20
Menurut Ony, Sri, dan Donny 2011: 66, dalam full costing, biaya overhead pabrik baik yang berperilaku tetap maupun variabel
dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarif yang ditentukan dimuka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses akhir
dan persediaan produk jadi yang belum laku dijual, dan barang dianggap sebagai biaya unsur harga pokok penjualan apabila produk tersebut
telah dijual.
b. Variable Costing Method
Menurut Mulyadi 2012, 18, metode variable costing merupakan
metode penentuan
kos produksi
yang hanya
memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Dengan demikian kos produksi menurut metode variable costing terdiri dari unsur biaya
produksi berikut ini: Biaya Bahan Baku
Rp xx Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp xx Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp xx + Kos Produk
Rp xx Menurut Mulyadi 2012: 19, kos produk yang dihitung dengan
pendekatan variable costing terdiri dari unsur kos produksi variabel
21
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel ditambah dengan biaya nonproduksi variabel biaya
pemasarann variabel dan biaya administrasi umum variabel dan biaya tetap biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya
administrasi dan umum tetap. Menurut Ony, Sri, dan Donny 2011: 67, dalam metode variable
costing , biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs
dan bukan unsur harga pokok produk sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan
demikian biaya overhead tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung
dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya. Berdasarkan Harnanto dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Biaya”
1992: 207, dalam sistem periodik aliran biaya pada perusahaan manufaktur dapat diikhtisarkan bahwa harga pokok produk dimasukkan ke dalam proses
produksi a tau yang dalam buku “Akuntansi Biaya” milik Mulyadi 2012: 17,
disebut juga dengan kos produk merupakan hasil penjumlahan dari biaya bahan baku, biaya overhead pabrik dan biaya tenaga kerja langsung.
Sementara harga pokok produksi dihasilkan dihitung dengan menambahkan produk dalam proses awal periode dan dikurangkan dengan produk dalam
proses akhir periode.
22
Penjelasan di atas dapat diringkas seperti dalam rumus dibawah ini: Harga Pokok Produk Dimasukkan ke Dalam Proses
Rp xx Produk Dalam Proses Awal Periode
Rp xx + Harga Pokok Produk dalam Proses
Rp xx Produk Dalam Proses Akhir Periode
Rp xx _ Harga Pokok Produk Dihasilkan
Rp xx
E. Perbedaan Hasil dalam Metode Full Costing dengan Variable Costing
Pada dasarnya, perbedaan kedua metode tersebut terletak pada waktu timing perlakuan fixed overhead cost. Variable costing, beranggapan bahwa
fixed overhead cost harus segera dibebankan pada periode terjadinya. Namun
tidak demikan dengan absorption costing, fixed overhead cost harus dibebankan dan dikurangkan dari pendapatan untuk setiap unit yang terjual.
Setiap unit produk yang tidak terjual terdapat fixed overhead cost yang melekat pada unit produk akan dilekatkan di persediaan dan akan dibawa ke
periode berikutnya sebagai aset. Perubahan persediaan merupakan poin kunci untuk memahami perbedaan kedua metode ini.
1. Dengan menggunakan full costing
a. Biaya overhead pabrik baik yang variabel maupun yang tetap,
dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead yang
sesungguhnya.
23
b. Selisih biaya overhead pabrik akan timbul apabila BOP yang
dibebankan berbeda dengan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi.
2. Dengan menggunakan variable costing
a. Biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan
bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya.
b. Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku dijual, BOP tetap
tidak melekat pada persediaan tersebut tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya.
Penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan tersebut diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama
periode yang akan datang. F.
Sistem Harga Pokok Taksiran
Sistem harga pokok taksiran adalah salah satu sistem harga pokok yang ditentukan di muka untuk mengolah produk atau jasa tertentu dengan
jalan menentukan besarnya taksiran biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang diperlukan untuk mengolah produk
atau jasa di waktu yang akan datang. Pembebanan harga pokok sesungguhnya adalah pembebanan harga
pokok kepada produk sesuai dengan harga pokok yang sesungguhnya
24
dinikmati. Sistem harga pokok sesungguhnya memiliki kelemahan sebagai berikut:
1. Harga pokok produk baru dapat dihitung pada akhir periode setelah biaya
sesungguhnya dapat dikumpulkan. 2.
Sistem ini hanya bermanfaat untuk penentuan harga pokok produk, sedangkan untuk tujuan pengendalian biaya dan sebagai dasar
pengambilan keputusan tidak dapat menyajikan informasi yang memadai disebabkan:
a. Tidak ada alat untuk mengukur prestasi pelaksanaan sehingga tidak
dapat dilakukan pengukuran terhadap daya guna danhasil guna yang dicapai.
b. Untuk pengambilan keputusan diperlukan informasi biaya yang
diperkirakan akan terjadi untuk menghasilkan produk atau pesanan. Data yang disajikan oleh sistem harga pokok sesungguhnya sudah
terlambat atau tidak relevan dengan tujuan tersebut.
G. Harga Jual
Menurut Samryn 2012: 38, harga merupakan salah satu jenis informasi penting yang diterima pelanggan tentang suatu produk. Penetapan
harga juga berhubungan dengan seluruh tujuan jangka pendek dan sasaran jangka panjang sebuah perusahaan.
1. Pentingnya penentuan harga jual pricing yang baik
25
Menurut Gunawan 2011: 112, kelangsungan hidup suatu perusahaan dalam jangka panjang sangat ditentukan oleh keputusan
pricing ini, karena harga jual produk akan mempengaruhi:
a. Kesediaan pembeli untuk menggunakan produk perusahaan.
b. Daya saing perusahaan menghadapi pesaing-pesaingnya.
c. Tingkat penghasilan, biaya dan laba perusahaan.
2. Metode penetapan mark up
Menurut Samryn, 2012: 352, mark up adalah selisih antara harga jual suatu produk atau jasa dengan harga pokoknya. Selisih ini biasanya
dinyatakan sebagai persentase dari biaya yang dapat diperhitungkan. Dua pendekatan yang dapat digunakan adalah penetapan mark up atas biaya
variabel, dan mark up atas biaya penuh. Jika target harga jual didasarkan pada sejumlah biaya maka pendekatan ini disebut metode harga jual
berdasarkan biaya plus. Berikut adalah metode-metode dalam menentukan mark up:
a. Mark up: Harga Pokok ProdukCost Plus
b. Mark up: Beban Pemakaian Bahan
26
c. Mark up: Beban Pemakaian Bahan dan Waktu
Sesuai dengan namanya yang diperhitungkan sebagai elemen biaya dalam metode ini adalah nilai dari komponen waktu tersebut dan nilai
bahan langsung seperti suku cadang yang dikonsumsi dalam produksi. Komponen waktu biasanya dinyatakan sebagai tarif tenaga
kerja per jam. Tarif ini dihitung dengan menambahkan secara bersama-sama tiga elemen harga jual yang terdiri dari:
Biaya tenaga kerja langsung Cadangan untuk biaya penjualan, biaya administrasi dan umum
organisasi. Cadangan untuk laba yang diinginkan per jam tenaga kerja.
d. Mark up Modal Terpakai: Harga Pokok Penuh
e. Mark up Modal Terpakai: Harga Pokok Variabel
27
Perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan memproses produknya berdasarkan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan.
Dengan demikian biaya produksi pesanan yang satu akan berbeda dengan biaya produksi yang lain, tergantung pada spesifikasi pesanaan yang
dikehendaki pemesan. Oleh karena itu harga jual yang dibebankan kepada pemesan sangat ditentukan oleh besarnya biaya produksi yang akan
dikeluarkan untuk memproduksi pesanan tersebut. Formula untuk menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan adalah
sebagai berikut: Taksiran biaya produksi untuk pesanan
Rp xx Taksiran biaya nonproduksi yang dibebankan kepada pemesan Rp xx +
Taksiran total biaya pesanan Rp xx
Laba yang diinginkan Rp xx +
Taksiran harga jual yang dibebankan kepada pemesan Rp xx
Dari formula tersebut terlihat bahwa informasi taksiran biaya produksi yang akan dikeluarkan untuk memproduksi pesanan yang
diinginkan oleh pemesan dipakai sebagai salah satu dasar untuk menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.
Untuk menaksir biaya produksi yang akan dikeluarkan dalam memproduksi pesanan tertentu perlu dihitung unsur-unsur berikut ini: