83
4.2.4. TPP dan Punishment
Punishment pada Pergub Kep. Babel No 22 Tahun 2014 belum didasarkan kepada obyektifitas pencapaian kinerja pegawai terhadap
beban kerjanya, tetapi baru didasarkan pada asumsi-asumsi rutinitas kegiatan pegawai sehari-hari. Idealnya, Tunjangan Kinerja Daerah yang
kelak akan diupayakan untuk direalisasikan mencantumkan juga reward bagi Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kinerja lebih baik dan berprestasi
lebih baik dari pada target-target yang telah ditetapkan. Pemberian reward yang objektif yang didasarkan kepada objektifitas
kenerja Pegawai Negeri Sipil yang berkinerja baik akan mendorong pertumbuhan motivasi peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil. Reward
akan memberikan dampak penguatan kinerja Pegawai Negeri Sipil, sedangkan punishment akan memberikan dorongan yang kuat bagi
Pegawai Negeri Sipil untuk berdisiplin terhadap berbagai ketetapan dan peraturan yang telah di tetapkan dan sedang diberlakukan. Penguatan
penerapan konsep reward dan punishment secara bersamaan dan objektif pada Sistem Tunjangan Kinerja Daerah diyakini akan mendorong
peningkatan kinerja Peagawai Negeri Sipil.
4.2.5. TPP dan Upaya Perusakan dan Memanipulasi Fungsi Alat Absensi Elektronik
Selama melakukan observasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, peneliti mendapatkan beberapa pernyataan dari responden yang
menyatakan bahwa telah terjadi upaya perusakan dan memanipulasi fungsi alat absensi elektronik yang terpasang. Namun peneliti tidak
mendapatkan data secara pasti pada instansi mana telah terjadi perusakan dan manipulasi fungsi alat absensi elektronik tersebut.
84
Bila memang perusakan ini telah terjadi, maka peneliti sangat menyayangkan dengan terjadinya hal tersebut. Peneliti menyayangkan hal
tersebut dikarenakan bahwa alat absensi elektronik tersebut dijadikan landasan utama dalam pengukuran kehadiran pegawai berdasarkan
validitas sidik jari pegawai yang melakukan absensi. Tingkat kehadiran yang didasarkan kepada absensi tersebut inilah yang akan dijadikan
landasan bagi pemberian besaran TPP yang akan diterima oleh pegawai. Namun para responden menyatakan bahwa tidak semua PNS di
lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menerima kehadiran alat absensi elektronik tersebut. PNS yang tidak menerima
kehadiran alat absensi elektronik tersebut dikarenakan kehadiran alat absensi elektronik tersebut ternyata menggangu kebiasaan ritme kerja
yang bersangkutan tentunya ritme kerja yang tidak disiplin dan tidak bersikap
komitmen terhadap
peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan.Para PNS yang tidak menerima kehadiran alat absensi
elektronik ini kemudian mencari cara untuk “mengakali” fungsi dari alat absensi elektronik tersebut agar kebiasaan dan ritme kerja mereka tidak
terganggu dan dapat berperilaku seperti biasanya. Para responden menyatakan bahwa ada beberapa hal yang
dilakukan oleh para PNS yang tidak disiplin tersebut. Diantara yang peneliti dapatkan berdasarkan pernyataan para responden adalah:
1. Perusakan alat absensi elektronik. Perusakan ini dilakukan
dengan beberapa cara. Cara yang paling ringan adalah dengan memburamkan kaca pemindai sidik jari. Sedangkan cara yang
paling berat adalah dengan merusak alat sidik jari tersebut. Cara yang paling ringan, yakni memburamkan kaca pemindai
sidik jari dengan menggunakan cairan seperti minyak untuk memburamkan kaca pemindai sidik jari tersebut. Kaca pemindai
yang buram akan mengakibatkan alat absensi elektronik tersebut tidak dapat memindai sidik jari dengan baik. Sehingga
85
dengan tidak berfungsinya alat tersebut, maka absensi akan dilakukan secara manual. Dengan diberlakukannnya absensi
secara manual, maka para responden menyatakan bahwa PNS yang tidak berdisiplin tersebut akan dengan leluasa mengakali
absensi manual tersebut, seakan-akan PNS yang tidak berdisiplin tersebut datang dan pulang tepat waktu. Pada
kenyataannya, PNS yang tidak berdisiplin tersebut menitipkan absensinya kepada orang-orang tertentu yang mau dititipi
mengabsenkan PNS yang tidak berdisiplin tersebut.
2. Memanipulasi fungsi alat absensi elektronik. Berdasarkan
wawancara yang peneliti lakukan dengan para responden, peneliti mendapatkan beberapa modus untuk mengakali fungsi
pemindaian sidik jari absensi PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Salah satu modus yang
dilakukan adalah dengan menitipkan absensi sidik jari dengan menitipkan absensi kepada office boy. Office boy ini ditugaskan
untuk mengabsenkan PNS yang menitipkan absensi tersebut dengan menggunakan sidik jari office boy tersebut setiap
harinya dengan tepat waktu. Sidik jari office boy tersebut didaftarkan kepada mesin absensi elektronik tersebut dengan
menggunakan identitas PNS yang menitipkan tersebut. Dengan demikian ketika office boy tersebut memindai sidik jarinya,
maka seolah-olah PNS yang menitipkan absennya tersebut telah melakukan absensi. Menurut para responden, seorang
office boy bisa mengabsenkan PNS lebih dari 1orang, bahkan ada yang hingga 9 orang berarti 10 sidik jari office boy tersebut
terdaftar pada mesin sidik jari tersebut untuk 10 identitas pegawai yang berbeda-beda.
Namun hingga saat laporan ini disusun, peneliti belum mendapatkan bukti konkrit pernyataan dari para responden tersebut.
86
Namun bila ini benar-benar terjadi, maka peneliti mengusulkan agar peran PPNS Penyidik Pegawai Negeri Sipil diperkuat untuk megungkap kasus-
kasus perusakan atau memanipulasi fungsi-fungsi alat absensi elektronik tersebut. Tindakan merusak atau memanipulasi alat absensi elektronik
merupakan tindak pidana yang dapat dipidanakan. Untuk tindakan perusakan alat absensi elektronik dapat
dikategorikan pelanggaran terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP pasal 170 tentang perusakan fasilitas umum. Pasal 170 KUHP
tentang pengrusakan fasilitas umum pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
“Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima
tahun enam bulan.” Dengan demikian maka tindakan perusakan fasilitas umum ini dapat diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima
tahun enam bulan. Namun terdapat pula perspektif lain mengenai perusakan barang milik
orang lain, seperti yang tercantum pada pasal 406 KUHP. Pasal 406 KUHP, berbunyi sebagai berikut:
1 Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2 Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat
digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Unsur-unsur dari Pasal 406 KUHP, yaitu: 1. Barangsiapa;
2. Dengan sengaja dan melawan hukum; 3. Melakukan perbuatan menghancurkan, merusakkan, membuat
tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu;
87
4. Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain
Apabila semua unsur dalam pasal tersebut terpenuhi, maka pelakunya dapat dihukum pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda
paling banyak Rp4.500,-.
Dalam peristiwa di atas, orang yang menyuruh melakukan memang bukan pelaku yang secara langsung melakukan tindak pidana. Akan tetapi dalam
hukum pidana, pihak yang dapat dipidana sebagai pelaku tidak terbatas hanya pada pelaku yang melakukan tindak pidana tersebut secara
langsung. Dalam hukum pidana, yang digolongkandianggap sebagai pelaku dader tindak pidana setidaknya ada 4 macam sebagaimana
diatur dalam Pasal 55 KUHP disarikan dari buku “Hukum Pidana” karangan Jan Remmelink, hal. 306-328, yaitu:
1. Mereka yang melakukan sendiri sesuatu perbuatan pidana plegen;
2. Mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu perbuatan pidana doen plegen;
3. Mereka yang turut serta bersama-sama melakukan sesuatu perbuatan pidana medeplegen; dan
4. Mereka yang dengan sengaja menganjurkan menggerakkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana uitloking.
Dalam hukum pidana juga dikenal pembantu suatu kejahatan
medeplighitige yang diatur dalam Pasal 56 KUHP yang menyatakan:
Dipidana sebagai pembantu medeplichtige suatu kejahatan: 1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan; 2. Mereka yang sengaja memberikan kesempatan, sarana atau
keterangan untuk melakukan kejahatan.
88
Dalam peristiwa perusakan atau manipulasi fungsi alat absensi elektronik dengan menyuruh orang lain untuk melakukannya, maka
mungkin ini termasuk ke dalam tindakan yang menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu perbuatan pidana doen plegen, dan orang tersebut
mendapatkan hukuman yang sama dengan pelaku yang secara langsung melakukan tindakan perusakan tersebut. Sehingga orang yang menyuruh
tukang tersebut untuk melakukan pengrusakan dapat dipidana seperti layaknya pelaku yang secara langsung melakukan tindak pidana
perusakan sesuai ketentuan Pasal 406 KUHP.
Sedangkan, untuk yang menerima upah, apabila dia tidak tahu bahwa perintah tersebut bertujuan untuk merusakkan sesuatu misalnya
seorang office boy mengira bahwa ia diperintah atasan memang harus menghancurkan atau membuang suatu dokumen karena memang tidak
terpakai lagi dikarenakan posisi atau pun bentuk dokumen yang sepertinya sudah berbentuk seperti sampah, maka dalam hal ini tidak ada
unsur kesengajaan untuk merusakkan sesuatu milik orang lain dengan cara yang melawan hukum. Tetapi, apabila office boy tersebut tahu bahwa
perintah tersebut dari awal memang untuk merugikan orang lain dengan cara merusakkan barang tersebut, maka ada unsur kesengajaan pada
tindakannya dan tukang tersebut dapat dipidana sebagai pelaku berdasarkan Pasal 406 KUHP.
Untuk tindakan memanipulasi alat absensi elektronik, peneliti menganggap ada upaya pelaku untuk melakukan tindakan yang melawan
hukum yang berlaku yang mengakibatkan kerugian negara. Bahkan tindakan office boy yang membantu mengabsenkan PNS yang tidak
berdisiplin tersebut dengan menggunakan sidik jarinya dapat dikenakan tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi ini berkaitan dengan tindakan office boy tersebut dalam mendukung upaya-upaya PNS yang tidak disiplin tersebut
untuk mengakali alat absensi elektronik, sehingga negara mengalami
89
kerugian diakibatkan negara membayar PNS yang tidak disiplin tersebut sesuai dengan absensi “yang telah diakali”. Dengan kata lain, negara
telah membayar tidak sesuai lebih besar dari pada kinerja PNS yang tidak disiplin tersebut. Tindakan Office boy dan PNS yang tidak disiplin
tersebut dapat dikenakan Pasal3 UU Tipikor yang berbunyi : ”Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang adapadanya karena jabatan atau
kedudukannya yang
dapat merugikan
keuangan Negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit RP.50.000.000,00 lima puluh juta
rupiah dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 satu miliar rupiah ” . Untuk Mengantisipasi dan melindungi alat absensi elektronik agar
tetap berfungsi dan terlindungi dari oknum-oknum yang bermaksud merusak bentuk dan fungsi alat absensi elektronik tersebut, maka peneliti
menyarankan agar difungsikannya Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS untuk melindungi, menyidik dan menegakkan hukum dan peraturan
daerah, terutama berkaitan dengan upaya-upaya perusakan alat absensi elektronik tersebut.
4.2.6. TPP dan Isu Politis