2.4.1 Respon Imun Nonspesifik
Respon imun nonspesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh
dan dengan cepat menyingkirkannya. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir.
Mekanismenya tidak menunjukan spesifisitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. System tersebut
merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung Baratawidjaja,2012.
2.4.2 Respon Imun Spesifik
Respon imun spesifik merupakan imunitas yang didapat adaptive immunity
dimulai dari pengenalan zat asing hingga penghancuran zat asing tersebut dengan berbagai mekanisme Subowo, 1993. Dalam respon imun
spesifik, limfosit merupakan sel yang memainkan peranan penting karena sel ini mampu mengenali setiap antigen yang masuk ke dalam tubuh, baik yang
terdapat intraseluler maupun ekstraseluler. Secara umum, limfosit dibedakan menjadi dua jenis yaitu limfosit T dan limfosit B. Respon imun spesifik dapat
dibagi dalam 3 golongan, yaitu respon imun seluler, respon imun humoral dan interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral Kresno,
2010. Limfosit T dan B sel T dan B berasal dari sel induk yang sama yaitu
di sumsum tulang belakang. Pada masa janin dan anak-anak, limfosit imatur
bermigrasi ke timus dan mengalami pengolahan lebih lanjut menjadi limfosit T. Limfosit yang matang di tempat lain selain timus akan menjadi limfosit B.
Sel B berasal dari limfosit yang matang dan berdiferensiasi di sumsum tulang, sedangkan sel T berasal dari limfosit yang berasal dari sumsum tulang
tetapi matang di timus. Sel T dan B yang matang mengalir melalui darah dan berdiam di jaringan limfoid perifer dan membentuk koloni. Kedua sel ini akan
berproliferasi setelah mendapat stimulasi dengan adanya invasi asing.
Sel T
Sel T adalah sel yang bertanggung jawab dalam respon imun selular. Sel T dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Sel Thelper Sel Th Sel Th adalah sel yang membantu meningkatkan perkembangan sel B
aktif menjadi sel plasma, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel T supresor yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag. Sel Th dapat dibedakan
menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 berperan sebagai limfosit yang akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi, sedangkan sel Th2 berperan
dalam memproduksi antibodi dengan menstimulasi sel B menjadi sel plasma Sherwood, 2001.
b. Sel Tsuppresor Sel Ts Sel Ts adalah sel yang berperan dalam membatasi reaksi imun melalui
mekanisme “check and balance”dengan limfosit yang lain. Sel Ts menekan aktivitas sel T lainnya dan sel B. Sel Th dan sel Ts akan berinteraksi dengan
adanya metode umpan balik. Sel Th membantu sel Ts beraksi dan sel Ts akan
menekan sel T lainnya. Dengan demikian sel Ts dapat menghambat respon imun yang berlebihan dan bersifat antiinflamasi Sherwood, 2001.
c. Sel Tcytotoxic Sel Tc Sel Tc adalah sel yang mampu menghancurkan sel cangkokan dan sel
yang terinfeksi virus dengan mengeluarkan zat-zat kimiawi sebelum replikasi virus terjadi Sherwood, 2001.
Sel B
Sel B terdapat kurang lebih 25 dari jumlah limfosit total. Pada membran sel B terdapat reseptor khas untuk mengikat antigen. Cytokin
berperan penting pada aktivasi dan pemasakan maturasi dari sel B menjadi sel plasma dan sel memori Tan dan Rahardja, 2007.
Antibodi
Antibodi adalah immunoglobulin Ig yang merupakan golongan yang dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya
kontak dengan antigen. Menurut perbedaan struktur dan aktivitas biologis, antibodi dibedakan menjadi 5 subkelas:
a. Imunoglobulin G Paling banyak ditemukan dalam cairan tubuh terutama ektravaskular
untuk memerangi mikroorganisme dan toksiknya. Ig G merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000 dalton. Kadarnya
dalam serum sekitar 13 mgml, merupakan 75 dari semua imunoglobulin. Ig G dapat menembus plasenta masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi
sampai umur 6-9 bulan. Ig G dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsoninbpada pemusnahan antigen.
b. Imunoglobulin A Ig A dengan berat molekul 165.000 dalton ditemukan dalam serum
dengan jumlah sedikit. Kadarnya terbanyak ditemukan dalam cairan sekresi saluran nafas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah dan dalam air susu ibu
yang lebih berupa Ig A sekretori sIgA yang merupakan bagian terbanyak. Ig A dapat bekerja sebagai opsonin, yaitu dapat meningkatkan efek bakteriolitik
komplemen dan menetralisasi toksin serta dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu motilitasnya sehingga memudahkan fagositosis.
c. Imunoglobulin M Berat molekul Ig M adalah 900.000 dalton. Ig M merupakan Ig paling
efisien dalam aktivasi komplemen. Ig M dibentuk paling dahulu pada respon imun primer terhadap kebanyakan antigen disbanding dengan Ig G. Ig M dapat
mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator poten antigen.
d. Imunoglobulin D Ig D ditemukan dalam serum dengan kadar yang sangat rendah. Ig D
merupakan komponen permukaan utama sel B dan pertanda dari diferensiasi sel B yang lebih matang. Ig D merupakan 1 dari total imunoglobulin dan
banyak ditemukan pada membrane sel B bersama Ig M yang dapat berfungsi sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B.
e. Immunoglobulin E Ig E mudah diikat sel mast, basofil dan eosinofil yang memiliki reseptor
untuk fraksi Fc dari Ig E. Ig E dibentuk setempat oleh sel plasma dalam selaput lender saluran nafas dan cerna Baratawidjaja, 2012.
Akibat sifat bivalen dari antibody dan banyaknya tempat antigen pada sebagian besar agen penyebab penyakit, maka antibodi dapat mematikan
aktivitas agen penyebab penyakit tersebut dengan salah satu cara berikut ini: a.
Aglutinasi, dimana berbagai partikel besar dengan antigen pada permukaannya, seperti bakteri atau sel darah merah terikat bersama-sama
menjadi satu kelompok. Apabila kompleks antigen-antibodi semacam itu melibatkan antigen yang larut, kisi-kisi yang terbentuk dapat berukuran
sedemikian besar, sehingga menyebabkan pengendapan. b.
Presipitasi, dimana kompleks molekular dari antigen yang larut dan antibodi menjadi begitu besar sehingga berubah menjadi tak larut dan
membentuk presipitat. c.
Netralisasi, dimana antibodi menutupi tempat-tempat yang toksik dari agen yang bersifat antigenik.
d. Lisis, dimana beberapa antibodi yang sangat kuat kadang-kadang mampu
langsung menyerang membran sel agen penyebab penyakit sehingga menyebabkan sel tersebut robek Guyton, 2001.
2.4.2.1 Respon imun selular
Respon imun selular merupakan fungsi dari limfosit T. Antigen akan menyebabkan proliferasi dan diferensiasi sel T menjadi beberapa subpopulasi.
Subpopulasi sel T yang disebut sel T-helper Th akan mengenali antigen pada permukaan sel makrofag atau sel yang terinfeksi melalui T-cell receptors
TCR dan molekul major histocompatibility complex MHC kelas-II. Sinyal yang diberikan oleh sel terinfeksi akan menginduksi limfosit untuk
memproduksi berbagai jenis limfokin yang dapat membantu menghancurkan antigen tersebut. Subpopulasi sel T lain yang disebut sel T-cytotoxic Tc akan
menghancurkan antigen melalui MHC kelas-I dengan cara kontak langsung dengan sel cell to cell contact. Selain itu, sel Tc memproduksi
γ-interferon yang mencegah penyebaran antigen lebih jauh Kresno, 2001.
2.4.2.2 Respon imun humoral
Respon imun humoral dilakukan oleh sel B dan produknya, yaitu antibodi. Respon ini diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi suatu
populasi sel plasma yang meproduksi dan melepaskan antibodi spesifik ke dalam darah. Diferensiasi sel B dibantu oleh sel Th2. Adanya sinyal yang
diberikan oleh makrofag, sel Th2 akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi. Sel T-supresor juga ikut berperan dalam pengaturan produksi antibodi
agar seimbang dan sesuai dengan kebutuhan. Antibodi yang terbentuk akan berikatan dengan antigen membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan
mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen tersebut. Pada
respon imun humoral juga terjadi respon primer yang membentuk populasi sel B memory Kresno, 2001.
2.4.2.3 Interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral
Salah satu interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral adalah antibody dependent cell mediated cytotoxicity ADCC. Pada
interaksi ini sitolisis terjadi dengan bantuan antibodi yang berfungsi melapisi antigen sasaran opsonisasi, sehingga sel natural killer NK yang mempunyai
reseptor pada fragmen Fc antibodi tersebut dapat melekat pada antigen sasaran dan menghancurkan antigen tersebut Kresno, 2001.
2.4.3 Imunomodulator
Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang
fungsinya berlebihan. Obat golongan imunomodulator bekerja menurut 3 cara, yaitu melalui:
- Imunosupresi - Imunorestorasi
- Imunostimulasi Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up
regulation, sedangkan imunosupresi disebut down regulation Baratawidjaja, 2012.
A. Imunosupresi
Merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun. Kegunaannya di klinik terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan
pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun atau auto-inflamasi. Obat-obat imunosupresi
digunakan pada penderita yang akan menjalani transplantasi dan penyakit autoimun oleh karena kemampuannya yang dapat menekan respon imun
seperti azatioprin, dan siklofosfamid Baratawidjaja, 2012.
B. Imunorestorasi
Merupakan suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti:
immunoglobulin dalam bentuk Immune Serum Globulin ISG, Hyperimmune Serum Globulin HSG, plasma, plasmapheresis, leukopheresis, transplantasi
sumsum tulang, hati dan timus Baratawidjaja, 2012.
C. Imunostimulasi
Imunostimulasi yang disebut juga imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang
merangsang sistem imun, seperti: levamisole, isoprenosin, hidroksiklorokin, dan arginin Baratawidjaja, 2012.
Salah satu obat yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh yaitu:
Levamisole
Levamisole HCl
N N
S H
HCl
Levamisole adalah derivate tetramizol, obat cacing yang dapat meningkatkan proliferasi sitotoksisitas sel T serta mengembalikan anergi pada
beberapa penderita dengan kanker imunostimulasi nonspesifik. Levamisol dapat meningkatkan efek antigen, mitogen, limfokin, dan faktor kemotaktik
untuk merangsang limfosit, granulosit dan makrofag Baratawidjaja, 2012 Levamisole suatu obat imunomodulasi yang sedang diteliti untuk
menentukan kemanjurannya dalam berbagai kanker, penyakit autoimun, infeksi bakteri menahun dan keratitis herpetika. Ia mempengaruhi pertahanan
hospes dengan mengatur respon imun seluler, termasuk fungsi leukosit polimononuklear, makrofag dan sel T. Reaktivitas imun segera meningkat
setelah pemberian hanya satu dosis dan dianggap menetap beberapa hari sampai beberapa bulan Katzung, 1989.
2.5 Metode Pengujian Efek Imunomodulator
Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengujian efek imunomodulator. Beberapa di antaranya adalah uji respon hipersensitivitas tipe
lambat, pengukuran antibodi titer antibodi, uji transformasi limfosit T, uji komplemen, indeks migrasi makrofag, uji granulosit, bioluminisensi radikal,
respon fagositik, respon proliferasi limfosit. 2.5.1 Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat
Uji respon hipersensitivitas merupakan pengujian efek imunomodulator terkait dengan respon imun spesifik. Respon
hipersensitivitas tipe lambat merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan melepaskan sitokin dan
meningkatkan aktivitas makrofag sehingga dapat meningkatkan reaksi inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan kaki hewan uji
Roit,1989.
2.5.2 Titer Antibodi