Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik yang dimilikinya. Potensi tersebut mencakup berbagai aspek
kemampuan yang dapat dikembangkan pada diri peserta didik, baik kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Melalui proses pendidikan,
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Ali, 2009: 1.
Salah satu karakteristik manusia cerdas adalah mampu berpikir kritis. Sebuah kemampuan yang dapat dimiliki manusia melalui pembiasaan yang harus
dikembangkan melalui proses pendidikan, dalam jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan. Ennis 1996:xvii
dalam bukunya Critical Thinking
mengemukakan bahwa: “ critical thinking is a process, the goal of which to make
reasonable decisions about what to believe and what to do”. Selain membutuhkan waktu yang panjang dan berkelanjutan, proses pendidikan untuk mencapai
kemampuan berpikir kritis memerlukan proses penguatan sehingga akhirnya kebiasaaan itu menjadi bagian dari jati diri seseorang characterization Hasan,
2012: 130.
Selanjutnya, Ennis 1996: 3 memperkenalkan berpikir kritis sebagai berpikir reflektif yang difokuskan pada membuat keputusan mengenai apa
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis mencakup proses pengaturan diri dalam memutuskan judging sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis,
evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar
dibuatnya keputusan. Berpikir kritis penting sebagai alat inkuiri. Berpikir kritis merupakan suatu kekuatan serta sumber tenaga dalam kehidupan
bermasyarakat dan personal seseorang. Pemikir kritis yang ideal memiliki rasa ingin tahu yang besar, teraktual,
nalarnya dapat dipercaya, berpikiran terbuka, fleksibel, seimbang dalam mengevaluasi, jujur dalam menghadapi prasangka personal, berhati-hati dalam
membuat keputusan, bersedia mempertimbangkan kembali, transparan terhadap isu, cerdas dalam mencari informasi yang relevan, beralasan dalam
memilih kriteria, fokus dalam inkuiri, dan gigih dalam mencari temuan. Dalam bentuk sederhananya, berpikir kritis didasarkan pada nilai-nilai intelektual
universal, yaitu: kejernihan, keakuratan, ketelitian presisi, konsistensi, relevansi, fakta-fakta yang reliabel, alasan-alasan yang baik, dalam, luas, dan
sesua. Dalam hal ini, Ennis 1996: 5 membedakan berpikir kritis menjadi dua aspek penting yaitu aspekkarakter disposition dan keterampilan ability.
Karakter dan keterampilan merupakan dua hal terpisah dalam diri seseorang. Dari perspektif psikologi perkembangan, karakter dan keterampilan
saling menguatkan, karena itu keduanya harus secara eksplisit diajarkan bersama-sama Kitchener dan King, 1995 dalam Facione et al., 2000: 45.
Karakter disposition tampak dalam diri seseorang sebagai pemberani, penakut, pantang menyerah, mudah putus asa, dan lain sebagainya. John
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Dewey menggambarkan aspek karakter dari berpikir sebagai “atribut personal” Dewey, 1933 dalam Facione et al., 2000: 47. Suatu karakter disposisi
manusia merupakan motivasi internal yang konsisten dalam diri seseorang untuk bertindak, merespon seseorang, peristiwa, atau situasi biasa. Berbagai
pengalaman memperkuat teori karakter disposisi manusia yang ditandai sebagai kecenderungan yang tampak,
yang dapat dengan mudah dideskripsikan, dievaluasi, dan dibandingkan oleh dirinya sendiri dan orang
lain. Mengetahui karakter disposisi seseorang memungkinkan kita memperkirakan, bagaimana seseorang cenderung bertindak atau bereaksi
dalam berbagai situasi Facione et al., 2000: 47. Berbeda dengan karakter, keterampilan dimanifestasikan dalam bentuk
perbuatan. Seseorang dengan keterampilan yang baik cenderung mampu memperlihatkan sedikit kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugas sedangkan
orang yang kurang terampil membuat kesalahan yang lebih banyak bila diberikan sejumlah tugas yang sama Facione et al., 2000: 48.
Menurut Paul et al 2010: 1 Konsepsi berpikir kritis berasal dari dua kata dasar dalam bahasa Latin yakni “kriticos” yang berarti penilaian yang cerdas
discerning judgment dan “criterion” yang berarti standar. Kata kritis juga
ditandai dengan analisis cermat untuk mencapai penilaian yang objektif terhadap sesuatu.
Konsepsi berpikir kritis dapat dipandang dari dua cara, yakni konsepsi umum dan konsepsi subjek-spesifik. Konsepsi umum memandang sebagai satu set
kemampuan dan disposisi yang bisa digeneralisasi dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi dan berbagai domain pengetahuan. Sementara itu,
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
konsepsi subjek-spesifik menganggap sebagai satu bentuk berpikir yang spesifik dalam kerangka kognitif tertentu, tergantung pada dan ditentukan oleh
pengetahuan yang luas mengenai masalah yang dipikirkannya Emilia, 2007: 34.
Mengenai potensi-potensi intelektual yang dimiliki manusia, Gordon 2003:1-2 membagi memori manusia dalam dua kategori yaitu memori biasa
ordinary memory dan memori cerdas intelegent memory. Memori biasa terdapat pada orang-orang yang kurang mengembangkan kecerdasan
berpikirnya, sedangkan memori cerdas merupakan hasil dari proses pendidikan yang panjang dan terus menerus mengenai berpikir kritis. Walaupun diakui
bahwa intelegensi atau kecerdasan dipengaruhi oleh faktor hereditas, namun potensi tersebut tidak akan berkembang dengan baik tanpa campur tangan
lingkungan, termasuk di dalamnya lembaga pendidikan. Menurut Harris dalam Hasan 2012:130 berpikir kritis adalah
“ a habit of cautious evaluation an analytic mindset aimed at discovering component parts of ideas and philoshopies, eager to weigh the merits of
arguments and reasons in order to become a good judge of them ”.
Dalam definisi tersebut, jelas bahwa berpikir kritis dikembangkan
melalui kebiasaan dalam menganalisis sebuah masalah, baik faktor penyebab, proses maupun keputusan-keputusan yang akan diambil dalam memecahkan
masalah tersebut. Kemampuan tersebut merupakan salah satu aspek kemampuan yang harus dikembangkan secara terus menerus dan
berkesinambungan melalui proses pendidikan. Begitu juga Ennis 1996:vxii menilai bahwa kemampuan berfikir kritis merupakan aspek utama dalam
kehidupan manusia, sebab menurutnya manusia senantiasa membuat keputusan-keputusan dalam memecahkan masalah kehidupannya, baik dalam
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
memecahkan masalah-masalah pribadi, pekerjaan, maupun sebagai warga Negara.
Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Selain sudah tercakup dalam fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang sangat bermanfaat bagi peserta didik dalam kehidupannya, baik dalam
mengembangkan potensi dirinya, masyarakat atau bangsanya. Dalam berfikir kritis seseorang mempunyai kemampuan dalam mengembangkan perhatian
focus, argumentasi-argumentasi rasional reasons, kesimpulan-kesimpulan inference, beradaptasi dalam situasi-situasi tertentu situation, kejelasan
dalam berfikir clarity, dan mempunyai wawasan yang luas overview. Keenam elemen dasar berfikir kritis tersebut oleh Ennis 1996:4 disebut
dengan FRISCO approach atau FRISCO ideas dalam mengembangkan kemampuan berfikir kritis.
Keenam tahap berpikir kritis tersebut merupakan tahap-tahap kemampuan kognitif tingkat tinggi menurut konsep kemampuan kognitif
manusia Yulaelawati, 2007:71. Melalui kemampuan tersebut, maka peserta didik dapat memaksimalkan kemampuan berpikirnya sehingga dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapinya dengan benar dan tepat. Dalam hal ini Muhfahroyin 2009:1 menjelaskan bahwa:
Critical thinking is relates to high level activity covers ability in problem solving, decision making, reflective thinking, creative thinking, and
conclusion making. Critical thinking is called as a higher order thinking skill. Student centered learning requires a learner to think critically with
creativity, inovation, and supported a curriculum that is supporting the learning.
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Kemampuan berpikir kritis juga sangat diperlukan peserta didik sebagai bekal dalam menghadapi perkembangan dunia saat ini, di mana tantangan dan
kebutuhan hidup manusia terus berkembang dan lebih berat yang membutuhkan daya pikir dan nalar yang lebih berkualitas. Peserta didik yang
tidak mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis hanya akan menjadi objek penguasaan globalisasi, di mana pada era informasi global proses
masuknya budaya dan informasi baru akan semakin cepat dan membutuhkan keterampilan untuk memilih, menyeleksi, dan mengolah serta menggunakan
informasi tersebut dalam meningkatkan kualitas kehidupannya. Pembelajaran sejarah mempunyai kedudukan yang penting dalam
pengembangan kemampuan berpikir kritis. Menurut Hasan 2008, 3-4 dari delapan potensi pendidikan sejarah, maka potensi pertama yang dapat
dikembangkan adalah
pendidikan sejarah
mampu mengembangkan
kemampuan berpikir kritis. Sebagai pelajaran mengenai peristiwa masa lampau, sejarah memiliki berbagai masalah yang membutuhkan kemampuan
berpikir kritis dalam memahami dan menilai berbagai peristiwa sejarah tersebut, baik dari aspek peristiwanya maupun hubungan serta manfaatnya bagi
kehidupan masa kini. Dari aspek peristiwanya, banyak sejarah yang disajikan mendorong peserta didik untuk berpikir kritis terhadap fakta-fakta yang ada,
misalnya apakah fakta yang disajikan tersebut sesuai dengan yang sebenarnya atau tidak. Materi-materi sejarah yang masih dianggap kontroversial sangat
baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran sejarah. Kamarga, 2008: 16.
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Selain itu, proses belajar berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah dapat berlangsung dengan mendorong peserta didik untuk menggali keterhubungan
peristiwa sejarah dengan peristiwa-peristiwa berikutnya sampai peristiwa saat ini. Menggali nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah peristiwa sejarah
kemudian memikirkan manfaat dan kegunaannya dalam kehidupan manusia saat ini merupakan proses berpikir kritis yang dapat dikembangkan dalam
pembelajaran sejarah. Dalam hal ini Wiriaatmadja 2002:147 menguraikan konsepsi berpikir kritis dalam pelajaran sejarah sebagai berikut:
Kemampuan berfikir peserta didik melalui pendidikan sejarah dikembangkan tidak hanya dengan cara menghafal siapa, kapan, dan di
mana who, when, dan where saja, melainkan yang perlu lebih mantap dan sering dilakukan adalah denhan memaparkan bagaimana how atau
proses dan mengapa why-nya dari sebuah peristiwa sejarah sehingga peserta didik dilatih dalam aspek kognitif yang lebih tinggi dari
pengatahuan saja.
Dalam pengembangan kurikulum pendidikan sejarah berpikir kritis juga merupakan salah satu prinsip utama. Hasan 2006 mengemukakan beberapa
pengembangan kurikulum pendidikan sejarah antara lain: 1 berdasarkan lingkungan terdekat peserta didik, 2 belajar dari yang konkrit ke yang abstrak
serta, 3 Belajar untuk berpikir haruslah sudah menjadi prinsip dalam kurikulum pendidikan sejarah.
Prinsip ketiga itulah yang mesti dipahami bagi pengembang kurikulum pendidikan sejarah, baik dari tingkat pusat sampai guru sejarah itu sendiri.
Sebab selama ini, masih banyak kesalahfahaman terhadap pendidikan sejarah, yaitu anggapan bahwa pendidikan sejarah hanya menekankan pada
kemampuan “ordinary memory” saja atau kemampuan mengingat dan menghafal fakta-fakta sejarah tanpa proses berpikir kritis baik terhadap materi
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
maupun makna dari fakta tersebut dalam meningkatkan kebajikan kehidupan. Padahal objek mata pelajaran sejarah bersifat lebih abstrak dan sesuatu yang
abstrak memerlukan kemampuan berpikir yang lebih tinggi. Hasan, 2007:1-2. Dalam hal ini Hastuti 2010:2 mengungkapkan bahwa:
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah dapat dilakukan guru melalui proses pembelajaran sejarah dengan melakukan pendekatan
kreatif yang berdasarkan filosofi kontruktivisme dan berorientasi pada pendekatan kontekstual. Hal itu hanya dapat dilakukan jika guru
memahami dan menguasai tidak hanya teori dan konsep sejarah dengan baik, tetapi juga guru diharapkan mampu merekonstruksi suasana
pembelajaran yang kondusif, menumbuhkan kreatifitas anak, merangsang proses berpikir dan imajinasi siswa
Nash dan Crabtree dalam Supardan 2004:2 mengemukan pentingnya berpikir kritis dalam belajar sejarah. Menurut mereka, kemampuan berpikir
kritis sangat berhubungan dengan pengembangan keterampilan sejarah, sehingga antara pemahaman, kemampuan berpikir kritis dan keterampilan
sejarah merupakan kualitas standar yang harus dikuasai oleh setiap siswa yang belajar sejarah. Keterampilan sosial tersebut mencakup didalamnya adalah
keterampulan berpikir dan bernalar secara kritis thinking and reasoning yang harus dilatihkan, dicontohkan dan dikembangkan oleh guru dalam
pembelajaran sejarah Supriatna, 2007. Hasan 1999:9 menyimpulkan bahwa terdapat pergeseran dalam filsafat pendidikan sejarah dari perenialism yang
menekankan “transmission of the glorious past” ke arah suatu posisi di mana
berbagai aliran filsafat seperti essensialism bahkan social recontructionism bergabung terlebur di dalamnya.
Mengajarkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah memerlukan perencanaan yang baik. Hal itu disebabkan karena belajar sejarah
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
adalah berlajar konsep-konsep yang abstrak sehingga guru harus mampu menyajikan pembelajaran sejarah yang mendorong daya berpikir kritis dan
rasional terhadap konsep atau peristiwa sejarah yang diajarkan. Peristiwa- peristiwa sejarah dengan berbagai macam interpretasinya akan mendorong
peserta didik berpikir kritis sekaligus melakukan refleksi makna dari nilai-nilai yang dapat digali dari materi pelajaran sejarah tersebut.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penggunaan media pembelajaran dapat membantu upaya-upaya pembelajaran sejarah dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik. Media dapat membantu peserta didik lebih memahami materi pelajaran, sekaligus mengkaji secara kritis materi
maupun makna dari sebuah peristiwa sejarah. Peserta didik dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai latar belakang, proses atau dampak dari
sebuah peristiwa yang dihantarkan melalui media pembelajaran sejarah. Media pembelajaran dapat mempermudah guru dan peserta didik dalam mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini Marlina 2009:1 berpendapat bahwa:
Seiring perkembangan jaman dan kemjauan teknologi, maka makin banyak pilihan dalam unsur-unsur program pengajaran tersebut. Pelajaran
sejarah sangat membosankan dan bersifat hapalan, sehingga sejarah diremehkan. Melalui tersedianya beraneka ragam faslitas teknologi yang
dapat digunakan untuk pembelajaran sejarah tersebut maka memberikan banyak pihan kepada guru untuk memanfaatkannya sehingga dapat
memberikan kemudahan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan mengoptimalkan hasil belajar.
Begitu pula media pembelajaran dapat mempermudah guru dalam menyajikan materi-materi sejarah yang bersifat abstrak dan kemungkinan sulit
disampaikan tanpa melalui media, misalnya hanya melalui metode bertutur
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
bercerita. Mengenai hal tersebut, Santyasa 2007:2 menyimpulkan bahwa prinsip media mediated instruction menempati posisi cukup strategis dalam
rangka mewujudkan Ivent belajar secara optimal. Ivent belajar yang optimal merupakan salah satu indikator untuk mewujudkan hasil belajar peserta didik
yang optimal pula. Dalam era perkembangan teknologi yang maju saat ini, banyak media
pembelajaran yang dapat membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajarannya. Saat ini, media audio-visual adalah salah satu media
pembelajaran yang banyak digunakan dalam proses pembelajaran. Media audio-visual terbukti lebih efektif dalam mempermudah peserta didik
memahami materi pelajaran yang diberikan dibandingkan dengan pembelajaran tanpa media atau media satu atau dua dimensi saja. Hal tersebut dibuktikan
beberapa penelitian mengenai penggunaan media audiovisual dalam pembelajaran sejarah.
Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk mengkaji penggunaan media dalam pembelajaran sejarah. Pertama, penelitian yang dilakukan Marlina
2008 yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Multimedia Terhadap Hasil
Belajar Sejarah Studi perbandingan Penggunaan Media Film dan Internet dalam Pembelajaran Sejarah Pada siswa Kelas 3 SMA Taruna Bakti
Bandung ”. Hasil penelitian tesis tersebut adalah bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas eksperimen sebelum dan sesudah perlakuan. Sehingga penggunaan media audio visual dalam
pembelajaran sejarah berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Silvya dalam penelitian berjudul “Efektifitas Pemanfaatan Media Film
dalam Pembelajaran Sejarah Dalam Upaya Meningkatkan Kesadaran Kebangsan Siswa
”, Sylvia 2005 menyimpulkan bahwa media film sangat efektif dalam meningkatkan kesadaran kebangsaan siswa Fitria 2008 dalam
tesisnya yang berjudul: “Pengaruh Pemanfaatan Media Film dan Internet dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Sejarah”,
menyimpulkan bahwa penggunaan media film dan internet sangat berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar sejarah siswa. Selanjutnya juga
disimpulkan bahwa media film sebagai media audio-visual lebih berpengaruh daripada penggunaan media internet.
Selain itu Utomo 2008 dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh
Pemanfaatan Media Pembelajaran Audiovisual dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Sejarah Pada Siswa Kelas VII Sekolah
Menengah Pertama Negeri Di Kecamatan Kota Kudus”, menyimpulkan bahwa pemanfaatan media pembelajaran audio-visual berpengaruh secara signifikan
terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, maka peneliti akan melakukan
penelitian mengenai pemanfaatan Media Audio-Visual terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah di MA Al-Jawami Kabupaten
Bandung. Penggunaan media audio-visual dalam pembelajaran sejarah, khususnya dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dilatarbelakangi
kenyataan bahwa media audio-visual merupakan media terlengkap yang menyajikan suara dan gambar dalam waktu bersamaan sehingga dianggap
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
sebagai media yang paling efektif dalam menghantarkan materi pembelajaran sejarah.
B. Fokus Masalah