Hewan Percobaan Analisis Data

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sambung nyawa, karboksi metil selulosa CMC, sel darah merah sapi SDMS, levamisole, larutan fisiologis, etanol 96, toluen, kloroform, besi III klorida 1, Bouchardat, Dragendorff, Mayer, Molish, asam klorida 2 N, asam sulfat 2 N, kloralhidrat, natrium hidroksida 2 N, Liebermann-Bouchard, timbal II asetat 0,4 M, heparin, dan air suling.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan dengan berat badan 20-35 gram berumur 2-3 bulan. Sebelum digunakan, mencit dipelihara selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan diberi makan pelet hewan serta air. Gambar hewan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 68.

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi terdiri dari asam klorida 2N, asam sulfat 2N, besi III klorida 1, Bouchardat, Dragendorff, kloralhidrat, Mayer, Molish, natrium hidroksida 2N dan timbal II asetat 0,4M Depkes RI,1995. Liebermann-Burchard menurut Harborne 1987.

3.3.1 Besi III klorida 1

Sebanyak 1 g besi III klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml kemudian disaring.

3.3.2 Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml.

3.3.3 Dragendorff

Sebanyak 0,85 g bismut III nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 100 ml asam asetat glasial ditambahkan 40 ml air suling. Kemudian pada wadah lain ditimbang 8 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling, lalu dicampurkan kedua larutan sama banyak. Kemudian ditambahkan 20 ml asam asetat glasial dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.

3.3.4 Mayer

Sebanyak 1,35 g raksa II klorida dilarutkan dalam 60 ml air suling. Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml air lalu dicampurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.3.5 Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga volume 100 ml.

3.3.6 Asam klorida 2 N

Sebanyak 7,3 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 ml.

3.3.7 Asam sulfat 2 N

Sebanyak 9,8 ml asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.

3.3.8 Natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.3.9 Kloralhidrat

Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air.

3.3.10 Liebermann-Bouchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml 3.3.11 Timbal II asetat 0,4 M Sebanyak 15,17 g timbal II asetat dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 100 ml. 3.4 Prosedur Pembuatan Simplisia 3.4.1 Pengambilan Bahan Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah daun sambung nyawa. Daun yang digunakan adalah daun tua yang belum menguning maksimum pada daun ke-8 dari pucuk Winarto, 2003. Sampel diambil dari Jl. Penghasilan Dalam, Kota Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 55.

3.5 Karakteristik Simplisia

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa dari simplisia daun sambung nyawa dan daun sambung nyawa segar. Gambar makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 56-57. 3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap daun segar dengan cara memotong tipis secara melintang diatas kaca preparat lalu diteteskan larutan kloralhidrat dan dipanaskan diatas api bunsen kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Gambar mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 58-59. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan kloralhidrat kemudian ditutup dengan kaca penutup setelah itu dilihat dibawah mikroskop.

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi destilasi toluen. Cara penetapan: ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml aquades, didestilasi selama 2 jam. Setelah toluena didinginkan dan volume air pada tabung penerima dibaca. Kemudian kedalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati – hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur, kurang lebih 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah jenuh. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume dibaca. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa WHO, 1992. Perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 60.

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air- kloroform 2,5 ml kloroform dalam akuades sampai 1 liter dengan menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18-24 jam dan disaring, sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Depkes, 1989. Perhitungan penetapan kadar sari yang larut air dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 61.

3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dengan menggunakan botol bersumbat berwarna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18-24 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Depkes, 1989. Perhitungan penetapan kadar sari yang larut etanol dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 62.

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Lebih kurang 2 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen bersama isinya dipijarkan perlahan–lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Depkes, 1989. Perhitungan penetapan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 63.

3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, disaring dengan kertas saring, lalu dicuci dengan air panas. Kemudian residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Depkes, 1989. Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 64.

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida, steroidtriterpenoid, dan antrakinon.

3.6.1 Pemeriksaan Flavonoid

Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g, lalu ditambahkan 10 ml metanol, direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas dengan kertas saring. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling, setelah dingin ditambahkan 5 ml petroleum eter, dikocok hati-hati, lalu didiamkan sebentar. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40ºC, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring. Filtratnya digunakan untuk uji flavonoid dengan cara berikut: sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 96, lalu ditambah 0,1 g serbuk Mg dan 10 tetes asam klorida pekat. Jika terjadi warna merah jingga sampai warna merah unggu menunjukkan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron Depkes,1995.

3.6.2 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi: a. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer b. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan diatas Depkes, 1995.

3.6.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin Depkes, 1989.

3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Depkes,

1989. 3.6.5

Pemeriksaan glikosida Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang kemudian disari dengan 30 ml campuran etanol 96 dengan air 7:3 dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform 2:3, dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari lapisan isopropanolol diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50ºC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol untuk larutan percobaan 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula Depkes, 1995.

3.6.6 Pemeriksaan steroidatriterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat pereaksi Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru hijau menunjukkan adanya steroidatriterpenoida Harborne, 1987.

3.6.7 Pemeriksaan antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditimbang, dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, kemudian kocok dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon Depkes RI, 1995.

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sambung Nyawa

Sebanyak 500 gram serbuk simplisia dimasukkan kedalam bejana tertutup, etanol 96 dituangkan ke dalam bejana sampai seluruh simplisia terendam, diaduk, dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Dipindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati- hati, dituangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, ditutup perkolator, dibiarkan selama 24 jam. Dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan setelah tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi atau apabila sebanyak 500 mg cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum putar rotary evaporator . Kemudian dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer Ditjen POM, 1995. 3.8 Uji Efek Imunomodulator Uji efek imunomodulator meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan kontrol, bahan uji, antigen, uji respon hipersensitivitas tipe lambat, dan uji titer antibodi.

3.8.1 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dengan berat 20-35 g dibagi 5 kelompok, 1 kelompok untuk kontrol negatif, 1 kelompok untuk kontrol positif, dan 3 kelompok uji. Tiap kelompok terdiri dari 6 ekor mencit. Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama kurang lebih satu minggu dalam kandang yang baik pada suhu ruangan untuk penyesuaian lingkungan, pengontrolan kesehatan dan berat badan. Mencit diberi makan pelet hewan dan tetap diberi air minum.

3.8.2 Penyiapan Kontrol, Bahan Uji, dan Antigen

Penyiapan kontrol, bahan uji, dan antigen meliputi penyiapan CMC 1, penyiapan suspensi levamisole, penyiapan suspensi ekstrak daun sambung nyawa 2, dan penyiapan sel darah merah sapi.

3.8.2.1 Penyiapan CMC Na 1

Pembuatan suspensi CMC Na 1 bv dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 1 g CMC Na ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air panas sebanyak 20 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan air suling sampai batas tanda.

3.8.2.2 Penyiapan Suspensi Levamisole

Pengambilan sampel tablet levamisole yaitu dengan cara ditimbang dan diserbukhaluskan tidak kurang dari 20 tablet. Ditimbang serbuk yang telah dihaluskan tersebut kemudian ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 25 mg levamisole Depkes, 1995. Pembuatan suspensi levamisole dilakukan dengan cara sebagai berikut: ditimbang serbuk levamisole 29,46 mg setara dengan 25 mg levamisole dan dimasukan kedalam lumpang. Digerus serbuk kemudian ditambahkan suspensi CMC Na 1 secukupnya. Digerus hingga homogen dan dituangkan kedalam labu tentukur 25 ml, dan kemudian ditambahkan suspensi CMC Na 1 sampai batas tanda.

3.8.2.3 Penyiapan Suspensi Ekstrak Daun Sambung Nyawa SEDSN 2

Pembuatan suspensi ekstrak daun sambung nyawa 2 bv dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 500 mg ekstrak daun sambung nyawa dimasukkan kedalam lumpang, ditambahkan suspensi CMC Na 1 secukupnya kemudian digerus sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan suspensi CMC Na 1 sampai batas tanda.

3.8.2.4 Penyiapan Sel Darah Merah Sapi SDMS

Penyiapan dan pembuatan SDMS didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Yufri 2011. Darah segar dikumpulkan dari sapi yang disembelih, diperoleh 500 ml. kemudian ditambahkan 1,5 ml heparin dan dimasukan kedalam termos yang berisi es. Darah dicuci dengan larutan NaCl fisiologis 1:1 masing-masing sebanyak 5 ml dan diaduk homogen kemudian disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit, dibuang supernatannya, diulangi 3 kali dengan menambahkan 5 ml NaCl fisiologis setiap pengulangan. Setelah didapatkan eritrosit ditambahkan larutan NaCl fisiologis dengan volume yang sama, hingga diperoleh SDMS 50. Kemudian diambil 0,2 ml SDMS 50, ditambahkan larutan NaCl fisiologis hingga 10 ml, sehingga diperoleh SDMS 1.

3.8.3 Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat

Efek imunomodulator ekstrak daun sambung nyawa ditentukan dengan mengukur volume respon hipersensitivitas tipe lambat menggunakan uji pembengkakan telapak kaki hewan uji foot paw swelling test Lakshmi, et al., 2003; Ray, et al., 1996. Sebanyak 30 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok dengan pembagian sebagai berikut: a. Kelompok I diberi suspensi CMC Na 1 bv sebagai kontrol negatif. b. Kelompok II diberi Suspensi Ekstrak Daun Sambung Nyawa SEDSN dengan dosis 125 mgkg BB. c. Kelompok III diberi SEDSN dengan dosis 250 mgkg BB. d. Kelompok IV diberi SEDSN dengan dosis 500 mgkg BB e. Kelompok V diberi Suspensi Levamisole dengan dosis 25 mgkg BB sebagai kontrol positif. Tiap kelompok diinjeksikan dengan 0,1 ml sel darah merah sapi SDMS 1 dalam dalam larutan NaCl fisiologis secara intraperitoneal pada hari ke-0. Perlakuan dimulai dari hari ke-0 dan diberikan setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sendi kaki mencit sebelah kanan diberi tanda batas pengukuran volume kaki mencit. Volume kaki mencit diukur sebagai volume awal V . Kemudian mencit diinjeksikan dengan 0,1 ml suspensi SDMS 1 dalam dalam larutan NaCl fisiologis secara intraplantar pada telapak kaki sebelah kanan. Pada hari kedelapan setelah 24 jam diukur volume pembengkakan kaki mencit dengan pletismometer air raksa. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan kaki mencit ke dalam tabung yang berisi air raksa sampai tanda batas pengukuran. Perubahan volume air raksa terlihat pada kenaikan skala pada pletismometer sebagai volume waktu tertentu Vt kaki mencit. Volume pembengkakan kaki mencit ditentukan berdasarkan selisih antara volume waktu tertentu Vt dengan volume awal V Shivaprasad, 2006.

3.8.4 Uji Titer Antibodi

Tiap kelompok diinjeksikan dengan 0,1 ml sel darah merah sapi SDMS 1 dalam larutan NaCl fisiologis secara intraperitoneal pada hari ke- 0. Perlakuan dimulai dari hari ke-0 dan diberikan satu kali setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sampel darah masing-masing mencit diambil melalui pembuluh darah vena di bagian ekor. Sampel darah dikumpulkan dalam tabung mikro microtube, kemudian dilakukan pemusingan 1900 rpm dengan alat sentrifugasi pada suhu 4 C selama 10 menit dan diambil serumnya. Nilai titer antibodi ditentukan dengan teknik hemaglutinasi. Duapuluh lima mikroliter 25 μl serum diteteskan ke dalam sumur microtitration plate 96 lubang, ditambahkan dalam larutan NaCl fisiologis dan SDMS dengan volume yang sama, dan diencerkan dua kali lipat 1:2; 1:4; 1:8; 1:16; 1:32; 1:64; 1:128; 1:256; 1:512; 1:1024; 1:2048 kemudian diamati penggumpalan yang terjadi Makare, et al., 2001; Puri, et al., 1993. Nilai titer antibodi ditentukan berdasarkan pengenceran terakhir dimana antibodi masih terdeteksi melalui hemaglutinasi yang terlihat secara visual. Nilai titer antibodi tersebut selanjutnya ditransformasikan dengan [2logtiter+1] Hargono, 2000; Eldiza, 2011.

3.9 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 17.0. Data ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk menentukan analisis statistik yang digunakan. Data dianalisis dengan menggunakan uji ANAVA satu arah One-Way ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata di antara perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey untuk mengetahui variabel mana yang memiliki perbedaan. Berdasarkan nilai signifikansi, P 0,05 dianggap signifikan. Data hasil statistik ANAVA satu arah One-Way ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 53.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Simplisia dan Ekstrak

Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 55. Hasil pemeriksaan organoleptik terhadap daun sambung nyawa segar yaitu daun berwarna hijau, berbau aromatik, rasa kelat dan sedikit manis. Sedangkan hasil pemeriksaan organoleptik simplisia daun sambung nyawa adalah berwarna hijau pekat, berbau aromatik, dan rasa kelat. Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap daun sambung nyawa segar adalah daun berwarna hijau, bertangkai, letaknya saling berhadapan dan bersilang, helaian daun bulat telur dengan pangkal daun membulat dan ujung daun runcing, pinggir daun bergerigi dangkal, panjang daun sampai 21 cm, lebar daun sampai 9 cm, kedua permukaan daun berambut halus dengan pertulangan menyirip. Hasil pemeriksaan makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 56- 57. Hasil pemeriksaan mikroskopik penampang melintang pada daun sambung nyawa segar yaitu adanya: sel kelenjar, trakea, kutikula, epidermis atas, jaringan palisade, jaringan bunga karang spons, epidermis bawah dan rambut penutup. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia pada daun sambung nyawa adanya rambut penutup, trakea, epidermis atas dengan

Dokumen yang terkait

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

6 95 87

Efek Imunostimulator Ekstrak Etanol Umbi Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd) Blume.) terhadap Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

3 29 82

Efek Imunomodulator Ekstrak Rimpang Temu Giring (Curcuma Heyneana Val. Et Van Zijp.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

4 58 85

Produksi Kandungan Flavonoid Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens [Lour]. Merr) pada Berbagai Tingkat Naungan dan Umur Pemangkasan

0 12 10

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SAMBUNG NYAWA(Gynura procumbens (Lour.)Merr.) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE EKSTRAKSI dan UMUR PANEN.

0 3 16

SKRIPSI UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE EKSTRAKSI DAN UMUR PANEN.

6 15 15

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens (Lour.) DC.) TERHADAP MENCIT JANTAN GALUR SWISS TERINDUKSI PARASETAMOL.

0 0 17

Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dari Daun Sambung Nyawa (Gynura Procumbens (Lour) Merr.) - Ubaya Repository

0 0 1

Efek Kombinasi Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz dan Pav.) dengan Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens [Lour] Merr.) terhadap Tikus Jantan Hiperglikemik - Ubaya Repository

0 0 2

APLIKASI KO-KEMOTERAPI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK DAUN SAMBUNG NYAWA( GYNURA PROCUMBENS (LOUR.) MERR.) PADA SEL KANKER PAYUDARA MCF-7

0 1 10