45
B. Deskripsi Tekstural Pengalaman Marah Hanna
1. Latar belakang Hanna Data wawancara diambil saat Hanna belum menikah. Hanna berumur
24 tahun. Ia dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga Kristen. Sekarang ia sudah melayani selama 3 tahun sebagai pemuji dan penyambut jemaat di
salah satu gereja di Yogyakarta. Selain itu pekerjaan sehari-hari subjek adalah ibu rumah tangga. Selain melayani di gereja Hanna juga terlibat
dalam kegiatan gereja sebagai pemimpin sebuah persekutuan doa. Seorang pemimpin dalam persekutuan doa ini diwajibkan untuk memuridkan
anggotanya untuk semakin memahami ajaran Kristiani, pemimpin juga bertugas untuk memimpin doa dan pujian serta membagikan refleksi firman
yang didapat hari minggu dan refleksi firman yang didapat setiap hari. Hanna mengalami perasaan marah kepada temannya yang melanggar
komitmen yang sudah mereka buat bersama, saat itu Hanna mengalami intimidasi iblis untuk melampiaskan emosinya akan tetapi Hanna mampu
mengendalikan diri. Pengalaman marah yang lain adalah ketika berelasi dengan pasangannya, banyak proses yang harus dilalui agar mereka bisa
sepakat dalam banyak hal. Kepada pasangannya Hanna cenderung mengungkapkan kemarahannya namun menyesal apabila ungkapan
marahnya berupa kata-kata kutuk.
46
2. Kategori Hanna Berikut ini adalah kategorisasi yang didapat melalui proses
pembacaan data wawancara, konstitusi, dan transformasi. Tema-tema serupa pada kolom sebelah kanan membentuk kategori pada kolom di sebelah kiri.
Kondisi yang
menyebabkan marah
Orang yang melanggar komitmen, Iman yang sedang lemah, Marah pada
masalah yang berulang kali terjadi, Perkataan yang menyakitkan
Pencegahan pengulangan
kejadian yang tidak disukai Usaha untuk menasehati
Perasaan saat Marah Tidak sukacita dan damai sejahtera,
Heran karena teman dekatnya tega menyakiti hatinya, Heran dan marah
karena yang melanggar komitmen adalah anak Tuhan, Kecewa
Pikiran yang mengacu pada permasalahan
Merusak hubungan
pertemanan, Ekspresi
kemarahan hanya
akan memperburuk
keadaan, Mengendalikan
kemarahannya, Kesadaran untuk kontrol diri dalam
berinteraksi Pikiran yang mengacu pada nilai
Kristiani Merasa tidak berhak, Mengutamakan
untuk sabar, Menjaga hati, Tidak ingin perbuatannya merugikan orang lain,
Intimidasi
iblis, Intimidasi
menyadarkan untuk mengendalikan kemarahan,
Menolak intimidasi
dengan berdoa, Kewajiban untuk mengikuti firman Tuhan, Prinsip
firman Tuhan
Pengungkapan kemarahan pada orang terdekat
Saling terbuka, Orang yang paling dekat dan mengerti, Agar pasangan
lebih mengerti
tentang dirinya,
Mengoreksi hubungan
Mengungkapkan kemarahan
dengan komunikasi non-verbal Mengkomunikasikan
hal yang
membuat marah, Mengeluarkan kata- kata kutuk saat marah
Setelah marah Sedih, menyesal, mengoreksi diri,
Tidak ingin berurusan lagi karena takut masalah terulang, Tidak ingin
47
berada dekat orang yang membuatnya marah, Tidak ingin disakiti lagi, Butuh
waktu sendiri untuk berdoa dan berpikir, Minta maaf kepada pasangan,
Berdoa mengampuni diri, orang lain dan
mencabut kuasa
kutuk, Menyelesaikan permasalahan sesegera
mungkin, Komunikasi berjalan lancar dan
mengampuni kesalahan
pasangannya, Bertemu membicarakan permasalahan setelah tidak ada rasa
marah, Menyelesaikan permasalahan yang membuat marah, Berdoa mencari
jalan keluar masalah, Berserah kepada Tuhan
Cara mengatasi marah Bercerita dan menangis, Bercerita
kepada teman, Berdoa menenangkan hati dan pikiran, Bercerita untuk
menurunkan emosi marah
3. Deskripsi tekstural Hanna Perasaan marah dialami ketika ada orang yang melanggar komitmen,
mengatakan perkataan yang menyakitkan dan saat ada masalah yang berulang kali terjadi. Menurut Hanna kejadian-kejadian tersebut harusnya
bisa langsung diatasi agar tidak menimbulkan perasaan marah namun hal sebaliknya terjadi, “. . . sampe yang emosi meningkat itu buat aku pribadi
berarti aku sedang imannya lemah.” Saat emosi meningkat Hanna merasakan adanya provokasi “ . . . kayak ada yang bayangan-bayangan
yang, intimidasi lah, dah itu ada, mumpung ada ini ada itu dah sekalian aja lah diapain tu orang . . .” namun Hanna sadar bahwa itu adalah intimidasi
iblis dan “. . . aku tolak setiap intimidasi dan Tuhan tolong kuasai pikiranku hatiku supaya aku nggak lepas kontrol . . .”
48
Hanna tidak mengungkapkan kemarahan kepada teman karena ia merasa tidak berhak untuk marah dan Hanna berpikir bahwa ungkapan
kemarahannya hanya
akan memperburuk
keadaan sehingga
ia mengutamakan untuk bersabar dan mengontrol diri. Sedangkan saat marah
kepada pasangan ia akan mengungkapkannya “Soalnya yang paling deket kali ya, yang paling deket sama bener-bener rasanya kenal gitu maksudnya
kenal oo kalo aku ungkapin ke dia, dia itu bakal apa sih namanya ngerti kalo aku marah dia tu bisa ngerti . . . . gak pingin si ada yang ditutup-tutupi jadi
lebih ke terbuka . . . . lebih ke koreksi hubungan juga kayak gitu . . .” Kepada pasangannya Hanna menyatakan kemarahannya
dengan “. . . langsung ngungkapin kok kamu kayak gini to ma aku . . . . keluar kata-kata
ya itu aku juga langsung namanya kata-kata yang kutuk- kutuk gitu . . .” Hal
ini membuat Hanna sedih dan menyesal sehingga ia mengoreksi diri. Untuk mengatasi hal itu Hanna berdoa minta ampun dan mencabut kuasa kutuk.
Saat marah Hanna juga merasa tidak sukacita, tidak damai sejahtera, heran kepada orang yang menyakiti hatinya dan tidak ingin berada dekat orang
yang membuatnya marah. Selain itu Hanna juga bercerita tentang kemarahannya kepada sahabat
dan Tuhan sampai menangis, lalu berdoa untuk menenangkan hati dan pikiran. Hanna juga berdoa mencari jalan keluar masalah hingga akhirnya
dapat menyelesaikan permasalahan yang ada.
49
C. Deskripsi Tekstural Pengalaman Marah Ruth