Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

10

A. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

1. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan hak setiap manusia, seperti yang terdapat dalam Undang- undang Dasar 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa “Setiap warga n egara berhak mendapat pendidikan”. Setiap manusia apapun suku, bahasa, agamanya berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sebelum mendapatkan pendidikan, manusia pun perlu untuk mengetahui pengertian pendidikan yang sebenarnya. Driyarkara 1980:78 menyatakan bahwa “pendidikan adalah memanusiakan manusia muda”. Pe-manusia-an manusia muda ialah hominisasi dan humanisasi. Artinya, manusia muda dipimpin dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga dia bisa berdiri, bergerak, bersikap, bertindak sebagai manusia Driyarkara, 1980:85-86. Pendapat Driyarkara menekankan aspek usaha dari manusia untuk memanusiakan manusia yang lebih muda. Supriyati mengemukakan pendapat beberapa ahli mengenai pendidikan, di antaranya Sir Godfrey Thompson, Imam Barnadib serta pendapat Supriyati sendiri. Supriyati 2011:2 menyampaikan bahwa pengertian pendidikan menurut Sir Godfrey Thompson adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen di dalam kebiasaan-kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikapnya. Maka, pengertian ini menunjukkan bahwa pendidikan berasal dari luar diri individu, yakni dari lingkungan dan perubahan yang dihasilkan bersifat tetap. 11 Supriyati 2011:2 menjelaskan pendapat Imam Barnadib bahwa pendidikan adalah usaha untuk membantu, membimbing dan menuntun orang, yang pada umumnya belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Sedangkan, Supriyati 2011:3 menyatakan pendapatnya bahwa pendidikan adalah suatu usaha dan tindakan dari orang yang berwenang untuk membantu, membimbing dan mengarahkan orang yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya secara berangsur-angsur, sesuai dengan kemampuan individu. Pandangan Imam Barnadib dan Supriyati menekankan aspek usaha yang dilakukan oleh orang luar untuk mengarahkan orang yang belum dewasa menuju kedewasaan. Pandangan dari para ahli mengenai pendidikan di atas menunjukkan beberapa unsur yang terdapat dalam pendidikan. Unsur pertama yakni adanya usaha dan tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh pihak luar atau orang yang sudah dewasa maupun lingkungan terhadap orang yang belum dewasa untuk mencapai tujuan. Unsur yang kedua adalah tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah tercapainya kedewasaan manusia dan perubahan yang bersifat menetap. Dan unsur yang ketiga adalah proses, di mana untuk mencapai kedewasaan dibutuhkan proses secara berangsur-angsur sesuai dengan kemampuan individu.

b. Tujuan Pendidikan

Deklarasi tentang Pendidikan Kristen GE art.1 menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam arti sesungguhnya adalah mencapai pembinaan pribadi manusia menuju kedewasaan, sehingga dapat menyumbangkan nilai-nilai yang baik demi kesejahteraan masyarakat. Pernyataan ini menunjukkan bahwa terdapat dua tujuan 12 utama pendidikan, yakni bagi manusia secara pribadi dan bagi kesejahteraan masyarakat. Tujuan pertama pendidikan adalah untuk pembinaan pribadi. Pembinaan manusia menuju kedewasaan berarti membantu manusia berkembang secara utuh. Maka, seluruh segi hidup manusia perlu dikembangkan dalam pendidikan. Tujuan kedua yakni ikut berperan bagi kesejahteraan masyarakat. Melalui pendidikan, manusia bisa mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Namun, potensi yang sudah dikembangkan tidak akan bermanfaat apabila hanya disimpan sendiri. Oleh karena itu, sebagai manusia yang hidup bersama orang lain, setiap individu memiliki tugas dan kewajiban untuk berperan serta dalam masyarakat. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia dapat dibagikan demi kebaikan masyarakat sekitar.

c. Pelaku Pendidikan

Hak untuk mendidik dimiliki oleh keluarga, negara atau pemerintah, Gereja atau lembaga-lembaga lain yang mempunyai kewenangan Supriyati, 2011:18. Hak mendidik dalam keluarga dimiliki oleh orang tua. Hak ini merupakan hak kodrati karena orang tua adalah pendidik asli, sedangkan pendidik pengganti atau pendidik pembantu lebih memperoleh hak didik karena tugas atau tanggung jawabnya Supriyati, 2011:18. “Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat” GE art 3. Sedangkan, pendidik pengganti dapat mendidik karena diminta oleh orang tua. 13 Negara memiliki hak mendidik karena negara memiliki alat-alat atau sarana yang lengkap untuk membimbing warga ke satu tujuan ialah kesejahteraan umum yang duniawi Supriyati, 2011:19. “Maka negara sendiri wajib menjamin hak anak-anak atas pendidikan sekolah yang memadai, mengawasi kemampuan para guru serta menjaga mutu studi, memperhatikan kesehatan para murid, …, dan karena itu deng an menghindari segala macam monopoli sekolah” GE art 6. Hak didik negara berbeda dengan hak didik orang tua karena negara hanya memberikan fasilitas kepada warganya, sedangkan hak didik orang tua merupakan hak kodrati dari orang tua. Hak Gereja atau lembaga lain untuk mendidik sebenarnya sama dengan yang dimiliki negara. Perbedaan lebih pada tujuan yang mengarah pada kesejahteraan surgawi dan kesejahteraan sosial yang lebih khusus Supriyati, 2011:19. Pendidikan termasuk tugas Gereja supaya seluruh hidup manusia diresapi oleh semangat Kristus GE art. 3. Dari ketiga lembaga yang berwenang untuk mendidik, lembaga yang memiliki hak utama untuk mendidik adalah keluarga. Sedangkan lembaga negara dan lembaga keagamaan maupun sosial berperan sebagai pendukung dan pembantu pelaksanaan pendidikan dalam keluarga.

2. Iman

a. Pengertian Iman

1 Pengertian Iman menurut Kitab Suci “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” Ibr 11:1. Pengertian iman menurut Surat 14 kepada orang Ibrani menunjukkan bahwa iman merupakan hal yang menjadi dasar bagi manusia untuk berpengharapan dan membuatnya mengetahui hal yang tidak kasat mata. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, iman yang kuat ditunjukkan oleh Bapa Abraham. “Karena iman, Abraham taat ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui ” Ibr 11:8. Hal yang membuat Abraham mau mengambil keputusan untuk berangkat ke tempat yang tidak diketahuinya adalah karena imannya kepada Allah. Ia percaya bahwa apa yang dikatakan Allah akan terlaksana. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru terdapat tokoh Maria sebagai teladan iman. “Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu. ” Lalu malaikat itu meninggalkan dia” Luk 1:38. Maria menyadari bahwa ia hamba Tuhan dan menyerahkan hidupnya pada kehendak Tuhan. Maria percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi dirinya. Teladan kedua tokoh ini menunjukkan arti iman sebagai dasar bagi pengharapan manusia dan bukti dari hal yang tidak kelihatan. Hal yang mendasari tindakan Abraham dan Maria adalah iman mereka kepada Allah. 2 Pengertian Iman menurut Dokumen Gereja KWI 1996:129 menyatakan bahwa iman berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. Dalam iman, manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Dari pernyataan ini, dapat diketahui bahwa iman memiliki dua unsur, yakni anugerah 15 Allah dan tanggapan manusia. Manusia dapat beriman karena ada panggilan dari Allah, kemudian ada penyerahan diri manusia secara utuh kepada Allah. Konsili Vatikan II 1993:320 menyatakan: Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman”. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya DV art 5. Berdasarkan Konsili Vatikan II, kita dapat mengerti bahwa iman merupakan penyerahan diri manusia seutuhnya kepada Allah yang telah terlebih dahulu mewahyukan diri kepada manusia. Manusia telah merasakan kehadiran Allah sehingga dengan penuh kebebasan menyerahkan diri kepada Allah. Katekismus Gereja Katolik menambahkan penjelasan dari pengertian iman menurut Konsili Vatikan II, yakni “iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus, tidak terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang diwa hyukan Allah” KGK art 150. “Iman adalah satu perbuatan pribadi: jawaban bebas manusia atas undangan Allah yang mewahyukan Diri” KGK art 166. Penjelasan Katekismus Gereja Katolik menunjukkan unsur iman yang personal, yakni hubungan antara manusia dengan Allah. Berdasarkan penjelasan ini, dapat disadari bahwa iman secara khusus merupakan hubungan manusia secara pribadi dengan Allah yang didasari oleh kebebasannya. Selain sikap penyerahan manusia kepada Allah, Konsili Vatikan II 1993:320 menambahkan bahwa iman juga membutuhkan rahmat dari Allah dan bantuan dari Roh Kudus untuk menggerakkan hati manusia sehingga percaya 16 kepada Allah DV art. 5. Maka, manusia perlu memohon bantuan Roh Kudus untuk mengarahkan hatinya kepada Allah. Berdasarkan penjelasan dari dokumen Gereja, hal yang paling mendasar dari pengertian iman adalah adanya relasi antara Allah dan manusia. Allah berkenan mewahyukan dirinya kepada manusia. Kemudian, dengan bantuan Roh Kudus, manusia tergerak untuk menanggapi anugerah Allah dengan penyerahan diri secara total kepada Allah. Dan, penyerahan diri manusia tetap didasari oleh kebebasannya. 3 Pengertian Iman menurut Para Ahli Groome 2010:80 menyatakan bahwa iman adalah pemberian Allah dan Roh Kudus yang memberi pertumbuhan. “Akan tetapi, meskipun iman adalah pemberian Allah, dan adalah Roh Kudus yang memberi pertumbuhan, ini tidak meniadakan atau membuat berlebih-lebihan pemberitaan dan tanggung jawab pendi dikan dari komunitas Kristen”. Maka, menurut Groome pendidikan dan komunitas masih berperan dalam iman manusia. Pendidikan membantu manusia untuk mendalami imannya. Groome 2010:97-100 juga menambahkan pengertian iman berdasarkan pendapat James H. Fowler. Groome menjelaskan bahwa terdapat lima pengertian iman yang disampaikan Fowler. Pengertian iman menurut Fowler antara lain: a Iman sebagai yang Utama Iman adalah inti manusia yang mendasar, disposisi fundamental yang mewarnai dan membentuk segala sesuatu yang datang setelah iman Groome, 17 2010:97. Pengertian iman sebagai yang utama menunjukkan bahwa iman menjadi hal yang paling mendasar bagi manusia dan mempengaruhi seluruh segi kehidupan manusia. b Iman sebagai Kegiatan Mengetahui yang Aktif Groome 2010:98 menyampaikan pemahaman Fowler mengenai iman bukan sebagai keadaan atau milik yang statis, tetapi sebagai kegiatan mengetahui, mengartikan, dan menafsirkan pengalaman. Pendapat ini menunjukkan pengertian iman sebagai suatu kegiatan. Melalui iman, manusia dapat mengetahui, mengartikan, dan menafsirkan pengalaman hidupnya. c Iman sebagai Hubungan Groome 2010:98 menyatakan bahwa bagi Fowler “iman adalah fenomena hubungan yang mutlak”. Iman adalah hubungan yang berkutub tiga atau hubungan tiga serangkai. Maksud dari pendapat Fowler yakni dalam iman terdapat hubungan antara diri kita dengan dunia sehari-hari dan orang lain, dan kutub ketiga adalah hubungan dengan kondisi-kondisi akhir dan eksistensi yang paling dalam. Groome 2010:98 membahasakan pendapat Fowler ini dalam istilah Kristen bahwa iman adalah hubungan tiga serangkai antara diri kita, sesama kita, dan Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Yesus Kristus. d Iman sebagai sesuatu yang Rasional dan bersifat “Perasaan” Iman “adalah kegiatan mengetahui atau mengartikan di mana ‘kognisi’ dengan tak dapat dihindarkan terkait dengan ‘afeksi’ atau ‘menghargai’Groome, 2010:99. Pandangan ini berdasarkan pada pengertian iman sebagai kegiatan 18 mengetahui dunia secara aktif dan cara berhubungan dengan dunia. Pengertian iman sebagai kegiatan mengetahui, menunjukkan sifat iman yang rasional. Dan pengertian iman sebagai hubungan, menunjukkan aspek perasaan atau afektif dari iman. e Iman sebagai Hal yang Universal yang Ada dalam Diri Manusia. Im an adalah “hal yang universal yang ada dalam diri manusia”, apakah orang tersebut “menegaskan diri sebagai ‘orang percaya’ atau ‘orang yang beragama’ atau tidak” Groome, 2010:99. Pengertian iman ini menunjukkan bahwa iman lebih luas dari agama. Agama mengekspresikan, menginformasikan dan mungkin menambah iman. Akan tetapi, iman lebih luas daripada setiap ekspresinya yang telah diorganisasi Groome, 2010:99.

b. Dimensi Iman Kristiani

Thomas H. Groome 2010:81-94 menyatakan bahwa iman Kristiani memiliki tiga dimensi yakni: 1 keyakinan, 2 hubungan yang penuh kepercayaan, dan 3 kehidupan agape yang hidup. Ketiga dimensi iman diekspresikan dalam tiga kegiatan yakni: 1 iman sebagai kegiatan percaya faith as believing, 2 iman sebagai kegiatan mempercayakan faith as trusting, dan 3 iman sebagai kegiatan melakukan faith as doing. Iman sebagai kegiatan percaya timbul dari iluminasi batiniah yang menentukan seseorang percaya Groome, 2010:87. Oleh anugerah Allah yang sama dan pengaruh kecerdasan berpikir milik kita sendiri, kecenderungan untuk percaya diekspresikan dalam kepercayaan-kepercayaan yang dinyatakan, yang kita yakini dan setujui. Heryatno Wono Wulung 2008:33 19 menambahkan bahwa dalam menanggapi panggilan Tuhan, manusia menyerahkan diri dengan penuh kebebasan dan dengan kesadaran akal budi. Salah satu segi iman sebagai tanggapan manusia terhadap rahmat Allah juga dapat dipahami dengan rasio, karena itu, juga masuk akal. Iman sebagai kegiatan mempercayakan mengambil bentuk hubungan pribadi yang penuh kepercayaan dengan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus; dan mempercayakan trust diekspresikan dalam kesetiaan, kasih, dan kelekatan. Karena Allah adalah setia, kita dapat menyerahkan diri kita dengan penuh kepercayaan Groome, 2010:87. Heryatno Wono Wulung 2008:33 menyatakan bahwa iman Kristiani merupakan suatu undangan untuk menjalin relasi dari hati ke hati, manusia dengan Allah-Nya dan antar manusia itu sendiri. Iman berarti menaruh hati mempercayakan diri, fidere pada Tuhan yang dipercayai. Aspek afektif ini menunjukkan bahwa untuk beriman manusia perlu sepenuh hati menanggapi panggilan Allah. Iman menghasilkan relasi yang mendalam dari hati ke hati antara manusia dengan Allah yang dipercayainya. Dimensi iman sebagai kegiatan melakukan, menunjukkan bahwa iman Kristiani sebagai respons terhadap Kerajaan Allah dalam Kristus harus mencakup tindakan melakukan kehendak Allah. Melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan agape yang hidup-mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri Groome, 2010:90. Dalam dimensi ini, iman tidak hanya dihayati sebagai tanggapan manusia akan panggilan Allah, namun secara konkret diwujudkan dalam kasih kepada Allah dan sesama. 20

3. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

KWI 1996:54 menyatakan bahwa keluarga dapat dimengerti secara sempit maupun secara luas. Secara sempit, keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan, secara luas keluarga dimengerti sebagai ayah, ibu, anak beserta sanak saudara lain yang hidup bersama-sama. Pengertian mengenai keluarga ini merupakan pengertian pada umumnya. Dalam pengertian tentang keluarga itu kita dapat mengetahui bahwa keluarga yang dimaksud mulai dari keluarga inti, ayah, ibu, anak sampai pada keluarga besar yaitu sanak saudara yang lain. KWI 2011:5 menyatakan bahwa Keluarga merupakan buah dan sekaligus tanda kesuburan adikodrati Gereja serta memiliki ikatan yang mendalam sehingga keluarga disebut sebagai Gereja Rumah-tangga Ecclesia Domestica. Sebutan ini selain memperlihatkan eratnya pertalian antara Gereja dan keluarga, juga menegaskan fungsi keluarga sebagai bentuk terkecil dari Gereja. Keluarga, yang didasarkan pada cintakasih serta dihidupkan oleh cinta kasih, merupakan persekutuan pribadi-pribadi: suami dan isteri, orangtua dan anak-anak, serta sanak-saudara. Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan setiap manusia dan merupakan “persekutuan pribadi-pribadi” communion personarum yang hidupnya berdasarkan dan bersumber pada cinta- kasih. Kasih sejati dalam keluarga adalah kasih yang membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga FC art. 18. Pengertian keluarga ini memperlihatkan bahwa setiap manusia berasal dari keluarga. Dalam keluarga terdapat pribadi yang berbeda-beda, namun mereka hidup bersama dalam cinta-kasih. Setiap pribadi 21 menunjukkan cinta-kasih melalui tindakan konkret untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan keluarga KWI, 2011:10. Dari berbagai pengertian keluarga di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa keluarga adalah persekutuan pribadi-pribadi yang di dalamnya terdapat ikatan yang erat dan mendalam yang berdasar dan bersumber pada cinta-kasih. Dalam keluarga inilah, setiap pribadi mewujudkan cinta kasih demi kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan keluarga.

b. Keluarga adalah Gereja Rumah-Tangga

KWI 2011:15-18 menegaskan bahwa keluarga adalah Gereja rumah- tangga. Berkat Sakramen Baptis, suami-istri menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yakni martabat kenabian, imamat, dan rajawi. Berkat Sakramen Baptis pula, mereka menjadi anggota dan ikut membangun Gereja. Gereja bukan hanya merupakan sebuah komunitas basis manusiawi belaka, melainkan juga komunitas basis gerejawi yang mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah. KWI menyatakan bahwa keluarga adalah sungguh-sungguh Gereja rumah-tangga karena mengambil bagian dalam lima tugas Gereja sebagai berikut: 1 Persekutuan Koinônia Keluarga adalah ‘persekutuan seluruh hidup’ consortium totius vitae antara seorang laki-laki dan seorang perempuan berlandaskan perjanjian antara kedua pihak dan diteguhkan melalui kesepakatan perkawinan. Ciri pokok dari persekutuan tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta-kasih serta kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain KWI, 2011:15- 22 16. Cinta kasih merupakan kekuatan keluarga yang utama karena tanpa cinta- kasih keluarga tidak dapat hidup, berkembang atau menyempurnakan diri sebagai persekutuan pribadi-pribadi FC art.18. Persekutuan dalam keluarga akan terwujud dan makin sempurna berkat semangat berkorban yang besar. Dalam keluarga dibutuhkan sikap terbuka dan murah hati, untuk memberi pengertian, bertenggang rasa, saling mengampuni dan saling berdamai FC art. 21. Sikap saling memaafkan bisa diwujudkan dengan memaafkan apabila ada anggota keluarga yang berbuat salah dan tetap menerima anggota keluarga meskipun memiliki keterbatasan, seperti anak yang bersikap nakal tetap diterima dengan penuh kasih sayang. Persekutuan dalam keluarga juga dapat diwujudkan dengan menciptakan saat-saat bersama, doa bersama, kesetiaan dalam suka dan duka, untung dan malang, ketika sehat maupun sakit. 2 Liturgi Leiturgia Kepenuhan hidup Katolik tercapai dalam sakramen-sakramen dan hidup doa FC art. 55. Melalui Sakramen pernikahan, keluarga Kristen dipanggil untuk dikuduskan dan untuk menguduskan jemaat gerejawi serta dunia. Melalui sakramen-sakramen dan hidup doa, keluarga bertemu dan berdialog dengan Allah. Suami-istri mempunyai tanggungjawab membangun kesejahteraan rohani dan jasmani keluarganya, dengan doa dan karya. Doa keluarga yang dilakukan setiap hari dengan setia akan memberi kekuatan iman dalam hidup mereka, terutama ketika mereka sedang menghadapi dan mengalami persoalan sulit dan berat, dan membuahkan berkat rohani, yaitu relasi yang mesra dengan Allah KWI, 2011:16. 23 Kegiatan rohani dalam keluarga dapat dilakukan dalam bentuk Ekaristi bersama di Gereja, doa bersama dalam keluarga pada saat tertentu, seperti saat ulang tahun, mendoakan keluarga yang sudah meninggal, dan lain sebagainya. Kemudian bisa diadakan Ekaristi maupun ibadat dalam keluarga untuk memperingati perayaan khusus. 3 Pewartaan Injil Kerygma Keluarga mengambil bagian dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Tugas itu dilaksanakan terutama dengan mendengarkan, menghayati, melaksanakan, dan mewartakan Sabda Allah DV art. 1. Dalam keluarga, yang menyadari tugas perutusan itu, semua anggota mewartakan dan menerima pewartaan Injil. Pewartaan Injil dalam keluarga dapat dilaksanakan dengan membaca Kitab Suci dan mendalaminya bersama-sama. Kemudian anak dan orangtua saling menyampaikan pesan yang didapatkan dari bacaan Kitab Suci. Dengan demikian, orangtua tidak sekadar menyampaikan Injil kepada anak-anak mereka, melainkan dari anak-anak mereka sendiri, mereka dapat menerima Injil itu juga, dalam bentuk penghayatan mereka yang mendalam KWI, 2011:17. Selain membaca dan mendalami Kitab Suci, keluarga juga berusaha mewujudkan pesan Kitab Suci dengan bertindak baik terhadap sesama. Dan orang seperti itu menjadi pewarta Injil bagi banyak keluarga lain dan bagi lingkungan di sekitarnya EN art. 71. 24 4 Pelayanan Diakonia Sikap pelayanan dalam keluarga perlu diwujudkan di dalam keluarga itu sendiri dengan memberi perhatian kepada keluarga atau sesama yang lemah, mengalami kesulitan, bahkan yang mengalami ketidakadilan. Teladan orang tua dalam memberi perhatian dan bantuan kepada orang yang membutuhkan dapat menjadi pelajaran bagi anak untuk selalu membantu sesama yang membutuhkan tanpa membeda-bedakan. Sebagai persekutuan cinta-kasih, maka keluarga dipanggil untuk mengamalkan cinta-kasih itu melalui pengabdiannya kepada sesama, terutama bagi mereka yang papa. Dijiwai oleh cinta-kasih dan semangat pelayanan, keluarga katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah FC art. 64. Pelayanan keluarga hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang dilayani, sehingga mereka dapat mandiri. Cinta kasih pun menjangkau lebih luas dari kalangan sesama yang seiman, karena “setiap orang saudara atau saudariku”. Pada setiap orang perorangan, khususnya yang miskin, lemah dan menderita atau diperlakukan tidak adil, pelayanan cintakasih tahu bagaimana mengenali wajah Kristus, dan menjumpai sesama manusia untuk dikasihi dan dilayani FC art. 64. 5 Kesaksian Iman Martyria Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan maupun tindakan serta siap menanggung resiko yang muncul dari imannya itu. Kesaksian iman itu dengan berani menyatakan kebenaran, bersikap kritis terhadap 25 berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum KWI, 2011:17-18.

c. Keluarga sebagai Sel Terkecil dalam Masyarakat

Gereja mengakui bahwa keluarga adalah sel terkecil dalam masyarakat, karena di sana seluruh jaringan hubungan sosial dibangun. Melalui kehadiran dan peran anggota-anggotanya, keluarga menjadi tempat asal dan upaya efektif untuk membangun masyarakat yang manusiawi dan rukun KWI, 2011:18. Dalam pangkuan keluargalah para warga masyarakat dilahirkan, di situ pula mereka menemukan gelanggang latihan pertama bagi keutamaan-keutamaan sosial, yang merupakan prinsip penjiwaan untuk kehidupan serta perkembangan masyarakat sendiri FC art. 42. Pengalaman persekutuan dan saling berbagi sendiri, yang harus mewarnai kehidupan sehari-hari keluarga, merupakan sumbangan pertama dan mendasar bagi masyarakat FC art. 43. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman kebersamaan dan saling berbagi dalam keluarga dapat menjadi bekal bagi anggota keluarga untuk melaksanakannya dalam hidup bermasyarakat. Menurut para Bapa Sinode, keluarga menjadi tempat asal dan upaya paling efektif untuk “memanusiakan” dan “mempribadikan” masyarakat FC art. 43. Oleh karena itu, keluarga Katolik diharapkan dapat menyumbangkan keutamaan- keutamaan dan nilai-nilai Katolik yang dimiliki dan dihayatinya. Anggota keluarga diharapkan untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan dalam masyarakat dan menunjukkan nilai-nilai Katolik yang dimiliki dan dihayatinya. Melalui keterlibatan mereka dapat tercipta masyarakat yang manusiawi dan rukun. 26

4. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

a. Pengertian Pendidikan Iman Anak dalam keluarga

Suhardiyanto 2012:1 menyatakan bahwa pendidikan iman anak adalah segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkup paroki. Sedangkan Soerjanto Widiastoeti Soerjanto 2007:10 menyatakan bahwa pendidikan iman ialah proses dan usaha-usaha orang-orang dewasa untuk membantu anak-anak muda agar mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah, Pencipta dan Penyelamat. Heuken 1979:29 menyampaikan pendapat Mujilan bahwa pendidikan agama dalam keluarga adalah pendidikan agama bagi seluruh anggota keluarga dan oleh anggota keluarga. Dalam pendidikan iman terjadi saling memberi kesaksian iman secara lebih nyata dan sempurna. Maka, pendidikan iman anak dalam keluarga merupakan segala kegiatan apapun, yang dilakukan dalam keluarga demi perkembangan iman anak dan perkembangan keluarga itu sendiri. Pelaku pendidikan iman dalam keluarga adalah seluruh anggota keluarga. Anak dan orang tua dapat saling memberikan kesaksian iman sehingga terwujud pendidikan iman dalam keluarga. Kegiatan keluarga dalam bentuk doa bersama, pengajaran tentang Yesus, pengajaran tentang Gereja maupun sikap yang baik kepada orang lain merupakan bentuk konkret dalam pendidikan iman dalam keluarga.

b. Tujuan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

Pendidikan merupakan hal yang mendasar dalam hidup manusia. Setiap manusia membutuhkan pendidikan untuk dapat berkembang. Pendidikan pertama 27 dan utama yang didapatkan oleh manusia berasal dari keluarga. KWI 2011:28 menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam arti sesungguhnya adalah pembinaan pribadi manusia menuju kedewasaan, sehingga dapat menyumbangkan nilai-nilai yang baik demi kesejahteraan masyarakat. Heuken 1979:29 membahasakan pendapat Mujilan bahwa dalam pendidikan iman yang ingin makin dikenal adalah Yesus Kristus. Maka, Yesus Kristus menjadi dasar bagi keluarga dalam menghayati iman mereka. Maka, tujuan pendidikan iman dalam keluarga adalah demi terwujudnya keluarga yang sungguh beriman. Kristus sungguh nyata lewat relasi dengan keluarga, terwujudnya Kerajaan Allah dalam keluarga dengan suasana cinta kasih yang terbangun. Soerjanto Widiastoeti Soerjanto 2007:10 menyampaikan bahwa pendidikan iman dilakukan supaya anak mampu menghormati dan mengasihi Allah. Sedangkan KWI 2011:30 menambahkan bahwa melalui pendidikan iman dalam keluarga, anak tidak hanya mencintai Allah, tetapi aktif dalam hidup menggereja. Pendapat lain menyatakan bahwa tujuan pendidikan iman yaitu membentuk perilaku yang baik dalam kehidupan keagamaan anak-anak sehingga mereka tidak hanya takwa kepada Tuhan, tetapi juga mempunyai perasaan belas kasih dan perhatian terhadap sesama manusia Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo”, 2007:96. Pendapat ini menunjukkan tujuan pendidikan iman anak untuk membantu anak semakin takwa kepada Tuhan dan juga semakin bersikap baik dan mempunyai perhatian terhadap sesama. 28 Dari berbagai pendapat mengenai tujuan pendidikan iman dalam keluarga, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan iman anak memiliki dua unsur. Unsur yang pertama adalah demi perkembangan anak dan keluarga menjadi lebih beriman kepada Kristus. Unsur kedua adalah melalui pendidikan iman dalam keluarga, anak-anak diharapkan dapat mewujudkan imannya dengan mencintai Allah dan sesama manusia. Maka, iman tidak hanya diungkapkan dalam doa tetapi diwujudkan dengan berbuat baik kepada orang lain.

c. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

Orangtua adalah pendidik dan pewarta iman pertama dan utama bagi anak- anak AA 11. Oleh karena itu, orangtua perlu memberikan contoh kepada anak untuk menumbuhkan iman anak. Menurut KWI 2011: 31-33, cara-cara konkret yang dapat dilakukan sebagai pendidikan iman Katolik kepada anak-anak adalah sebagai berikut: 1 Doa Pribadi dan Doa Bersama Anak-anak sebaiknya dibiasakan berdoa secara teratur, baik secara pribadi, bersama keluarga maupun komunitas basis gerejawi. Perlu dijelaskan kepada mereka bahwa berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka perlu diberi teladan konkret dalam hidup doa melalui doa keluarga itu sendiri. Selain itu, dalam berdoa mereka dilatih untuk menggunakan secara tepat benda-benda rohani seperti salib, patung, gambar, rosario, dan lain-lain KWI, 2011: 31-32. 29 2 Perayaan Ekaristi Keluarga Sejak dini anak-anak perlu diajak mengambil bagian secara aktif dalam perayaan liturgi, terutama Ekaristi, supaya mereka mengenal dan mencintai Tuhan. Perayaan Ekaristi khusus untuk anak-anak dapat diselenggarakan, karena perayaan Ekaristi tersebut membantu mereka untuk lebih terlibat di dalamnya. Bila mereka sudah mampu memahami, orangtua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi, yaitu perjamuan kasih Tuhan. Dalam perjamuan itu Tuhan memberikan Diri-Nya dan memanggil manusia untuk bersatu dengan-Nya. Maka, menyambut Tubuh Kristus dalam komuni suci berarti bersatu dengan Tuhan dan Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus KWI, 2011:32. 3 Pendalaman Iman dalam Keluarga Pendalaman iman dalam keluarga dapat dilaksanakan dengan mendalami Kitab Suci bersama antara orangtua dan anak. Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk mengembangkan iman anak-anak. Melalui pembacaan Kitab Suci anak-anak mengenal Allah yang menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus. Dengan membaca serta merenungkan Kitab Suci, hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui sabda-Nya SC 7. Melalui pembacaan Kitab Suci itu anak-anak menemukan dasar iman, yaitu ajaran-ajaran Tuhan Yesus Kristus dan menimba inspirasi untuk hidup iman mereka melalui teladan hidup-Nya dan tokoh-tokoh iman dalam Kitab Suci KWI, 2011: 32-33. Selain ajaran, teladan Tuhan Yesus juga dapat menjadi contoh bagi anak untuk bersikap terhadap Allah dan sesama. 30 4 Rekoleksi, Retret, Ziarah Keluarga Rekoleksi, retret, ziarah, dan sebagainya sudah dihidupi cukup lama dalam Gereja dan menghasilkan buah yang baik. Maka, orangtua hendaknya mengajak anak untuk melaksanakan rekoleksi maupun retret serta mengadakan ziarah bersama. Hal ini dilakukan demi perkembangan hidup beriman mereka KWI, 2011:33. 5 Teladan Orang tua Orang tua lebih banyak memberikan teladan dan membagikan pengalaman iman yang konkret daripada sekedar nasehat. Anak-anak akan lebih mudah untuk mencontoh apabila orang tua memberikan teladan yang baik Pudjiono, 2007:7. Orang tua dapat memberi teladan dengan menunjukkan sikap doa yang baik, bersikap ramah terhadap orang lain, mau memaafkan apabila anak berbuat salah, mau meminta maaf apabila orang tua berbuat salah, serta memberikan perhatian kepada keluarga. Orang tua berlaku sebagai sahabat, sehingga anak-anak mau dan mampu membuka diri kepada orang tua sendiri.

B. Perkembangan Iman Anak