xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Perjanjian Lama dan Baru dalam terjemahan baru yang diselenggarakan
oleh Lembaga Alkitab Indonesia, LAI, 2008.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem. Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Kerasulan Awam. 18 November 1965.
DV : Dei Verbum. Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Wahyu Ilahi. 18 November 1965. EN
: Evangelii Nuntiandi.Imbauan Aposolik Paus Paulus VI tentang Karya Pewartaan Injil dalam Jaman Modern. 8 Desember 1975.
FC : Familiaris Consortio. Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern. 22 November 1981.
GE : Gravissimum Educationis. Pernyataan tentang Pendidikan
Kristen.28 Oktober 1965. KGK
: Katekismus Gereja Katolik. 1995. SC
: Sacrosanctum Concilium. Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Kudus. 4 Desember 1963.
C. Singkatan Lain
ADS : Agama Djawa Sunda
Art : Artikel
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
Mgr : Monsinyur
PAK : Pendidikan Agama Katolik
PIA : Pendampingan Iman Anak
xix PT
: Perguruan Tinggi R
: Responden SD
: Sekolah Dasar SMASMK: Sekolah Menengah AtasKejuruan
SMP : Sekolah Menengah Pertama
WIB : Waktu Indonesia Barat
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak setiap manusia, seperti yang terdapat dalam Undang-
undang Dasar 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa “Setiap warga n
egara berhak mendapat pendidikan”. Setiap manusia apapun suku, bahasa, agamanya berhak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang didapatkan
manusia dapat melalui pendidikan formal, informal maupun non-formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, mulai dari
Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah Pertama SMP, Sekolah Menengah AtasKejuruan SMASMK, hingga Perguruan Tinggi PT. Sedangkan
pendidikan informal adalah pendidikan yang dialami anak dalam keluarga dan pendidikan non-formal adalah pendidikan yang didapatkan melalui pelatihan
dalam lembaga-lembaga khusus di luar sekolah dan keluarga.
Gereja juga menyatakan bahwa salah satu modal awal hidup manusia adalah pendidikan. Deklarasi tentang Pendidikan Kristen Gravissimum
Educationis Art. 1 menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang sesungguhnya adalah untuk mencapai pembinaan pribadi manusia menuju kedewasaan, sehingga
dapat menyumbangkan nilai-nilai yang baik demi kesejahteraan masyarakat. Pembinaan manusia menuju kedewasaan berarti membantu manusia berkembang
secara utuh. Maka, seluruh segi hidup manusia perlu dikembangkan dalam
pendidikan.
2
Melalui pendidikan,
manusia berusaha
mengembangkan segala
kemampuan yang ada dalam dirinya. Pada akhirnya, hasil dari pendidikan diharapkan dapat berguna bagi masyarakat yang berada di sekitar pribadi tersebut.
Oleh karena itu, pendidikan meliputi berbagai aspek kehidupan, baik secara fisik, mental, kultural, moral, maupun religiospiritual.
Kenyataan dalam pelaksanaan pendidikan di zaman sekarang yakni kurangnya pengembangan segi pribadi dan terlalu menekankan segi kognitif.
Gereja pun menyampaikan pendapat melalui KWI 2011:29 dalam Pedoman
Pastoral Keluarga:
Tantangan terbesar di bidang pendidikan pada saat ini adalah bahwa pendidikan formal cenderung terlalu menekankan kemampuan intelektual
dan hasil belajar, sehingga kurang memperhatikan kemampuan- kemampuan lain dan prosesnya. Akibatnya adalah kurangnya perhatian
pada kepekaan, solidaritas dan nilai-nilai kemanusiaan serta kehidupan beriman lainnya.
Pendapat Gereja ini menunjukan bahwa sekolah formal masih kurang memperhatikan kemampuan-kemampuan lain siswa-siswi selain kemampuan
intelektualnya. Sekolah formal lebih menekankan kemampuan intelektual dan hasil belajar yang terlihat secara fisik, namun belum menyentuh segi-segi lain
dalam pribadi siswa. Nilai-nilai penting berkaitan dengan nilai kehidupan, kemanusiaan dan hidup beriman belum menjadi perhatian utama dalam
pendidikan. Kenyataan ini menjadi tantangan bagi hidup manusia karena dapat
menimbulkan krisis kepribadian, di mana manusia hanya menghargai kemampuan intelektual saja dan mengabaikan kemampuan-kemampuan lainnya. Pandangan
yang mengutamakan kemampuan intelektual dapat mempengaruhi perkembangan
3
hidup generasi muda dan menimbulkan kurangnya penghargaan terhadap pribadi manusia secara utuh.
Dalam mengatasi tantangan ini, peranan keluarga sangat penting untuk memberikan pendidikan moral dan iman bagi anak. Melalui pendidikan moral dan
iman dalam keluarga, anak dapat mengembangkan sikap peka terhadap orang lain dan memiliki iman yang berkembang.
“Pendidikan dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan iman dan moral Katolik, karena keluarga adalah
sekolah nilai- nilai dan iman Katolik” GE art. 3. Sekolah pertama dan utama bagi
anak adalah keluarga. Manusia sejak lahir hidup dalam keluarga dan dari keluarga manusia belajar mengenal segala sesuatu.
KWI dalam Pedoman Pastoral Keluarga 2011:5 menyatakan bahwa keluarga merupakan buah dan sekaligus tanda kesuburan adikodrati Gereja serta
memiliki ikatan yang mendalam, sehingga keluarga disebut sebagai Gereja Rumah-tangga Ecclesia Domestica. Karena ikatan yang mendalam tersebut,
maka keluarga menjadi sarana karya keselamatan Allah. Sebagai sarana terlaksananya karya keselamatan Allah, keluarga mempunyai tugas mewartakan
Kerajaan Allah. Tugas yang dianugerahkan Allah kepada keluarga yaitu: Berkat Sakramen Baptis, suami-istri dan anak menerima dan memiliki tiga
martabat Kristus, yakni martabat kenabian, imamat, dan rajawi. Dengan martabat kenabian, mereka mempunyai tugas mewartakan Injil; dengan
martabat imamat, mereka mempunyai tugas menguduskan hidup, terutama dengan menghayati sakramen-sakramen dan hidup doa; dan dengan
martabat rajawi, mereka mempunyai tugas untuk melayani sesama. Pedoman Pastoral Keluarga art. 17
Menurut artikel ini, keluarga mendapatkan anugerah dari Allah berkat Sakramen Baptis yang mereka dapatkan. Setelah menerima Sakramen Baptis,
4
setiap orang, baik orang tua maupun anak mendapatkan anugerah untuk menjadi saksi bagi sesama. Setiap orang mendapatkan tugas mewartakan Injil,
menguduskan hidup, dan melayani sesama. Ketiga tugas ini diharapkan supaya dilaksanakan dalam hidup keluarga.
Salah satu tugas keluarga untuk mewartakan Injil, yakni dengan melaksanakan pendidikan iman anak. Suhardiyanto 2012:1 menyatakan bahwa
pendidikan iman anak adalah segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga
maupun dalam lingkup paroki. Maka, pendidikan iman dalam keluarga merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam keluarga demi perkembangan iman anak.
Kegiatan yang dilakukan dalam keluarga demi perkembangan iman anak adalah doa bersama, pengajaran tentang Yesus, pengajaran tentang Gereja maupun
pengajaran mengenai sikap yang baik terhadap sesama. Menurut KWI 2011: 31- 33, bentuk konkret yang dapat dilakukan sebagai pendidikan iman Katolik
kepada anak-anak adalah doa pribadi dan doa bersama, mengikuti perayaan ekaristi, membaca dan merenungkan Kitab Suci, ikut aktif dalam kelompok
pembinaan iman, serta ikut ambil bagian dalam rekoleksi, retret, ziarah, dan sebagainya.
Pada pelaksanaan pendidikan iman dalam keluarga, KWI dalam Pedoman Pastoral Keluarga 2011: art. 30 menyatakan bahwa orangtua sering
mempercayakan pendidikan iman anak-anak kepada orang atau lembaga lain, misalnya guru agama, katekis, dan lembaga persekolahan. Pernyataan Gereja ini
terlihat dalam pendidikan iman di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Orang
5
tua percaya bahwa guru agama, katekis, sekolah, pendamping PIA dapat mendidik iman anak melalui pengetahuan yang mereka miliki. Karena kurangnya
pengetahuan orang tua dalam hal pendidikan iman dalam keluarga, maka orang tua mempercayakan kepada guru agama, katekis dan sekolah untuk mendidik
iman anak. Orang tua kurang melibatkan anak-anak dalam kegiatan di lingkungan Gereja. Dalam pendalaman iman, yang hadir sebagian besar adalah orang dewasa
dan sedikit anak-anak dan remaja. Padahal kegiatan di lingkungan merupakan salah satu cara orang tua dalam memberikan pendidikan iman kepada anak.
Kenyataan lain yang penulis saksikan yakni kesibukan orang tua maupun anak sehingga kurangnya kesempatan untuk berkumpul bersama. Orang tua
bekerja mulai dari pagi hari hingga sore hari, anak bersekolah dari pagi hari sampai siang. Kesempatan bagi orang tua dan anak untuk berjumpa adalah pada
sore hingga malam. Pada malam hari, kondisi fisik orang tua sudah lelah dan anak mengerjakan tugas sekolah, sehingga kemungkinan untuk melaksanakan
pendidikan iman secara khusus menjadi lebih terbatas. Adapula anak usia SMA yang bersekolah di luar kota, sehingga orang tua tidak dapat berjumpa dengan
anak selama anak sekolah dan kesempatan untuk memberikan pendidikan iman secara langsung menjadi kurang.
Dengan melihat keadaan yang terjadi, maka penulis tergerak untuk memberikan sumbangan pemikiran demi perkembangan pendidikan iman dalam
keluarga dan iman anak. Maka penulis menyusun karya tulis yang berjudul “DESKRIPSI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA BAGI
PERKEMBANGAN IMAN ANAK DI STASI MARIA PUTRI MURNI SEJATI
6
CISANTANA, PAROKI
KRISTUS RAJA
CIGUGUR, KEUSKUPAN
BANDUNG ”.
B. Rumusan Permasalahan