Metode pengajaran yang digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul.

(1)

viii ABSTRAK

Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul

Lusia Eka Ristanti 121134213

Universitas Sanata Dharma 2016

Ada 43 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul yang melayani anak slow learner, hiperaktif, disgrafia, disleksia, diskalkulia dan tuna netra supaya dapat belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan metode pengajaran di sekolah inklusi se-Kabupaten Bantul dan memetakan metode pengajaran dari masing-masing sekolah dasar inklusi. Metode pengajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk mendampingi siswa agar dapat mengembangkan potensi atau kemampuannya. Ada empat metode pengajaran di sekolah dasar inklusi yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri dan scaffolding.

Peneliti menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner. Kuesioner divalidasi oleh dua validator dengan skor rata-rata 4, sehingga instrumen dapat dibagikan kepada 29 guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul. Kuesioner yang kembali berjumlah 29 kuesioner.

Dari hasil olah data 29 kuesioner, metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul adalah 38.81% guru menggunakan metode pengajaran tidak langsung, 20.37% guru menggunakan scaffolding, 20.01% guru menggunakan latihan mandiri dan 19.74% guru menggunakan metode pengajaran langsung. Jadi, metode pengajaran yang lebih banyak digunakan guru di Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran tidak langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.


(2)

ix ABSTRACT

Teaching Method Who Use The Teacher on Inclusion of Primary School in Bantul Regency

Lusia Eka Ristanti 121134213

Sanata Dharma University 2016

There are 43 inclusion of primary school in Bantul Regency who serve child slow learner, hyperactive, dysgraphia, dyslexia, dyscalculia and blind so that can learn with child need not special. The research have purpose to describe teaching method in inclusion school at Bantul Regency area and also to mapping how the teaching in elementary school which using inclusion method.teaching method is the ways in which teachers to assist students in order to develop the potential and ability. Teaching method on inclusion school namely direct teaching method, indirect teaching method, practice by themselves and also scaffolding.

The researcher will to develop by kuantitatif research. So, for get the data, researcher will dispence questioner to 29 teachers. Quesioner was validated by two validators who expert about it, so we can dispence questioner to 29 teachers to be research samples. The quesioner was back 29 now.

From the research result, we get presentase 38.81% teachers use undirect method teaching, 20.37% teachers use by scaffolding, 20.01% teachers use practice by themselves and 19.74%. teachers use direct method teaching. So, presentase for undirect teaching method is highest. Undirect method teaching is learning that is centered on the students and teachers as facilitators.


(3)

METODE PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU

DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE- KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Lusia Eka Ristanti

NIM : 121134213

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

METODE PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU

DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE- KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Lusia Eka Ristanti

NIM : 121134213

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan rahmat dan perlindunganNya. 2. Ferdinandus Sudaris (Bapak), Margaretha Lutini (Ibu) yang telah memberikan

perhatian, kasih sayang, dukungan materi dan doa.

3. Sahabat di PGSD maupun di luar PGSD yang selalu menemani dan memberikan dukungan.


(8)

v

MOTTO

“Sesuatu Akan Menjadi Kebanggaan Jika Dikerjakan

Bukan

Hanya Dipikirkan”

“Sesuatu yang Belum Dikerjakan, Seringkali Nampak

Mustahil; Kita Baru Yakin Kalau Kita Sudah Berhasil

Melakukannya Dengan Baik”


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Agustus 2016 Peneliti


(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Lusia Eka Ristanti Nomor Mahasiswa : 121134213

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “METODE PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN BANTUL” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 23 Agustus 2016

Yang menyatakan,


(11)

viii ABSTRAK

Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul

Lusia Eka Ristanti 121134213

Universitas Sanata Dharma 2016

Ada 43 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul yang melayani anak slow learner, hiperaktif, disgrafia, disleksia, diskalkulia dan tuna netra supaya dapat belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan metode pengajaran di sekolah inklusi se-Kabupaten Bantul dan memetakan metode pengajaran dari masing-masing sekolah dasar inklusi. Metode pengajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk mendampingi siswa agar dapat mengembangkan potensi atau kemampuannya. Ada empat metode pengajaran di sekolah dasar inklusi yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri dan scaffolding.

Peneliti menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner. Kuesioner divalidasi oleh dua validator dengan skor rata-rata 4, sehingga instrumen dapat dibagikan kepada 29 guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul. Kuesioner yang kembali berjumlah 29 kuesioner.

Dari hasil olah data 29 kuesioner, metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul adalah 38.81% guru menggunakan metode pengajaran tidak langsung, 20.37% guru menggunakan scaffolding, 20.01% guru menggunakan latihan mandiri dan 19.74% guru menggunakan metode pengajaran langsung. Jadi, metode pengajaran yang lebih banyak digunakan guru di Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran tidak langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.


(12)

ix ABSTRACT

Teaching Method Who Use The Teacher on Inclusion of Primary School in Bantul Regency

Lusia Eka Ristanti 121134213

Sanata Dharma University 2016

There are 43 inclusion of primary school in Bantul Regency who serve child slow learner, hyperactive, dysgraphia, dyslexia, dyscalculia and blind so that can learn with child need not special. The research have purpose to describe teaching method in inclusion school at Bantul Regency area and also to mapping how the teaching in elementary school which using inclusion method.teaching method is the ways in which teachers to assist students in order to develop the potential and ability. Teaching method on inclusion school namely direct teaching method, indirect teaching method, practice by themselves and also scaffolding.

The researcher will to develop by kuantitatif research. So, for get the data, researcher will dispence questioner to 29 teachers. Quesioner was validated by two validators who expert about it, so we can dispence questioner to 29 teachers to be research samples. The quesioner was back 29 now.

From the research result, we get presentase 38.81% teachers use undirect method teaching, 20.37% teachers use by scaffolding, 20.01% teachers use practice by themselves and 19.74%. teachers use direct method teaching. So, presentase for undirect teaching method is highest. Undirect method teaching is learning that is centered on the students and teachers as facilitators.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa atas limpahan berkat dan rahmatNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten

Bantul”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan hati yang tulus peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dra. Ig. Esti Sumarah, M. Hum, dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan semangat, dorongan serta masukan yang peneliti butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.


(14)

xi

4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi, Dosen pembimbing II yang telah memberikan motivasi, semangat, dorongan, kritik dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Para validator yang telah melakukan validasi instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

6. Dinas Pemerintahan Kabupaten Bantul yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan peneltian di Kabupaten Bantul.

7. Kepala Sekolah dan Guru-guru di SD N 2 Jambidan, SD N 2 Panjangrejo, SD N Siluk, SD N Wojo, SD N Kepuhan, SD N Sawahan, SD N Soka yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menyebarkan kuesioner di sekolah yang Bapak/Ibu pimpin.

8. Ferdinandus Sudaris dan Margaretha Lutini serta segenap keluarga yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa.

9. Teman-teman kelompok penelitian Veronica Mayang Sari, Elisabet Lisara Musita Sari, Tri Wahyu Setyaningsih, Laurentius Beny Widya Ardika yang saling memberikan semangat, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat saya Christina Desty Ambarwati yang telah memberikan doa dan dukungan selama ini.

11.Sahabat di PGSD maupun di luar PGSD yang telah mendukung penelitian. 12.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan tidak dapat


(15)

xii

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan inspirasi dan sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.

Yogyakarta, 23 Agustus 2016 Peneliti


(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 5

1.3Rumusan Masalah ... 5

1.4Tujuan Penelitian ... 5

1.5Manfaat Penelitian ... 6

1.6Definisi Operasional... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

2.1Landasan Teori ... 8

2.1.1Pendidikan Inklusi ... 8

2.1.1.1Pengertian Pendidikan Inklusi... 8

2.1.1.2Tujuan Pendidikan Inklusi ... 11

2.1.1.3Karakteristik Pendidikan Inklusi ... 12

2.1.1.4Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi ... 13

2.1.1.5Fungsi Pendidikan Inklusi ... 15

2.1.2Sekolah Dasar Inklusi ... 16

2.1.3Metode Pengajaran ... 18

2.1.4Sekolah Dasar Inklusi di Bantul ... 24

2.1.5Kecerdasan Ganda ... 27

2.1.6Anak Berkebutuhan yang Sukses ... 28

2.2Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

2.3Kerangka Berpikir ... 37


(17)

xiv

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1Jenis Penelitian ... 39

3.2Setting Penelitian ... 39

3.3Variabel Penelitian ... 40

3.4Populasi dan Sampel ... 41

3.5Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.6Instrumen Penelitian... 43

3.7Teknik Pengujian Instrumen ... 47

3.8Teknik Analisis Data ... 54

3.9Jadwal Penelitian ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1Deskripsi Penelitian ... 58

4.2Analisis Kuesioner ... 58

4.3Hasil Penelitian ... 63

4.3.1 Metode Pengajaran yang Digunakan... 63

4.3.2 Pemetaan Bentuk Metode Pengajaran ... 64

4.4Pembahasan ... 65

BAB V PENUTUP ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 69

5.3 Saran ... 70


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Siswa ABK di Kabupaten Bantul ... 25

Tabel 2.2 Daftar Jumlah ABK dan Karakterisiknya ... 26

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran di Sekolah Dasar Inklusi se- Kabupaten Bantul ... 44

Tabel 3.2 Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul ... 46

Tabel 3.3 Hasil Validasi Konstruk ... 51

Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas ... 53

Tabel 3.5 Hasil Reliabilitas ... 54

Tabel 3.6 Contoh Coding Data... 55

Tabel 3.7 Jadwal Penelitian... 57


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 1

Lampiran 2 Validitas Isi ... 5

Lampiran 3 Hasil Validitas Konstruk ... 9

Lampiran 4 Hasil Reliabilitas ... 10

Lampiran 5 Pengolahan Data Mean ... 11


(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Bagan Hasil Penelitian yang Relevan ... 36

Gambar 3.1 Gambar Alpha Croncbach ... 53

Gambar 4.1 Gambar Hasil Kuesioner Metode Pengajaran Langsung ... 59

Gambar 4.2 Gambar Hasil Kuesioner Metode Pengajaran Tak Langsung ... 60

Gambar 4.3 Gambar Hasil Kuesioner Latihan Mandiri ... 61

Gambar 4.4 Gambar Hasil Kuesioner Scaffolding ... 62


(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

1.1Latar Belakang

Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang siswa baik mental, sosial, fisik, maupun intelektual. Anak yang memiliki kelainan mental, fisik, sosial maupun intelektual disebut anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik berbeda dengan anak lain pada umumnya (Wiyani, 2014: 17).. Pemerintah membantu mengupayakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan bersama anak berkebutuhan tidak secara khusus dengan menyelenggarakan sekolah inklusi.

Ilahi (20013: 87) menyebutkan, sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus ke dalam satu sistem pendidikan. Dalam sekolah inklusi, anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus. Ada 43 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul yang tersebar di 16 kecamatan yaitu Kecamatan Dlingo, Kecamatan Imogiri, Kecamatan Kasihan, Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Bantul, Kecamatan Pundong, Kecamatan


(22)

2

Piyungan, Kecamatan Kretek, Kecamatan Sedayu Kecamatan Pandak, Kecamatan Jetis, Kecamatan Bambanglipuro, Kecamatan Sewon, Kecamatan Pajangan, Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Pleret. Sekolah inklusi di Kabupaten Bantul melayani anak berkebutuhan khusus slow learner, diskalkulia, diseleksia, digrafia hiperaktif dan tunanetra.

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan sekolah inklusi, guru perlu mengetahui metode pengajaran yang harus dikuasai supaya dapat mengembangkan potensi siswa. Metode pengajaran adalah cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran (Siregar 2010: 32). Di sekolah dasar inklusi ada empat metode pengajaran yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri dan scaffolding. Metode pengajaran langsung adalah pendekatan yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa demi meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, serta psikomotorik siswa berkebutuhan khusus maupun siswa berkebutuhan tidak secara khusus. Dalam metode pengajaran langsung guru sebagai penyampai informasi dan perlu memberikan latihan untuk memeriksa pemahaman siswa dengan mengajukan pertanyaan untuk materi baru. Keterampilan guru dalam menyampaikan materi bisa melalui metode demonstrasi, tanya jawab, dan ceramah. Selanjutnya guru memberikan umpan balik ketika jawaban siswa salah.

Bentuk metode pengajaran yang selanjutnya yaitu metode pengajaran tidak langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa sedangkan guru sebagai fasilitator. Jarolimek menyebutkan metode


(23)

pengajaran tidak langsung disebut juga dengan pengajaran inkuiri, atau pengajaran penemuan (dalam Maroney: 2003). Peran guru dalam pendekatan inkuiri sebagai fasilitator yang membimbing penyelidikan siswa dengan membantu mengidentifikasi persoalan kemudian menemukan solusi dari permasalahan yang ditemukan siswa. Guru merancang lingkungan belajar, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dan guru memberikan umpan balik ketika siswa melakukan inkuiri.

Metode pengajaran dengan latihan mandiri memberikan kesempatan kepada siswa supaya mandiri. Latihan yang diberikan untuk siswa bersifat individual sehingga memungkinkan siswa bekerja secara mandiri tanpa bantuan guru atau siswa lain. Tujuan dari penggunaan metode latihan mandiri supaya siswa membangun insiatif secara mandiri untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan memberikan latihan yang tersistem sangat membantu anak berkebutuhan khusus supaya dapat menguasai keterampilan akademis.

Sedangkan metode pengajaran scaffolding merupakan bentuk dukungan yang disediakan oleh guru atau siswa lain untuk membantu siswa menjembatani jarak antara kemampuan mereka sekarang dengan target yang akan dituju. Dukungan yang diberikan guru kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan serta potensi siswa dengan menyediakan pembelajaran yang beraneka ragam, mengatur tingkat kesulitan selama memberikan latihan dengan materi sederhana serta melatih tangung jawab.


(24)

4

Peneliti tertarik untuk menemukan data tentang metode pengajaran di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan 15 pertanyaan tertutup. Pernyataan yang disusun berdasarkan kisi-kisi indikator bentuk metode pengajaran. Dalam aspek pertama yaitu metode pengajaran langsung terdapat 3 indikator yaitu (1) memberikan latihan dengan bimbingan, (2) penyampaian materi, dan (3) memberikan umpan balik. Indikator dari aspek kedua tentang metode pengajaran tak langsung yaitu (1) guru sebagai fasilitator, (2) berpusat pada siswa. Indikator aspek ketiga tentang latihan mandiri yaitu (1) memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri, (2) melatih siswa untuk berlatih sejumlah kecil keterampilan, (3) memberikan latihan agar siswa dapat memperkembangkan kemampuan. Indikator aspek ketiga tentang scaffolding yaitu (1) mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran, (2) memanfaatkan model pembelajaran yang beragam, (3) melatih tanggung jawab.

Kuesioner dibagikan kepada 29 guru yang ada di 7 sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul agar peneliti dapat memetakan metode pengajaran yang digunakan oleh guru. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul”.


(25)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang ada, yaitu :

1.1.1Menemukan sekolah dasar tempat penelitian sesuai dengan ciri-ciri sekolah inklusi.

1.1.2Memetakan metode pengajaran yang digunakan di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1.3.1Apakah metode pengajaran yang digunakan oleh guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul?

1.3.2Bagaimanakah hasil pemetaan metode pengajaran dari setiap sekolah di SD inklusi se-Kabupaten Bantul?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1Mendeskripsikan metode pengajaran yang digunakan oleh guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul.

1.4.2Memetakan metode pengajaran dari setiap sekolah di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul.


(26)

6

1.5Manfaat Penelitian A.Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi guru di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul tentang metode pengajaran yang sesuai. B.Manfaat Praktis

1. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah memperoleh data mengenai metode pengajaran yang diberikan 2. Bagi Guru

Guru mendapatkan informasi tentang metode pengajaran yang diberikan pada siswa berkebutuhan khusus.

3. Bagi Peneliti

Peneliti dapat melakukan penelitian kuantitatif di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul untuk dapat memetakan tentang metode pengajaran yang digunakan guru.

1.6Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi menjadikan variabel-variabel yang sedang diteliti bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran variabel-variabel tersebut (Sarwono, 2006: 27). Untuk menghindari kesalahpahaman beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penelitian ini merumuskan definisi operasional:

1. Metode pengajaran adalah cara tertentu yang digunakan guru dalam menjalankan tugasnya sehingga tercapai suatu tujuan pembelajaran.


(27)

2. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar yang melayani siswa-siswi berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama siswa-siswi yang tidak berkebutuhan secara khusus. khusus dan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama.

3. SD Inklusi se-Kabupaten Bantul adalah sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul yang menjadi objek penelitian berjumlah 7 sekolah dasar inklusi.


(28)

8 BAB II KAJIAN TEORI

Pada bab kajian teori ini, peneliti membahas tentang landasan teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

2.1 Landasan Teori 2.1.1Pendidikan Inklusi

2.1.1.1Pengertian Pendidikan Inklusi

Pendidikan membawa perkembangan yang penting dalam perkembangan manusia. Dengan begitu pendidikan juga menjadi hak asasi bagi manusia tanpa terkecuali, baik anak berkebutuhan tidak secara khusus maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus tanpa memandang latar belakang kehidupan. Dalam hal ini anak yang memiliki kebutuhan khusus berhak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh kesempatan seperti anak berkebutuhan tidak secara khusus yang lain. Permasalahan yang terjadi sekarang ini adalah tidak semua daerah di Indonesia dekat dengan SLB (sekolah luar biasa), kalaupun ada biasanya terdapat di di daerah ibukota kabupaten. Padahal anak-anak yang berkelainan tidak hanya di daerah kabupaten, banyak yang tersebar di daerah-daerah terpencil. Keadaan ekonomi orang tua yang lemah terpaksa tidak disekolahkan di SLB, dan tidak semua sekolah regular mampu menangani siswa yang memiliki kebutuhan khusus.


(29)

Dalam persoalan yang seperti ini, muncul pendidikan inklusi yang bisa menjadi solusi bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus. Inklusi berasal dari Bahasa Inggris yaitu inclution. Smith (2012: 45) menyebutkan inklusi adalah istilah terbaru yang dipergunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/ cacat) ke dalam program-program sekolah. Ilahi (2013: 23) menyebutkan pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik dan mental. Di Indonesia, pendidikan inklusi secara resmi didefinisikan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya, Ilahi (2013: 23). Melalui pendidikan inklusi ini, anak yang memiliki kebutuhan khusus bisa mendapatkan hak untuk memperoleh pendidikan tanpa merasa berkecil hati apabila harus berkumpul bersama anak lain yang memiliki fisik yang normal.

Dalam Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa anak atau peserta didik yang memiliki kelainan fisik dan mental disebut dengan istilah anak luar biasa. Sementara dalam Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, anak yang memiliki kelainan fisik dan mental disebut dengan istilah anak berkebutuhan khusus, Wiyani (2014: 17). Anak bekebutuhan khusus adalah anak yag memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak lain


(30)

10

pada umumnya pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Kirk dan Gallagher (1986: 5). mengemukakan bahwa anak berkebutuhan khusus (the exceptional child) adalah anak yang berbeda dari anak rata-rata atau normal dalam perihal; karakteristik mental, kemampuan sensori, kemampuan komunikasi, perilaku sosial serta karakterisitik fisik. Sedangkan Hallan dan Kauffman (1986: 7) mengemukakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan pendidikan khusus yang disebabkan karena mereka mempunyai perbedaan yang sangat mencolok dari anak-anak pada umumnya. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik berbeda dengan anak lain pada umumnya tanpa selalu menunjukkan perbedaan emosi, fisik dan mental, sehingga membutuhkan layanan pendidikan secara khusus. Menurut Mangunsong (dalam Aziz, 2015: 59) menyebutkan bahwa jenis-jenis anak berkebutuhan khusus terdiri atas, autis (Autistic Spectrum Disorder), Attention Defict Hyperactivity Disorder (ADHD), anak berbakat (gifted), anak dengan hambatan berbicara dan bahasa, anak berkesulitan belajar, tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita. Sedangkan Cahya (2013: 9) menyebutkan jenis anak berkebutuhan khusus meliputi tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, gifted, slow learner, anak berkesulitan belajar spesifik, anak autis, anak ADHD.


(31)

2.1.1.2Tujuan Pendidikan Inklusi

Pendidikan menjadi kebutuhan dasar manusia di jaman sekarang, hal ini menjadi kewajiban pemerintah dalam mengupayakan pelayanan pendidikan yang bermutu bagi masyaratkatnya. Dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan hendaknya secara menyeluruh bagi siapa saja termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (berkebutuhan khusus). Anak yang memiliki kebutuhan khusus disediakan sekolah khusus yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB). Sementara tidak semua wilayah di sekitar lingkungan tempat tinggal ada sekolah khusus ini, meskipun ada jaraknya sangat jauh. Dengan adanya sekolah untuk anak berkebutuhan khusus dapat membangun tembok bagi anak yang berkebutuhan khusus dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus pada umumnya. Adanya tembok pemisah ini menjadikan proses saling mengenal antara anak berkebutuhan khusus dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus lainnya terhambat.

Salah satu kesepakatan internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Tujuan dari penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah, Ilahi (2013: 40) :


(32)

12

1. memberikan layanan pendidikan bagi siswa yang berkesulitan belajar dan siswa yang memerlukan layanan pendidikan khusus, agar potensi yang dimiliki (kognitif,afektif, dan psikomotorik) dapat berkembang secara optimal dan mereka dapat hidup mandiri bersama anak- anak normal sesuai dengan prinsip pendidikan serta dapat berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memilki kelainna fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

3. mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik, meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.

2.1.1.3Karakteristik Pendidikan Inklusi

Hakikat pendidikan inklusi sesungguhnya berupaya memberikan peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang terbaik dan memadahi demi membangun masa depan bangsa. Hal ini sesuai dengan kebijakan pendidikan inklusi yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan

Inklusi yang menyatakan bahwa “sistem penyelenggaran pendidikan yang


(33)

dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara

bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya” Ilahi (2013:42). Dalam

pendidikan inklusi, menempatkan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas biasa, karena tujuan dari inklusi sendiri adalah layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada waktu yang sama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus, Sunardi (dalam Ilahi, 2013: 42).

Karakter pendidikan inklusi yakni terbuka dan menerima tanpa syarat anak Indonesia yang berkeinginan kuat untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan mereka dalam satu wadah yang sudah direncanakan dengan matang. Pendidikan inklusi memiliki empat karakter makna, antara lain (1) proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara merespon keragaman individu; (2) memperdulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar; (3) anak kecil yang hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya; (4) diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal, eksklusif, dan membutuhakn layanan pendidikan khusus dalam belajar (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004).

2.1.1.4Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi

Dalam dunia pendidikan sudah sewajarnya apabila tidak ada perbedaan perlakukan siswa yang satu dengan siswa yang lain. Selama


(34)

14

memungkinkan, semua anak belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusi harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada semua siswa. Hal itu dapat dicapai melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat, pemanfaatan sumber-sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitar.

Prinsip pendidikan inklusi berkaitan langsung dengan jaminan akses dan peluang bagi semua anak Indonesia untuk memperoleh pendidikan tanpa memandang latar belakang kehidupan mereka. Jaminan akses dan peluang merupakan catatan penting yang harus dipertimbangkan dalam menolak anak berkebutuhan khusus yang hendak belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus lainnya. Bagi anak berkebutuhan khusus, akses pendidikan formal sangat mereka impikan demi mendapatkan layanan pendidikan terbaik seperti anak berkebutuhan tidak secara khusus pada umumnya, Ilahi (2013:46). Pendidikan inklusi menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi menjamin akses dan kualitas yang terintegrasi tanpa terkecuali. Satu tujuan utama inklusi adalah mendidik anak yang berkebutuhan khusus akibat


(35)

kecacatannya di kelas regular bersama-sama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus lainnya dengan dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Prinsip dasar pendidikan inklusi harus sejalan dengan rekomendasi dan dokumen internasional yang menegaskan perlunya kesempatan pada anak berkebutuhan khusus dalam lingkungan formal. Prinsip ini harus sejalan dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis utama dalam membela anak berkelainan atau penyandang cacat. Ini karena, pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural, maupun bahasa, Florian (2008: 123). Atas dasar pengertian dan dasar pendidikan inklusi tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang berusaha mengakomodasi segala jenis perbedaan dari peserta didik.

2.1.1.5Fungsi Pendidikan Inklusi

Alimin (dalam Kustawan & Meimulyani, 2013: 20) menjelakan bahwa sesuai disiplin ilmu fungsi pendidikan khusus dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Fungsi Preventif

Melalui pendidikan inklusif guru melakukan upaya pencegahan agar tidak muncul hambatan-hambatan yang lainnya pada anak berkebutuhan khusus.


(36)

16

2. Fungsi Intervensi

Pendidikan inklusif menangani anak berkebutuhan khusus agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

3. Fungsi Kompensasi

Pendidikan inklusif membantu anak berkebutuhan khusus untuk menangani kekurangan yang ada pada dirinya dengan menggantikan dengan fungsi lainnya.

2.1.2Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama, Ilahi (2013: 87). Salah satu karakteristik penting dalam sekolah inklusi adalah satu komunitas yang kohesif, menerima, dan responsif terhadap kebutuhan individual siswa. Untuk itu, Sapon- Shevin (dalam 2013: 87) mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusi.

1. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Dengan adanya pendidikan inklusi, tidak hanya meingkatkan potensi melainkan juga menciptakan keterbukaan dan meghargau tanpa ada diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus. Guru mempunyai tanggung jawab dalam menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan perilaku sosial yang menghargai


(37)

perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi dan sebagainya.

2. Mengajar di kelas memerlukan perubahan dalam penerapan kurikulum. Berbeda dengan mengajar di kelas reguler, karena dalam sekolah inklusi membutuhkan penanganan yang serius untuk memberikan pelayanan terbaik, karena siswa memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda dengan anak normal. Pendekatan pengajaran membutuhkan kerjasama antara guru dan peserta didik. Dalam sekolah inklusi mengguakan pendekatan kooperatif yang melibatkan kerjasama antar siwa dan bahan belajar tematik. Penggunaan pembelajaran ini juga pada kondisi peserta didik, apakah mereka sanggup menerima materi pelajaran.

3. Mendorong guru untuk mengajar pendidikan inklusi berarti berupaya menyiapkan pembelajaran secara interaktif. Seorang guru secara sendirian di dalam kelas harus bisa berjuang memenuhi kebutuhan semua anak di kelas. Karena semua anak di dalam kelas ketika belajar bukan saling berkompetisi melainkan belajar bersama dan saling mengajar satu sama lain.

4. Pendidikan inklusi berbarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya untuk menghapus segala hambatan dalam proses pembelajaran. Kerjasama antar guru sangatlah penting, selain itu guru juga bisa bekerjasama dengan para professional, ahli bina bicara, petugas bimbingan, guru pembimbing khusus. Maka perlu pelatihan dna dorongan secara terus menerus.


(38)

18

5. Pendidikan inklusif berarti melibatkan peran orangtua secara bermakna dalam proses perencanaan. Keberhasilan pendidikan sangat bergantung pada pertisipasi aktif orangtua pada pendidikan anaknya, misal keterlibatan mereka dala penyususnan Program Pengajaran Individual (PPI) dan bantuan dalam belajar di rumah.

2.1.3Metode Pengajaran

Metode adalah salah satu alat untuk mencapai suatu tujuan, Djamarah (dalam Zain, 2010: 11). Pengajaran dapat diartikan sebagi praktik menularkan informasi untuk proses pembelajaran, Huda (2013:6). Metode pengajaran merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, Siregar (2010: 32). Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Bahri (dalam Siregar, 2010: 32) bahwa metode pengajaran sebagai cara yang digunakan guru sehingga dalam menjalankan fungsinya, metode merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan tercapai secara maksimal apabila seorang guru menggunakan metode pengajaran dengan tepat, Raharjo (2012: 56). Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan, dan tujuan akan tercapai apabila metode yang digunakan sesuai dengan karakteristik siswa. Dengan begitu, dalam memilih metode pengajaran yang akan digunakan ketika mengajar di dalam kelas, guru harus mengetahui latar belakang kemampuan siswanya.


(39)

Dalam pendidikan inklusi, bentuk metode pengajaran yang digunakan guru di kelas meliputi, metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, scaffolding, dan latihan mandiri, Rosenshine dan Stevens (dalam Friend 2015: 202). Berikut ini berbagai bentuk metode yang digunakan dalam pendidikan inklusi:

1. Metode Pengajaran Langsung

Siswa akan lebih siap untuk mempelajari keterampilan dan pokok bahasan ketika materi tersebut disampaikan secara sistematis dan eksplisit melalui metode pengajaran langsung, Rosenshine dan Stevens (dalam Friend 1986: 202). Pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat teacher center. Model pengajaran ini merupakan model yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi dan paling sering digunakan, Majid (2013: 11). Dalam metode ini di dalamnya termasuk metode ceramah, praktek, latihan dan demonstrasi. Menurut Arends (dalam Trianto 2009:41) model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang betahap. Berikut beberapa elemen kuncinya:


(40)

20

Aspek dari pengajaran langsung ini termasuk menetapkan kegiatan rutinitas untuk memeriksa pekerjaan rumah serta mengulas kembali keterampilam prasyarat dan pengajaran yang sebelumnya.

b. Menampilkan muatan atau keterampilan baru. Para guru memulai pelajaran dengan pernyataan pendek mengenai gambaran ringkas mengenai apa yang akan dipelajari. Materi disampaikan dengan langkah kecil, misalnya demonstrasi atau menggunakan ilustrasi dan contoh konkret. Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan terapi juga dapat dijadikan bekal dalam kehidupan kelak. Selektif yaitu untuk mengarahkan minat, bakat serta keterampilan. Edukatif berarti membimbing anak untuk berpikir logis, berperasaan halus dan kemampuan untuk bekerja. Rekreatif adalah kegiatan yang dipergagakan sangat menyenangkan bagi anak berkebutuhan khusus. Terapi yaitu aktivitas keterampilan yang diberikan dapat menjadi salah satu sarana habilitasi akibat kelainan atau ketunaan yang disandangnya.

c.Menyediakan latihan dengan bimbingan (dan memeriksa pemahaman siswa). Cara guru membimbing yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang berkaitan dengan keterampilan baru. Respon siswa tidak hanya memberikan kesempatan bagi siswa untuk berlatih namun juga memungkinkan kita untuk memantau sejauh mana pengetahuan siswa.


(41)

d. Memberikan umpan balik dan koreksi serta mengajari ulang. Ketika siswa menjawab dengan percaya diri dan jawaban benar, maka guru wajib memberikan pengakuan singkat dari jawaban siswa misalnya

dengan “Ya, itu benar”. Apabila siswa menjawab dengan ragu-ragu,

guru bisa memberikan pengakuan singkat, misalnya “Ya, Aris itu benar karena……”. Apabila jawaban siswa masih salah atau kurang tepat, maka guru wajib memberikan umpan balik dengan membenarkan jawaban siswa.

e.Menyediakan latihan mandiri. Siswa-siswi diberikan tugas latihan mandiri yang berkaitan langsung dengan keterampilan yang diajarkan sampai siswa bisa menjawab dengan benar.

f.Sering-sering mengulas kembali. Memberikan ulasan mengenai materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pekerjaan rumah dan ulangan. Materi yang terlewatkan dalam pekerjaan rumah atau ulangan bisa diajarkan kembali.

2. Metode Pengajaran Tidak Langsung

Metode pengajaran langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan siswa yang tinggi dalam melakukan observasi dan penyelidikan. Borich menyebutkan tipe pengajaran ini sering disebut sebagai konstruktivis karena adanya keyakinan bahwa siswa-siswi mampu membangun pengertian mereka sendiri, dan dari sebagian kasus tanpa pengajaran eksplisit dari guru (dalam Knight, 2002). Jarolimek menyebutkan metode


(42)

22

pengajaran tidak langsung paling umum disebut dengan pengajaran inkuiri, atau pengajaran penemuan (dalam Maroney: 2003). Peran guru dalam pendekatan inkuiri sebagai fasilitator yang membimbing penyelidikan siswa dengan membantu mengidentifikasi persoalan kemudian menemukan solusi dari permasalahan yang ditemukan siswa. Dalam pembelajaran tidak langsung guru merancang lingkungan belajar, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dan guru memberikan umpan balik ketika siswa melakukan inkuiri. Metode pengajaran tidak langsung mensyaratkan digunakannya bahan pengajaran non cetak maupun cetak serta sumber-sumber lain.

3. Latihan Siswa Mandiri

Dalam metode pengajaran latihan mandiri ini memberikan kesempatan kepada siswa supaya mandiri. Latihan yang diberikan untuk siswa bersifat individual sehingga memungkinkan siswa bekerja secara mandiri. Penggunaan model pengajaran ini bertujuan untuk membangun inisiatif dari masing-masing siswa secara individu, kemandirian serta peningkatan diri. Selain itu, pemberian tugas juga harus spesifik dan tersistem, harus berkaitan dengan objek sasarannya. Dengan memberikan latihan yang tersistem sangat membantu anak berkebutuhan khusus supaya dapat menguasai keterampilan akademis. Bentuk latihan lain yang dapat membantu siswa, yaitu dengan memberikan pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah memiliki efek positif terhadap prestasi siswa.


(43)

4. Scaffolding

Scaffolding merupakan “bentuk dukungan yang disediakan oleh guru (atau siswa lain) untuk membantu siswa menjembatani jarak antara kemampuan

mereka yang sekarang dengan target yang dituju”, Rosenshine & Stevens

(dalam Friend 1992: 2). Dukungan yang diberikan ini meliputi strategi pengajaran tersistematis. Sebelum menggunakan scaffolding, mula-mula guru mencari tahu jika siswa-siswinya memiliki pengetahuan dasar yang diperlukan untuk mempelajari keterampilan yang akan diajarkan.

a. Memberikan strategi kognitif yang baru. Guru memperkenalkan strategi yang konkret. Pertama-tama guru memperkenalkan strategi pemecahan masalah dengan mendefinisikan masalah, mengajukan hipotesis untuk menjelaskan masalah, mengumpulkan data untuk mengevaluasi hipotesis, mengevaluasi bukti, dan membuat kesimpulan.

b. Mengatur tingkat kesulitan selama latihan terbimbing. Pada tahap ini, siswa mulai melatih strategi baru dengan materi pelajaran yang sudah disederhanakan sehingga mudah untuk mempelajarinya.

c. Menyediakan konteks yang beraneka ragam untuk latihan siswa. Proses pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas, melainkan bisa di luar kelas atau dibuat kelompok kooperatif sehingga masing-masing siswa dapat membantu teman lain yang belum paham.


(44)

24

d. Menyediakan umpan balik, guru membuat daftar ceklis evaluasi berdasarkan pada pemecahan masalah. Siswa mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendiri untuk mengevaluasi kemampuan diri siswa.

e. Mengingkatkan tanggung jawab siswa. Siswa diberikan tugas mandiri, namun dengan meminimalisir bantuan dari guru atau teman lain.

f. Menyediakan latihan mandiri. Guru memberikan tugas individu kepada siswa untuk membantu mereka dalam menerapkan hal yang telah mereka pahami terhadap situasi baru.

Berdasarkan bentuk-bentuk metode pengajaran di sekolah inklusi, maka sangatlah perlu bagi guru di sekolah dasar inkusi untuk memahami bentuk metode pengajaran ini sehingga dalam penarapannya di dalam kelas mampu meningkatkan kemampuan serta potensi dari siswa. Untuk itu, teori dalam metode pengajaran ini dijadikan acuan dalam penyusunan kisi-kisi metode pengajaran yang peneliti lakukan.

2.1.4Sekolah Dasar Inklusi di Bantul

Di Bantul ada 43 sekolah dasar inklusi yang terletak di 16 kecamatan. Ada 6 sekolah dasar inklusi yang terletak di Kecamatan Dlingo, 2 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Imogiri, 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Kasihan, 4 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Banguntapan, 2 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Bantul, 4 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Pundong, 3 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Piyungan, 3 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Kretek, 4 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Sedayu, 2 sekolah dasar inklusi


(45)

di Kecamatan Pandak, 3 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Jetis, 2 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Bambanglipuro, 4 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Sewon, 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Pajangan, 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Sanden, dan 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Pleret.

Tabel 2.1

Daftar Sekolah Inklusi dan Jumlah Siswa ABK.

NO NAMA SD KECAMATAN JUMLAH SISWA L P TOT

1 SD SURUH DLINGO 12 4 16

2 SD DLINGO DLINGO 24 7 31

3 SD PELEM DLINGO 18 14 32

4 SD 2 TEMUWUH DLINGO 20 12 32 5 SD 3 TEMUWUH DLINGO 17 7 24 6 SD SENDANGSARI DLINGO 19 11 30

7 SD SILUK IMOGIRI 7 3 10

8 SD KALIDADAP IMOGIRI 10 3 12 9 SD KADIPIRO KASIHAN 16 4 20 10 SD 1 JAMBIDAN BANGUNTAPAN 28 13 41 11 SD 2 JAMBIDAN BANGUNTAPAN 2 2 4 12 SD MUH

BANGUNTAPAN BANGUNTAPAN

10 10 20 13 SD SALSABILA 3

BANGUNTAPAN BANGUNTAPAN

37 14 51

14 SD PENI BANTUL 9 3 12

15 SD 1 TRIRENGGO BANTUL 24 10 34

16 SD SOKA PUNDONG 7 2 9

17 SD BECARI PUNDONG 23 1 24 18 SD 2 PANJANGREJO PUNDONG 12 6 18 19 SD MUH GEGER PUNDONG 7 4 11 20 SD KALIGATUK PIYUNGAN 12 8 20 21 SD JOLOSUTRO PIYUNGAN 24 9 33

22 SD2 PETIR PIYUNGAN 1 2 3

23 SD TIRTOHARGO KRETEK 19 4 23 24 SD TIRTOSARI KRETEK 7 2 9 25 SD 2 KRETEK KRETEK 14 2 16


(46)

26

26 SD 3 SEDAYU SEDAYU 21 11 33 27 SD UNUNGMULYO SEDAYU 6 4 10

28 SD BANDUT SEDAYU 11 4 15

29 SD BUDI MULIA

DUA SEDAYU

10 2 12 30 SD 2 WIRIREJO PANDAK 12 5 17 31 SD PAYUNGAN PANDAK 18 5 23

32 SD CANDEN JETIS 12 6 18

33 SD SAWAHAN JETIS 15 1 16

34 SD1 PATALAN JETIS 15 3 18

35 SD PANGGANG BAMBANGLIPURO 12 9 21 36 SD3 PANGGANG BAMBANGLIPURO 11 2 13

37 SD KEPUHAN SEWON 27 14 41

38 SD NGOTO SEWON 9 6 15

39 SD WOJO SEWON 7 7 14

40 SD MUH

KARANGKAJEN IV SEWON

5 4 9 41 SD SENDANGSARI PAJANGAN 5 4 9 42 SDMUH TRISIGAN SANDEN 2 2 4 43 SD MUH BOJONG PLERET - 1 1 Berdasarkan tabel daftar sekolah dasar inklusi dan jumlah siswa ABK, berikut ini disebutkan jumlah serta karakteristik ABK yang ada di 7 sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul yang menjadi sampel dalam penelitian.

Tabel 2.2

Daftar Jumlah ABK dan Karakteristiknya

No Nama SD Kecamatan Keterangan 1 SD N 2 Jambidan Banguntapan 4 siswa slow learner 2 SD Negeri Soka Pundong

7 siswa slow learner 1 siswa hiperaktif 1 siswa tuna netra 3 SD Negeri Wojo Sewon

8 siswa slow learner 1 siswa disgrafia 1 siswa diseleksia 4 siswa hiperaktif 4 SD Negeri 2 Panjangrejo Pundong 14 siswa slow learner


(47)

1 siswa diskalkulia 5 SD Negeri Siluk Imogiri 10 siswa slow learner 6 SD Negeri Kepuhan Sewon

31 siswa slow learner 9 siswa hiperaktif 1 siswa tuna wicara 7 SD Negeri Sawahan Jetis 11 siswa slow learner

5 siswa hiperaktif Tabel 2.2, menyebutkan jumlah siswa ABK yang ada di 7 sekolah dasar inklusi yang menjadi sampel dalam penelitian. Di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul, kategori siswa yang bersekolah di sekolah dasar inklusi bermacam-macam. Dari 7 sekolah dasar inklusi yang menjadi sampel dalam penelitian, ada berbagai karakteristik anak berkebutuhan khusus yaitu slow learner, tunanetra, dan hiperaktif. Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang merata di berbagai sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul yaitu slow learner.

2.1.5Kecerdasan Ganda

Teori kecerdasan ganda (multiple intelligences atau MI) ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Havard University, Amerika Serikat, Suparno (2004: 17). Intelegensi memuat kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang bermacam-macam. Gardner membedakan antara intelegensi lama yang dikur dengan IQ dan intelegensi ganda yang ia temukan. Dalam pengertian lama, intelegensi seseorang dapat diukur dengan ters tertulis (tes IQ); IQ seseorang tetap sejak lahir dan tidak dapat dikembangkan secara signifikan; yang


(48)

28

menonjol dalam pengukuran IQ adalah kemampuan matematis-logis dan linguistik, Suparno (2004: 19). Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Ada 9 intelegensi yang diterima yaitu intelegensi linguistik, intelegensi matematis-logis, intelegensi ruang visual, intelegensi kinestetik, intelegensi musikal, intelegensi interpersonal, intelegensi intrapersonal, intelegensi lingkungan, dan intelegensi eksistensial.

2.1.6Anak Berkebutuhan Khusus yang Sukses

Setiap anak adalah unik dan mereka memiliki karakter yang berbeda, Subini (2014: 80). Dengan begitu, karakter anak yang satu dengan yang lain berbeda dan setiap orang tidak ada yang sempurna. Namun, dibalik ketidaksempurnaan seseorang tersimpan sebuah kelebihan dan potensi yang perlu digali sehingga dapat dikembangkan menjadi kemampuan yang luar biasa. Tidak jarang anak berkebutuhan khusus lebih berpotensi dibandingkan dengan anak normal secara fisik. Banyak anak inklusi yang sukses dan mampu mengembangkan potensinya sehingga potensi yang ia miliki dapat menjadi luar biasa. Banyak faktor yang mempengaruhi seorang anak berkebutuhan khusus menjadi sukses, diantaranya dukungan dari orang tua dan lingkungan sekitar, serta pemilihan pendidikan yang bagus. Salah satu anak berkebutuhan khusus yang sudah memberi bukti bahwa dengan keterbatasan tersimpan sebuah kelebihan yaitu Albert Einstein.


(49)

Albert Einstein adalah seorang ilmuwan fisika teoritis yang dipandang luas sebagai ilmuwan besar dan mengemukakan teori relativitas serta banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistika, dan kosmologi. Albert Einstein lahir di Ulm, Kerajaan Wuttemberg, Jerman pada tanggal 14 Maret 1879. Ayahnya bekerja sebagai penjaja ranjang bulu yang kemudian beralih pekerjaan menjadi ahli elektrokimia. Keluarga yang dimiliki oleh Einstein sangatlah konsen terhadap pendidikan anaknya terutama dibidang sains dan musik. Einstein yang terkenal dianggap sebagai pelajar yang lambat, ia mengalami diseleksia (kesulitan membaca) dan pemalu. Pendapat lain mengatakan bahwa Einstein menderita Sindrom Asperger yaitu kondisi yang berhubungan dengan autisme. Albert mengalami kesulitan saat mengikuti mata pelajaran di sekolahnya terutama dalam hal hitungan dan ilmu alam. Dia dianggap murid yang terbelakang di sekolahnya, dikarenakan kepribadiannya yang pemalu, namun setelah diteliti otaknya saat meninggal dunia, hal itu dikarenakan struktur otaknya yang tidak biasa dan cenderung berpikir dengan olah pikirannya sendiri.

Pada tahun 1896, Albert Einstein masuk Institut Teknologi Swiss Federal, di Zurich. namun ia gagal saat tes. Kemudian dikirim oleh keluarganya ke Aarau, Swiss, untuk menyelesaikan sekolah menengahnya, di mana dia menerima diploma. Dengan beberapa kali usaha untuk mendaftar, akhirnya Einstein bisa menimba ilmu di Institut Teknologi Swiss Federal, di Zurich. Selama masa 1901, ia mendiskusikan ketertarikannya terhadap dunia


(50)

30

sains kepada teman dekatnya termasuk Mileva yang kemudian menjadi istrinya dan dikaruinai dua orang anak. Setelah lulus, ia memutuskan untuk melamar perkerjaan yang berkaitan dengan penelitian namun selalu ditolak, akhirnya ayah dari teman kelasnya menolong dan kemudian dipromisikan untuk bekerja di Kantor Paten Swiss sebagai asisten teknik pemeriksa pada tahun 1902. Einstein bertugas sebagai menilai aplikasi paten penemu untuk alat yang memerlukan pengetahuan fisika. Dia kadang-kadang membetulkan desain mereka dan juga mengevaluasi kepraktisan hasil kerja mereka.

Pada 1904, posisi Einstein di Kantor Paten Swiss menjadi tetap. Dia mendapatkan gelar doktor setelah menyerahkan thesis "Eine neue Bestimmung der Moleküldimensionen" (On a new determination of molecular dimensions) pada tahun 1905 dari Universitas Zurich. Pada tahun yang sama pula Einstein menulis empat artikel yang memberikan dasar fisika modern. Banyak fisikawan yang setuju bahwa ketiga thesis yang ia buat (tentang gerak Brownian), efek fotolistrik, dan relativitas khusus) pantas mendapat Penghargaan Nobel. Albert Einstein kemudian menyerahkan thesis-thesisnya ke “Annalen der Physik” yaitu organisasi Persatuan Fisika Murni dan Aplikasi.

Dari cerita Albert Eisntein, dapat dilihat bahwa anak berkebutuhan khusus bisa saja memiliki potensi yang lebih dibandingkan anak berkebutuhan tidak secara khusus lainnya. Ia memiliki kecerdasan ganda seperti teori Howard Gardner. Kecerdasan ganda yang dimiliki Albert yaitu (1) kecerdasan


(51)

linguistik, yaitu kemampuan mengolah kata-kata secara baik. Meskipun ia memiliki kelainan (diseleksia) namun ia mampu menyusun empat artikel dan menyususn thesis yang kemudian menemukan berbagai teori mengenai fisika. (2) Kecerdasan matematis-logis, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika. Orang yang berintelegensi matematis-logis senang menggeluti simbol dan angka. Ensitein dengan teori relativitasnya, yang terkenal dengan rumus E=mc2 memiliki intelegensi matematis-logis. (3) Kecerdasan interpersonal juga dimiliki oleh Einstein, yaitu dengan melakukan banyak penelitian dan pembuatan artikel tentunya memerlukan kerjasama dan serta berkomunikasi dengan orang lain. Einstein juga memiliki kecerdasan intrapersonal. (4) Kecerdasan intrapersonal yaitu berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri. Ketika Einstein sedang menuntut ilmu, ia adalah sosok orang yang pendiam dan pemalu, lebih sering sendiri sehingga dia mampu merenungkan bagaimana tujuan hidupnya dengan begitu ia menjadi orang yang terkenal hingga sekarang dengan menciptakan berbagai teori diantaranya teori relativitas (E=mc2). (5) Kecerdasan kinestetik, dalam hal ini Albert senang dalam melakukan penelitian dalam menemukan berbagai teori yang membuatnya terkenal hingga sekarang. Dalam menemukan berbagai teori sangat diperlukan bergerak dengan menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan kegiatan dalam penelitian.


(52)

32

Dalam kisah ini. Eisntein mendapat dukungan (scaffolding) dari orangtuanya. Orangtua Eisntein sangat memperhatikan mengenai pendidikan di dalam keluarganya, terutama kepada Eisntein, anaknya. Ketika ia berkali-kali gagal masuk ke perguruan tinggi di Swiss, ia tetap berusaha dan berulang kali mencoba mendaftar, hingga akhirnya ia lolos. Dukungan dari orangtuanya menjadi peran penting dalam karir dan pendidikan Eintein. Orangtua yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada Einstein yang mana ia berkali-kali gagal namun orangtua ada untuk memberikan dorongan kepadanya supaya jangan menyerah.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Gunawan (2013), dengan penelitiannya yang berjudul “Survei

Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaftif Sekolah Dasar Luar Biasa se-Kabupaten Gunung Kidul”. Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan kuesioner tertutup. Hasil dari penelitian ini yaitu pelaksanaan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh tiga indikator, yakni perencanaan pembelajaran yang baik, proses pelaksanaan yang baik dan evaluasi pembelajaran yang baik. Salah satu faktor penentu pelaksanaan pembelajaran yang baik adalah dari pendidik (guru) dalam memilih metode yang sesuai untuk mengajar siswanya. Dari hasil penelitian yang Gunawan lakukan bahwa di Kabupaten Gunung Kidul proses pelaksanaan pembelajaran berjalan baik dengan menggunakan pembelajaran adaptif. Pembelajaran adaptif adalah pembelajaran yang menyesuaikan kondisi siswa. Metode yang


(53)

digunakan di sekolah luar biasa se-Kabupaten Gunung Kidul yang paling sesuai adalah metode langsung, yaitu berupa ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan penugasan. Penelitian tersebut memberikan infomasi yaitu proses pembelajaran berjalan baik dengan menggunakan pembelajaran adaptif yaitu pembelajaran yang menyesuaikan kondisi siswa, artinya menyesuaikan antara bahan ajar, metode, media pembelajaran dan lingkungan sekitar. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa di Kabupaten Gunung Kidul, metode yang sesuai adalah metode langsung.

Karim (2011), dengan penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode

Penemuan Dalam Pembelajaran Untuk Meningkatkan Konsep dan

Kemampuan Siswa Berkebutuhan Khusus”. Dilatarbelakangi karena

rendahnya pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa serta kemampuan siswa yang beragam dalam pelajaran matematika, maka perlu adanya suatu metode pengajaran yang sesuai dan dapat dilaksanakan baik di sekolah umum mamupun sekolah inklusi. Dari penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode penemuan dapat meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis dan siswa dapat mengikuti pembelajaran. Penelitian tersebut memberikan informasi yaitu dengan metode penemuan membuat siswa menjadi lebih berpikir kreatif, maka dari itu sebagai seorang guru bisa menggunakan metode penemuan ketika melakukan pembelajaran.


(54)

34

Aisyah (2015), dengan judul penelitiannya yaitu “Dampak Pola Pembelajaran Sekolah Inklusi Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus”.

Dilatarbelakangi karena jumlah anak berkebutuhan khusus di SD Sada Ibu Cirebon yang lebih banyak dibandingkan jumlah anak normal, maka peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti mengenai sejauh mana dampak pola pembelajaran di sekolah tesebut terhadap anak berkebutuhan khusus. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi dan angket. Berdasarkan penelitian yang sudah peneliti lakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa dengan menggunakan pola pembelajaran adaptif membuat siswa menjadi lebih kreatif. Selain itu hasil akademik serta sosial dari siwa berkebutuhan khusus mengalami perkembangan dan menimbulkan dampak positif dari segi afektif, kognitif dan psikomotornya. Pembelajaran adaptif adalah pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi siswa, artinya menyesuaikan antara bahan ajar, metode, alat/ media pembelajaran dan lingkungan sekitar. Penelitian tesebut memberikan informasi bahwa guru bisa menggunakan pembelajaran adaptif untuk membuat siswa menjadi lebih kreatif sehingga bisa memberikan dampak positif kepada siswa berkebutuhan khusus.

Relevansi dari ketiga penelitian tersebut adalah, bahwa berhasil tidaknya suatu sistem pembelajaran bergantung pada berbagai faktor, diantaranya adalah proses pembelajaran, yaitu metode pembelajaran yang digunakan oleh


(55)

guru ketika mengajar peserta didiknya. Pola pembelajaran dan metode pengajaran yang digunakan guru ketika mengajar siswanya di dalam kelas diharapkan mampu mengembangkan konsep mengenai pemahaman pembelajaran serta meningkatkan potensi yang dimiliki siswa. Selain untuk memgembangkan potensi, juga bisa membuat siswa lebih kreatif untuk semakin berkembang baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotor. Hal ini sesuai dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu mengenai metode pengajaran di sekolah inklusi.


(56)

36

Gambar 2.1

Bagan Hasil Penelitian yang Relevan Gunawan (2013) Survei Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaptif Sekolah Luar Biasa se-Kabupaten Gunung Kidul Gunawan (2013) Survei Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaptif Sekolah Luar Biasa se-Kabupaten Gunung Kidul Karim (2011) Penerapan Metode Penemuan Dalam Pembelajaran Untuk Meningkatkan Konsep dan Kemampuan Siswa Berkebutuhan Khusus Karim (2011) Penerapan Metode Penemuan Dalam Pembelajaran Untuk Meningkatkan Konsep dan Kemampuan Siswa Berkebutuhan Khusus Aisyah (2015) Dampak Pola Pembelajaran Sekolah Inklusi Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Aisyah (2015) Dampak Pola Pembelajaran Sekolah Inklusi Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Proses pembelajaran adaptif baik dilakukan di sekolah

luar biasa karena pembelajaran yang

menyesuaikan kondisi siswa untuk

mengembangkan potensi. Proses pembelajaran

adaptif baik dilakukan di sekolah

luar biasa karena pembelajaran yang

menyesuaikan kondisi siswa untuk

mengembangkan potensi.

Metode penemuan meningkatkan pola pikir siswa menjadi

lebih kreatif. Metode penemuan meningkatkan pola pikir siswa menjadi

lebih kreatif.

Pembelajaran adaptif membuat

siswa menjadi lebih kreatif dan

memberikan dampak positif pada siswa anak

berkebutuhan khusus. Pembelajaran adaptif membuat

siswa menjadi lebih kreatif dan

memberikan dampak positif pada siswa anak

berkebutuhan khusus. Lusia (2016) METODE PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN BANTUL Lusia (2016) METODE PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN BANTUL


(57)

2.3Kerangka Berpikir

Sekolah inklusi merupakan sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus lainnya. Dalam proses pembelajaran di dalam sekolah inklusi, seharusnya tidak perlu adanya tembok penghalang antara siswa yang memiliki kebutuhan khusus dengan siswa berkebutuhan tidak secara khusus. Maka dari itu, diperlukan metode pengajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa yang beragam, sehingga sebagai seorang guru perlu memahami karakteristik siswa, mulai dari latar belakang kemampuan serta keadaan fisik, emosi, mental dan intelektual. Guru harus pintar dan menguasai metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswa yang beragam tersebut, sebab jika guru mampu menguasai dan dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai maka siswa dapat mengembangkan potensi serta kemampuan yang dimiliki.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Untuk itu peneliti membagikan kuesioner kepada 29 guru di Kabupaten Bantul, untuk memperoleh data mengenai kekhasan dalam metode pengajaran di sekolah inklusi. Dari data yang diperoleh, maka peneliti bisa memetakan metode pengajaran di sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Bantul.

2.4Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah bentuk metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi


(58)

se-38

Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri, dan scaffolding.


(59)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab III ini akan dibahas tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan metode penelitian yaitu mengenai jenis penelitian yang digunakan, setting penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian instrumen, dan teknik analisis data.

3.1Jenis Penelitian

Penelitian yang berjudul “Metode pengajaran yang digunakan di Sekolah

Dasar Inklusi se Kabupaten Bantul” merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan cross sectional design melalui metode survey, yaitu dengan membandingkan dua kelompok/orang atau lebih untuk melihat perbedaaan. Cohen dan Nomion (1982) dalam Sukardi (2003) berpendapat bahwa penelitian survey sebenarnya masih merupakan salah satu dari jenis penelitian deskriptif. 3.2Setting Penelitian

a. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai Agustus 2015 sampai Agustus 2016. b. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 7 sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Bantul, yaitu SD Negeri 2 Jambidan, SD Negeri Soka, SD Negeri


(60)

40

Wojo, SD Negeri 2 Panjangrejo, SD Negeri Siluk, SD Negeri Kepuhan, dan SD Negeri Sawahan.

3.3Variabel Penelitian

Sarwono (2006: 53) mengatakan variabel ialah sesuatu yang berbeda atau bervariasi, penekanan kata sesuatu diperjelas dalam definisi kedua yaitu simbol atau konsep yang diasumsikan sebagai seperangkat nilai-nilai. Dalam penelitian ini, ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu:

3.3.1Variabel bebas (independent variabel)

Variabel bebas yaitu variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lain, Sarwono (2006: 54). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sekokah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul.

3.3.2Variabel tergantung atau terikat (dependent variabel)

Variabel terikat yaitu variabel yang memberikan reaksi/respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel tergantung adalah variabel yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas, Sarwono (2006: 54). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah bentuk metode pengajaran di sekolah dasar inklusi se Kabupaten Bantul.


(61)

3.4Populasi dan Sampel 3.4.1Populasi

Menurut Ali (dalam Mustafidah (2012: 33) menyebutkan bahwa populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian, atau disebut juga universe. Sedangkan menurut Nawawi (2000: 4) populasi adalah keseluruhan subjek yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai sumber. Dari pendapat para tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan dari objek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul yang sudah memiliki SK sekolah inklusi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bantul, yaitu sebanyak 258 guru yang terdiri dari guru kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.

3.4.2Sampel

Arikunto (1996: 117) dalam buku Mustafidah (2012: 34) menyebutkan, bahwa sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek penelitian yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 29 guru. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive random sampling. Margono (2010: 120) mengemukakan bahwa purposive random sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu.


(62)

42

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 7 sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Bantul, dengan jumlah 29 guru. Sekolah dasar inklusi yang menjadi sampel yaitu SD Negeri 2 Jambidan, SD Negeri Soka, SD Negeri Wojo, SD Negeri 2 Panjangrejo, SD Negeri Siluk, SD Negeri Kepuhan, dan SD Negeri Sawahan. Alasan peneliti memilih 7 sekolah dasar inklusi ini yaitu dari 43 sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Bantul, tidak semua sekolah memperbolehkan untuk dijadikan tempat penelitian. Ada beberapa sekolah yang tidak memperbolehkan karena sudah ber-MOU dengan universitas lain, kemudian ada pula sekolah dasar inklusi yang ada dalam daftar sekolah inklusi dari Dinas Pendidikan Bantul, tetapi belum mendapatkan surat keterangan (SK) dari Dinas Pendidikan tentang inklusi. Jadi, sekolah dasar inklusi yang memperbolehkan melakukan penelitian hanya 7 sekolah saja.

3.5Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2012: 308) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan kuesioner. Kuesioner masuk ke dalam teknik pengumpulan data non tes. Kuesioner disebarkan kepada guru yang ada di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul yang menjadi sampel dalam penelitian. Kuesioner berisi indikator-indikator metode pengajaran di sekolah dasar inklusi yang diturunkan dari aspek-aspek dalam metode pengajaran di sekolah dasar inklusi. Dari 7 sekolah inklusi yang menjadi sampel, seluruh guru yang di dalam kelasnya


(63)

terdapat siswa ABK diminta untuk mengisi kuesioner yang peneliti bagikan. Jangka waktu pengisian kuesioner yaitu sesuai dengan perjanjian antara peneliti dan kepala sekolah yang menjadi sampel dalam penelitian, yaitu selama dua hari. 3.6Instrumen Penelitian

Alat ukur penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mengetahui bentuk metode pengajaran yang digunakan di sekolah inklusi se Kabupaten Bantul. Sugiyono (2012: 199) mengatakan kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner disebarkan kepada seluruh guru di sekolah inklusi se Kabupaten Bantul yang menjadi sampel dalam penelitian. Dalam penelitian ini, digunakan kuesioner tertutup dengan alasan menghindari adanya jawaban ragu-ragu dari responden dan memudahkan peneliti dalam menganalisis data. Tukiran (2012: 184) mengatakan karakteristik pernyataan tertutup adalah semua pilihan jawaban dari pertanyaan telah ditentukan oleh peneliti. Darmadi (2014: 79) mengungkapkan bahwa kuesioner tertutup disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal

memberikan tanda centang (√) pada kolom atau tempat yang sudah disediakan.

Dari pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa dalam kuesioner tertutup jawaban sudah disediakan oleh peneliti, sedangkan responden tinggal memberi

tanda centang (√). Lembar kuesioner metode pengajaran yang digunakan guru


(64)

masing-44

masing aspek terdiri dari beberapa indikator. Berikut tabel 3.1 menjelaskan indikator kuesioner metode pengajaran di sekolah inklusi menurut Friend (2015).

Tabel 3.1

Kisi-kisi Lembar Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran di Sekolah Dasar Inklusi se Kabupaten Bantul

No. Aspek Indikator No.

Item 1.

Metode Pengajaran Langsung

1.Memberikan latihan dengan bimbingan 1,2 2.Penyampaian materi 3,4 3.Memberikan umpan balik 5 2.

Metode

Pengajaran Tak Langsung

1.Guru sebagai fasilitator 6 2.Berpusat pada siswa 7

3. Latihan Mandiri

1.Memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri

8,9 2.Melatih siswa untuk berlatih sejumlah

kecil keterampilan

10 3.Memberikan latihan agar siswa dapat

memperkembangkan kemampuan

11, 12

4. Scaffolding

1.Mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran

13 2.Memanfaatkan model pembelajaran yang

beragam

14 3.Melatih tanggung jawab 15

Tabel 3.1 menunjukkan kisi-kisi lembar kuesioner bentuk metode pengajaran yang digunakan oleh guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul. Bentuk metode pengajaran terdiri dari empat aspek, dimana dari masing-masing aspek terdiri dari beberapa indikator. Aspek pertama yaitu metode pengajaran langsung meliputi tiga indikator. Indikator pertama yaitu memberikan latihan dengan bimbingan dan dijabarkan dengan pernyataan pada item nomor 1 dan item 2. Indikator kedua yaitu penyampaian materi dan dijabarkan dengan pernyataan


(65)

pada item nomor 3 dan item nomor 4.indkator ketiga yaitu memberikan umpan balik dan dijabarkan dengan pernyataan pada item nomor 5.

Aspek kedua yaitu metode pengajaran tak langsung, meliputi dua indikator, yaitu indikator pertama guru sebagai fasilitator dijabarkan pada item nomor 6. Indikator kedua berupusat pada siswa dijabarkan dalam pernyataan dalam item nomor 7. Selanjutnya aspek ketiga, yaitu latihan mandiri. Dalam aspek latihan mandiri meliputi tiga indikator, dalam indikator pertama yaitu memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri dijabarkan dalam pernyataan item nomor 8 dan 9. Indikator kedua melatih siswa untuk berlatih sejumlah kecil keterampilan dijabarkan dengan pernyataan pada item nomor 10. Indikator ketiga memberikan latihan agar siswa dapat memperkembangkan kemampuan dijabarkan dengan pernyataan item nomor 11 dan 12.

Aspek keempat yaitu scaffolding meliputi 3 indikator. Indikator pertama mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran dijabarkan dalam pernyataan item nomor 13, indikator kedua memanfaatkan model pembelajaran yang beragam dijabarkan dalam pernyataan item nomor 14, dan indikator ketiga melatih tanggung jawab dijabarkan dalam pernyataan item nomor 15.

Tabel 3.2 menunjukkan lembar kuesioner metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi yang telah disusun.


(66)

46

Tabel 3.2

Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi

se-Kabupaten Bantul

No. Aspek Indikator Pernyataan

1.

Metode Pengajaran Langsung

1.Memberikan latihan dengan bimbingan

1. Saya mengajukan pertanyaan unt uk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

2. Saya mengkoreksi kesalahan konsep yang dipahami siswa.

2.Penyampaian materi

3. Saya memberikan contoh konkret untuk menyoroti poin-poin penting dalam pembelajaran. 4. Saya menggunakan metode

demonstrasi saat menyampaikan materi pembelajaran.

3.Memberikan umpan balik

5. Saya memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang telah disampaikan. 2. Metode Pengajaran Tak Langsung

1.Guru sebagai fasilitator

6. Saya membimbing siswa memecahkan masalah yang ditemukan siswa dalam pembelajaran.

2.Berpusat pada siswa

7. Saya mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

3. Latihan Mandiri

1.Memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri

8. Saya memberikan latihan di setiap akhir pelajaran yang harus dikerjakan siswa secara mandiri. 9. Saya mendorong siswa untuk

bersemangat mengerjakan tugas tanpa bantuan guru/ teman.

2.Melatih siswa untuk berlatih sejumlah kecil keterampilan

10. Saya memberikan latihan sederhana sesuai dengan keterampilan siswa.

3.Memberikan latihan agar siswa dapat memperkembangka n kemampuan

11. Saya memberi tugas kepada siswa untuk memperkembangkan kemampuannya.

12. Saya memberikan latihan tambahan kepada siswa agar mereka dapat meningkatkan


(67)

kemampuannya.

4. Scaffolding

1.Mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran

13. Saya menyusun materi pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus.

2.Memenfaatkan model

pembelajaran yang beragam

14. Saya menggunakan model pembelajaran yang cocok dengan kemampuan siswa.

3.Melatih tanggung jawab

15. Saya membantu siswa agara dapat mengumpulkan tugas tepat waktu.

3.7Teknik Pengujian Instrumen

Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Arikunto, 1998: 160) dalam Mustafidah (2012: 41). Dalam sub bab ini akan dibahas tentang bagaimana instrumen dalam penelitian ini akan diuji validitas dan reliabilitasnya.

3.7.1Validitas

Dalam Mustafidah (2012: 42) menurut Arikunto (1998: 160), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesasihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat, Mustafidah (2012: 42). Menurut Sarwono (2006: 83-84), ada dua validitas, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal adalah tingkatan dimana hasil-hasil penelitian dapat dipercaya kebenarannya, sedangkan validitas eksternal ialah tingkatan dimana hasil-hasil


(68)

48

penelitian dapat digeneralisasi pada populasi, latar dan hal-hal lainnya dalam kondisi yang mirip. Validitas internal meliputi validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk. Dalam penelitian ini menggunakan dua teknik pengukuran tersebut, yaitu validitas isi dan validitas konstruk.

3.7.1.1 Validitas Isi (Content Validity)

Menurut Margono (dalam Darmadi 2014:85-86) mengungkapkan bahwa validitas isi (content validity) menunjukkan pada suatu instrumen yang memiliki kesesuaian isi dalam mengungkap/ mengukur yang akan diukur. Dalam menilai validitas ini suatu instrumen, perlu diperhatikan beberapa hal penting antara lain seberapa jauh instrumen itu mencerminkan seluruh isi yang diukur. Kuesioner penelitian ini mengukur bentuk metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul. Validitas isi dilakukan oleh orang yang ahli dalam mengukur konsep ini. Validitas isi dalam penelitian ini dilakukan oleh dua dosen yang dalam ahli dalam anak berkebutuhan khusus dan metode pengajaran. Kuesioner yang telah dikembalikan kemudian diolah untuk mengetahui perlu tidaknya revisi. Skala penilaian terhadapat metode pengajaran 5 (sudah baik),4 (sudah baik, perlu perbaikan), 2 (tidak layak), dan 1 (sangat tidak layak).

Validasi pertama dilakukan oleh dosen PGSD yang ahli dalam anak berkebutuhan khusus. Hasil validasi dari beliau menunjukkan bahwa pada aspek pertama mengenai pengunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah EYD dan mudah dipahami oleh guru diberi nilai 5 tanpa komentar. Pada aspek kedua yaitu


(1)

(2)

(3)

Lampiran 5: Pengolahan Data Mean a. Pengolahan data mean

1. Metode pengajaran langsung Jumlah item 1 (X1) =22

Jumlah item 2 (X2) = 26

Jumlah item 3 (X3) = 23

Jumlah item 4 (X4) = 27

Jumlah item 5 (X5) = 26

=

% ( ) 00 ( ) 00

%

2. Metode Pengajaran Tak Langsung Jumlah item 6 (X6) = 22

Jumlah item 7 (X7) = 28


(4)

0

% ( ) 00 ( 0 ) 00

%

3. Latihan Mandiri

Jumlah item 8 (X8) = 24

Jumlah item 9 (X9) = 26

Jumlah item 10 (X10) = 26

Jumlah item 11(X11) = 24

Jumlah item 12(X12) = 26

% ( ) 00 ( ) 00


(5)

4. Scaffolding

Jumlah item 13 (X13) = 28

Jumlah item 14 (X14) = 27

Jumlah item 15 (X15) = 22

+ +

=25.6

% ( ) 00 ( ) 00

%

Tabel 4.2

Hasil Analisis Data Mean Penggunaan Bentuk Metode Pengajaran

No Metode Presentase

1 Metode Pengajaran Langsung %

2 Metode Pengajaran Tak Langsung %

3 Latihan Mandiri 0%

4 Scaffolding %

Jumlah %

Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh jumlah seluruh presentase penggunaan metode pengajaran sebesar 358.9%. hasil tersebut kemudian


(6)

digunakan untuk menghitung tingkat penggunaan metode pengajran kemudian akan digambarkan dalam bentuk diagram, dengan rumus sebagai berikut :

00

b. Perhitungan Dalam Presentase

1. Metode Pengajaran Langsung

00

%

2. Metode Pengajaran Tak Langsung

00

%

3. Latihan Mandiri

00

0 %

4. Scaffolding

00

0 %

Presentase Penggunaan Bentuk Metode Pengajaran

No Metode Presentase

1 Metode Pengajaran Langsung % 2 Metode Pengajaran Tak Langsung %

3 Latihan Mandiri 0 0 %