensitas yang cukup menimbulkan respon yang jelas.

b) Penentuan ambang dengar. Prosedur standar yang direkomendasikan pada pemeriksaan dengan menggunakan audiometri nada murni secara bertahap yang dimulai dengan signal yang tidak dapat didengar. Stimulis nada murni diberikan selama 1 – 2 detik. Ambang dengar didapat dengan menentukan bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga pasien.

2.8.3 Karakteristik audiometri pada tuli akibat bising

Pada pemeriksaan audiometri seperti pada gambar 2.5., GPAB memberikan gambaran yang khas yaitu notch (takik) berbentuk ‘V’ atau ‘U’


(38)

sering diawali pada frekuensi 4000 Hz, tapi kadang-kadang 6000 Hz, yang kemudian secara bertahap semakin dalam dan selanjutnya akan menyebar ke frekuensi didekatnya, dimana khasnya didapati perbaikan pada 8000 Hz. Hal inilah yang membedakannya dari prebiaskusis (HSA, 2007).

Gambar 2.5. Audiogram GPAB menunjukkan takik di frekuensi 4000 Hz (Vinodh & Vaeranna, 2010)

2.9 Penatalaksanaan dan Pencegahan

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising seperti sumbat telinga (earplug), tutup telinga (earmuff) dan pelindung kepala (helmet) (Bashiruddin & Soetirto, 2007).

Program pencegahan gangguan pendengaran atau Hearing Loss Prevention Program (HLPP) merupakan suatu program yang diterapkan di lingkungan tempat kerja untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran akibat paparan kebisingan pada pekerja. Program tersebut terdiri dari 7 komponen yaitu: identifikasi dan analisis sumber kebisingan, kontrol kebisingan dan kontrol administrasi, tes audiometrik berkala, APD


(39)

(Alat Pelindung Diri), motivasi dan edukasi pekerja,pencatatan dan pelaporan data; dan evaluasi program (Bashirudin, 2010).

2.10 Kerangka Teori

2.11 Kerangka Konsep

Keterangan:

= Variabel independen (bebas) = Variabel dependen (terikat

Intensitas Kebisingan (dB)

Diatas NAB (>85dB) Dibawah NAB (<85 dB)

Auditori Non- Auditori Tidak ada gangguan auditori

Gangguan Fisiologi

Gangguan Psikologi Kerusakan sel

rambut luar koklea Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Peningkatan: tekanan darah, denyut nadi, metabolisme basal, peristaltik usus, ketegangan otot

Gangguan: sulit tidur, emosional, komunikasi, konsentrasi

Usia

Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB)

Masa Kerja Pemakaian APD

Kebisingan


(40)

BAB 3

MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini adalah bersifat deskriptif dengan pendekatan studi potong lintang (cross sectional study).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juli 2013 sampai bulan Desember 2013.

3.3 Populasi, sampel penelitian dan besar sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.2 Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah anggota populasi penelitian yang diperiksa oleh peneliti secara acak, bersedia ikut dalam penelitian serta memenuhi kriteria penelitian.

• Kriteria inklusi

1. Karyawan yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

2. Usia 18-56 tahun. 3. Masa kerja > 1 tahun.

4. Pada pemeriksaan THT rutin tidak dijumpai kelainan yang mempengaruhi fungsi pendengaran.


(41)

• Kriteria eksklusi

1. Ada riwayat penyakit telinga yang mempengaruhi sistem fungsi pendengaran.

2. Ada riwayat trauma kepala, trauma akustik yang mempengaruhi fungsi pendengaran.

3. Ada riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang dibawa sejak lahir.

4. Ada riwayat penyakit sistemik seperti : DM, Hipertensi, Malaria dan lain-lain, yang dapat menyebabkan tuli sensorineural.

5. Ada riwayat mendapat obat ototoksik (asam salisilat, kanamisin, dan streptomisin).

3.3.3 Besar sampel

Penentuan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus (Tana, 2002). Pada penelitian sebelumnya proporsi gangguan pendengaran pada karyawan di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum., sehingga kami mengambil proporsi tuli akibat bising WHO yaitu 16% (McCullagh, et al, 2011; Yiin, et al, 2011;).

=

�∝2 ×2� ×�

Zα = deviat baku alfa = 5% = 1,96 Q = 1- P

P = proporsi kategori variabel yang diteliti = 16% = 0,84

d = presisi = 10%

Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 51,63  52 orang. Pada penelitian ini jumlah sampel sebanyak 60 orang.


(42)

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel dependen yaitu GPAB dan peningkatan tekanan darah; variabel independen yaitu intensitas bising, usia, masa kerja dan pemakaian APD.

3.5 Definisi Operasional

1. Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum adalah seluruh karyawan yang bekerja baik di bagian proses maupun yang bekerja di bagian non-proses di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

2. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang menimbulkan gangguan kesehatan manusia (Azizi, 2010).

3. Intensitas kebisingan adalah berdasarkan pengukuran gelombang suara dengan menggunakan alat sound level meter merk Larson Davis 720 SLM serial 0553 dan telah dikalibrasi, pada penelitian ini hasil ukurnya dikategorikan atas: <85dB dan >85dB (Tana,et al, 2002). 4. Kelainan audiogram adalah berdasarkan pemeriksaan pendengaran

terhadap karyawan dengan menggunakan alat audiometer merk Rexton D67 dan telah dikalibrasi, pada penelitian ini hasil ukurnya dikategorikan atas: GPAB dan Tidak GPAB. Hasil pengukuran audiometri diambil pada sisi telinga yang lebih berat derajat GPAB-nya. Hasil GPAB dibagi menurut ISO:

1. Tuli ringan : peningkatan ambang batas antara 26-40 dB 2. Tuli sedang : peningkatan ambang batas antara 41-55 dB 3. Tuli sedang berat : peningkatan ambang batas antara 56-70 dB 4. Tuli berat : peningkatan ambang batas antara 71-90 dB 5. Tuli sangat berat : peningkatan ambang batas antara > 90 dB 5. Keluhan tinitus adalah keluhan subjektif berupa telinga berdenging


(43)

6. Pemakaian APD pendengaran adalah penggunaan alat penutup telinga pada karyawan PKS, pada penelitian ini pengukurannya dikategorikan atas: Pakai APD dan Tidak Pakai APD.

7. Usia adalah periode waktu yang dimiliki seseorang setelah terjadi lahir hidup dinyatakan dalam angka tahun sampai dengan penelitian ini dilaksanakan, pada penelitian ini dikategorikan atas: < 35 tahun dan > 35 tahun (Mallapiang, 2008).

8. Masa kerja adalah lamanya waktu yang digunakan untuk bekerja terhitung dari mulainya karyawan bekerja di bagian proses dan atau non-proses sampai pada penelitian ini dilakukan yang dinyatakan dalam satuan tahun, pada penelitian ini dikategorikan atas: <10 tahun dan >10 tahun (Tana, et al, 2002).

9. Peningkatan tekanan darah adalah naiknya tekanan darah sesudah kerja dibandingkan sebelum kerja. Tekanan darah adalah kekuatan darah mengalir di dinding pembuluh darah yang keluar dari jantung (pembuluh arteri) dan yang kembali ke jantung (pembuluh balik) yang diukur dengan menggunakan tensimeter (sphygmomanometer) yang dinyatakan dalam satuan mmHg (Ganong,1999).

3.6 Bahan dan Alat Penelitian 1. Kuisioner penelitian. 2. Lampu kepala.

3. Spekulum telinga merek Hartmann. 4. Otoskop merek Reister.

5. Larutan Peroksida 3 % (H2O2

6. Alat penghisap (suction) merek Thomas Medipump tipe 1132 GL.

3%).

7. Kanul penghisap nomor 6 dan 8 tipe Fergusson. 8. Spekulum hidung merek Renz.

9. Spatel lidah.


(44)

11. Pengait serumen.

12. Audiometer merek Rexton tipe D67 dan telah dikalibrasi. 13. Sound level meter merek Larson Davis 720 SLM serial 0553

dan telah dikalibrasi.

14. Tensimeter air raksa merek Riester, Jerman, tipe 0124 dan telah dikalibrasi.

15. Stetoskop merek Litmann.

3.7 Cara Kerja

Responden terlebih dahulu mengisi kuesioner yang telah disediakan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik THT dengan menggunakan lampu kepala, spekulum, spatel lidah dan otoskop. Jika terdapat serumen, dilakukan pembersihan liang telinga dengan menggunakan pengait serumen, kapas lidi, larutan peroksida 3 % dan alat penghisap. Dari hasil kuesioner dan pemeriksaan fisik THT, responden yang memenuhi kriteria inklusi diperiksa tekanan darah 15 menit sebelum bekerja dengan menggunakan tensimeter air raksa merek Riester tipe 0124 dan diperiksa pendengarannya dengan menggunakan audiometer nada murni merek Rexton Type D67 dengan menggunakan frekuensi 125 – 8000 Hz untuk hantaran udara dan 250 – 4000 Hz untuk hantaran tulang. Selanjutnya 15 menit setelah bekerja tekanan darah responden kembali diperiksa. Derajat ketulian ditentukan dengan mengukur nilai rata-rata ambang pendengaran pada frekuensi percakapan (500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 4000 Hz) terhadap skala ISO (Bashiruddin, et al, 2008); tekanan darah diklasifikasikan menurut JNC VII (JNC VII,2004).

3.8 Analisis Data

3.8.1 Analisis univariat

Hasil penelitian dideskripsikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan analisis prosentase meliputi: umur, tingkat pendidikan,status


(45)

perkawinan,tempat kerja, jenis tugas, masa kerja, gangguan pendengaran akibat bising, keluhan tinitus dan pemakaian APD pendengaran.

3.8.2 Analisis bivariat

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terikat terhadap variabel bebas dengan menggunakan uji statistik Chi-Square (Uji X2

1. Hubungan usia terhadap terjadinya GPAB.

), sedang tabel silang untuk mengetahui distribusi frekuensi antar variabel yang akan diteliti, meliputi:

2. Hubungan masa kerja terhadap terjadinya GPAB.

3. Hubungan intensitas kebisingan terhadap terjadinya GPAB.

4. Hubungan pemakaian APD Pendengaran terhadap terjadinya GPAB.

5. Hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah.

Prosedur untuk menentukan Rasio Prevalensi (RP):

a) RP = 1 : usia, masa kerja, intensitas kebisingan dan pemakaian APD bukan merupakan faktor risiko gangguan pendengaran akibat bising. b) RP > 1 : usia, masa kerja, intensitas kebisingan dan

pemakaian APD merupakan faktor risiko gangguan pendengaran akibat bising.

c) RP < 1 : usia, masa kerja, intensitas kebisingan dan pemakaian APD merupakan faktor protektif gangguan pendengaran akibat bising. Tabel 2x2 :

GANGGUAN PENDENGARAN Ada Tidak Jumlah FAKTOR

RISIKO

Ya a b a + b


(46)

Untuk menghitung RP dengan menggunakan rumus:

a c

RP = :

( a + b) ( c + d) RP = rasio prevalensi

a = subjek dengan faktor risiko dan efek positif

b = subjek dengan faktor risiko positif dan efek negatif c = subjek dengan faktor risiko negatif dan efek positif d = subjek dengan faktor risiko dan efek negatif


(47)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum mulai bulan Juli 2013 sampai bulan Desember 2013. Sampel dikumpulkan sebanyak 60 orang yang memenuhi kriteria penelitian.

4.1 Hasil Analisis Univariat

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, pengukuran intensitas kebisingan dan pemeriksaan pendengaran karyawan didapat gambaran karakteristik responden sebagai berikut:

4.1.1 Karakteristik responden

Karyawan yang terpilih sebagai sampel banyaknya 60 orang dan semua berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik umur, pendidikan, status perkawinan, tempat kerja, jenis tugas, pajanan bising dan masa kerja terlihat pada Tabel 4.1.


(48)

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden (n=60)

Variabel Jumlah Persentase Umur

- <35 tahun 20 33,33

- >35 tahun 40 66,67

Rata-rata 39

Tingkat pendidikan

- SD 10 16,67

- SMP 3 5,00

- SMA 44 73,33

- Akademi/PT 3 5,00

Status perkawinan

- Belum menikah 5 8,33

- Menikah 55 91,67

Tempat kerja

- Kantor 9 15,00

- Workshop 21 35,00

- Loading Ramp 3 5,00

- Boiler 3 5,00

- Thresing 3 5,00

- Waterplant 3 5,00

- Kernel 8 13,34

- Clarification 2 3,33

- Sterilizer 6 10,00

- Pressing 2 3,33

Jenis tugas

- Non-proses 30 50,00

- Proses 30 50,00

Masa kerja

- <10 tahun 30 50,00

- >10 tahun 30 50,00

Rata-rata 13,67

Sebagian besar 40 orang (66,67%) karyawan berusia diatas 35 tahun

dan yang berusia dibawah 35 tahun sebesar 33,33% dengan rata-rata 39 tahun. Pendidikan responden terbanyak SMA yaitu 73,33%, SD 16,67%, SMP 5,00% dan Akademi/Perguruan Tinggi 5,00%. Masa kerja responden


(49)

diatas 10 tahun sebesar 50% dan dibawah 10 tahun 50%, dengan rata-rata 13,67 tahun. Jenis tugas responden sebagai komponen proses sebesar 50% sedangkan sebagai komponen non-proses sebesar 50%.

4.1.2 Kebisingan lingkungan kerja

Tempat kerja yang dijadikan objek penelitian adalah kantor, workshop, loading ramp, boiler, thresing, waterplant, kernel, clarification, sterilizer,

pressing, dimana kantor dan workshop termasuk komponen

non-proses, sementara bagian lainnya merupakan komponen proses.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian berdasarkan Intensitas Bising

Jumlah Persentase ( n ) (%) < 85 dB 15 25,00

- Kantor (60 dB) - Waterplant (80 dB) - Loading Ramp (82,4 dB)

> 85 dB 45 75,00 - Workshop (85,1 dB)

- Sterilizer (85,2 dB) - Clarification (86,8 dB) - Pressing (87,2 dB) - Boiler (89 dB) - Thresing (90 dB) - Kernel (94,5 dB)

Jumlah 60 100

Tabel 4.2 menunjukkan intensitas kebisingan terendah didapatkan di kantor sebesar 60 dB dan tertinggi di unit kernel 94,5 dB. Terdapat 45 orang (75,00%) terpapar intensitas kebisingan >85 dB dan 15 orang (25,00%) yang terpapar intensitas kebisingan < 85 dB.


(50)

4.1.3 Hasil pengukuran audiometri

Tabel 4.3 Distribusi Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB) Jumlah Persentase ( n ) (%) GPAB (+) 21 35,00

- Tuli ringan (8)

- Tuli sedang (9)

- Tuli sedang-berat (2)

- Tuli berat (2)

- Tuli sangat berat (0)

GPAB (-) 39 65,00 Jumlah 60 100

Tabel 4.3. menunjukkan distribusi hasil pengukuran gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) dengan audiometri yaitu sebanyak 21 orang (35,00%) mengalami GPAB dan 39 orang (65,00%) tidak mengalami GPAB. Duapuluh satu karyawan yang mengalami GPAB semuanya mengalami GPAB di kedua telinga (kanan dan kiri) dengan derajat ketulian ringan 8 orang, sedang 9 orang, sedang-berat 2 orang, berat 2 orang dan tidak ada yang mengalami GPAB dengan derajat ketulian sangat berat. Hasil pemeriksaan audiometri ditunjukkan pada gambar 4.1.

(a) (b)

(c) (d)

Tuli Sedang (9)

Tuli Sedang-Berat (2) Tuli Ringan (8)

Tuli Berat (2)


(51)

4.1.4 Keluhan tinitus

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian berdasarkan Keluhan Tinitus

Jumlah Persentase

( n ) (%) Tinitus 11 18,33 Tidak Tinitus 49 81,67

Jumlah 60 100

Tabel 4.4. menunjukkan keluhan tinitus yang dialami karyawan, dimana terdapat 11 orang (18,33%) yang mengalami keluhan tinitus.

4.1.5 Pemakaian APD pendengaran

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian berdasarkan Pemakaian APD Pendengaran

Jumlah Persentase

( n ) (%) Pakai APD 36 60,00 Tidak pakai APD 24 40,00 Jumlah 60 100

Tabel 4.5. menunjukkan distribusi karyawan yang didasarkan pada pemakaian alat pelindung diri (APD) pendengaran yaitu 36 orang (60,00%) memakai APD dan 24 orang (40,00%) tidak memakai APD.

4.2 Hasil Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan menggunakan tabulasi silang yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, berdasarkan distribusi sel-sel yang ada. Untuk uji statistik yang digunakan


(52)

adalahUji X2

4.2.1 Hubungan antara usia dengan terjadinya GPAB

. Dikatakan ada hubungan yang bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p<0,05.

Hasil analisis hubungan usia dengan terjadinya GPAB dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6 Hubungan antara Usia dengan Terjadinya GPAB

Variabel

Gangguan Pendengaran

Jumlah RP p Ada Tidak

Usia

>35 tahun

18(45,00%) 22(55,00%) 40(100%)

3 0,022 <35

tahun

3(15,00%) 17(85,00%) 20(100%)

Jumlah 21(35,00%) 39(65,00%) 60(100%)

Tabel 4.6. menunjukkan bahwa terdapat 18 orang (45,00%) yang berusia >35 tahun mengalami GPAB dan 3 orang (15,00%) yang berusia <35 tahun mengalami GPAB.

Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara usia dengan terjadinya GPAB (p=0,022). Usia merupakan faktor risiko terjadinya GPAB (RP=3), karyawan yang berusia >35 tahun berisiko mengalami GPAB sebesar tiga kali dibandingkan karyawan yang berusia <35 tahun.


(53)

4.2.2 Hubungan antara masa kerja dengan terjadinya GPAB

Hasil analisis hubungan masa kerja dengan terjadinya GPAB dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7 Hubungan Masa Kerja dengan Terjadinya GPAB

Variabel

Gangguan Pendengaran

Jumlah RP p Ada Tidak

Masa Kerja

>10 tahun

19(63,33%) 11(36,67%) 30(100%)

9,5 0,001 <10

tahun

2(6,67%) 28(93,33%) 30(100%)

Jumlah 21(35,00%) 39(65,00%) 60(100%)

Tabel 4.7. menunjukkan bahwa terdapat 19 orang (63,33%) yang bekerja >10 tahun mengalami GPAB dan 2 orang (6,67%) yang bekerja <10 tahun mengalami GPAB.

Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan terjadinya GPAB (p=0,001). Masa kerja merupakan faktor risiko terjadinya GPAB (RP=9,5), karyawan dengan masa kerja >10 tahun berisiko mengalami GPAB sebesar 9,5 kali dibandingkan karyawan dengan masa kerja <10 tahun.


(54)

4.2.3 Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Terjadinya GPAB

Hasil analisis hubungan intensitas kebisingan dengan terjadinya GPAB dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.8 Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Terjadinya GPAB

Variabel

Gangguan Pendengaran

Jumlah RP p Ada Tidak

Intensitas Kebisingan

> 85 dB

20(44,44%) 25(55,56%) 45(100%)

6,67 0,008 < 85

dB

1(6,67%) 14(93,33%) 15(100%)

Jumlah 21(35,00%) 39(65,00%) 60(100%)

Tabel 4.8. menunjukkan bahwa terdapat 20 orang (44,44%) yang terpapar intensitas kebisingan >85 dB mengalami GPAB dan 1 orang (6,67%) yang terpapar intensitas kebisingan <85 dB mengalami GPAB. Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan terjadinya GPAB (p=0,008). Intensitas kebisingan merupakan faktor risiko terjadinya GPAB (RP=6,67), karyawan yang terpapar intensitas kebisingan >85 dB berisiko mengalami GPAB sebesar 6,67 kali dibandingkan karyawan yang terpapar intensitas kebisingan <85 dB.


(55)

4.2.4 Hubungan antara APD Pendengaran dengan Terjadinya GPAB Hasil analisis hubungan APD Pendengaran dengan terjadinya GPAB dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.9. Hubungan antara APD Pendengaran dengan GPAB

Variabel

Gangguan

Pendengaran Jumlah RP p Ada Tidak

Pemakaian APD Pendengaran

Tidak Pakai

15(62,5%) 9(37,5%) 24(100%)

3,75 0,001 Pakai 6(16,7%) 30(83,3%) 36(100%)

Jumlah 21(35,0%) 39(65,0%) 60(100%)

Tabel 4.9. menunjukkan bahwa terdapat 15 orang (62,5%) yang tidak memakai APD Pendengaran mengalami GPAB dan 6 orang (16,7%) yang memakai APD Pendengaran mengalami GPAB.

Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara APD Pendengaran dengan terjadinya GPAB (p=0,001). APD Pendengaran merupakan faktor risiko terjadinya GPAB (RP=3,75), karyawan yang tidak memakai APD Pendengaran berisiko mengalami GPAB sebesar 3,75 kali dibandingkan karyawan yang memakai APD Pendengaran.


(56)

4.2.5 Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah Sistolik

Hasil analisis hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah sistolik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.10. Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah Sistolik

Variabel

Peningkatan TD

Sistolik Jumlah RP p Ada Tidak

Intensitas Kebisingan

>85 dB

-Workshop 13 8 -Sterilizer 5 1 -Clarification 2 0

-Pressing 2 0 4 0,001

-Boiler 3 0

-Thresing 3 0

-Kernel 8 0

Jumlah 36

(80,0%) 9 (20,0%) 45 (100%) <85 dB

-Kantor 0 9

-Waterplant 1 2 -Loading

Ramp

2 1

Jumlah 3

(20,0%)

12 (80,0%)

15 (100%)

Jumlah 39

(65,0%) 21 (35,0%) 60 (100%)


(57)

Tabel 4.10. menunjukkan bahwa terdapat 36 orang (80%) yang terpapar intensitas kebisingan >85 dB mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dan 3 orang (20,0%) yang terpapar intensitas kebisingan <85 dB mengalami peningkatan tekanan darah sistolik.

Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah sistolik (p=0,001). Intensitas kebisingan merupakan faktor risiko terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik (RP=4), karyawan yang terpapar intensitas kebisingan >85 dB berisiko mengalami peningkatan tekanan darah sistolik sebesar empat kali dibandingkan karyawan yang terpapar intensitas kebisingan <85 dB.


(58)

4.2.6 Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah Diastolik

Hasil analisis hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.11. Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah Diastolik

Variabel

Peningkatan TD

Diastolik Jumlah RP p

Ada Tidak

Intensitas Kebisingan

>85 dB

-Workshop 9 12

-Sterilizer 5 1

-Clarification 2 0

-Pressing 2 0 12,8 0,001

-Boiler 3 0

-Thresing 3 0

-Kernel 8 0

Jumlah 32

(71,1%) 13 (28,9%) 45 (100%) <85 dB

-Kantor 0 9

-Waterplant 0 3 -Loading

Ramp

2 1

Jumlah 2

(13,3%)

13 (86,7%)

15 (100%)

Jumlah 34

(56,7%) 26 (43,3%) 60 (100%)


(59)

Tabel 4.8. menunjukkan bahwa terdapat 32 orang (71,1%) yang terpapar intensitas kebisingan >85 dB mengalami peningkatan tekanan darah diastolik dan 2 orang (13,3%) yang terpapar intensitas kebisingan <85 dB mengalami peningkatan tekanan darah diastolik.

Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah diastolik (p=0,001). Intensitas kebisingan merupakan faktor risiko terjadinya peningkatan tekanan darah diastolik (RP=12,8), karyawan yang terpapar intensitas kebisingan >85 dB berisiko mengalami peningkatan tekanan darah diastolik sebesar 12,8 kali dibandingkan karyawan yang terpapar intensitas kebisingan <85 dB.


(60)

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Univariat

Data yang diperoleh dianalisis secara univariat untuk mengetahui seberapa besar distribusi data atau gambaran secara keseluruhan terhadap responden yang ada pada setiap variabel yang berhubungan dengan GPAB.

Secara keseluruhan karyawan yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum dibagi menjadi beberapa unit tempat kerja yaitu bagian proses yang terdiri dari unit loading ramp, boiler, thresing, waterplant, kernel, clarification, sterilizer, pressing dan bagian non-proses yang bekerja di unit workshop dan kantor. Dalam penelitian ini karyawan yang dijadikan responden diambil dari unit kerja yang mempunyai intensitas kebisingan melebihi nilai ambang batas 85 dB (A) yaitu unit kerja workshop 21 orang (35,0%), sterilizer 6 orang (10,0%), clarification

2 orang (3,33%), pressing 2 orang (3,33%), boiler 3 orang (5,0%), thresing

3 orang (5,0%), kernel 8 orang (13,34%) dan dari unit kerja yang mempunyai intensitas kebisingan kurang dari nilai ambang batas 85 dB (A) yaitu unit kerja kantor 9 orang (15,0%), waterplant 3 orang (5,0%) dan

loading ramp 3 orang (5,0%), dengan prosentase masing-masing unit dihitung secara proporsional dengan jumlah tenaga kerja dimasing-masing unit.

Karyawan yang terpilih sebagai responden banyaknya 60 orang dan semuanya berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik umur, pendidikan, status perkawinan, tempat kerja, jenis tugas, pajanan bising dan masa kerja terlihat pada tabel 4.1. dan tabel 4.2. Sebagian besar 40 orang (66,67%) karyawan berusia diatas 35 tahun dan 20 orang (33,33%) berusia dibawah 35 tahun dengan rata-rata 39 tahun. Hasil analisis responden berdasarkan tingkat pendidikan, diperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan karyawan sudah cukup baik yaitu sebanyak 44 orang (73,33%) adalah SMA diikuti


(61)

SD sebanyak 10 orang (16,67,0%), SMP 3 orang (5,0%) dan akademi/ perguruan tinggi sebanyak 3 orang (5,0%), dimana kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan karyawan dalam melakukan pekerjaan dan pemahaman terhadap arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja.

Hasil analisis responden berdasarkan masa kerja adalah 30 orang (50,0%) mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun. Pengelompokan masa kerja diperlukan untuk mengetahui tingkat paparan atau pengaruh lamanya paparan kebisingan yang diterima tenaga kerja. Noise Induce Permanent Treshold Shift akan meningkat terus setelah masa kerja 10 tahun dan perubahan ini bukan disebabkan oleh penuaan namun disebabkan oleh pengaruh pemaparan terhadap kebisingan, sebagaimana dilaporkan oleh Tasbeh (1999) dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap 6 perusahaan di Jakarta (Arini, 2005). GPAB biasanya terjadi setelah masa pajanan 10-15 tahun pada frekuensi tinggi (4000 Hz dan 6000 Hz) namun hal ini sangat bergantung pada faktor individu dan lingkungan (Ketabi & Barkhordari, 2010).

Hasil analisis terhadap intensitas kebisingan lingkungan kerja diperoleh hasil 60 dB di unit kantor, 80,0 dB di unit waterplant, 82,4 dB di unit

loadingramp, 85,1 dB di unit workshop, sterilizer 85,2 dB, clarification 86,8 dB, pressing 87,2 dB, boiler 89 dB, thresing 90 dB, dan 94,5 dB di unit

kernel. Intensitas kebisingan diperoleh dengan mengambil hasil rata-rata dari pengukuran intensitas kebisingan di minimal tiga titik di setiap unit kerja, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan intensitas kebisingan yang diterima oleh setiap karyawan yang sangat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah mesin, jarak antara karyawan dengan mesin, posisi kerja, kondisi ruangan terbuka atau tertutup dan pengaruh kebisingan dari lingkungan sekitarnya (Maltby, 2005). Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki, besarnya variasi gangguan akibat kebisingan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kekerasan/intensitas suatu kebisingan (Arini, 2005).


(1)

Lampiran 3

PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN “Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran

Akibat Bising dan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit

Begerpang PT. PP. Lonsum”

Bapak/Ibu yang terhormat, nama saya dr. Wijaya Juwarna, Peserta Program Pendidikan Spesialis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk tesis saya yang berjudul:

“Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising dan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit

Begerpang PT. PP. Lonsum”

Dalam penelitian ini Bapak/Ibu akan menjalani wawancara, pemeriksaan tekanan darah, dan pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok rutin serta pemeriksaan pendengaran dengan memakai alat audiometer untuk mengetahui kondisi pendengaran Bapak/Ibu. Wawancara yang Bapak/Ibu ikuti berupa sekumpulan pertanyaan sederhana tentang pekerjaan yang berkaitan dengan kebisingan dan pengaruhnya terhadap Bapak/Ibu. Setelah wawancara Bapak/Ibu akan menjalani pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok rutin, kemudian pendengaran Bapak/Ibu diperiksa dengan suatu alat yang bernama audiometer. Pada pemeriksaan pendengaran Bapak/Ibu akan mendengar bunyi yang dikeluarkan oleh alat tersebut.jika bunyi terdengar Bapak/Ibu cukup menekan tombol yang telah disediakan. Hasil pemeriksaan akan dicatat di lembar pemeriksaan yang telah saya sediakan.

Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu atas kesediaannya menjadi Responden. Penelitian yang saya lakukan hanya untuk mengetahui apakah Bapak/Ibu mengalami gangguan


(2)

pendengaran akibat bising atau tidak dan semata-mata untuk penyusunan tesis saya dan tidak untuk keperluan yang lain.

Penelitian yang saya lakukan tidak membawa komplikasi atau dampak yang buruk bagi Bapak/Ibu. Dengan mengikuti penelitian ini, akan dapat ditentukan kondisi kesehatan telinga, hidung dan tenggorok Bapak/Ibu serta apakah Bapak/Ibu mengalami gangguan pendengaran akibat bising atau tidak. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan pencegahan jika terjadi gangguan pendengaran akibat bising.

Untuk keakuratan data dan informasi yang saya kumpulkan maka saya sangat berharap agar Bapak/Ibu bersedia memberikan jawaban yang sejelas-jelasnya sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu ketahui, alami dan rasakan sehubungan dengan judul penelitian saya.

Pada penelitian ini identitas Bapak/Ibu disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data Bapak/Ibu. Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila data Bapak/Ibu dipublikasi kerahasiaannya tetap dijaga.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa ada paksaan pihak manapun. Sebagai tanda terima kasih kami akan memberikan makan siang dan biaya ganti transportasi kepada Bapak/Ibu.

Mudah-mudahan informasi yang saya sampaikan sudah cukup jelas. Bila demikian saya harapkan Bapak/Ibu dapat membubuhkan tandatangan pada bagian bawah lembaran ini sebagai tanda persetujuan dan wawancara serta pemeriksaan akan segera kita mulai.

Bila ada keluhan setelah dilakukannya pemeriksaan, maka Bapak/Ibu dapat menghubungi saya di nomor 082162244888. Peneliti akan bertanggung jawab dan membantu mengatasi keluhan Anda.

Medan, 2013 Peneliti dr. Wijaya Juwarna


(3)

Lampiran 4

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama :

Umur : Alamat :

Menyatakan bahwa saya telah mengerti sepenuhnya atas penjelasan yang diberikan oleh dr. Wijaya Juwarna dari Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Dengan demikian saya bersedia mengikuti / menjalani seluruh prosedur pemeriksaan yang diperlukan untuk penelitian mengenai:

“Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising dan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit

Begerpang PT. PP. Lonsum”

Surat persetujuan ini saya tanda tangani dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan agar dapat dipergunakan bila diperlukan.

Medan, 2013

Peserta penelitian Peneliti


(4)

(5)

PERSONALIA PENELITIAN

1. Peneliti Utama

Nama : dr. Wijaya Juwarna

NRPTT : 02.1.0041317

Gol / Pangkat : -

Fakultas : Kedokteran

Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala Leher Waktu disediakan : 12 jam / minggu

2. Anggota Peneliti / Pembimbing

A. Nama : dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL

NIP : 140202219

Gol / Pangkat : IV B/ Pembina Tingkat I

Jabatan : Ketua Divisi Neurootologi Dept/SMF THT- KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan Fakultas : Kedokteran

Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT KL Waktu disediakan : 5 jam / minggu

B. Nama : Dr.dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL

NIP : 197906202002122003

Gol / Pangkat : IV A/Pembina

Jabatan : Ketua Program Studi Dept. THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan Fakultas : Kedokteran

Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala Leher Waktu disediakan : 5 jam / minggu1


(6)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Tempat/ Tanggal Lahir : Jenis Kelamin : Agama : Status Perkawinan : Nama Istri : Nama Anak :

Alamat :

dr. Wijaya Juwarna Belawan, 26 Mei 1980 Laki-laki

Islam Kawin

dr. Rizki Luly Ya Fatwa Pulungan Zaidan Azzikra Juwarna

Alya Azzahra Juwarna

Jln. Cimahi Barat No.1C Belawan

II. PENDIDIKAN FORMAL

1987 - 1993 : 1993 - 1996 : 1996 - 1999 : 1999 - 2005 :

2010 - sekarang :

SD Hang Tuah III Belawan SMP Hang Tuah I Belawan SMA Negeri 3 Medan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Asisten dokter (PPDS) THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan

III. KEANGGOTAAN PROFESI

2010 - sekarang : Anggota Muda PERHATI-KL Cabang Sumut