30
4 Rekoleksi, Retret, Ziarah Keluarga
Rekoleksi, retret, ziarah, dan sebagainya sudah dihidupi cukup lama dalam Gereja dan menghasilkan buah yang baik. Maka, orangtua hendaknya mengajak
anak untuk melaksanakan rekoleksi maupun retret serta mengadakan ziarah bersama. Hal ini dilakukan demi perkembangan hidup beriman mereka KWI,
2011:33.
5 Teladan Orang tua
Orang tua lebih banyak memberikan teladan dan membagikan pengalaman iman yang konkret daripada sekedar nasehat. Anak-anak akan lebih mudah untuk
mencontoh apabila orang tua memberikan teladan yang baik Pudjiono, 2007:7. Orang tua dapat memberi teladan dengan menunjukkan sikap doa yang baik,
bersikap ramah terhadap orang lain, mau memaafkan apabila anak berbuat salah, mau meminta maaf apabila orang tua berbuat salah, serta memberikan perhatian
kepada keluarga. Orang tua berlaku sebagai sahabat, sehingga anak-anak mau dan mampu membuka diri kepada orang tua sendiri.
B. Perkembangan Iman Anak
1. Konsep Perkembangan
a. Konsep Perkembangan pada Umumnya
Singgih Gunarsa 1981:29 membahasakan pandangan Werner bahwa perkembangan berlangsung dari keadaan yang global dan kurang berdiferensiasi
sampai ke keadaan di mana diferensiasi, artikulasi dan integrasi meningkat secara
31
bertahap. Pendapat ini menunjukkan bahwa proses perkembangan berjalan secara bertahap.
Singgih Gunarsa 1981: 31 juga menyampaikan kembali pendapat Liebert; Poulos Strauss bahwa perkembangan adalah proses perubahan dalam
pertumbuhan dan kemampuan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Pandangan ini menunjukkan bahwa di dalam
perkembangan terdapat perubahan. Adanya perubahan sebagai fungsi kematangan. Perkembangan juga dipengaruhi oleh hubungan manusia dengan
lingkungannya. Kedua pendapat memperlihatkan adanya proses yang bertahap dalam perkembangan dan proses tersebut terjadi dalam waktu tertentu.
Perkembangan juga dipengaruhi oleh faktor luar, yakni hubungan dengan lingkungan.
b. Konsep Perkembangan Iman Anak
Supriyati 2010:11 menyatakan bahwa minat beragama belum menunjukkan arti bagi anak, meskipun minat beribadah ada. Anak tanpa ragu-
ragu menerima jawaban yang berkaitan dengan agama kelahiran, kematian, surga, neraka, dan lain-lain. Konsep pada agama bersifat realistik dan fantastik.
Sifat fantastik berarti konsep anak masih tercampur dengan fantasinya, maka tahap ini disebut tahap dongeng naratif eksperensial.
32
2. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak
Soerjanto Widiastoeti Soerjanto 2007:11-12 menyampaikan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung proses perkembangan iman anak.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Keyakinan dalam diri anak bahwa dirinya dianugerahi Allah berbagai
talenta
Sebagai citra Allah, setiap manusia dianugerahi talenta yang beragam. Maka, setiap anak juga memiliki talenta yang khas dalam dirinya. Sangat penting
bagi anak untuk menyadari bahwa ia juga dianugerahi talenta oleh Allah. Untuk mendukung perkembangan iman anak, orangtua hendaknya membantu anak-anak,
agar mereka memiliki keyakinan bahwa dirinya adalah insan yang berpotensi, karena telah dianugerahi berbagai talenta oleh Sang Pencipta sendiri Soerjanto
Widiastoeti Soerjanto, 2007:12. Dengan keyakinan ini, anak akan terbantu untuk mensyukuri anugerah yang dirasakannya dan bisa melihat Allah sebagai Allah
yang Pengasih. Keyakinan dalam diri anak akan membantu mereka untuk mendalami imannya kepada Allah dan memperkembangkan imannya.
b. Teladan Iman dari Orangtua dan Orang-Orang Dewasa Lain
Iman anak-anak hanya berkembang bila mereka hidup bersama dengan orangtua dan orang-orang dewasa yang sungguh beriman. Sebagai insan yang
masih belia anak-anak memerlukan teladan iman dari kedua orangtua dan orang- orang dewasa yang lain Soerjanto Widiastoeti Soerjanto, 2007:12.
33
c. Rasa aman untuk mengagumi dan bertanya
Melalui perkembangan imannya, seorang anak berkembang mendekati kebaikan dan kebenaran. Kebaikan dan kebenaran itu dapat dicapainya bila ia
lebih dahulu boleh mengagumi segala sesuatu yang dilihatnya. Kekaguman itu kemudian akan berlanjut pada tampilnya aneka pertanyaan jujur, yang
menuntunnya menuju kebenaran. Karena itu, bagi setiap anak haruslah diusahakan adanya rasa aman untuk menyatakan kekagumannya dan melontarkan pertanyaan-
pertanyaan tentang segala hal. Orang tua dan orang-orang dewasa yang lain hendaknya memelihara rasa aman itu bagi semua anak Soerjanto Widiastoeti
Soerjanto, 2007:12.
d. Dorongan untuk mencintai alam beserta segala isinya
Perkembangan iman mengantar setiap anak semakin dekat dengan Allah. Kedekatan anak dengan Sang Pencipta itu dapat dipacu bila ia dibantu secara
bertahap untuk lebih dahulu menghargai dan mencintai ciptaan-Nya, yakni alam semesta beserta isinya, terutama makhluk-makhluk hidup, dengan manusia
sebagai puncaknya Soerjanto Widiastoeti Soerjanto, 2007:12.
3. Tahap Perkembangan Iman Anak
Perkembangan iman dalam diri anak tidak dapat sekali jadi, namun membutuhkan proses dan melalui beberapa tahap. Cremers 1995:104-134
mengemukakan pendapat James W. Fowler mengenai tahap perkembangan iman manusia. Fowler membagi tahap perkembangan iman menjadi 6 tahap, yakni
tahap usia 2 sampai 6 tahun, tahap usia 6 sampai 11 tahun, tahap usia 12 tahun
34
sampai masa dewasa, tahap usia 18 tahun ke atas, tahap usia 35 tahun ke atas, serta 45 tahun ke atas. Pada bagian ini akan dibahas perkembangan iman pada
tahap pertama dan kedua karena sesuai dengan usia anak-anak yang menjadi pembahasan skripsi. Tahap perkembangan iman anak pada tahap pertama dan
kedua adalah sebagai berikut:
a. Tahap usia 2-6 tahun
Tahap ini disebut “tahapan intuitif proyektif”. Pada tahap ini, anak sudah memiliki kemampuan untuk berimajinasi dan berfantasi. Orang dewasa yang
utama menjadi tempat dan sumber otoritas yang langsung dapat dilihat, maka anak akan meniru semua suara, gerak isyarat, kata-kata, dan tindakan mereka.
Kepercayaan anak-anak bercorak tiruan. Dengan meniru bentuk kepercayaan otoritatif lahiriah orang dewasa, anak berhasil merangsang, membentuk,
menyalurkan, dan mengarahkan perhatian spontan serta gambaran intuitif dan proyektifnya pada Yang Ilahi. Maka, dalam tahapan ini si anak memahami atau
membayangkan Tuhan sebagai Sang Tokoh yang mirip dengan ayah, ibu, pengasuh, atau tokoh berpengaruh yang lain. Pada tahapan ini, iman seorang anak
diwarnai oleh rasa takut dan sekaligus hormat pada tokoh-tokoh tersebut. Tindakan dari para tokoh menjadi teladan bagi anak-anak Cremers, 1995:104-
117.
b. Tahap usia 6-11 tahun
Tahap ini disebut “tahap mitis harafiah”. Pada tahap ini yang paling berperan dalam perkembangan iman anak adalah kelompok atau institusi
35
kemasyarakatan yang paling dekat dengannya, misalnya kelompok bina iman, sekolah, atau kelompok Sekolah Minggu. Kelompok dan institusi tersebut
berfungsi sebagai sumber pengajaran iman Soerjanto Widiastoeti Soerjanto, 2007:14. Pada tahap ini anak dapat menyusun dan mengartikan dunia
pengalamannya melalui medium cerita dan hikayat. Namun, anak masih memahami cerita secara harafiah, konkret, dan menurut satu dimensi belaka tanpa
menyadari adanya kontradiksi-kontradiksi antara berbagai cerita. Allah dipandang semata-mata sebagai seorang pribadi, ibarat orangtua atau seorang penguasa yang
bertindak dengan sikap memperhatikan secara konsekuen dan, jika perlu tegas. Dalam membuat keputusan dan pertimbangan moral terhadap manusia, Allah
bagaikan orangtua yang adil dan baik, terikat pada hukum keadilan dan hidup sosial Cremers, 1995:117-134. Usaha-usaha pengembangan iman anak pada
tahapan ini seyogyanya tetap dilaksanakan dengan cara sederhana, tidak terlalu mengandalkan penalaran.
C. Buah-Buah Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga bagi Perkembangan