TKD di Pemda Provinsi Gorontalo

69 Besaran tarif TPP yang ditetapkan oleh masing-masing provinsi berbeda-beda. Besaran tarif TPP disesuaikan dengan kondisi keuangan dan asumsi-asumsi tertentu yang dianggap relevan oleh Pemerintah Provinsi yang bersangkutan. Berikut ini merupakan perbandingan TKD di Provinsi Gorontalo dengan Provinsi DKI Jakarta, Perbandingan ini merupakan hasil penelitian dari Bapak Wahyudi Kumorotomo yang berjudul: “ Tunjangan Kinerja Daerah TKD dan Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai: Kasus di Provinsi Gorontalo dan Provinsi DKI Jakarta”. Beliau adalah seorang Dosen Senior di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang memotret tentang realitas TKD di dua provinsi tersebut. Berikut ini adalah hasil penelitian yang beliau lakukan:

a. TKD di Pemda Provinsi Gorontalo

Tunjangan Kinerja Daerah Pemperintah Provinsi Gorontalo merupakan suatu model yang berhasil meningatkan kinerja pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Gorontalo. Pemerintah Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi yang telah berani dan berhasil melaksanakan reformasi sistem penggajian pegawai daerah dengan cara yang relatif radikal. Kebijakan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Gorontalo adalah pertama-tama dengan mengklasifikasikan honor-honor kegiatan dalam APBD yang biasanya diterima oleh setiap aparat mulai dari tingkat Gubernur, Kepala Dinas hingga tenaga kontrak atau honorer. Menstrukturkannya kemudian secara konsisten melaksanakan sistem tersebut. Sebagai sebuah provinsi pemekaran yang baru dibentuk pada tahun 2002 dengan gubernur pertamanya Fadel Muhammad. Apabila kita membandingkanya dengan provinsi lain di Indonesia, maka provinsi Gorontalo memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit yaitu hanya sekitar 900.000 jiwa. Sebagai sebuah provinsi pemekaran dengan 70 gubernur yang terkenal dengan latar belakang jejak rekam sebagai pengusaha yang sukses, Banyak terobosan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi Gorontalo dibawah prakarsa Gubernur Gorontalo tersebut.. Salah satunya yang berhasil adalah Provisni Gorontalo adalah sebagai Provisni yang memberlakukan TKD pertama kali di Indonesia. Proses yang dilakukan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam mebangun TKD adalah setelah mengklasifikasikan honor-honor kegiatan dalam APBD yang biasanya diterima oleh setiap aparat mulai dari tingkat Gubernur, Kepala Dinas hingga tenaga kontrak atau honorer, maka selanjutnya, pos-pos honor tersebut diubah menjadi skema Tunjangan Kinerja berdasarkan besaran yang ditentukan dengan berbagai variabel. Salah satu dasar pemikiran TKD di Provinsi Gorontalo adalah pada konsep Sistem Penggajian Berbasis Kinerja SPBK yang didasarkan kepada sistem yang dikeluarkan UNPAN Badan PBB yang mengurusi soal Administrasi Publik. Untuk menentukan indikator kinerja dan pengukurannya, benchmarking pun dilakukan oleh tim teknis Pemerintah Provinsi Gorontalo. Untuk mendukung SPBK kondisi keuangan daerah yang terdapat di dalam APBD juga dipelajari untuk mengukur kemampuan daerah dalam melaksanakan tunjangan kinerja. Inisiatif Gubernur dan jajaran Pemda Gorontalo mengenai TKD tersebut selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Gubernur No.45 tahun 2005. Pada awalnya Konsep tersebut ditanggapi banyak pihak secara skeptis dan menentang penghapusan honor-honor yang selama ini selalu diterima oleh para pegawai dalam setiap kegiatan mereka. Bahkan sebagian anggota DPRD meragukan bahwa penetapan TKD Provinsi Gorontalo tersebut akan berdampak efektif untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik. Namun walaupun ditanggapi secara skeptis dab diragukan efektifitasnya untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik di Provinsi 71 Gorontalo, konsep TKD terus dikonsultasikan dan dibahas secara intensif dengan para perumus kebijakan daerah untuk mendapatkan dukungan yang kuat. Didalam perjalanannya, sebagian anggota DPRD provinsi Gorontalo pada awalnya bersikap skeptis kemudian justru menyetujui dan mendukung pemberian TKD kepada aparat Pemerintah Provinsi Gorontalo. Namun dikarenakan dukungan dari legislatif tidak benar-benar bulat, maka produk kebijakan mengenai TKD selanjutnya tetap berada pada domain eksekutif, misalnya dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur No.8 tahun 2007. Tujuan utama dietapkannya TKD di provinsi Gorontalo adalah dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, dan kelangkaan profesi. Adapun Besaran TKD setiap tahun dapat berubah menyesuaikan dengan kemampuan keuangan Provinsi Gorontalo. TKD dibayarkan selambat- lambatnya tanggal 10 pada bulan berikutnya dari masa kinerja seorang pegawai. TKD tersebut dikenakan pajak penghasilan pasal 21 dari total tunjangan yang diterima. Tabel 4.5 menunjukkan skala TKD di Provinsi Gorontalo.. Tabel 4.5. TKD Provinsi Gorontalo No Jabatan Tunjangan Rp 1 Gubernur 12.500.000 2 Wakil Gubernur 10.000.000 3 Sekretaris Daerah Eselon I 9.000.000 4 Eselon IIA 6.500.000 5 Eselon IIB 4.500.000 6 Eselon III 2.500.000 7 Eselon IV 1.500.000 8 Fungsional Umum 1.000.000 9 Tenaga Kontrak 750.000 Sumber: Peraturan Gubernur Gorontalo No. 8 Tahun 2007. Hal menarik dari TKD di Gorontalo ialah keinginan yang benar- benar kuat dari pimpinan dan jajaran Pemda untuk terus mengaitkan 72 TKD benar-benar dengan ukuran kinerja yang objektif. Pada awalnya indikator yang dipakai tersebut hanya berupa presensi atau kehadiran pegawai. Namun setelah itu berjalan, Pemerintah Gorontalo terus mengupayakan agar TKD didasarkan kepada kinerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari pejabat struktural, staff, maupun tenaga kontrak dengan memperhitungkan peran nyata mereka dalam melaksanakan tugas-tugas teknis. Pada tabel 4.6 menunjukkan perkembangan perhitungan bobot yang menentukan besarnya TKD Provinsi Gorontalo.. Tabel 4.6. Perkembangan Dasar Perhitungan TKD Provinsi Gorontalo Tahun Disiplin Pencapaian Kinerja 2004 100 2005 60 40 2006 30 70 2007 dst 10 90 Sumber: Direktorat Penelitian dan Pengembangan, KPK, 2006 Untuk menilai komponen kehadiran pegawai, ada banyak indikator yang memiliki bobot yang berlain-lainan sebagai penentu besarnya TKD. Contohnya adalah dalam hal kehadiran ada kategori: 1. Terlambat datang TD, 2. Pulang cepat PC, 3. Tidak hadir tanpa ijin dan surat sakit TH-1, 4. Tidak hadir karena sakit atau ijin lebih dari 4 kali TH-2, 5. Tidak hadir karena Diklat Teknis dan Struktural TH-3, 6. Meninggalkan tugas selama jam kerja tanpa ijin MTJKTI, 7. Tidak mengikuti kegiatan kenegaraanrapatsenam TMKK, 8. Ketidakhadiran berterusan yang dikenai sanksi berdasarkan PP No.301980. Dengan demikian, setiap kemungkinan ketidakhadiran diperlakukan secara berlain-lainan dan kesemuanya menentukan bobot imbalan atau hukuman yang diterima oleh seorang pegawai. 73 Hasil yang diperoleh dari penerapan TKD di provinsi Gorontalo sangat mengesankan. Tingkat absensi atau kemangkiran pegawai dapat ditekan. Dalam banyak hal perubahan itu juga memberi dampak positif bagi produktivitas pegawai apabila ditinjau dari berbagai sektor pembangunan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial. Angka statistik Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di provinsi ini terhitung pada tahun 2000 masih mencapai 72,14, maka pada tahun 2003 angka tersebut menurun menjadi 34,25.Kemudian pada tahun 2004 angka tersebut turun kembali menjadi 33,29. Tentu saja perubahan yang terjadi tersebut ini bukan hanya disebabkan karena faktor pemberian TKD bagi para pegawai di provinsi Gorontalo. Kita harus memperhitungkan pula relitas Provinsi Gorontalo sebagai daerah pemekaran dengan hak atas DAU yang cukup besar bila dibandingakan dengan jumlah penduduknya relatif sedikit. Hal tersebut mungkin merupakan faktor yang bisa memberikan penjelasan dari perubahan yang terjadi. Namun secara umum dampak dari diberlakukannya TKD di Provinsi Gorontalo adalah bahwa semangat pegawai menjadi lebih tinggi serta berdampak kepada meningkatnya kinerja pelayan publik di Provinsi Gorontalo.. Pengalaman Provinsi Gorontalo tersebut dapat dijadikan suatu bukti bahwa ternyata dengan diberlakukannya TKD tidak dapat serta merta menghapus penyakit birokrasi pada PNS di Provinsi Grontalo. Persoalan yang masih menghinggapi birokrasi publik di provinsi Gorontalo adalah terkait dengan pola perilaku terhadap kegiatan proyek. Walaupun TKD telah diberikan dan tingkat presensi pegawai sudah dapat diperbaiki, namun pola perilaku berupa penggelembungan mark-up dana proyek masih saja berlaku. Dari survai antara tahun 2004 hingga 2007 yang dilaksanakan oleh gubernur sendiri untuk menyusun disertasinya, didapatkan fakta bahwa 49,3 dari para 74 pejabat berpendapat bahwa penggelembungan terhadap dana proyek ternyata masih saja terjadi. Sementara itu, kebiasaan para pegawai untuk menerima gratifikasi dari para warga pengguna jasa juga masih sangat sulit dihilangkan. Berdasarkan penelitian tersebut 43,6 responden pejabat menyatakan bahwa untuk berbagai macam jenis urusan dengan pemerintah daerah masih dibutuhkan gratifikasi. Mungkin inilah tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan dalam upaya menciptakan good governance di provinsi Gorontalo. Bila kita bandingkan antara TPP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan TKD Provinsi Gorontalo dapat dilihat pada tabel 4.7. sebagai berikut: Tabel 4.7. Perbandingan Tarif TPP Provinsi Kep. Bangka Belitung terhadap TKD Provinsi Gorontalo No. JABATAN STRUKTURAL FUNGSIONAL GOLONGAN RUANG BESAR TARIF TPP PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG Rp BESAR TARIF TKD PROVINSI GORONTALO Rp 1 GUBERNUR - 12.500.000 2 WAKIL GUBERNUR - 10.000.000 3 ESELON I 20.000.000,- 9.000.000 4 ASISTEN SEKERTARIS DAERAH ESELON II 10.000.000,- 5 ESELON II a 5.175.000,- 6.500.000 6 ESELON II b 4.398.750,- 4.500.000 7 FUNGSIONAL IVd - IVe D4S1S2S3 - 1.000.000 8 ESELON III 3.622.500,- 2.500.000 9 FUNGSIONAL IVa - IVc D4S1S2S3 - 1.000.000 75 10 ESELON IV 3.151.000,- 1.500.000 11 FUNGSIONAL IIIb - IIId D4S1S2S3 - 1.000.000 STAF 12 STAF GOLONGAN IV 2.213.750,- 13 STAF GOLONGAN III 1.627.500,- 14 STAF GOLONGAN II 1.200.000,- 15 STAF GOLONGAN I 1.070.000,- CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL 16 GOLONGAN III 1.302.000,- 17 GOLONGAN II 960.000,- 18 GOLONGAN I 850.000,- TENAGA KONTRAK 19 TENAGA KONTRAK - 750.000 Sumber: Hasil Olah Data Peneliti. Dari tabel di atas terlihat perbandingan diantara TPP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan TKD Provinsi Gorontalo. Terlihat perbedaan besaran tarif diantara keduanya, dimana TPP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki besaran tarif yang lebih besar di bandingkan dengan Provinsi Gorontalo. Alasan peneliti membandingkan besaran tarif TPP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Provinsi Gorontalo adalah dikarenakan Provinsi Gorontalo adalah Provinsi yang dianggap berprestasi dan berhasil menjadikan TKD sebagai instrumen untuk meningkatkan kinerja Pemerintah Provinsi Gorontalo. Hasil yang diperoleh dari penerapan TKD di provinsi Gorontalo peneliti anggap cukup mengesankan.Hal tersebut terlihat dari tingkat absensi atau kemangkiran pegawai dapat ditekan dan dalam banyak hal perubahan itu juga memberi dampak positif bagi produktivitas pegawai. Dari berbagai sektor pembangunan dasar seperti pendidikan, kesehatan 76 dan kesejahteraan sosial. Angka statistik menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di provinsi ini yang pada tahun 2000 masih mencapai 72,14, pada tahun 2003 sudah menurun menjadi 34,25 dan pada tahun 2004 menjadi 33,29. Tentu saja perubahan ini bukan hanya karena faktor pemberian TKD bagi para pegawai di provinsi Gorontalo. Kenyataan bahwa Provinsi Gorontalo merupakan daerah pemekaran dengan hak atas DAU yang cukup besar sedangkan jumlah penduduknya relatif sedikit, yakni 900.000 jiwa, mungkin merupakan faktor penjelas dari perubahan yang terjadi. Namun bahwa secara umum semangat pegawai menjadi lebih tinggi juga merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan. Berdasarkan perspektif peningkatan kinerja yang diakibatkan oleh TPP terhadap kinerja PNS di lingkungan Pemeritah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Isu yang kami dapatkan berkaitan dengan dampak TPP terhadap kinerja pegawai adalah pemberian TPP ternyata dirasakan rerponden tidak memberikan dampak terhadap peningkatan kinerja. Responden menyatakan bahwa pemberian TPP merupakan hal yang disambut baik dikarenakan memberikan tambahan penghasilan pegawai dan peningkatan kesejahteraan. Namun berkaitan dengan maksud dan tujuan ditetapkannya Pergub Kep. Babel No 22 Tahun 2014, yakni sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja dan disiplin pegawai, para responden menyatakan bahwa selain TPP,pegawai juga memerlukan kondusifitas dan stabilitas lingkungan kerja, serta kepastian jenjang karir dalam membangun kinerja dan karir pegawai. Hal yang perlu dicatat adalah isu rotasi dan mutasi pegawai merupakan isu yang dikemukakan oleh responden yang dianggap sebagai salah satu faktor utama pegawai enggan meningkatkan kinerjanya. Rotasi dan Mutasi yang terlalu sering serta tidak bisa diduga dianggap responden sebagai hal yang menyebabkan kinerja pegawai tidak optimal. 77 Pada tahun 2014 hingga bulan Agustus saja sudah terjadi 2 kali proses rotasi dan mutasi dijajaran Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Para responden berpendapat bahwa idealnya rotasi dan mutasi cukup 1 tahun sekali agar kinerja pegawai dan instansi dapat dibangun secara konsisten dalam 1 tahun masa anggaran, agar setiap kegiatan instansi yang dibangun dapat direncanakan dan diselesaikan secara konsisten dan tuntas dalam 1 tahun masa anggaran. Idealnya kajian mengenai dampak TPP terhadap Kinerja Pegawai dikaji dalam suatu kajian tersendiri yang lebih fokus dan mendalam. Berkaca dari kondisi organisasi Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung , maka peneliti mencatat satu halyang sangat penting untuk dipertimbangkan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah bahwa sebaik apapun pemberian TPP maupun TKD yang kelak akan diaplikasikan, ternyata diperlukan suatu prasyarat pendukung yang dianggap para responden sangat penting untuk dipenuhi. Prasyarat pendukung yang dianggap para responden sangat penting untuk dipenuhi tersebut adalah kondisi serta lingkungan kerja yang kondusif bagi pegawai, yang secara spesifik peneliti sangat menyarankan agar proses rotasi maupun mutasi pegawai benar-benar disandarkan kepada landasan yang rasional, logis, empiris serta objektif. Proses mutasi dan rotasi yang terlalu sering terjadi pada saat ini para responden anggap tidak memberikan iklim yang kondusif bagi pegawai untuk membangun karir dan kinerjanya. Karena proses mutasi yang terjadi saat ini sangat sering terjadi dan para responden anggap belum sepenuhnya didasarkan kepada landasan yang rasional, logis, empiris serta objektif.

b. TKD di Pemda Provinsi DKI Jakarta