40
Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Bagian ini terdiri dari rencana penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian, serta kesimpulan penelitian.
A. Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Cigugur dan Stasi Maria Putri
Murni Sejati Cisantana 1.
Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Cigugur a.
Sejarah
Sejarah perkembangan Gereja Katolik di tatar sunda berawal dari Kota Cirebon yaitu dengan berdirinya Gereja Santo Yosef Cirebon yang diresmikan
pada tanggal 10 November 1880 oleh Mgr. A. Claessens sebagai Gereja pertama di wilayah Keuskupan Bandung Jawa Barat. Pada saat itu, di Cigugur masyarakat
belum menganut agama Katolik. Masyarakat secara mayoritas masih menganut Agama Djawa Sunda sedangkan minoritas menganut agama Islam. Hubungan
kedua kelompok penganut agama ini rukun, meskipun terkadang timbul kesalahpahaman Basuki Nursananingrat, 1977: 9.
Agama Djawa Sunda ADS merupakan aliran kebatinan yang didirikan
oleh Pangeran Sadewa Madrais Alibasa Kusuma Wijaya Ningrat atau yang dikenal sebagai Pangeran Madrais Iman Sukmana, 2014: 29. Agama Djawa
Sunda merupakan sebuah pemadatan dari ungkapan “anjawat lan anjawab roh susun-susun kang den tunda
” artinya memilih dan menyaring roh yang tersusun dan yang tertunda yang ada di seluruh alam semesta termasuk dalam diri manusia
Iman Sukmana, 2014: 36. ADS mengajarkan dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mengakui bahwa Tuhan yang menjadi penggerak, pengatur, pembimbing gerakan
41
rohani manusia dan segala makhluk yang diciptakan-Nya Basuki Nursananingrat, 1977:11. Para penganut ADS percaya bahwa tujuan hidup manusia adalah
“Sampurnaning Hirup Sajatining Mati”. Sampurnaning hirup berarti sempurnanya hidup. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keterbatasannya manusia
mendekatkan diri kepada yang sempurna, yakni Tuhan. Sajatining mati berarti sejatinya mati, yakni mati dengan layak sebagai manusia dengan cara dirawat
sedemikian rupa sebagai penghargaan terhadap raga manusia yang mencari kesempurnaan hidup Iman Sukmana, 2014: 38-39.
Pada tahun 1937 ketika gunung Ciremai hampir meletus, Pangeran Madrais bersama para pengikutnya mendaki gunung untuk mengadakan ritual di
puncak gunung. Setelah menuruni gunung, ia melanjutkan perjalanan menuju sebuah tempat yang dikenal
“Curug Goong” Curug berarti air terjun, goong merupakan alat musik tradisional yang dalam bahasa Indonesia disebut gong. Di
tempat ini, ia mendapatkan wahyu yang berbunyi: “Isuk jaganing geto anjeun
bakal nyalindung di handapeun camara bodas anu bakal mawa kana kaberesan
alam”. Pernyataan ini dalam bahasa Indonesia berarti “esok hingga masa yang
akan datang engkau akan berlindung di bawah cemara putih yang akan membawa pada kesejahteraan alam” Iman Sukmana, 2014: 45. Wahyu yang didapatkan
oleh Pangeran Madrais belum terlaksana hingga ia wafat dan digantikan oleh puteranya. Putra Pangeran Madrais bernama Pangeran Tedja Buana Alibassa.
Munculnya umat Katolik di Cigugur bermula dari permasalahan yang dialami penganut ADS Agama Djawa Sunda. Pada tahun 1964, ada paham yang
menyebabkan perbedaan pendapat antara salah satu penganut ADS dengan
42
penganut agama lain yang ada di Cigugur, yakni agama Islam. Pada saat itu pimpinan ADS, Pangeran Tedja Buana Alibassa bersama penganutnya harus
menghadapi goncangan dan tuduhan yang berat dari masyarakat yang berbeda pendapat dan kepercayaan dan juga mendapatkan tuduhan dan tekanan dari
pemerintah Iman Sukmana, 2014: 53-55. Pada saat mengalami sakit di Santo Yosef Cirebon, ia berdoa dan meditasi.
Dalam meditasinya, ia mendapatkan wahyu yang merupakan peringatan dari wahyu yang didapatkan oleh ayahnya, Pangeran Madrais di Curug Goong.
Pangeran Tedja Buana percaya bahwa yang dimaksud Cemara Putih adalah
“Kristus”, yakni Kristus yang menyelamatkan dunia. Berdasarkan hal itu, pada
tanggal 21 September 1964 Pangeran Tedja Buana secara resmi membubarkan ADS dan bermaksud masuk ke dalam Gereja Katolik, namun ia memberikan
kebebasan kepada penganutnya untuk memilih dan menganut agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing Iman Sukmana, 2014: 74-76.
Hal ini merupakan awal mula masuknya agama Katolik di wilayah Kuningan dan sekitarnya. Meskipun keputusan ini merupakan kehendak sendiri
namun akibatnya begitu besar, lebih dari 5000 penganut ADS mendaftarkan diri dengan senang hati untuk masuk dalam pangkuan Gereja Katolik serta
menyerahkan surat pernyataan ke pastoran Katolik Santo Yosef Cirebon, mengingat bahwa di Cigugur belum ada gereja.
Pada saat Natal 1964, setelah segala persoalan dengan pihak pemerintah selesai, secara resmi gedung yang dahulu digunakan ADS dibuka kembali Iman
Sukmana, 2014: 121. Sejak saat itu Gedung Paseban Tri Panca Tunggal menjadi
43
Gedung Gereja bagi umat Katolik Cigugur dan sekitarnya, termasuk umat Cisantana harus ke Cigugur untuk merayakan Ekaristi. Pada tahun selanjutnya,
para Pastor Ordo Salib Suci OSC, yaitu Pastor Hidayat OSC, Pastor Matias Kuppens OSC, Pastor Anton Ruten OSC, Pastor Straathof OSC memulai tugas
khususnya di Cigugur dan juga di Cisantana Iman Sukmana, 2014: 127.
b. Letak Geografis
Secara geografis, Paroki Kristus Raja Cigugur berada di kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan. Gereja paroki terletak di jalan Rumah Sakit 7,
Cigugur. Wilayah Paroki terbagi ke dalam lingkup stasi yakni 12 stasi dan 1 pusat paroki. Berdasarkan Sensus tahun 2011 Iman Sukmana, 2014: 462 diketahui
bahwa stasi-stasi yang termasuk dalam paroki Kristus Raja Cigugur antara lain: Stasi Cisantana, Stasi Sukamulya, Stasi Kuningan, Stasi Talahab, Stasi Cibunut,
Stasi Susuru, Stasi Wedang Temu, Stasi Kancana, Stasi Pugag, Stasi Winduhaji, Stasi Kramat Mulya dan Luragung. Setiap stasi terbagi dalam lingkungan-
lingkungan. Jumlah keseluruhan lingkungan di Paroki Kristus Raja Cigugur adalah 52 lingkungan.
c. Jumlah Umat
Berdasarkan data sensus umat Katolik Cigugur tahun 2011 Iman Sukmana, 2014: 461 diketahui terdapat 5.399 umat Katolik di Paroki Kristus
Raja Cigugur. Namun, jumlah ini masih belum mencakup semua umat karena masih ada umat yang berada di luar kota sehingga tidak terdata. Apabila jumlah
umat yang sudah terdata dijumlahkan dengan umat yang berada di luar kota, maka
44
dapat diperkirakan bahwa terdapat 7.000-an umat Katolik di Paroki Kristus Raja Cigugur Iman Sukmana, 2014: 462.
d. Situasi Umat Katolik
Umat Katolik di Paroki Kristus Raja Cigugur sebagian besar adalah Suku Sunda dan beberapa Suku pendatang, seperti Suku Jawa, Batak dan Flores.
Sebagian besar umat bermatapencaharian sebagai petani peternak, sedangkan sebagian bekerja sebagai pegawai, pedagang dan guru. Kegiatan menggereja yang
dilakukan oleh umat adalah ibadat lingkungan, doa Rosario, Perayaan Ekaristi di stasi masing-masing. Kegiatan yang khas dilakukan oleh umat Paroki adalah
Perayaan Ekaristi di Gua Maria Fatima Sawer Rahmat yang dilaksanakan setiap Kamis malam yakni malam Jumat kliwon. Umat sering menyebutnya sebagai
kaliwonan. Selain itu, Gereja biasa melaksanakan Perayaan Ekaristi peringatan 22 Rayagung sebagai salah satu ucapan syukur umat atas hasil panen selama satu
tahun. Kegiatan ini dilanjutkan dengan Pesta Nutu yang dihadiri oleh masyarakat dari berbagai tempat terutama daerah Cigugur.
2. Gambaran Umum Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana
a. Sejarah
Umat Cisantana merupakan bagian dari Gereja Cigugur. Namun, karena keperluan dan sangat pentingnya pada waktu itu umat Cisantana memiliki cita-cita
untuk membangun gedung gereja. Dengan niat dan semangatnya, semua umat dibantu oleh Paroki Santo Petrus Bandung untuk memulai Pembukaan
45
Pembangunan Gereja Cisantana. Pembukaan pembangunan dilakukan oleh Pastor Kuppens, OSC pada hari Rabu, 7 November 1965 Iman Sukmana, 2014: 142.
Pada tanggal 1 Januari 1966, di Cisantana diselenggarakan Misa Natal. Dalam misa ini Pangeran Tedja Buana mengusulkan nama untuk gedung gereja
yakni “Gereja Maria Putri Murni Sejati”. Beliau juga memberikan nasihat kepada umat Cisantana yang berbunyi
“Gareja ieu Maria Putri Murni Sajati, kawula
mere piwejang ka aranjeun, sing temen wekel dina ngagawean ajaran agama Katolik, supaya jaga kasampeur kahadeanana jeung kamajuanana, ulah lanca
linci luncat mulang ingkar tina tali gadang, sing satia tuhu kana jangji
” Iman Sukmana, 2014: 143. Dalam nasihat tersebut, Pangeran Tedja Buana berpesan
supaya umat Katolik Cisantana tetap setia dalam menghayati ajaran agama Katolik supaya kelak ditemukan kebaikannya dan kemajuannya. Jangan loncat ke
sana ke mari sehingga terlepas dari ikatan, setialah dengan bersungguh-sungguh pada janji.
Pembangunan Gereja Cisantana selesai pada tanggal 18 April 1966. Gedung gereja diresmikan oleh Mgr. P.M. Arntz, OSC. Pada tanggal yang sama
dibaptislah beberapa orang dari Cisantana, yang merupakan baptisan pertama pada masa itu Iman Sukmana, 2014: 144. Mulai dari saat itu, umat Cisantana,
Pasir, Babakan Mulya melaksanakan ekaristi di gereja Cisantana. Iman Sukmana 2014: 145-146 menyampaikan bahwa pada tanggal 17
Mei 1966, para Suster Ursulin, Ordo Santa Ursula, yaitu Suster Annunciata Filon, OSU, Suster Carol Marie Keaney, OSU, Suster Angela Sri Rukmiayati, OSU
datang ke Cisantana. Para Suster Ursulin dan Pastor Ordo Salib Suci sangat
46
memperhatikan kemajuan umat Cisantana, terutama dalam bidang kerohanian, pendidikan, kesehatan dan perekonomian.
Pada tanggal 4-5 Juli 1980 gereja Maria Putri Murni Sejati yang dibangun dengan konstruksi kayu jati dan atap sirap dibakar oleh orang tak dikenal Iman
Sukmana, 2014: 278-280. Hampir semua bagian Gereja habis dilalap api. Hanya salib arang yang menjadi saksi kuatnya iman Katolik umat Cisantana. Sampai
sekarang, salib ini masih terpampang di Gereja Maria Putri Murni Sejati. Karena gedung Gereja mengalami kebakaran, maka selama dua tahun
umat merayakan ekaristi di gedung SD Yos Sudarso Cisantana Iman Sukmana, 2014: 287. Gereja sebagai gedung boleh runtuh, namun Gereja sebagai umat
tetap eksis. Pada tanggal 6 Juli 1981 gereja dibangun kembali. Pada tanggal 15 Agustus 1982 gedung gereja yang baru diresmikan oleh Uskup Bandung, Mgr.
Petrus Marinus Arntz, OSC.
b. Letak Geografis
Stasi Maria Putri Murni Sejati terletak di desa Cisantana, Kelurahan Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Di sekitar Gereja Stasi
terdapat Sekolah Dasar Yos Sudarso Cisantana, Biara Suster Ursulin serta pemukiman warga. Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana terbagi ke dalam 13
lingkungan.
c. Jumlah Umat
Berdasarkan data umat dari tahun 2010 sampai 2014 diketahui bahwa umat di stasi Cisantana berjumlah 1154 orang. Jumlah kepala keluarga yang
47
terdapat di stasi Cisantana adalah 372 KK. Wilayah Stasi Cisantana terbagi menjadi 13 lingkungan.
d. Situasi Umat Katolik
Umat Katolik di Stasi Maria Putri Murni Sejati sebagian besar berasal dari Suku Sunda. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Sunda. Dalam
Perayaan Ekaristi mingguan umat Stasi Cisantana menggunakan bahasa Sunda. Perayaan Ekaristi dalam bahasa Indonesia biasa dilaksanakan ketika hari-hari
Raya. Dalam Ekaristi bahasa Sunda, nyanyian biasa diiringi oleh gamelan. Umat Stasi Cisantana sebagian besar bekerja sebagai petani dan peternak dan sebagian
kecil bekerja sebagai guru dan karyawan. Keterlibatan umat dalam hidup menggereja dilaksanakan dalam kegiatan ibadat lingkungan, doa Rosario, doa
arwah dan terlibat sebagai petugas dalam perayaan Ekaristi. Pelaksanaan pendidikan iman anak di stasi Maria Putri Murni Sejati
Cisantana dilaksanakan dalam lingkup keluarga, sekolah maupun Gereja. Dalam lingkup sekolah dilaksanakan melalui Pendidikan Agama Katolik PAK. Dalam
lingkup Gereja dilaksanakan Pendampingan Iman Anak PIA, kegiatan doa Legio Maria, latihan misdinar dan latihan gamelan untuk mengiringi Ekaristi.
Pendidikan iman dalam lingkup keluarga dilaksanakan melalui pendampingan orang tua dalam penerimaan Sakramen, seperti Sakramen Baptis dan Sakramen
Ekaristi. Pendidikan iman dalam keluarga berupa pengajaran tentang iman belum begitu ditekankan oleh orang tua karena keterbatasan pengetahuan orang tua akan
pengetahuan iman. Beberapa orang tua dapat memberi teladan dalam menghayati
48
iman sebagai orang Kristiani dengan membantu sesama dan bersikap penuh kasih kepada anak.
B. Penelitian tentang Pelaksanaan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga