Latar Belakang Analisis Perbandingan Ketepatan Model Prediksi Kebangkrutan Altman, Ohlson, Dan Springate Dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Opini auditor mengenai ketidakmampuan perusahaan untuk terus melangsungkan usaha going concern selalu dianggap kabar buruk bagi pengguna laporan keuangan. Opini berupa paragraf penjelasan mengenai pertimbangan auditor bahwa terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasi di masa mendatang, dianggap akan menyebabkan munculnya hipotesis selffulfilling prophecy seperti yang diungkapkan oleh Rahman dan Siregar 2011 yang menyatakan jika auditor memberikan opini audit going concern, maka perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena akan menyebabkan investor membatalkan investasi atau kreditur menarik dana. Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi mencapai tingkat keakuratan 82 Altman dan McGough, 1974 dalam Fanny dan Saputra, 2005; Rudyawan, 2008. Berdasarkan hasil ini, Altman dan McGough menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk manganalisis kebangkrutan menurut Fatmawati 2012 adalah perusahaan delisted. Perusahaan ini adalah perusahaan yang dihapus atau dikeluarkan dari daftar perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di BEI. Perusahaan yang dikeluarkan dari lantai bursa Universitas Sumatera Utara 2 mengakibatkan hilangnya kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan tersebut termasuk menerbitkan laporan keuangan. Bagi investor, perusahaan delisted identik dengan bangkrut meskipun secara empiris perusahaan yang delisted masih beroperasi, tetapi tidak lagi bisa diakses publik. Perusahan delisted juga sering dianggap bangkrut karena perusahan ini tidak dapat lagi dijadikan tempat berinvestasi oleh para investor, meskipun perusahan tidak benar-benar bangkrut. Berbeda dengan perusahaan delisted, perusahaan-perusahaan yang tidak delisted masih dapat diakses oleh investor dan dijadikan tempat untuk menanamkan modal. Salah satu model prediksi kebangkrutan yang sering digunakan adalah Model Altman yang pertama kali dikemukakan oleh Edward I Altman pada 1968 atas penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap perusahaan manufaktur yang go public. Model ini mengalami modifikasi pada 1984 agar dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur privat dan publik. Revisi terakhir dilakukan oleh Altman pada 1995, Model Altman Revisi ini sekaligus mampu diterapkan untuk semua jenis perusahaan. Gordon L. V. Springate pada 1978 juga melakukan penelitian di Kanada sebagai pengembangan dari Altman Z-Score pertama yang menghasilkan Model Springate. Rumusan yang dibuat Altman dan Springate pun akhirnya banyak digunakan peneliti-peneliti abad 21 guna memprediksi kebangkrutan. Pada 2011, Renanta yang melakukan penelitian terhadap 11 perusahaan delisted, menyatakan Model Altman memiliki tingkat keakuratan sebesar 87,5 dibanding dengan model Springate sebesar 81,3 dalam memprediksi kebangkrutan. Universitas Sumatera Utara 3 Penelitian dengan memasukkan variabel model prediksi kebangkrutan pun terus dilakukan, Jouzbarkand pada tahun yang sama melakukan penelitia terhadap 60 perusahaan, 30 di antaranya telah dikeluarkan dari Bursa Efek Teheran dengan menggunakan model Springate dan SAF. Jouzbarkand menyatakan model prediksi Springate mampu memprediksi dengan tingkat keakuratan mencapai 90, sementara model prediksi SAF hanya mampu memprediksi dengan tingkat keakuratan sebesar 88,5. Setahun berikutnya, Jouzkarband kembali melakukan penelitian menggunakan model Ohlson dan Shirata sebagai variabel untuk memprediksi kebangkrutan. Kali ini penelitian dilakukan terhadap 60 perusahaan, di mana 30 perusahaan masih terdaftar di Bursa Efek Teheran, selebihnya merupakan perusahaan yang delisted pada kurun 2003-2011 dengan hasil bahwa model prediksi kebangkrutan Ohlson dan Shirata mampu memprediksi kebangkrutan perusahaan. Penelitian lain dilakukan oleh Avenhuis 2013 mengenai ketepatan prediksi model kebangkrutan Altman, Ohlson, dan Zmijewski pada 340 perusahaan, di mana 14 diantaranya merupakan perusahaan yang delisted dari Bursa Efek Belanda. Avenhuis dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa Model Ohlson mampu memprediksi kebangkrutan lebih baik dibandingkan Model Altman dan Zmijewski. Hasil ini sekaligus berbanding terbalik dengan penelitian lanjutan yang dilakukan Angga 2014. Penelitian terhadap 22 perusahaan Indonesia ini menghasilkan kesimpulan bahwa Model Altman mampu memprediksi kebangkrutan lebih baik dari pada Model Ohlson dan Springate. Angga menggunakan sampel dari perusahaan manufaktur dan nonmanufaktur Universitas Sumatera Utara 4 dengan tidak memasukkan perusahan yang bergerak di bidang keuangan dengan rincian 11 perusahaan kategori bangkrut dan sisanya masih terdaftar di BEI. Penelitian yang dilakukan Renanta 2011, Jouzbarkand 2011, Avenhuis 2013, dan Angga 2014 menunjukkan ketidakkonsistenan, di mana Altman, Ohlson, dan Springate masing-masing dianggap sebagai model prediksi kebangkrutan paling baik. Berdasarkan hasil-hasil tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai tiga model yang pada penelitian terdahulu dinyatakan lebih unggul dibandingkan model lain pada penelitian sejenis. Penelitian yang akan dilakukan mengenai, “Analisis Perbandingan Ketepatan Model Prediksi Kebangkrutan Altman, Ohlson, dan Springate dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan. ”

1.2 Perumusan Masalah