1 1
k y
y hitung
n D
k A
F Kemudian hasil perhitungan disusun dalam tabel ANAVA sebagai berikut:
Table 2.2 ANAVA Uji Musiman
Sumber Variansi
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Jumlah Kuadrat Rata -rata
Statistik Uji
Rata – rata
1
R
y
1
y
R R
D A
F
Antar Musiman k -
1
A
y
1
k
A A
y
Dalam Musiman
N-K
D
y
K N
D D
y
Total
N
∑
Y
2
Kriteria pengujian adalah: Jika
,
maka H ditolak data dipengaruhi musiman
Jika
,
maka H diterima data tidak dipengaruhi musim
c. Uji Trend
Tujuan dari uji trend adalah untuk melihat apakah ada pengaruh komponen trend terhadap data dengan hipotesis ujinya sebagai berikut:
H = frekuensi naik dan turun dalam data adalah sama, artinya tidak ada trend
H
1
= frekuensi naik dan turun tidak sama, artinya dipengaruhi oleh trend Statistik penguji:
m Z
di mana: 2
1
n
dan 2
1
n
Universitas Sumatera Utara
di mana : m = frekuensi naik
n = jumlah data
= frekuensi naik
= standart error antara naik dan turun Kriteria pengujian adalah:
Dengan taraf signifikan α , H
diterima jika dan
H ditolak jika
.
2.5 Klasifikasi Model Box- Jenkins
Model Box-Jenkins dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1. Model Autoregressive
2. Model Moving Average 3. Model Campuran
Model campuran ini terdiri dari model Autoregressive-Moving Average ARMA dan model Autoregressive Integrated Moving Average ARIMA.
2.5.1 Model Autoregressive
Bentuk Umum dari model AutoRegressive AR dengan ordo p ARp atau model ARIMA p, 0, 0 adalah sebagai berikut:
= +
∅
+
∅
+
⋯
+
∅
+ +
2.3 di mana:
= Nilai series yang stasioner = suatu konstanta
∅ = parameter autoregressive ke-i dengan i = 1, 2, 3,… , p = nilai residusisaan
Universitas Sumatera Utara
Persamaan umum model Autoregressive AR dengan ordo p juga dapat ditulis sebagai berikut:
1 –
1
B
1
–
2
B
2
− … −
p
B
p
Y
t
= μ’ + ℯ
t
2.4 Dalam hal ini B menyatakan operator penggerak mundur backward shift
operator yang secara umum dapat ditulis sebagai berikut: B
d
Y
t
= Y
t-d
Artinya jika operator B
d
bekerja pada Y
t
maka akan menggeser data tersebut sebanyak d periode ke belakang.
2.5.2 Model Moving Average
Bentuk umum model Moving Average dengan ordo q MA q atau ARIMA 0, 0, q dinyatakan sebagai berikut:
q t
q t
t t
t
e e
e e
Y
...
2 2
1 1
2.5
di mana: = Nilai series yang stasioner
= suatu konstanta = parameter moving average ke-i dengan i = 1, 2, 3,… , q
= nilai residusisaan Dengan menggunakan operator penggerak mundur model rataan bergerak diatas
dapat ditulis sebagai berikut : Y
t
= μ’ + 1 –
1
B
1
–
2
B
2
− … −
q
B
q
ℯ
t
2.6
2.5.3 Model Campuran Autoregressive-Moving AverageARMA
Apabila suatu data deret waktu telah stasioner tanpa proses differencing d = 0 dinotasikan dengan model ARIMA p, 0, q atau model ini dinamakan dengan Model
Universitas Sumatera Utara
AutoRegressive-Moving Average ARMA p, q. Secara singkat bentuk umum model campuran Autoregressive-Moving Average berordo p,q yang mengkombinasikan
proses Autoregressive ordo p dan proses Moving Average ordo q ditulis dengan ARMAp,q adalah sebagai berikut:
Y
t
= µ ʹ + Y
t-1
+ … + Y
t-p
+ ℯ
t
−
1
ℯ
t-1
− … −
q
ℯ
t-q
2.7 Atau dengan operator penggerak mundur proses ARMA p,q dapat ditulis sebagai
berikut: 1 –
1
B
1
– … −
p
B
p
Y
t
= μʹ + 1 –
1
B
1
− … −
q
B
q
ℯ
t
2.8
2.5.4 Model Autoregressive Integrated Moving AverageARIMA
Apabila data deret waktu tidak stasioner, model Box-Jenkins dapat diterapkan dengan jalan melakukan differencing proses pembedaan. Model Box-Jenkins ini disebut
model Autoregressive Integrated Moving Average ARIMA Box Jenkins. Jika d menyatakan banyaknya proses differencing, maka bentuk umum model
ARIMAp,d,q yang mengkombinasikan model Autoregressive berordo p dengan model Moving Average berordo q ditulis dengan ARIMAp,d,q adalah sebagai
berikut: W
t
= µ ʹ + Y
t-1
+ … + Y
t-p
+ ℯ
t
−
1
ℯ
t-1
− … −
q
ℯ
t-q
2.9 Atau dengan operator penggerak mundur model ARIMAp,d,q dapat ditulis sebagai
berikut: 1 –
1
B
1
− … −
p
B
p
W
t
= μʹ + 1 –
1
B
1
− … −
q
B
q
ℯ
t
2.10 Dalam hal ini W
t
menyatakan bahwa data deret waktu sudah didiferencing. Pindyck dan Rubinfield 1981 menotasikan
μʹ
sebagai berikut: μʹ = 1−
1
−
2
− … −
p
μʹ
w
2.11 Dengan
μʹ
w
adalah rata-rata dari data deret waktu yang sudah di differencing.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kestasioneran dan Faktor Musiman 2.6.1 Kestasioneran Data
Kestasioneran data dapat diperiksa dengan analisa autokorelasi dan autokorelasi parsial. Data yang dianalisa dalam model ARIMA Box-Jenkins adalah data yang
bersifat stasioner yaitu data yang rata-rata dan variansinya relatif konstan dari satu periode ke periode selanjutnya.
Autokorelasi-autokorelasi dari data yang tidak stasioner berbeda secara signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan membentuk garis lurus, sedangkan
autokorelasi-autokorelasi dari data yang stasioner mengecil secara drastis membentuk garis lengkung ke arah nol setelah periode kedua atau ketiga. Jadi bila autokorelasi
pada periode satu, dua, maupun periode ketiga tergolong signifikan sedangkan autokorelasi-autokorelasi pada periode lainnya tergolong tidak signifikan, maka
datanya bersifat stasioner. Menurut Box-Jenkins data deret waktu yang tidak stasioner dapat
ditransformasikan menjadi deret data yang stasioner dengan melakukan proses pembedaan differencing pada data aktual. Pembedaan ordo pertama dari data aktual
dapat dinyatakan sebagai berikut: W
t
= Y
t
-
Y
t-1
untuk t = 2, 3, …, N 2.12 Secara umum proses pembedaan differencing ordo ke – d dapat ditulis sebagai
berikut: W
t
= 1 - B
d
Y
t
2.13
2.6.2 Faktor Musiman
Makridakis 1991 dan Assauri 1984 mendefinisikan musiman sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Pola musiman dapat berupa tiga
bulanan triwulan, empat bulanan kuartal, enam bulanan semester atau dua belas
Universitas Sumatera Utara
bulanan tahunan. Notasi ARIMA yang digunakan untuk mengatasi aspek musiman , secara umum ditulis sebagai berikut:
ARIMA p,d,qP,D,Q
s
2.14
Dalam hal ini komponen p,d,q adalah bagian yang tidak mengandung musiman dari model, komponen P,D,Q adalah bagian musiman dari model dan S
adalah jumlah periode per musim. Persamaan model ARIMA yang sederhana yang mengandung faktor musiman
ARIMA 1,1,1 adalah sebagai berikut: 1 –
1
B 1 –
1
B
12
1 – B1 – B
12
Y
t
= μʹ + 1 –
1
B 1 –
1
B
12
− ℯ
t
2.15 di mana:
1 –
1
B = proses AR1 bukan musiman 1 –
1
B
12
= proses AR1 musiman 1 – B = pembedaan ordo pertama bukan musiman
1 – B
12
= pembedaan ordo pertama musiman 1 –
1
B = proses MA1 bukan musiman 1 –
1
B
12
= proses MA1 musiman
2.6.3 White Noise
Deret ℯ
t
, ℯ
t-
1
, ℯ
t-
2
, … , ℯ
t-
N
yang merupakan deret sisaan residu diharapkan bersifat white noise artinya residu tersebut berdistribusi normal dengan nilai rata-rata sama
dengan nol dan varians konstan. Jika residu bersifat white noise maka residu hanya merupakan suatu proses gangguan kecil yang tidak perlu diperhatikan. Hal ini dapat
dilihat dari nilai statistik tabel dimana koefisien autokorelasi
dan autokorelasi parsial dari residu tidak berbeda nyata dari nol.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Tahap Identifikasi Model
Fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial dapat digunakan untuk mengetahui ciri, pola data dan jenis dari data, sehingga fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi
Parsial dapat memenuhi maksud untuk mengidentifikasi suatu model tentatif atau model sementara yang dapat disesuaikan dengan data. Atau dengan kata lain fungsi
autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial yang melebihi batas interval penerimaan confidence limit dapat digunakan untuk mengidentifikasikan model ARIMA Box-
Jenkins dengan melihat perilaku dari kedua fungsi tersebut gujarati, 1988.
2.7.1 Fungsi Autokorelasi
Koefisien autokorelasi adalah menyatakan hubungan atau asosiasi antara nilai-nilai variabel
dengan variabel . Menurut Pindyck dan Rubinfield 1981 secara
matematis rumus untuk koefisien autokorelasi dapat dituliskan dengan rumus seperti pada persamaan sebagaiberikut:
n t
t k
n t
k t
t k
Y Y
Y Y
Y Y
r
1 2
1
2.16
di mana:
k
r = nilai koefisien autokorelasi untuk time lag 1,2,3,4,…,k
t
Y = data aktual periode ke t
Y
= mean dari data aktual
k t
Y
= data aktual pada periode t dengan lag k
Koefisien autokorelasi perlu diuji untuk menentukan apakah secara statistic
nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak. Nilai Standard Error SE dari
k
r adalah:
=
√
2.17
Universitas Sumatera Utara
Suatu deret bersifat acak apabila koefisien autokorelasi berada dalam batas interval seperti yang dinotasikan pada persamaan berikut:
−
√
≤ ≤
√
−
1,96
√
≤ ≤
1,96
√
2.18 di mana :
=
,
untuk sampel besar 30
Suatu koefisien autokorelasi dikatakan tidak berbeda secara signifikan dari nol apabila nilainya berada dalam batas interval, dan dikatakan berbeda secara signifikan
dari nol jika nilai koefisien autokorelasi berada diluar batas interval. Nilai koefisien autokorelasi yang melebihi interval batas penerimaan dapat digunakan untuk
menentukan model dari Moving Average MA
q
Gujarati, 1995.
2.7.2 Fungsi Autokorelasi Parsial
Autokorelasi parsial untuk lag k didefinisikan sebagai autokorelasi dari observasi deret waktu yang dibedakan oleh lag sebanyak k unit waktu setelah pengaruh observasi
untuk lag = 1, 2, 3, … , k-1 telah dihilangkan. Koefisien autokorelasi parsial adalah ukuran yang menunjukkan tingkat
keeratan hubungan antara Y
t
dengan variabel Y
t-k
dengan menghilangkan atau mengabaikan pengaruh dari time lag 1, 2, 3,…, k-
1
. Dengan kata lain koefisien autokorelasi parsial mengukur derajat hubungan antara nilai-nilai sekarang dengan
nilai sebelumnya untuk time lag tertentu sedangkan pengaruh nilai variabel time lag yang lain dianggap konstan sehingga dapat diabaikan. Nilai koefisien autokorelasi
parsial yang melebihi interval batas penerimaan pada lag–p dapat digunakan untuk menentukan model dari proses Autoregressive AR
p
. Gujarati, 1995.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Tahap Verifikasi dan Pemeriksaan Ketepatan Model 2.8.1 Verifikasi Model
Langkah ini dilakukan untuk memeriksa apakah model ARIMA yang dipilih cukup cocok untuk data. Verifikasi dilakukan dengan membandingkan nilai MSE Mean
Square Error dari masing-masing model tentatif yang didapatkan yang kemungkinan cocok dengan data. Dimana model yang dipilih adalah model dengan nilai MSE
Mean Squaren Error yang terkecil.
2.8.2 Pemeriksaan Ketepatan Model
Pemeriksaan ketepatan model bertujuan untuk menguji apakah model yang diidentifikasi telah tepat. Untuk itu dilakukan pemeriksaan terhadap hal-hal berikut
ini:
a. Nilai Sisaan Residu
Model yang telah ditetapkan akan memperlihatkan perbedaan residu atau kesalahan antara nilai-nilai deret waktu dan nilai-nilai estimasi dari model
sangat kecil atau tidak berarti. Kesalahan ramalan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini:
e
t
= Y
t
– Y
th
2.19 di mana:
Y
t
= data aktual Y
th
= nilai ramalan e
t
= kesalahan ramalan Dari nilai-nilai kesalahan dapat diperoleh koefisien autokorelasi
residual. Jika tidak terdapat pola data yang secara nyata berbeda dari nol,
Universitas Sumatera Utara
kesalahan diasumsikan menjadi acak atau tidak perlu diperhatikan dan model dapat dianggap cukup tepat.
Koefisien autokorelasi dari data random akan mempunyai distribusi yang mendekati kurva normal baku dengan nilai tengah nol dan kesalahan
standar seperti yang dinotasikan pada persamaan 2.18.
b. Uji Statistik Q Box-Pierce
Untuk memeriksa apakah autokorelasi nilai-nilai sisa residu berpola acak atau berbeda nyata dari nol dapat juga dicari menggunakan statistik Q Box-
Pierce dengan persamaan sebagai berikut:
m k
k
r n
Q
1 2
2.20 di mana:
Q = hasil perhitungan statistik Box-Pierce m = jumlah autokorelasi residu
n = N - d N = jumlah anggota sampel
r
k
= nilai koefisien autokorelasi time lag k Kriteria pengujian:
derajat bebas db = m-p-q-P-Q Jika
≤
,
artinya nilai error bersifat random model diterima Jika
,
artinya nilai error tidak bersifat random model ditolak
2.9 Peramalan dengan Model ARIMA Box-Jenkins