Prinsip Penyelenggaraan Sekolah Inklusi

4. Prinsip Penyelenggaraan Sekolah Inklusi

Menurut Kustawan 2013: 61, di Sekolah Dasar SD dan Madrasah Ibtidaiyah MI yang menyelenggarakan pendidikan inklusif akan terjadi perubahan praktis yang memberikan kesempatan kepada suma anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar yang sama. Menurut Ilahi 2013: 24, konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negera. Menurut Ilahi 2013:33, sekolah inklusi memberikan manfaat untuk semua anak karena membantu menciptakan masyarakat yang inklusi dan efisiensi serta efektivitas biaya pendidikan. 1. Penerimaan Peserta Didik Baru PPDB yang Mengakomodasikan Semua Anak Kustawan 2013: 90 – 91 menyatakan bahwa penerimaan peserta didik baru di SDMI pada setiap tahun pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi dengan pendidik guru pendidik khusus dan atau konselor yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Bagi sekolah yang memiliki psikolog atau bekerjasama dengan psikolog, maka psikolog tersebut dapat ikut serta dalam kepanitiaan PPDB. SDMI Penyelenggara pendidikan inklusif menerima peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan mengalokasikan kursiquota untuk peserta didik berkebutuhan khusus. 2. Identifikasi Kustawan 2013: 93, menyatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru pendidik dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatankelainanganguuan baik fisik, intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Menurut Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dalam Kustawan, 2013 : 93, istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya seseorang orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya untuk melakukan prosespenjaringan terhadap anak yang mengalami kelainanpenyimpangan fisik, Intelektual, sosial, emosionaltingkah laku dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Dalam buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif dalam Kustawan, 2013 : 93, identifikasi dapat diartikan menemukenali. Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya. Menurut Lerner dalam Kustawan, 2013 : 95, identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan screening , pengalihtanganan referral , klasifikasi cla ssification, perencanaan pembelajaran instructional planning, dan pemantauan kemajuan belajar monitoring pupil progress. Kustawan 2013: 95, mejabarkan tujuan dilaksanakan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainanpenyimpangan dalam pertumbuhanperkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, dimana hasil identifikasi dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuiakan dengan kebutuhan hususnya danatau untuk menyususn program dan pelaksanaan intervensipenangananterapi berkaitan dengan hambatannya. 3. Adaptasi Kurikulum Kurikulum Fleksibel Menurut Kustawan 2013: 107, kurikulum fleksibel yakni mengakomodasi anak dengan berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keragaman anak agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya. Menurut Nasution dalam Ilahi, 2013: 168, kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Pengembangan dan pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Menurut Arifin dalam Ilahi, 2013 : 169, kurikulum tidak sekadar dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan anak didik oleh pendidiknya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur. 4. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak Guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru. Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas Kustawan, 2013:111. Ilahi 2013: 172 –173, menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik –topik dan sub–sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan. 5. Penataan Kelas Yang Ramah Anak Menurut Everton dan Weintein dalam Friend, 2015: 285 pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Kerr dan Nelson dalam Friend, 2015: 274 menyatakan bahwa cara penataan unsur-unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada proses belajar dan perilaku siswa di sejumlah area. Menurut Friend 2015:270, penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus.Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan. 6. Asesmen Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan Overton dalam Friend, 2015: 209. Menurut Tiarni 2013: 25, asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran. 1 Screening Menurut Friend 2015: 210, screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Menurut Tiarni 2013: 22 screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus. 2 Diagnosis Friend 2015: 211, menjelaskan bahwa keputusan besar yang terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak. 3 Penempatan program Menurut Friend 2015: 215, bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah. 4 Penempatan kurikulum Friend 2015: 216, menguraikan penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum yang juga menjadi tujuan tegas dari IDEA. 5 Evaluasi pengajaran Friend 2015: 217 menjabarkan keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat. 6 Evaluasi program Friend 2015: 217, menjelaskan bahwa keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa. 7. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajarn Adaptif Kustawan 2013: 117, mendeskripsikan media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pemeblajaran. 8. Penilaian dan evaluasi pembelajaran Kustawan 2013: 124, menjelaskan evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasitersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif. Adapun karakteristik evaluasi adalah: 1 mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, 2 memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, 3 menyediakan informasi yang berguna, 4 melaporkan penyimpangankelemahan untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat itu juga.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan