Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah salah satu aspek perkembangan yang perlu dikembangkan dalam kegiatan pengembangan anak karena bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak. Di samping itu bahasa juga merupakan alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain yang sekaligus berfungsi untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Selain dari itu juga bahasa merupakan gerbang ilmu pengetahuan dan dengan berbahasa anak dapat berkomunikasi dengan sesama. Dalam berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang penting bagi setiap orang. Melalui berbahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul social skill dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun hubungan sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas. 1 2 Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu sistem tanda, baik lisan maupun tulisan dan merupakan sistem komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup komunikasi non verbal dan komunikasi verbal serta dapat dipelajari secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang. Bahasa juga merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi. Menurut God Man dalam Masitoh 2002:6 mengenai asumsi baru tentang Literasi dijelaskan bahwa pengembangan bahasa adalah bagian dari keseluruhan proses komunikasi yang di dalamnya mencakup keterampilan-keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut mempunyai peranan penting dan saling mempengaruhi terhadap kemampuan berbahasa seseorang. Keterampilan berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa merupakan keterampilan kedua yang diperoleh menusia setelah kegiatan menyimak. Selain itu keterampilan berbicara pada anak usia dini merupakan suatu dasar terbentuknya komunikasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pembentukan keterampilan berbicara sangat penting baik pada anak usia dini maupun pada saat anak mulai masuk pendidikan dasar. Hal ini sejalan dengan pendapat Janice J. Beaty 1994: 269 bahwa keterampilan berbicara merupakan 3 kemampuan yang sangat mendasar dan penting dalam menjalin hubungan sosial. Anak-anak harus didorong untuk berbicara dengan baik. Keterampilan berbicara menjadi kebutuhan agar anak dapat menjadi bagian dari kelompok sosialnya sekaligus menjadikan keseimbangan berbagai perkembangan. Bruner dan Lev Vygotsky Brewer, 2007:275 menyatakan bahwa pada masa anak merupakan waktu yang sangat penting dalam pembelajaran berbahasa. Sebab dengan berbicara anak akan aktif mencari makna dan akan mencari jalan untuk berkomunikasi dengan anak lain yang berefek positif pada perkembangan sosialnya. Bagi anak berbicara tujuannya, misalnya: 1 Sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan, 2 Sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain, 3 Sebagai alat untuk membina hubungan sosial, 4 Sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri 5 Untuk dapat mcmpengaruhi pikiran dan perasaan orang lain, 6 Untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Menurut Tarigan, Djago 1990 Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Sejalan dengan itu menurut Arsjad dan Mukti 1998: 23 Keterampilan berbicara adalah kemampuan berkomunikasi secara lisan sebagai media dalam menyampaikan suatu ide, gagasan, atau pendapat serta pemikirannya kepada orang lain untuk berbagai kepentingan. Sedangkan menurut Tarigan, H.G. 1998: 15 Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Secara umum pengertian berbicara dikemukakan oleh Santosa dkk 2008: 74 “berbicara 4 merupakan keterampilan berbahasa yang produktif, keterampilan ini sebagai implementasi dari hasil simakan”. Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara tidak hanya sekedar mengucapkan bunyi atau kata, tetapi berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang produktif sebagai alat untuk menyampaikan ide, gagasan, atau pesan hasil simakan kepada pendengar. Keterampilan berbicara mutlak diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya. Melalui berbicara manusia dapat menyampaikan informasi melalui ujaran kepada orang lain. Akan tetapi dalam kenyataannya sedikit sekali orang yang mempunyai kemampuan berbicara yang baik, apalagi berbicara di depan umum. Oleh karena itu, upaya meningkatkan keterampilan berbicara harus dilakukan sejak dini. Salah satunya melalui kegiatan pembelajaran di Pendidikan Anak Usia Dini. Selain aspek perkembangan bahasa terdapat aspek-aspek perkembangan lain pada anak yang juga harus dikembangkan pada anak usia dini diantaranya aspek perkembangan sosial. Keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain serta dapat melakukan perbuatan yang diterima oleh lingkungan. Sebagaimana dikemukakan oleh Kurniati 2005:35 bahwa keterampilan sosial merupakan kebutuhan primer yang perlu dimiliki anak-anak sebagai bekal kelak bagi kemandirian pada jenjang kehidupan selanjutnya, hal ini bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sekitarnya”. Hal ini senada juga dengan pendapat Combs 5 Slaby dalam Cartledge dan Milburn, 1992:7 yang menjelaskan bahwa “…social skill is the ability to interact with other in a given social context in specific ways that are socially acceptable or valued and at the same time personality beneficial, mutually beneficial, or beneficial primarily to other.” Bahwa Keterampilan sosial yaitu kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang dapat diterima atau dihargai dan pada saat yang sama dapat menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain. Definisi lain dikemukakan oleh Libet Lewinsohn dalam Cartledge dan Milburn, 1992:7 “…defined social skill as the complex ability both to emit behavior that are positively or negatively reinforced, and not to emit behaviors that are punished or extinguished by other“. Keterampilan sosial didefinisikan sebagai kemampuan yang kompleks antara menyebarkan perilaku yang dikuatkan secara positif atau negative, dan bukan menyebarkan perilaku yang dikecam atau dihapuskan oleh orang lain Pandangan lain mengenai keterampilan sosial yang diungkapkan oleh Ballack dan Hersen Elan, 2005:78 yaitu kemampuan dalam mengungkapkan perasaan positif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain tanpa penghilangan penguatan sosial yang mencakup respon verbal dan non verbal. Dan berbagai pendapat di atas dapat diketahui bahwa individu yang memiliki keterampilan sosial adalah individu yang mampu menyalurkan perasaan positif dan negatif dengan ekspresi yang baik sehingga dapat diperoleh interaksi yang baik. Berbeda dengan pendapat sebelumnya keterampilan sosial berikut ini 6 lebih menekankan pada karekateristik yang muncul pada tataran praktis ketika interaksi sedang berlangsung. Sebagairnana diungkapkan oleh Rohmayanti 2003: iii menyatakan “keterampilan sosial meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, rnenghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat dan keluhan orang lain, memberi dan menerima dengan kritik, menyumbangkan dan menerima pendapat, bekerjasama di dalam kelompok besar-kecil dan diskusi mengernbangkan kepemimpinan” Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa individu sejak lahir tetapi melalui proses belajar. Hal ini diperkuat oleh pendapat info httpwww.psikologi.infogue.corn bahwa “keterampilan sosial merupakan keterampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai pola-pola hubungan dengan orang lain”. Seseorang yang mampu membangun hubungan sosial yang positif dan merespon emosi orang lain dalam rangka mernotivasi, melakukan fungsi kepernimpinan, hubungan interpersonal, kernampuan mengatasi kesalahpahaman, rnemecahkan konflik dan rnengerahkan masa untuk tujuan tertentu. Kegiatan pembelajaran merupakan sarana yang efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak. Dalam upaya menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal dimana dalam kegiatan pembelajaran seluruh anak dapat berperan secara aktif. anak mendapat kesempatan yang sama untuk menyampaikan ide, gagasan, atau pendapatnya secara lisan dan berpikir kritis dan sistematis. 7 Secara teoretis keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak usia dini sudah tercantum dalam Kurikulum PAUD, Namun secara empirik pembelajaran keterampilan berbicara dan keterampilan sosial ini belum banyak membuahkan hasil, seperti dalam keterampilan berbicara, dalam kenyataannya, siswa cenderung pasif dan gurulah yang sering mendominasi kegiatan pembelajaran. Guru sering memposisikan siswa sebagai pendengar dan penerima informasi. Anak jarang diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Banyak anak yang mengalami kesulitan dalam berbicara dan memahami pengetahuan yang diperolehnya. Hal ini terjadi tidak pada anak saja melainkan juga terjadi pada orang dewasa secara umum, banyak orang dewasa yang mengalami kesulitan berbicara menyampaikan gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaannya apalagi di depan umum. Disamping adanya permasalahan keterampilan berbicara yang dihadapi, kita juga dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan sosial. Bangsa Indonesia dewasa ini tengah dihadapkan pada krisis aspek sosial. Penyimpangan perilaku sosial tidak hanya diperlihatkan oleh para siswa saja namun juga diperlihatkan oleh kalangan mahasiswa bahkan orang dewasa dalam bentuk kekerasan, pemaksaan kehendak, tawuran. Selain itu bentuk kemiskinan sosial pun banyak diperlihatkan seperti kurang disiplin, kurang empati terhadap masalah sosial, dan kurang efektif dalam berkomunikasi. Kondisi tersebut dijadikan landasan bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara dan pembelajaran keterampilan sosial. Artinya kemampuan anak itu beragam sesuai dengan latar belakang 8 masing-masing. Sehingga kemampuan awal anak harus menjadi poin untuk dijadikan pegangan guru ketika akan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam upaya meningkatkan ketrampilan berbicara dan keterampilan sosial anak usia dini, peran guru sangat menentukan. Seorang guru dituntut untuk bisa memilih dan menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak karena guru berfungsi sebagi fasilitator dimana guru sebagai fasilitas anak dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam perannya sebagai fasilitator, seorang guru dituntut untuk bisa memilih dan mengembangkan metode pembelajaran yang kondusif sehingga dapat membantu anak dalam meningkatkan keterampilan berbicara dan keterampilan sosial mereka. Penggunaan metode pembelajaran tersebut harus berfungsi sebagai sarana dalam mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang sedemikian rupa menjadi suatu yang nyata dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbicara dan pembelajaran keterampilan sosial adalah metode pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing. Hal ini sejalan dengan pendapat Jacobs Yudha Rudyanto, 2005: 36 bahwa pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada anak untuk berbicara, mengambil inisiatif, membuat berbagai macam pilihan, dan mengembangkan kebiasaan belajar. Pembelajaran kooperatif merupakan metode alternatif untuk mencapai tujuan yang antara lain berupaya untuk meningkatkan kemampuan anak dalam bekerja sama, berpikir kritis, dan pada saat yang sama meningkatkan prestasi akademiknya. Disamping 9 itu pembelajaran kooperatif dapat membantu anak memahami konsep-konsep yang sulit dan pada saat yang bersamaan sangat berguna untuk menumbuhkan kemauan kerja sama dan kemauan membantu teman. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap anak yang rendah prestasi belajarnya karena anak yang rendah prestasi belajarnya dapat meningkatkan motivasi untuk belajar lebih giat lagi dan mendapatkan materi pelajaran dalam waktu yang lebih lama Lundgren, 1994 dalam Aisyah, 2000. Metode pembelajaran kooperatif tidak sekedar belajar dalam kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Pelaksanaan prosedur metode pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Pembelajaran kooperatif telah dipakai di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir. Pembelajaran kooperatif di sekolah-sekolah di Amerika Serikat digunakan untuk menanamkan unsur saling ketergantungan positif. Salah satu teknik pembelajaran kooperatif, jigsaw, pada mulanya diperkenalkan di sekolah- sekolah di mana ada ketegangan rasialis antara siswa keturunan Eropa, Afrika, dan Hispanik. Siswa-siswa ini diajar untuk bisa ---dibalik kuatnya rasa individualisme mereka--- berinteraksi secara positif dengan siswa-siswa lain dengan latar belakang yang sangat berbeda dalam kegiatan akademis. Memang selang beberapa waktu konflik rasialis berhasil dikurangi secara drastis dan prestasi akademis pun jadi meningkat Lie, 2005: 19. 10 Dalam pelaksanaannya pembelajaran kooperatif memiliki banyak teknik. Teknik-teknik ini dapat digunakan secara berulang-ulang dengan berbagai bahan pelajaran, situasi maupun anak didik yang berbeda. Teknik-teknik tersebut adalah: Teknik Mencari Pasangan, Teknik Bertukar Pasangan, Teknik Berpikir Berpasangan Berempat, Teknik Berkirim Salam dan Soal, Teknik Kepala Bernomor, Teknik Kepala Bernomor Terstruktur, Teknik Dua Tinggal Dua Tamu, Teknik Keliling Kelompok, Teknik Kancing Gemerincing, Teknik Keliling Kelas, Teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Teknik Tari Bambu, Teknik Jigsaw, dan Teknik Bercerita Berpasangan. Teknik Mencari Pasangan, salah satu keunggulan teknik ini adalah anak mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik. Setiap anak mendapat satu buah kartu. |setiap anak mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Anak bisa juga bergabung dengan dua atau tiga anak lain yang memegang kartu yang cocok. Misalnya, pemegang kartu 3 + 9 akan membentuk kelompok dengan pemegang kartu 3 x 4 dan 6 x 2. Teknik Bertukar Pasangan, teknik ini memberi anak kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Setiap anak mendapatkan satu pasangan. Guru memberikan tugas dan anak mengerjakan tugas dengan pasangannya. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing-masing pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. Temuan baru 11 yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan mereka. Teknik Berpikir Berpasangan Berempat, teknik ini memberi anak kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Guru membagi anak dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. Setiap anak memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri. Anak berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat. Teknik Berkirim Salam dan Soal, teknik ini memberi anak kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehinggga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman sekelasnya. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok yang lain. Kemudian, masing-masing kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya. Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain. Setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokkan dengan jawaban kelompok yang membuat soal. Teknik Kepala Bernomor, teknik ini memberikan kesempatan kepada anak untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Anak dibagi dalam kelompok, setiap anak dalam setiap kelompok mendapat nomor. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. 12 Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. Guru memanggil salah satu nomor. anak dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka. Teknik Kepala Bernomor Terstruktur, dengan teknik ini anak belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan- rekan kelompoknya. Anak dibagi dalam kelompok. Setiap anak dalam setiap kelompok mendapat nomor. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. Misalnya, anak nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Anak nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat dan melaporkan hasil kerjasama kelompok. Teknik Dua Tinggal Dua Tamu, teknik ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Anak bekerja sama dalam kelompok berempat. Setelah selesai, dua orang dari masing- masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok yang lain. Dua orang yang tinggal dalam kelompok lain bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Teknik Keliling Kelompok, dalam teknik ini masing-masing anggota kelompok memdapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendenganrkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Salah satu anak 13 dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan. Anak berikutnya juga memberikan kontribusinya. Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan. Teknik Kancing Gemerincing, dalan kegiatan Kancing Gemerincing masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, juga ada naggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Teknik Kancing Gemerincing memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan untuk berperan serta. Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing. Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap anak dalam masing-masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing. Setiap kali seorang anak berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-tengah. Jika kancing yang dimiliki seorang anak habis, dia tidak tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil 14 kesempatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali. Teknik Keliling Kelas, dalam kegiatan Keliling Kelas, masing-masing kelompok mendapatkan kesempatan untuk memamerkan hasil kerja mereka dan melihat hasil kerja kelompok lain. Siswa bekerja sama dalam kelompok. Setelah selesai, masing-masing kelompok memamerkan hasil kerja mereka. Hasil-hasil ini ini bisa dipajang di beberapa bagian kelas jika berupa poster atau gambar-gambar. Masing-masing kelompok berjalan keliling kelas dan megamati hasil karya kelompok-kelompok lain. Teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, teknik ini memberikan kesempatan pada anak agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan anak untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, anak bekerja dengan sesama anak dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesemptan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Teknik Tari Bambu, dalam kegiatan belajar mengajar dengan teknik ini anak saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan anak untuk berbagi dengan pasangan yang berdeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, anak bekerja sama dengan sesama anak dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. 15 Teknik Jigsaw, teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Dalam teknik ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman anak dan membantu anak mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, anak bekerja dengan sesama anak dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Teknik Bercerita Berpasangan, teknik ini dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara anak, pengajar, dan bahan pelajaran. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Dalam teknik ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman anak dan membantu anak mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini anak dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Buah-buah pemikiran mereka akan dihargai sehingga anak merasa semakin terdorong untuk belajar. Selain itu, anak bekerja dengan sesama anak dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Salah satu teknik dalam pembelajaran kooperatif yang memungkinkan dapat digunakan dalam pembelajaran keterampilan berbicara dan keterampilan sosial adalah Teknik Kancing Gemerincing. Teknik ini dapat digunakan dalam pembelajaran berbicara dan sosial untuk semua tingkatan usia anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Lie 2005: 63 yang menjelaskan bahwa teknik kancing gemerincing ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua 16 tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan Kancing Gemerincing, tiap anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka untuk mendengarkan pandangan. Dengan situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok akan tercapai karena tiap anggota kelompok saling kerjasama dengan tanggung jawab yang sama pula. Teknik mengajar Kancing Gemerincing memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan untuk berperan serta. Dengan penggunaan metode pembelajaran kooperatif Teknik Kancing Gemerincing akan membuat setiap anak saling bekerja sama dalam kelompok dengan tanggung jawab yang sama dan memaksa anak untuk menyatakan pendapat mereka, sehingga diharapkan keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak meningkat dan kegiatan pembelajaran akan lebih kondusif. Melihat keberhasilan penerapan pembelajaran kooperatif di Amerika Serikat, banyak peneliti orang Indonesia yang telah menguji cobakan penerapan pembelajaran kooperatif ini. Dan hasilnya rata-rata menunjukkan keberhasilan. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nihayatun Hasanah dengan judul penelitian “Pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan Teknik Kancing Gemerincing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa PTK pada Siswa Kelas XI IPA 2 SMAN 1 Kalirejo. hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 1 persentase peningkatan rata-rata penguasaan konsep kimia siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 5,5 dan dari siklus II ke siklus III sebesar 12,7, 2 standar ketuntasan belajar siswa tercapai pada siklus III, 3 peningkatan persentase siswa yang sangat berminat terhadap pembelajaran kimia dari prasiklus I sampai akhir siklus III sebesar 25, 4 peningkatan persentase siswa yang sangat terampil dari 17 akhir siklus I ke akhir siklus III sebesar 30. Indikator kinerja tercapai pada akhir siklus III. Peneliti lain bernama Iin Devina Hari dengan judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Bidang Studi Pendidikan Agama Islam Kelas VIII SMP Negeri 1 Panceng Gresik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: 1 Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing di SMP Negeri 1 Panceng Gresik berjalan cukup baik, hal ini sesuai dengan yang ada pada data angket peneran guru sebesar 70.92 dari hasil prosentase yang berada diantara 56 – 75 2 motivasi belajar siswa cukup baik berdasarkan hasil prosentase sesuai dengan prosentase sebesar 74.69 yang berada diantara 56 – 75 3 hasil data tersebut menunujukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing terhadap peningkatan motivasi belajar siswa SMP Negeri 1 Panceng Gresik karena t hitung = 36.5. dan jika di konsultasikan pada tabel tarafnyata α = 5 = 0,05, maka kesimpulannya adalah t hitung dari t tabel dan hipotesanya adalah H1 diterimah dan H0 tolak. Penelitian lain dengan Judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis dalam Melengkapi Cerita Rumpang di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Tanjungsiang Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang”. Penelitian ini pun menunjukkan keberhasilan dari penerapan pembelajaran kooperatif. Setelah mempelajari dan mencermati hasil penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk mengatasi permasalahan tentang rendahnya keterampilan berbicara 18 dan keterampilan sosial anak yaitu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing. Sehingga penelitian ini mengambil judul Efektivitas Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik Kancing Gemerincing dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara dan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini Studi Eksperimen Kuasi Pada Anak Kelompok B Taman Kanak-kanak Bhakti Pertiwi Boros, Kecamatan Tanjungkerta, Kabupaten Sumedang Tahun Ajaran 20102011

B. Rumusan Masalah