TPP dan Isu Politis

89 kerugian diakibatkan negara membayar PNS yang tidak disiplin tersebut sesuai dengan absensi “yang telah diakali”. Dengan kata lain, negara telah membayar tidak sesuai lebih besar dari pada kinerja PNS yang tidak disiplin tersebut. Tindakan Office boy dan PNS yang tidak disiplin tersebut dapat dikenakan Pasal3 UU Tipikor yang berbunyi : ”Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang adapadanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit RP.50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 satu miliar rupiah ” . Untuk Mengantisipasi dan melindungi alat absensi elektronik agar tetap berfungsi dan terlindungi dari oknum-oknum yang bermaksud merusak bentuk dan fungsi alat absensi elektronik tersebut, maka peneliti menyarankan agar difungsikannya Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS untuk melindungi, menyidik dan menegakkan hukum dan peraturan daerah, terutama berkaitan dengan upaya-upaya perusakan alat absensi elektronik tersebut.

4.2.6. TPP dan Isu Politis

Selama melakukan observasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung peneliti mendapatkan isu-isu yang berkembang di media massa berkaitan berkaitan dengan kondisi eksisting TPP Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang didasarkan dengan anggapan terlalu besarnya gap besaran tarif yang diberikan kepada Eselon 1 sejumlah Rp. 20.000.000,- dengan eselon-eselon yang lainnya. Isu ini kemudian mengemuka dan menjadi isu yang hangat dan menjadi opini publik baik di media massa cetak maupun di media massa di dunia maya, dimana hampir semua berita mengkritik terlalu besarnya gap besaran tarif yang diberikan kepada 90 Eselon 1 sejumlah Rp. 20.000.000,- dengan eselon-eselon yang lainnya. Berdasarkan hal tersebut peneliti mencoba menganalisis fenomena tersebut sebagai fenomena yang peneliti anggap dapat memperkaya kajian peneliti tentang Evaluasi Sistem Tunjangan Kinerja Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan observasi yang peneliti laksanakanan , peneliti menemukan bahwa isu ini berkembang didasarkan kepada beberapa hal, yakni: 1. Anggapan dari beberapa pihak mengenai terlalu besarnya gap besaran tarif yang diberikan kepada Eselon 1 sejumlah Rp. 20.000.000,- dengan eselon-eselon yang lainnya. 2. Besaran tarif TPP yang belum didasarkan kepada obyektifitas beban kerja dan progresifitas kinerja, tetapi baru didasarkan pada asumsi-asumsi subyektif yang berkembang dilingkungan para pembuat kebijakan Pergub Kep. Babel No 22 Tahun 2014. Dari responden didapatkan bahwa asusmsi subyektif penetapan besaran tarif TPP merupakan hasil benchmarking dengan TPP Provinsi Jawa Barat. Idealnya penentuan bersaran Tarif TPP mengikuti pedoman penetapan Kelas Jabatan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi Republik Indonesia Permenpan dan RB Nomor 39 Tahun 2013 tentang Penetapan Kelas Jabatan di Lingkungan Instansi Pemerintah ataupun mengikuti Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Perka BKN Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Perhitungan Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Berkaitan dengan isu yang menyebutkan Anggapan dari beberapa pihak mengenai terlalu besarnya gap besaran tarif yang diberikan kepada Eselon 1 sejumlah Rp. 20.000.000,- dengan eselon-eselon yang lainnya, Peneliti sadar bahwa tidak ada satu kebijakan pun yang tidak akan di timpa isu ataupun menjadi fokus perhatian dan pembicaraan masyarakat. 91 Hal ini merupakan sebuah konsekuensi logis dari realitas kebijakan publik yang pada dasarnya tidak dapat memenuhi dan mengakomodasikan seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Oleh sebab itulah maka peneliti menyarankan agar dalam penetapan suatu kebijakan, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyusun naskah akademik yang menjadi landasan imiah penetaapan kebijakan tersebut. Berkaitan dengan TPP yang diberlakukan, peneliti menyarankan agar sebaiknya disusun suatu naskah akademik yang dapat dijadikan landasan yang logis, rasional dan empiris mengenai besaran tarif TPP yang ditetapkan. Dengan disusunnya naskah akademis diharapkan dapat menjadi pelindung kebijakan Tambahan Penghasilan Pegawai TPP ataupun kebijakan Tunjangan Kinerja yang ditetapkan dari isu-isu yang kelak akan dihembuskan untuk menggugat kebijakan tersebut. 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan paparan yang telah peneliti sampaikan sebelumnya, maka peneliti memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan observasi dan interview yang kami lakukan,para responden menyatakan bahwa TPP yang saat ini diberlakukan belum dirasakan dampaknya terhadap peningkatan kinerja PNS. Akan tetapi walaupun dirasakan belum memberikan dampak peningkatan kinerja, TPP dirasakan telah memberikan peningkatan kesejahteraan bagi PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2. Besaran tarif TPP yang ditetapkan pada Pergub Kep. Babel No 22 Tahun 2014 ini disusun hanya berdasarkan asumsi-asumsi pangkat dan jabatan saja. Belum dilaksanakan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Perka BKN No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Perhitungan Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri Sipil.Oleh sebab itu peneliti berkesimpulan bahwa TPP ini baru sebatas kepada sifat kebijakan yang mendorong peningkatan kesejahteraan pegawai, serta belum menjadikan kinerja sebagai landasan pemikiran utamanya dalam rangka mendorong peningkatan kinerja PNS di lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal ini tercermin dari aturan-aturan yang di tetapkan dalam Pergub Kep. Babel No 22 Tahun 2014 yang terfokus kepada hukuman terhadap tingkat kehadiran PNS di lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, serta belum menjadikan aspek-aspek kinerja sebagai indikator pengukurannya. 3. Kami tidak mendapatkan naskah akademik maupun dokumen lain yang bersifat ilmiah yang menjadi dasar, pedoman serta metode