6 mempertahankan keamanan peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan di ruangan dari penularan infeksi nosokomial.
2.3.1 Peran Perawat Dalam Menjaga Kebersihan Rumah Sakit
Semua institusi kesehatan harus memiliki pedoman untuk pembuangan materi sampah infeksi menurut kebijakan lokal dan negara. Perawat membungkus dan
membuang alat-alat yang kotor dengan cara yang tepat. Spesimen laboratorium dari semua pasien ditangani seolah-olah spesimen tersebut dapat menyebabkan infeksi.
Semua materi sampah yang berasal dari pasien di buang ditempat sampah khusus Potter Perry, 2005.
Setelah memberikan suntikan, perawat harus membuang jarum pada tempat yang tahan tusukan. Jangan pernah melepaskan, membengkokkan atau mematahkan
jarum suntik yang telah digunakan dengan tangan. Jarum yang secara tidak sengaja tertinggal di linen atau dengan ceroboh dibuang ke tempat sampah dapat
menyebabkan infeksi Potter Perry, 2005. Perawat dalam membuang sampah cair yang terkontaminasi misalnya darah,
urin, tinja, jaringan dan duh tubuh lainnya memerlukan penanganan khusus karena resiko infeksi terhadap petugas kesehatan yang menangani. Perawat memakai sarung
tangan, kacamata pelindung dan celemek, buang sampah cair pada wastefel atau ke dalam toilet kemudian disiram. Wadah tempat sampah cair didesinfeksi dengan
larutan klorin 0,5 selama 10 menit Depkes, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Menurut WHO 2002, tindakan kebersihan lingkungan rumah sakit meliputi: a Pembersihan rutin diperlukan untuk menjamin lingkungan rumah sakit untuk
tampak bersih, dan bebas dari debu dan tanah. b Kebanyakan dari mikroorganisme terdapat dalam lingkunganbenda yang
kotor, dan tujuan pembersihan rutin adalah untuk membuang kotoran tersebut. Baik sabun ataupun deterjen memiliki aktivitas antimikroba, dan proses
pembersihan pada dasarnya tergantung pada tindakan mekaniknya. c Seharusnya ada kebijakan yang menetapkan frekuensi pembersihan dan alat
pembersih yang digunakan untuk dinding, lantai, jendela, tempat tidur, tirai, tabir, perlengkapan, mebel, kamar mandi dan toilet, dan semua peralatan
medis yang dapat digunakan kembali. d Metode harus sesuai dengan kemungkinan tingkat kontaminasi, dan tingkat
pembersihan yang diperlukan. Hal ini dapat dicapai dengan mengelompokkan area ke salah satu dari empat zona rumah sakit:
- Zona A: tidak ada kontak dengan pasien. Pembersihan normal
domestik misalnya administrasi dan perpustakaan. -
Zona B: perawatan pasien yang tidak terinfeksi, dan tidak rentan, dibersihkan dengan prosedur yang tidak menerbangkan debu. Sapu
atau pembersih debu tidak dianjurkan. Penggunaan larutan deterjen dapat meningkatkan kualitas pembersihan. Hama di area lain yang
Universitas Sumatera Utara
tampak kontaminasi dengan darah dan cairan tubuh terlebih dahulu dibersihkan.
- Zona C: pasien yang terinfeksi bangsal yang terpisah. Bersihkan
dengan larutan deterjendisinfektan, dengan peralatan pembersih yang terpisah untuk setiap ruangan.
- Zona D: pasien yang sangat rentan pemisahan yang terlindung atau
kawasan yang terlindung seperti ruangan operasi, ruang pengiriman, unit perawatan intensif, unit bayi prematur, dan unit hemodialisis.
Bersihkan menggunakan larutan deterjendisinfektan dan peralatan kebersihan yang terpisah.
Semua permukaan di zona B, C, D, dan semua kawasan toilet harus dibersihkan setiap hari.
e Pengujian bakteriologi pada lingkungan tidak dianjurkan kecuali dalam keadaan tertentu seperti penyelidikan epidemi dimana ada dugaan sumber
infeksi dari lingkungan. -
Pemantauan dialisis air sesuai standar untuk jumlah bakteri. -
Kualitas pengendalian saat praktek pembersihan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Peran Perawat Dalam Pemantauan Teknik Aseptik Termasuk Cuci Tangan dan Penggunaan Alat Pelindung
Tangan dapat menularkan infeksi di rumah sakit dan dapat diminimalkan dengan kebersihan tangan yang sesuai. Dalam mencuci tangan sering dilakukan tidak
optimal. Hal ini dikarenakan berbagai alasan, misalnya kurangnya peralatan yang sesuai, tingginya perbandingan jumlah perawat dengan pasien, alergi terhadap produk
pencuci tangan, kurangnya pengetahuan perawat tentang risiko dan cara mencuci tangan yang baik dan benar, terlalu lama waktu yang direkomendasikan untuk
mencuci tangan WHO, 2002.
Syarat-syarat mencuci tangan dengan ptimal menurut WHO 2002 meliputi: a Untuk pencuci tangan :
- Penggerak air: wastafel besar yang membutuhkan sedikit perawatan,
dengan perangkat antisplash dan pengendali tanpa menggunakan tangan.
- Produk: sabun atau antiseptik tergantung pada prosedur.
- Fasilitas pengering tanpa kontaminasi handuk sekali pakai jika
memungkinkan. b Untuk disinfeksi tangan:
Disinfektan tangan dengan cairan pencuci beralkohol dengan teknik antiseptik untuk membersihkan tangan secara fisik.
Universitas Sumatera Utara
1 Prosedur Seharusnya ada kebijakan tertulis dan prosedur untuk mencuci tangan.
Perhiasan harus dilepaskan sebelum mencuci tangan. Prosedur kebersihan tangan minimal dapat dibatasi untuk tangan dan pergelangan tangan
sedangkan untuk prosedur pembedahan mencakup tangan dan lengan bawah.
Prosedur akan berbeda dengan perkiraan risiko terjadinya infeksi kepada pasien:
- Perawatan rutin minimal:
- Pencuci tangan dengan sabun tanpa anti septik
- Atau pembersih tangan cepat dan higenis digosok dengan larutan
beralkohol. Pencuci tangan antiseptik sedang ―pensucian hama pada pasien yang
terinfeksi: -
Pencuci tangan higenis dengan sabun antiseptik mengikuti standar prosedur misalnya satu menit
- Pembersih tangan cepat dan higenis: seperti yang sebelumnya.
Tindakan pembedahan: -
Pada tindakan pembedahan cuci tangan meliputi tangan dan lengan bawah, cuci dengan sabun antiseptik dan waktu berkisar 3-5 menit.
Universitas Sumatera Utara
- Pembersihan tangan dan lengan bawah: mencuci tangan biasa,
kemudian cuci tangan dengan menggunakan desinfektan, lalu menggosok tangan, bilas dan ulangi sekali lagi dengan
menggunakan desinfektan lalu keringkan. 2 Ketersediaan sumber daya
Peralatan dan produk yang ada di seluruh rumah sakit atau fasilitas perawatan kesehatan tidaklah sama. Produk yang digunakan dan tata cara
mencuci tangan juga akan berbeda tergantung pada ketersediaan alat dan fasilitas mencuci tangan WHO, 2002.
Menurut WHO 2002, tindakan mencuci tangan minimal rutin dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan sumber daya dapat dilakukan sebagai
berikut: -
Sumber daya yang baik: Pencucian tangan minimal; peralatan mencuci tangan dengan menggunakan wastafel besar, air dan alat
pengalir air otomatis, sabun cair, handuk sekali pakai; membersihkan tangan hingga bersih dengan menggosok dan
tentukan waktu kontak antara tangan dan disinfektan, bersihkan hingga kering dengan handuk.
- Sumber daya terbatas: Pencucian tangan minimal; Peralatan
mencuci tangan dengan sumber daya terbatas meliputi wastafel, air dan sabun,dan handuk pribadi; membersihkan tangan hingga
Universitas Sumatera Utara
higenis dengan cara menggosok dan tentukan waktu kontak tangan dengan disinfektan atau alkohol, bersihkan hingga kering dengan
handuk. -
Sumber daya sangat terbatas: Pencucian tangan minimal; Peralatan mencuci tangan meliputi: air bersih, sabun, handuk yang dicuci
setiap hari; membersihkan tangan hingga bersih dengan cara menggosok dan tentukan waktu kontak dengan alkohol dan
bersihkan hingga kering dengan handuk. Menurut WHO 2002, tindakan mencuci tangan dengan teknik aseptik
dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan sumber daya dapat dilakukan sebagai berikut:
- Sumber daya yang baik: Pencuci tangan antiseptik; peralatan yang
digunakan wastafel besar, air dan alat pengalir air otomatis, sikat antiseptik dilakukan selama satu menit, handuk sekali pakai;
membersihkan tangan hingga bersih dengan menggosok dan tentukan waktu kontak tangan dengan disinfektan, bersihkan
hingga kering dengan handuk. -
Sumber daya terbatas: Pencuci tangan dengan antiseptik; peralatan mencuci tangan dengan wastafel besar, air dan sabun, sikat
antiseptik dilakukan selama satu menit, handuk pribadi; membersihkan tangan hingga bersih dengan menggosok dan
Universitas Sumatera Utara
tentukan waktu kontak dengan disinfektan atau alkohol, bersihkan hingga kering dengan handuk.
- Sumber daya sangat terbatas: Pencucian tangan sederhana;
peralatan mencuci tangan air bersih, sabun, handuk yang dicuci setiap hari; membersihkan tangan hingga bersih dengan
menggosok; pembersihan dapat dengan menggunakan alkohol, gosok hingga kering.
Menurut WHO 2002, tindakan mencuci tangan steril maksimal dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan sumber daya dapat dilakukan sebagai
berikut: -
Sumber daya yang baik: Pencucian dari tangan ke lengan bawah; peralatan mencuci tangan dengan menggunakan wastafel besar, air
dan alat pengalir air otomatis, penyikat antiseptik berkualitas baik kontak selama 3 sampai 5 menit, handuk sekali pakai yang steril;
membersihan tangan untuk prosedur bedah dengan menggosok; sabun yang digunakan lembut dan berkualitas baik, disinfektan
tangan dilakukan dua kali. -
Sumber daya terbatas: Pencucian dari tangan ke lengan bawah secara sederhana; peralatan mencuci tangan dengan wastafel besar,
air dan sabun kering, handuk pribadi; membersihkan tangan
Universitas Sumatera Utara
hingga bersih dengan menggosok; desinfektan tangan dilakukan dua kali.
- Sumber daya sangat terbatas: pencucian dari tangan ke lengan
bawah secara sederhana;peralatan mencuci tangan dengan menggunakan air bersih, sabun kering, handuk yang dicuci setiap
hari; membersihkan tangan hingga bersih dengan menggosok; pembersihan menggunakan alkohol dilakukan dua kali.
Perlindungan barier harus sudah tersedia bagi perawat seperti gaun, masker, sarung tangan, dan kacamata pelindung WHO, 2002.
a Gaun pelindung Gaun pelindung melindungi perawat dan pengunjung dari kontak dengan
bahan dan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi. Gaun diwajibkan bila masuk ke ruang isolasi. Melepaskan gaun sebelum keluar dari ruangan isolasi
pasien, setelah gaun dilepaskan, pastikan bahwa pakaian tidak kontak dengan lingkungan lain.
b Masker Masker yang terbuat dari kapas, kasa, atau kertas tidaklah efektif. Masker
kertas dengan bahan sintetis untuk penyaring adalah penghalang yang efektif
melawan mikroorganisme.
1 Masker digunakan dalam berbagai situasi. Persyaratan mengenakan masker berbeda untuk tujuan yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
2 Pelindung dari pasien: perawat mengenakan masker untuk bekerja di ruangan operasi, merawat pasien yang terganggu kekebalannya, untuk
tusukan rongga tubuh. Cukup dengan sebuah masker bedah. 3 Pelindung bagi perawat: perawat harus mengenakan masker ketika
merawat pasien dengan infeksi pernafasan, atau saat melakukan bronchoscopies atau pemeriksaan serupa.
4 Pasien dengan infeksi yang dapat ditularkan melalui sirkulasi udara harus mengenakan masker bedah saat berada diluar ruang isolasi ruang
perawatan mereka. c Sarung tangan
Sarung tangan digunakan untuk: 1 Pelindung dari pasien: perawat mengenakan sarung tangan untuk prosedur
pembedahan, perawatan pasien dengan sistem kekebalan tubuhnya terganggu, prosedur invasif.
2 Sarung tangan yang tidak steril dapat dipakai untuk kontak dengan selaput lendir pasien dimana tangan akan mudah terkontaminasi.
3 Pelindung bagi perawat: perawat menggunakan sarung tangan yang tidak steril untuk merawat pasien dengan penyakit menular yang ditularkan
melalui sentuhan, atau melakukan bronchoscopies atau pemeriksaan yang serupa.
4 Tangan harus dicuci saat sarung tangan dibuka atau diganti. 5 Sarung tangan sekali pakai tidak dapat dipakai kembali.
Universitas Sumatera Utara
6 Lateks atau polivinil klorida adalah bahan yang paling sering digunakan untuk sarung tangan. Kualitas sarung tangan yang baik yakni tidak adanya
pori-pori atau lubang dan durasi penggunaan sangat bervariasi dari satu jenis sarung tangan ke sarung tangan yang lain. Alergi terhadap lateks
dapat terjadi, dan pekerjaan program kesehatan harus memiliki kebijakan untuk mengevaluasi dan mengelola masalah ini.
d Kacamata pelindung Bila melakukan prosedur invasive yang dapat menimbulkan dorplet atau
percikan atau semprotan dari darah atau cairan tubuh lainnya, perawat harus menggunakan kacamata pelindung. Contoh dari prosedur invasif termasuk
irigasi luka besar di abdomen atau insersi keteter arterial ketika perawat menjadi asisten dokter. Kacamata pelindung dapat tersedia dalam bentuk
kacamata plastik. Kacamata harus terpasang pas sekeliling wajah shinnga cairan tidak dapat masuk antara wajah dan kacamata Garner, dalam Potter
Perry, 2005
.
Universitas Sumatera Utara
Tindakan pencegahan infeksi nosokomial dengan menggunakan teknik aseptik dapat terlihat pada infeksi nosokomial yang sering terjadi berikut ini:
a Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih adalah infeksi nosocomial yang lebih sering ditemukan; 80 dari infeksi ini berkaitan dengan pemasangan kateter. Intervensi efektif
dalam pencegahan infeksi karena pemasangan keteter menurut WHO 2002
meliputi:
1 Menghindari kateterisasi bila tidak diperlukan. 2 Bila kateterisasi diperlukan, batasi waktu pemasangan.
3 Mempertahankan praktek aseptik yang sesuai selama memasukkan kateter urine dan juga prosedur urologi invasif lainnya seperti cystoscopi,
urodinamik testing, cystografi. 4 Mencuci tangan secara higenis sebelum memasukkan kateter
Menggunakan sarung tangan steril untuk memasukkannya dan menyambungkan dengan urin bag.
5 Pembersihan perineal dengan larutan antiseptik sebelum memasukkan kateter.
6 Memasang kateter dengan menggunakan pelumaspelicin sebelum memasukkan.
Praktek lain yang dianjurkan dan terbukti mengurangi infeksi meliputi: 1 Mempertahankan aliran kateter dengan baik.
2 Membersihkan daerah perineal untuk pasien yang terpasang kateter.
Universitas Sumatera Utara
3 Pelatihan perawat dalam memasang kateter dan perawatan. 4 Mempertahankan kelancaran aliran urin dari kandung kemih dalam urin
bag dengan meletakkan urin bag lebih rendah dari kandung kemih. Kateter yang digunakan adalah kateter yang berdiameter terkecil. Bahan kateter
lateks, silicone tidak mempengaruhi tingkat kejadian infeksi. Bagi pasien dengan gangguan perkemihan :
1 Menghindari pemasangan kateter yang menetap sedapat mungkin. 2 Bila bantuan pengosongan kandung kemih diperlukan, maka ganti kateter
sesering mungkin. Sedangkan menurut Tietjen 2004, prosedur dalam pemasangan
kateter meliputi : persiapan alat yang yang terdiri dari kateter steril, urin bag, spuite untuk membuat balon pada kateter, sarung tangan steril, larutan
antiseptic, kain kassa, pelumas, kantong plastic tempat sampah. Sebelum memulai prosedur, bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih kemudian
keringkan dengan handuk bersih. Kenakan sarung tangan steril atau yang telah
didesinfeksi pada kedua tangan. Gunakan kateter kecil sesuaikan dengan
system drainase yang baik. Untuk pasien perempuan, pegang bagian labia dengan tangan yang tidak dominan. Tangan yang lainnya membersihkan
uretra dengan kapas steril yang telah diberi larutan desinfektan. Sedangkan untuk pasien laki-laki, tarik kulit pada ujung penis kebawah dengan tangan
yang tidak dominan. Tangan yang lain membersihkan kepala penis dan saluran uretra dengan kapas steril yang telah diberi larutan desinfektan.
Universitas Sumatera Utara
Letakkan benda-benda kotor pada kantung plastik yang tidak bocor, lepaskan sarung tangan dengan cara membalikkannya tidak memegang daerah yang
kotor dan letakkan pada kantung plastik. Buang pada tempat sampah medis kemudian cuci tangan dengan sabun dan air atau gunakan larutan desinfektan
Tietjen, 2004. Titik temu antara selang kateter dan urin bag harus tetap tertutup dan
tersambung. Selama tertutup, isinya masih dianggap steril. Aliran keluar klep pada urin bag harus tetap tertutup dan dibersihkan untuk mencegah masuknya
bakteri. Pergerakan kateter di uretra harus diminimalkan untuk mengurangi kemungkinan mikroorganisme mencapai uretra kemudian masuk ke dalam
kandung kemih. Kateter dan urin bag harus diganti bila waktu pemasangan sudah beberapa hari atau minggu Tietjen, 2004.
Selain pemasangan keteter, pencabutan kateter juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Prosedur pencabutan kateter sama dengan
pemasangan keteter. Perawat harus menggunakan sarung tangan dan mencuci tangan sebelum dan sesudah prosedur Tietjen, 2004.
Perawat dalam merawat pasien dengan sistem drainase drainase luka, cairan empedu dan cairan tubuh lainnya harus tetap menjaga selang drainase
bagian luar tetap bersih. Semua selang harus tetap tersambung selama penggunaan. Wadah drainase hanya boleh dibuka pada saat membuang atau
mengeluarkan cairan drainase Poter Perry, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Kadang-kadang perawat mengambil specimen dari selang drainase dengan menusukkan jarum ke ujung selang. Dalam hal ini perawat harus
mendesinfeksi dengan menggunakan alkohol dan larutan yodium sebelum menusuk selang drainase kemudian meletakkan kasa steril di sekeliling ujung
selang drainase yang terbuka seperti kateter, sehingga urin terhindar dari kontaminasi bakteri dari luar kateter. Kemudian setelah mengambil specimen
urin, tutup dan kunci kembali selang kateter Poter Perry, 2005.
b Infeksi Intravaskuler
Infeksi lokal dan infeksi sistemik dapat terjadi sehingga memerlukan perawatan yang lebih intensif. Praktek memasang kateter intravaskuler
menurut WHO 2002 meliputi :
1 Menghidari pemasangan kateter intravaskuler bila tidak ada indikasi medis.
2 Mempertahankan teknik asepsis dalam memsang kateter intravaskuler dan perawatannya.
3 Penggunaan kateter intravaskuler dengan waktu sesingkat mungkin. 4 Mempersiapkan cairan infus secara aseptik sebelum digunakan.
5 Melatih perawat dalam memasang dan merawat kateter intravaskuler
Infus
1 Tangan harus dicuci sebelum memasang infus dengan teknik aseptik. 2 Cuci dan desifeksi kulit di tempat memasukkan infus dengan larutan
antiseptik.
Universitas Sumatera Utara
3 Penggantian infuset tidak terlalu sering dibandingkan dengan penggantian jarum infus, kecuali setelah transfusi darah yang meninggalkan bekuan
darah yang dapat membuat aliran tidak lancar. 4 Bila infeksi lokal plebitis terjadi, maka infus harus segera dilepas.
Sedangkan menurut Tietjen 2004, prosedur pemasangan infus dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun kemudian keringkan dengan
handuk. Menyambungkan infus set dan botol cairan infus dengan teknik aseptik jangan menyentuh daerah tusukan pada botol infus. Memakai sarung
tangan sebelum prosedur pemasangan infus, mendesinfeksi daerah vena yang akan dipasang infus dengan gerakan memutar kearah luar dari tempat
pemasangan. Perhatikan daerah pemasangan infus terhadap tanda flebitis. Fiksasi daerah luka pada pemasangan infus dengan kasa steril kemudian
plester. Sebelum melepas sarung tangan, buang kapaskasa yang terkontaminasi darah ke dalam kantong plastik, lepaskan sarung tangan dan
buang ke tempat sampah medis. Kemudian cuci tangan dengan menggunakan larutan klorin 0,5 Tietjen, 2004.
Pada saat perawat mengambil spesimen dari selang drainase atau menusukkan jarum ke ujung selang intravena untuk memberi obat injeksi
bolus, perawat harus mendesinfeksi dengan menyeka bagian luar selang infus dengan menggunakan alkohol dan larutan yodium sebelum memasuki sistem
Tietjen, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Pemeliharaan infus juga harus dilakukan pada pasien yang meliputi : jumlah tetesan, apakah infus terbuka atau lepas, mengecek setiap 8 jam
apakah terjadi tanda-tanda flebitis. Pindahkan pemasangan infus setiap 72-96 jam untuk mengurangi flebitis. Infus set juga harus diganti jika rusak atau
secara rutin setiap 72 jam. Pada saat mengganti cairan infus jangan menyentuh daerah tusukan jarum atau mendesinfeksi terlebih dahulu daerah
tusukan jarum tersebut dengan alkohol 60-90 Tietjen, 2004.
c Infeksi Luka
Cara lain untuk mengurangi masuknya mikroorganisme adalah perawatan luka dengan prinsip steril. Untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam luka, perawat harus membersihkan bagian sekitar luka. Perawat menyeka bagian dalam luka kemudian bagian luarnya dengan
menggunakan kasa steril. Perawatan luka dilakukan kurang dari 72 jam. Untuk luka tertentu dilakukan setiap hari misalnya luka karena penyakit
Diabetes Melitis Tietjen, 2004. Satu peralatan luka digunakan untuk satu pasien, namun jika
penggunaan peralatan luka secara bergantian tidak dapat dihindari, alat-alat tersebut harus secara adekuat dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan
oleh pasien yang lainnya Potter Perry, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Peran Perawat Dalam Melapor Kepada Dokter Jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi