Anatomi a. Columna Vertebra

Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis yang digunakan, efek vasokontriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat Mansjoer et al, 2000. Keuntungan penggunaan anestesi spinal adalah waktu mula yang cepat, obat yang dibutuhkan relatif lebih sedikit dan menghasilkan keadaan anestesi yang memuaskan WHO, 2006.

2.3.2. Anatomi a. Columna Vertebra

Tulang belakang terdiri dari tulang vertebra dan diskus intervertebralis kartiloginosa Gambar 2.5. Terdiri dari 7 vertebra servikalis, 12 vertebra thorakikus, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis bergabung membentuk os sakrum dan 4 vertebra koksigea tiga yang dibawah umumnya bersatu Snell, 2007. Gambar 2.5 Potongan sagital vertebra lumbal Universitas Sumatera Utara Vertebra berbeda dalam bentuk dan ukuran pada berbagai level. Vertebra servikalis pertama, atlas, korpus yang kecil dan persendian yang unik dengan dasar tengkorak dan vertebra kedua. Vertebra kedua , disebut juga aksis, memiliki permukaan persendian yang atipikal. Keduabelas vertebra thorakikus berartikulasi dengan iga yang koresponden. Vertebra lumbar memiliki korpus vertebra silindris yang besar di anterior. Cincin berongga didefinisikan anterior oleh korpus vertebra, lateral oleh pediculus dan prosesus transversus, dan posterior oleh lamina dan prosesus spinosus Gambar 2.5 B dan C. Lamina berada di antara prosesus transversus dan prosesus spinosus; dan pediculus berada di antara korpus vertebra dan prosesus transversus. Ketika ditumpuk secara vertikal, cincin berongga menjadi kanalis spinalis di dalamnya medula spinalis dan penutupnya berada. Masing-masing korpus vertebra terhubung dengan diskus intervertebra. Ada empat sendi sinovial kecil pada tiap vertbebra, dua artikulasi dengan vertebra di atasnya dan dua dengan vertebra di bawahnya Gambar 2.5 C. Pediculus melekuk ke superior dan inferior, lekukan ini membentuk foramen intervertebral, tempat keluarnya saraf spinal. Veretebra sakralis biasanya bergabung dengan tulang yang besar membentuk os sakrum, namun masing-masing tetap terpisah membentuk foramen intervertebralis anterior dan superior Morgan et al, 2008. Columna spinalis normalnya berbentuk C ganda, cembung di daerah serviks dan lumbar Gambar 2.6. Ligamen memberikan dukungan struktural dan bersama-sama dengan otot yang mendukung untuk mempertahankan bentuk yang unik. Pada sisi ventral, korpus vertebra dan diskus intervertebralis dihubungkan dan disokong oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior Gambar 2.5 A. Pada sisi dorsal, ligamentum flavum, ligamen interspinosum, dan ligamen supraspinosum memungkinkan stabilitas. Dengan pendekatan midline, sebuah jarum menembus ketiga ligamen dorsal ini dan melewati ruang oval di antara lamina tulang dan prosesus spinosus pada vertebra yang bersangkutan Gambar 2.7 Morgan et al , 2008. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara b. Persiapan praanestesia 1 Persiapan rutin Mengatur posisi pasien untuk pencapaian organ pelvis lebih mudah pada pasien sesar diatur dengan derajat lordosis tertentu. Hipotensi terlentang “supine hypotensive syndrome” karena kompresi vena kava mungkin dihilangkan dengan memiringkan pasien 10 o ke kiri, sehingga memperbaiki aliran darah uteroplasenta Martinus, 1997 Menyiapkan lapangan steril dikerjakan setelah induksi anestesia, dinsding abdomen dipersiapkan dengan mencuci area ini termasuk mons pubis dan sepertiga atas paha dengan tingtura Merfen. Ini harus dilakukan tiga kali menggunakan „swab‟ yang dilengkapi dengan pemegang. Bermanfaat menggunakan penutup steril ke perimeter lapangan operasi Martinus, 1997 Kateterisasi Vesika Urinaria. Sebelum memulai seksio sesarea, vesika urinaria harus kosong. Jika pasien tak dapat berkemih, pasang kateter yang ditinggalkan, terutama bagi seksio sesarea ulangan, dan direkomendasikan meninggalkannya di tempatnya selama beberapa jam setelah operasi untuk mebantu fungsi vesika urinaria Martinus, 1997. 2 Persiapan khusus a Koreksi keadaan patologis yang dijumpai b Berikan H 2 Antagonis-reseptor 5-10 menit IV atau sebelum induksi c Berikan antasid peroral 45 menit pra induksi d Berikan ondansetron 4-8mg intravena 3 Premedikasi a Berikan atropin 0,01kgbb im 30-45 menit atau setengah dosis iv 5-10 menit pra induksi b Tidak dianjurkan untuk memberi sedatifnarkotik 4 Terapi cairan prabedah Pasien dengan status fisik normal : berikan cairan pemeliharaan yaitu dekstrosa 5 dalam ringer atau NaCl 0,9. Kasus lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Universitas Sumatera Utara c. Perlengkapan anestesi spinal Perlengkapan anestesi spinal meliputi jarum spinal dan obat anestetik spinal. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dengan ukuran 16-G sampai dengan 30-G. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bambu runcing jenis Quinke-Babcock atau Greene dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil Whitacre. Ujung pensil banyak diguakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal Mansjoer et al, 2000. Gambar 2.10 Jenis Jarum spinal Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain atau bupvakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal hiperbarik, akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil hipobarik, obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama isobarik obat akan berada di tingkat yang sam di tempat penyuntikan. Pada suhu 37 o C cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008 Mansjoer et al , 2000. Perlengkapan lain berupa kain kasa steril,povidone iodine, alkohol, dan duk. Tabel 2.3. Dosis dan lama kerja obat anestesi spinal Obat Dosismg Lama menit Perineum, tungkai bawah Abdomen bawah Blok setinggi T4 Anestetik murni Ditambah epinefrin Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara kontraktilitas jantung. Efek ini proporsional bergantung dengan derajat simpatektomi, Tonus vasomto secara primer ditentukan oleh serabut simpatus yang bersal dari T5 sampai L1, mempersarafi otot polos arteri dan vena. Blokade saraf ini menyebabkan vasodilatasi kapasitas pembuluh vena, pengumpulan darah, dan penurunan darah balik ke jantung; demikian juga, vasodilatasi arteri dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular sistemik Morgan et al, 2008. Efek kardiovaskular yang membahayakan harus diantisipasi dan langkah yang diambil adalah meminimalisasi derajat hipotensi. Pemberian volume 10-20mLkg cairan intravna pada pasien sehat akan mengkompensasi parsial pengumpulan darah vena. Walaupun demikian, hipotensi dapat tetap terjadi dan harus ditangani dengan adekuat. Administrasi cairan dapat ditingkatkan, dan autotransfusi dapat dikerjakan dibantu dengan memposisikan pasien dengan kepala lebih rendah. Hipotensi ditatalaksana dengan vasopressor. Agonis -adrenergik direk seperti phenylephrine meningkatkan tonus vena dan menghasilkan konstriksi arteriolar, meningkatkan baik drah balik vena dan resistensi vaskular sistemik. Bradikardi berlebih atau simtomatik ditangani dengan atropin. Efedrin memiliki efek adrenergik yang meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitasnya dan efek tidak langsung menyebabkan vasokontriksi. Jika ditemukan hipotensi dnatau bradikardi yang persisten dapat diberikan epinefrin 5-10 ug intravena Morgan et al, 2008. 2 Manifestasi Pulmonal Perubahan klinis yang signifikan pada fisiologi pulmonal biasanya minimalpada blokade neuroaksial karena diafragma dipersarafi nervus frenikus yang berasal dari C3-C5 Morgan et al, 2008. 3 Manifestasi Gastrointestinal Aliran simpatis berasal dari level T5-L1. Blok neuroaksial-penginduksi simpatektomi memungkinkan dominasi tonus vagal dan hasilnya minim, Universitas Sumatera Utara lambung berkontraksi dengan peristalsis aktif. Ini memungkinkan kondisi yang baik untuk operasi dengan laparoskopi Morgan et al, 2008. Aliran darah hati akan menurun akibat penurunan tekanan arteri rata- rata pada teknik anestesi Morgan et al, 2008. 4 Manifestasi Saluran Kemih Aliran darah ginjal telah diatur oleh autoregulasi dan ada efek klinis yang kecil pada fungsi renal dengan blokade neuroaksial. Anestesi neuroaksial pada level lumbal dan sakral memblokade sistem saraf simpatis dan parasimpatis kandung kemih. Kehilangan kontrol otonom kandung kemih menyebabkan inkontinensia sampai blokade berakhir Morgan et al, 2008. 5 Manifestasi Metabolik dan Endokrin Trauma surgikal menyebabkan respon neurioendokrin melalui respon inflamasi lokal dan aktivasi serabut saraf aferen somatis dan viseral. Respon meliputu peningkatan hormon adrenokortikotropik, kortisol, eponefrin, norepinefrin, dan level vasopresin pada pengaktifan sitem renin- angiotensin-aldosteron. Manifestasi klinis meliputi hipertensi, takikardi, hiperglikemi, protein katabolisme, penekanan respon imun, dan perubahan fingsi ginjal intraopertaif dan postoperatif Morgan et al, 2008. 2.4.TEKANAN DARAH 2.4.1. Definisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh volume darah dan elastisitas pembuluh darah Rony et al, 2010 Tekanan darah yang dimaksud biasanya adalah tekanan arteri. Tekanan di arteri berfluktuasi selama sistol dan diastol di jantung Pal dan Pravati , 2006.

a. Tekanan Darah Sistol