Hati Patofisiologi hipotensi Kejadian Hipotensi pada Pasien Sesar dengan Anestesi Spinal Tahun 2014 di RSUP Haji Adam Malik Medan

heartburn , dan kemungkinan yang nyata dapat menjadi regurgitasi dan aspirasi jika dalam keadaan tak sadar. Efek kehamilan pada keasaman lambung sangat bervariasi Pernoll, 2001. Apendiks berpindah superior dan ke panggul kanan, dan usus dipindahkan ke atas dan lateral. Pengetahuan ini yang paling penting ketika apendiktomi harus dilakukan dalam lanjutan kehamilan Pernoll, 2001.

c. Hati

Tidak ada perubahan kotor atau mikroskopis yang ada di hati telah dicatat selama kehamilan. Nilai tes fungsi hati dalam kehamilan adalah sama seperti dalam keadaan tidak hamil dengan pengecualian berikut. 1 Serum albumin menurun perlahan-lahan selama kehamilan dari sekitar 4,2- 3,5 g dL, dengan kenaikan bertahap normal dalam 6-8 minggu setelah melahirkan. 2 Alpha dan tingkat globulin beta meningkat sedikit dan gamma globulin menurun sangat sedikit pada kehamilan. 3 flokulasi sefalin meningkat pada 25 kehamilan. 4 Serum alkaline phosphatase meningkat secara bertahap selama kehamilan; di jangka, nilai rata-rata adalah 6,3 unit Bodansky dan 19 Raja-Armstrong unit. Tes tidak berubah selama kehamilan termasuk untuk serum transaminase oksaloasetat glutamat dan kadar bilirubin serum. Tes ekskresi BSP tidak terpengaruh Pernoll, 2001.

d. Empedu

Waktu pengosongan diperlambat dan sering tidak lengkap. Komposisi kimia empedu ini tidak diubah, tetapi stasis empedu dapat menyebabkan batu empedu Pernoll, 2001.

2.1.5 Peningkatan Berat Badan Maternal pada Kehamilan

Berat badan akan naik rata-rata 22-27 pon 10-12 kg selama kehamilan. Pada, komponen peningkatan beratakan didistribusikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Idealnya, hanya 1,5-3 pon diperoleh pada trimester pertama dan 0,8 ponminggu selama trimester kedua dan Universitas Sumatera Utara ketiga. Progresivitas peningkatan berat badan yang inadekuat sering dikaitkan dengan pertumbuhan fundus buruk, yang mencerminkan defisiensi pertumbuhan janin. Dengan demikian, progresivitas penigkatan berat badan yang inadekuat padakehamilan memerlukan penyelidikan defisit gizi, penyakit ibu, malabsorpsi, atau mileau hormonal yang abnormal misalnya, hipertiroidisme. Berat badan yang berlebihan di paruh kedua kehamilan mengkhawatirkan karena hubungan dengan hipertensi negarakehamilan Pernoll, 2001. Individualisasi berat badan ibu adalah kunci untuk janin yang tumbuh optimal. Misalnya, perempuan kurus dianjurkan meningkatkan berat lebih dan wanita gemuk kurang dianjurkan. Wanita yang lebih berat pada saat kehamilan atau memiliki berat badan yang berlebihan selama kehamilan lebih rentan untuk memiliki bayi makrosomia. Sebaliknya, wanita kurus dan orang-orang dengan berat badan yang tidak memadai selama kehamilan lebih mungkin untuk memiliki janin dengan pertumbuhan intrauterin terbelakang dan plasenta kecil Pernoll, 2001. Gambar 2.4 Komponen peningkatan berat badan pada kehamilan normal Kesimpulan perubahan fisiologi dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Perubahan fisiologi ibu hamil Sistem Parameter Jumlah Respirasi Konsumsi O2 +20-50 Ventilasi semenit +50 Universitas Sumatera Utara Volume tidal +40 RR +15 PaO2CO2 +10 HCO 3 - -20 FRC -20 Koagulasi Faktor-faktor pembekuan +50sampai +250 Neurologi MAC -40 Kardiovaskular Volume Plasma +45 Volume RBC +20 COSV +40+30 HR +15 MAP -15 CVP Tidak berubah Renal GFR +50 PH Tidak berubah GI Motilitas Menurun pH Menurun Callaham, Barton dan Scumaker, 1997 2.2.SEKSIO SESAREA Asal-usul terminologi caesar mula-mula mengenai legenda bahwa Julius Caesar orang yang pertama kali dlahirkan dengan cara demikian tidak diikuti bukti yang cukup kuat Cunningham, 2010. Dalam Mansjoer 2000 penjelasan istilah caesar berasal dari bahasa Latin caedere pada abad pertengahan, yang artinya memotong. Pengertian tersebut bermula dari hukum Romawi Lex Regia dan dibawah pemerintahan raja Lex caesar untuk menolong wanita yang sekarat pada beberapa minggu terakhir kehamilan. Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Definisi Seksio Sesarea

Seksio sesarea adalah sesuatu cara melahirkan transabdominal janinyang viabel dengan plasenta dan membran dengan melakukan insisi pada rahim Pernoll, 2001.

2.2.2. Klasifikasi Seksio Sesarea

a Seksio sesarea primer efektif Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea. Misalnya pada panggul sempit CV 8 cm b Seksio sesarea sekunder Kita mencoba menunggu kelahiran biasa partus percobaan. Jika tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea. c Seksio sesarea ulang Ibu pada kehamilan yang lalu menjalani seksio sesarea dan pada kehamilan selanjutnya juga dilakukan seksio sesarea ulang d Seksio sesarea histerektomi Suatu operasi yang meliputi pelahiran janin dengan seksio sesarea yang secara langsung diikuti histererktomi karena suatu indikasi. e Operasi Porro Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri tentunya janin sudah mati, dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi yang berat.Sofian, 2012

2.2.3. Frekuensi

Frekuensi seksio sesarea yang dilakukan di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan Tabel 2.2 Tabel Frekuensi seksio sesar di RS Dr. Pirngadi Medan Mochtar 1968 2,5 Mochtar dkk 1971 4,9 Aziz dkk 1974 6,4 Mochtar 1981 10 Frekuensi di negara-negara maju sekitar 7-10 Sofian, 2012 Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Indikasi Seksio Sesarea

Menurut Pernoll 2001 indikasi yang umum untuk melakukan seksio sesare sebagai berikut : I. Seksio sesarea berulang II. Distosia A.Disproporsi fetopelvik Passage insuficiency Tulang pelvis -Inlet pelvis biasanya antero-posterior 10 cm -Midpelvis biasanya spina-ischiadica 9,5 cm -Outlet Sangat jarang dan hampir tidak pernah terlihat di ketidakhadiran kontraktur pelvis lainnya Obstruksi jaringan-lunak -Plasenta letak rendah terutama jika implantasi di posterior -Leiomioma uterus -Tumor ovarium -Keganasan lain pada saluran genital jarang B.Komplikasi Janin Passenger Janin Normal Macrosomia 4000 g Malposisi dan malpresentasi Sungsang yang tidak dapat dilahirkan pervaginam Kepala defleksi Posisi transverse atau oblik Posisi dahi Posisi dagu posterior Presentasi bahu Presentasi campuran yang mempersulit Janin abnormal Meningomielosel Hidrosefalus Teratoma sakrokoksigeus Universitas Sumatera Utara Anomali janin lainnya C.Persalinan yang Abnormal Power Inersia uterus primer Fase laten memanjang Tidak sering, tetapi 20jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara Gangguan protraksi Protraksi aktif fase dilatasi nuligravida 1,2 cmjam, multigravida 1,5cmjam Protraksi menurun nuligravida 1cmjam, multigravida 2cmjam Arrest disorder Fase deselerasi memanjang Nulipara 3jam, multipara 1 jam Dilatasi-secondary arrest Tidak ada dilatasi selama 2jam Fase active arrest atau penurunan 1 jam Inersia uterus akibat disproposi fetopelvik Induksi gagal D.Komplikasi Janin Insufisiensi uteroplasenta Trauma medula Asidosis metabolik E.Perdarahan obstetrik Materna atau janin atau keduanya Abrupsi plasenta Plasenta previa Ruptur uterus Vasa previa F.Gestasi multipel Kembar dua Kembar A dengan presentasi kecuali vertex Kembar B tidak dapat dilahirkan pervaginam Universitas Sumatera Utara Kegagalan intrapartum untuk versi eksternal Distres janin Walaupun dengan kembar A sudah dilahirkan pervaginam Semua kembar monoamniotik Kembar tiga atau lebih G.Infeksi Korioamnionintis berat Herpes genital maternal aktif Beberapa kasus condiloma akuminata genital H.Komplikasi ibu danatau janin yang berpotensi merugikan akibat melahirkan seksio atau pervagina atau keduanya Preeklamsi-eklamsi fulminan Diabetes Hanya jika diindikasikan Erythroblastosis Penyakit jantung ibu yang berat Kondisi yang mebatasi lainnya I.Bedah Jaringan parut pada serviks atau uterus yang dapat memicu ruptur saat melahirkan Cth : miomektomi ekstensif, trakelorafi Cervical cerclage Masalah ibu yang serius Operasi vaginal yang ekstensif III.Karsinoma servik 2.3.ANESTESI SPINAL 2.3.1. Definisi Anestesi spinal subaraknoid adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinalsubaraknoid disebut juga sebagai analgesiblok spinal intradural atau blok intratekal Mansjoer et al, 2000. Universitas Sumatera Utara Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis yang digunakan, efek vasokontriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat Mansjoer et al, 2000. Keuntungan penggunaan anestesi spinal adalah waktu mula yang cepat, obat yang dibutuhkan relatif lebih sedikit dan menghasilkan keadaan anestesi yang memuaskan WHO, 2006.

2.3.2. Anatomi a. Columna Vertebra

Tulang belakang terdiri dari tulang vertebra dan diskus intervertebralis kartiloginosa Gambar 2.5. Terdiri dari 7 vertebra servikalis, 12 vertebra thorakikus, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis bergabung membentuk os sakrum dan 4 vertebra koksigea tiga yang dibawah umumnya bersatu Snell, 2007. Gambar 2.5 Potongan sagital vertebra lumbal Universitas Sumatera Utara Vertebra berbeda dalam bentuk dan ukuran pada berbagai level. Vertebra servikalis pertama, atlas, korpus yang kecil dan persendian yang unik dengan dasar tengkorak dan vertebra kedua. Vertebra kedua , disebut juga aksis, memiliki permukaan persendian yang atipikal. Keduabelas vertebra thorakikus berartikulasi dengan iga yang koresponden. Vertebra lumbar memiliki korpus vertebra silindris yang besar di anterior. Cincin berongga didefinisikan anterior oleh korpus vertebra, lateral oleh pediculus dan prosesus transversus, dan posterior oleh lamina dan prosesus spinosus Gambar 2.5 B dan C. Lamina berada di antara prosesus transversus dan prosesus spinosus; dan pediculus berada di antara korpus vertebra dan prosesus transversus. Ketika ditumpuk secara vertikal, cincin berongga menjadi kanalis spinalis di dalamnya medula spinalis dan penutupnya berada. Masing-masing korpus vertebra terhubung dengan diskus intervertebra. Ada empat sendi sinovial kecil pada tiap vertbebra, dua artikulasi dengan vertebra di atasnya dan dua dengan vertebra di bawahnya Gambar 2.5 C. Pediculus melekuk ke superior dan inferior, lekukan ini membentuk foramen intervertebral, tempat keluarnya saraf spinal. Veretebra sakralis biasanya bergabung dengan tulang yang besar membentuk os sakrum, namun masing-masing tetap terpisah membentuk foramen intervertebralis anterior dan superior Morgan et al, 2008. Columna spinalis normalnya berbentuk C ganda, cembung di daerah serviks dan lumbar Gambar 2.6. Ligamen memberikan dukungan struktural dan bersama-sama dengan otot yang mendukung untuk mempertahankan bentuk yang unik. Pada sisi ventral, korpus vertebra dan diskus intervertebralis dihubungkan dan disokong oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior Gambar 2.5 A. Pada sisi dorsal, ligamentum flavum, ligamen interspinosum, dan ligamen supraspinosum memungkinkan stabilitas. Dengan pendekatan midline, sebuah jarum menembus ketiga ligamen dorsal ini dan melewati ruang oval di antara lamina tulang dan prosesus spinosus pada vertebra yang bersangkutan Gambar 2.7 Morgan et al , 2008. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara b. Persiapan praanestesia 1 Persiapan rutin Mengatur posisi pasien untuk pencapaian organ pelvis lebih mudah pada pasien sesar diatur dengan derajat lordosis tertentu. Hipotensi terlentang “supine hypotensive syndrome” karena kompresi vena kava mungkin dihilangkan dengan memiringkan pasien 10 o ke kiri, sehingga memperbaiki aliran darah uteroplasenta Martinus, 1997 Menyiapkan lapangan steril dikerjakan setelah induksi anestesia, dinsding abdomen dipersiapkan dengan mencuci area ini termasuk mons pubis dan sepertiga atas paha dengan tingtura Merfen. Ini harus dilakukan tiga kali menggunakan „swab‟ yang dilengkapi dengan pemegang. Bermanfaat menggunakan penutup steril ke perimeter lapangan operasi Martinus, 1997 Kateterisasi Vesika Urinaria. Sebelum memulai seksio sesarea, vesika urinaria harus kosong. Jika pasien tak dapat berkemih, pasang kateter yang ditinggalkan, terutama bagi seksio sesarea ulangan, dan direkomendasikan meninggalkannya di tempatnya selama beberapa jam setelah operasi untuk mebantu fungsi vesika urinaria Martinus, 1997. 2 Persiapan khusus a Koreksi keadaan patologis yang dijumpai b Berikan H 2 Antagonis-reseptor 5-10 menit IV atau sebelum induksi c Berikan antasid peroral 45 menit pra induksi d Berikan ondansetron 4-8mg intravena 3 Premedikasi a Berikan atropin 0,01kgbb im 30-45 menit atau setengah dosis iv 5-10 menit pra induksi b Tidak dianjurkan untuk memberi sedatifnarkotik 4 Terapi cairan prabedah Pasien dengan status fisik normal : berikan cairan pemeliharaan yaitu dekstrosa 5 dalam ringer atau NaCl 0,9. Kasus lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Universitas Sumatera Utara c. Perlengkapan anestesi spinal Perlengkapan anestesi spinal meliputi jarum spinal dan obat anestetik spinal. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dengan ukuran 16-G sampai dengan 30-G. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bambu runcing jenis Quinke-Babcock atau Greene dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil Whitacre. Ujung pensil banyak diguakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal Mansjoer et al, 2000. Gambar 2.10 Jenis Jarum spinal Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain atau bupvakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal hiperbarik, akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil hipobarik, obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama isobarik obat akan berada di tingkat yang sam di tempat penyuntikan. Pada suhu 37 o C cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008 Mansjoer et al , 2000. Perlengkapan lain berupa kain kasa steril,povidone iodine, alkohol, dan duk. Tabel 2.3. Dosis dan lama kerja obat anestesi spinal Obat Dosismg Lama menit Perineum, tungkai bawah Abdomen bawah Blok setinggi T4 Anestetik murni Ditambah epinefrin Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara kontraktilitas jantung. Efek ini proporsional bergantung dengan derajat simpatektomi, Tonus vasomto secara primer ditentukan oleh serabut simpatus yang bersal dari T5 sampai L1, mempersarafi otot polos arteri dan vena. Blokade saraf ini menyebabkan vasodilatasi kapasitas pembuluh vena, pengumpulan darah, dan penurunan darah balik ke jantung; demikian juga, vasodilatasi arteri dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular sistemik Morgan et al, 2008. Efek kardiovaskular yang membahayakan harus diantisipasi dan langkah yang diambil adalah meminimalisasi derajat hipotensi. Pemberian volume 10-20mLkg cairan intravna pada pasien sehat akan mengkompensasi parsial pengumpulan darah vena. Walaupun demikian, hipotensi dapat tetap terjadi dan harus ditangani dengan adekuat. Administrasi cairan dapat ditingkatkan, dan autotransfusi dapat dikerjakan dibantu dengan memposisikan pasien dengan kepala lebih rendah. Hipotensi ditatalaksana dengan vasopressor. Agonis -adrenergik direk seperti phenylephrine meningkatkan tonus vena dan menghasilkan konstriksi arteriolar, meningkatkan baik drah balik vena dan resistensi vaskular sistemik. Bradikardi berlebih atau simtomatik ditangani dengan atropin. Efedrin memiliki efek adrenergik yang meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitasnya dan efek tidak langsung menyebabkan vasokontriksi. Jika ditemukan hipotensi dnatau bradikardi yang persisten dapat diberikan epinefrin 5-10 ug intravena Morgan et al, 2008. 2 Manifestasi Pulmonal Perubahan klinis yang signifikan pada fisiologi pulmonal biasanya minimalpada blokade neuroaksial karena diafragma dipersarafi nervus frenikus yang berasal dari C3-C5 Morgan et al, 2008. 3 Manifestasi Gastrointestinal Aliran simpatis berasal dari level T5-L1. Blok neuroaksial-penginduksi simpatektomi memungkinkan dominasi tonus vagal dan hasilnya minim, Universitas Sumatera Utara lambung berkontraksi dengan peristalsis aktif. Ini memungkinkan kondisi yang baik untuk operasi dengan laparoskopi Morgan et al, 2008. Aliran darah hati akan menurun akibat penurunan tekanan arteri rata- rata pada teknik anestesi Morgan et al, 2008. 4 Manifestasi Saluran Kemih Aliran darah ginjal telah diatur oleh autoregulasi dan ada efek klinis yang kecil pada fungsi renal dengan blokade neuroaksial. Anestesi neuroaksial pada level lumbal dan sakral memblokade sistem saraf simpatis dan parasimpatis kandung kemih. Kehilangan kontrol otonom kandung kemih menyebabkan inkontinensia sampai blokade berakhir Morgan et al, 2008. 5 Manifestasi Metabolik dan Endokrin Trauma surgikal menyebabkan respon neurioendokrin melalui respon inflamasi lokal dan aktivasi serabut saraf aferen somatis dan viseral. Respon meliputu peningkatan hormon adrenokortikotropik, kortisol, eponefrin, norepinefrin, dan level vasopresin pada pengaktifan sitem renin- angiotensin-aldosteron. Manifestasi klinis meliputi hipertensi, takikardi, hiperglikemi, protein katabolisme, penekanan respon imun, dan perubahan fingsi ginjal intraopertaif dan postoperatif Morgan et al, 2008. 2.4.TEKANAN DARAH 2.4.1. Definisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh volume darah dan elastisitas pembuluh darah Rony et al, 2010 Tekanan darah yang dimaksud biasanya adalah tekanan arteri. Tekanan di arteri berfluktuasi selama sistol dan diastol di jantung Pal dan Pravati , 2006.

a. Tekanan Darah Sistol

Tekanan darah sistol didefinisikan sebagai tekanan maksimum yang dihasilkan selama siklus jantung Pal dan Pravati, 2006. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Kondisi Patologis Tekanan Darah : Hipotensi a. Definisi

Hipotensi merupakan penurunan tekanan darah sistol lebih dari 20- 30 dibandingkan dengan pengukuran dasar atau tekanan darah sistol 100mmHg Chestnut et al, 2009.

b. Patofisiologi hipotensi

Dalam Boulton TB Collin EB 2013, hipotensi terjadi karena : 1 Volume sirkulasi darah yang menurun karena penggantian darah yang tidak cukup, pada dehidrasi atau muntah-muntah yang hebat, poliuria, asites, atau karena fistula elektrolit, perdarahan akut darah lengkap, atau luka bakar proteiin plasma koloid. Kehilangan seperti itu kadang-kadang digambarkan sebagai kehilangan preload. 2 Alir balik vena yang menurun disebabkan oleh tekanan intratorakal yang meningkat pada : ventilasi buatan bertekanan positif; pneumotoraks; kompresi vena kava pada posisi telentang, wanita hamil; obesitas hebat; tumor perut dan retraksi pembedahan yang terlalu bersemangat. Semua kejadian ini merupakan contoh lebih jauh preload yang tidak adekuat. 3 Resistensi vaskular perifer yang menurun akibat obat vasodilator – seperti nitroprusid, penghambat alfa-adrenergik, agen inhalasi yang mudah menguap, pelepasan histamin atau teknik vasodilatasi contoh blok epidural atau spinalis. Keadaan ini dapat digolongkan sebagai afterload yang menurun. 4 Kontraksi miokardium yang terganggu karena obatagen inhalasi, penghambat beta, iskemia miokardium, dan penekanan sistem saraf pusat, termasuk semua anestesi umum kecuali eter, ketamin dan etomidat, dan dosis anestesi lokal dalam darah yang tinggi setelah penyuntikan sejumlah besar volume atau penyuntikan kedalam vena yang tidak sengaja. Universitas Sumatera Utara

c. Penatalaksanaan hipotensi