heartburn , dan kemungkinan yang nyata dapat menjadi regurgitasi dan
aspirasi jika dalam keadaan tak sadar. Efek kehamilan pada keasaman lambung sangat bervariasi Pernoll, 2001.
Apendiks berpindah superior dan ke panggul kanan, dan usus dipindahkan ke atas dan lateral. Pengetahuan ini yang paling penting ketika
apendiktomi harus dilakukan dalam lanjutan kehamilan Pernoll, 2001.
c. Hati
Tidak ada perubahan kotor atau mikroskopis yang ada di hati telah dicatat selama kehamilan. Nilai tes fungsi hati dalam kehamilan adalah
sama seperti dalam keadaan tidak hamil dengan pengecualian berikut. 1 Serum albumin menurun perlahan-lahan selama kehamilan dari sekitar 4,2-
3,5 g dL, dengan kenaikan bertahap normal dalam 6-8 minggu setelah melahirkan. 2 Alpha dan tingkat globulin beta meningkat sedikit dan
gamma globulin menurun sangat sedikit pada kehamilan. 3 flokulasi sefalin meningkat pada 25 kehamilan. 4 Serum alkaline phosphatase
meningkat secara bertahap selama kehamilan; di jangka, nilai rata-rata adalah 6,3 unit Bodansky dan 19 Raja-Armstrong unit. Tes tidak berubah
selama kehamilan termasuk untuk serum transaminase oksaloasetat glutamat dan kadar bilirubin serum. Tes ekskresi BSP tidak terpengaruh Pernoll,
2001.
d. Empedu
Waktu pengosongan diperlambat dan sering tidak lengkap. Komposisi kimia empedu ini tidak diubah, tetapi stasis empedu dapat
menyebabkan batu empedu Pernoll, 2001.
2.1.5 Peningkatan Berat Badan Maternal pada Kehamilan
Berat badan akan naik rata-rata 22-27 pon 10-12 kg selama kehamilan. Pada, komponen peningkatan beratakan didistribusikan seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Idealnya, hanya 1,5-3 pon diperoleh pada trimester pertama dan 0,8 ponminggu selama trimester kedua dan
Universitas Sumatera Utara
ketiga. Progresivitas peningkatan berat badan yang inadekuat sering dikaitkan dengan pertumbuhan fundus buruk, yang mencerminkan defisiensi
pertumbuhan janin. Dengan demikian, progresivitas penigkatan berat badan yang inadekuat padakehamilan memerlukan penyelidikan defisit gizi,
penyakit ibu, malabsorpsi, atau mileau hormonal yang abnormal misalnya, hipertiroidisme. Berat badan yang berlebihan di paruh kedua kehamilan
mengkhawatirkan karena hubungan dengan hipertensi negarakehamilan Pernoll, 2001.
Individualisasi berat badan ibu adalah kunci untuk janin yang tumbuh optimal. Misalnya, perempuan kurus dianjurkan meningkatkan berat
lebih dan wanita gemuk kurang dianjurkan. Wanita yang lebih berat pada saat kehamilan atau memiliki berat badan yang berlebihan selama
kehamilan lebih rentan untuk memiliki bayi makrosomia. Sebaliknya, wanita kurus dan orang-orang dengan berat badan yang tidak memadai
selama kehamilan lebih mungkin untuk memiliki janin dengan pertumbuhan intrauterin terbelakang dan plasenta kecil Pernoll, 2001.
Gambar 2.4 Komponen peningkatan berat badan pada kehamilan normal
Kesimpulan perubahan fisiologi dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1
Perubahan fisiologi ibu hamil
Sistem Parameter
Jumlah Respirasi
Konsumsi O2 +20-50
Ventilasi semenit +50
Universitas Sumatera Utara
Volume tidal +40
RR +15
PaO2CO2 +10
HCO
3 -
-20 FRC
-20 Koagulasi
Faktor-faktor pembekuan
+50sampai +250
Neurologi MAC
-40 Kardiovaskular
Volume Plasma +45
Volume RBC +20
COSV +40+30
HR +15
MAP -15
CVP Tidak berubah
Renal GFR
+50 PH
Tidak berubah GI
Motilitas Menurun
pH Menurun
Callaham, Barton dan Scumaker, 1997
2.2.SEKSIO SESAREA
Asal-usul terminologi caesar mula-mula mengenai legenda bahwa Julius Caesar orang yang pertama kali dlahirkan dengan cara demikian tidak
diikuti bukti yang cukup kuat Cunningham, 2010. Dalam Mansjoer 2000 penjelasan istilah caesar berasal dari bahasa Latin caedere pada abad
pertengahan, yang artinya memotong. Pengertian tersebut bermula dari hukum Romawi Lex Regia dan dibawah pemerintahan raja Lex caesar
untuk menolong wanita yang sekarat pada beberapa minggu terakhir kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Definisi Seksio Sesarea
Seksio sesarea adalah sesuatu cara melahirkan transabdominal janinyang viabel dengan plasenta dan membran dengan melakukan insisi
pada rahim Pernoll, 2001.
2.2.2. Klasifikasi Seksio Sesarea
a Seksio sesarea primer efektif
Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea. Misalnya pada panggul sempit CV 8 cm
b Seksio sesarea sekunder
Kita mencoba menunggu kelahiran biasa partus percobaan. Jika tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru
dilakukan seksio sesarea. c
Seksio sesarea ulang Ibu pada kehamilan yang lalu menjalani seksio sesarea dan pada
kehamilan selanjutnya juga dilakukan seksio sesarea ulang d
Seksio sesarea histerektomi Suatu operasi yang meliputi pelahiran janin dengan seksio sesarea
yang secara langsung diikuti histererktomi karena suatu indikasi. e
Operasi Porro Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri tentunya
janin sudah mati, dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi yang berat.Sofian, 2012
2.2.3. Frekuensi
Frekuensi seksio sesarea yang dilakukan di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan
Tabel 2.2 Tabel Frekuensi seksio sesar di RS Dr. Pirngadi Medan
Mochtar 1968 2,5
Mochtar dkk 1971 4,9
Aziz dkk 1974 6,4
Mochtar 1981 10
Frekuensi di negara-negara maju sekitar 7-10 Sofian, 2012
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Indikasi Seksio Sesarea
Menurut Pernoll 2001 indikasi yang umum untuk melakukan seksio sesare sebagai berikut :
I. Seksio sesarea berulang
II. Distosia
A.Disproporsi fetopelvik Passage insuficiency Tulang pelvis
-Inlet pelvis biasanya antero-posterior 10 cm -Midpelvis biasanya spina-ischiadica 9,5 cm
-Outlet Sangat jarang dan hampir tidak pernah terlihat di ketidakhadiran kontraktur pelvis lainnya
Obstruksi jaringan-lunak -Plasenta letak rendah terutama jika implantasi di
posterior -Leiomioma uterus
-Tumor ovarium -Keganasan lain pada saluran genital jarang
B.Komplikasi Janin Passenger Janin Normal
Macrosomia 4000 g Malposisi dan malpresentasi
Sungsang yang tidak dapat dilahirkan pervaginam Kepala defleksi
Posisi transverse atau oblik Posisi dahi
Posisi dagu posterior Presentasi bahu
Presentasi campuran yang mempersulit Janin abnormal
Meningomielosel Hidrosefalus
Teratoma sakrokoksigeus
Universitas Sumatera Utara
Anomali janin lainnya C.Persalinan yang Abnormal Power
Inersia uterus primer Fase laten memanjang Tidak sering, tetapi 20jam pada
nulipara dan 14 jam pada multipara Gangguan protraksi
Protraksi aktif fase dilatasi nuligravida 1,2 cmjam, multigravida 1,5cmjam
Protraksi menurun nuligravida 1cmjam, multigravida 2cmjam
Arrest disorder Fase deselerasi memanjang Nulipara
3jam, multipara
1 jam Dilatasi-secondary arrest Tidak ada dilatasi selama
2jam Fase active arrest atau penurunan
1 jam Inersia uterus akibat disproposi fetopelvik
Induksi gagal
D.Komplikasi Janin Insufisiensi uteroplasenta
Trauma medula Asidosis metabolik
E.Perdarahan obstetrik Materna atau janin atau keduanya Abrupsi plasenta
Plasenta previa Ruptur uterus
Vasa previa F.Gestasi multipel
Kembar dua Kembar A dengan presentasi kecuali vertex
Kembar B tidak dapat dilahirkan pervaginam
Universitas Sumatera Utara
Kegagalan intrapartum untuk versi eksternal Distres janin Walaupun dengan kembar A sudah
dilahirkan pervaginam Semua kembar monoamniotik
Kembar tiga atau lebih G.Infeksi
Korioamnionintis berat Herpes genital maternal aktif
Beberapa kasus condiloma akuminata genital
H.Komplikasi ibu danatau janin yang berpotensi merugikan akibat melahirkan seksio atau pervagina atau keduanya
Preeklamsi-eklamsi fulminan Diabetes Hanya jika diindikasikan
Erythroblastosis Penyakit jantung ibu yang berat
Kondisi yang mebatasi lainnya I.Bedah
Jaringan parut pada serviks atau uterus yang dapat memicu ruptur saat melahirkan Cth : miomektomi ekstensif,
trakelorafi Cervical cerclage
Masalah ibu yang serius Operasi vaginal yang ekstensif
III.Karsinoma servik
2.3.ANESTESI SPINAL 2.3.1. Definisi
Anestesi spinal subaraknoid adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.
Anestesi spinalsubaraknoid disebut juga sebagai analgesiblok spinal intradural atau blok intratekal Mansjoer et al, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis yang digunakan, efek vasokontriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan
intraabdomen, lengkung tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat Mansjoer et al, 2000.
Keuntungan penggunaan anestesi spinal adalah waktu mula yang cepat, obat yang dibutuhkan relatif lebih sedikit dan menghasilkan keadaan
anestesi yang memuaskan WHO, 2006.
2.3.2. Anatomi a. Columna Vertebra
Tulang belakang terdiri dari tulang vertebra dan diskus intervertebralis kartiloginosa Gambar 2.5. Terdiri dari 7 vertebra servikalis, 12
vertebra thorakikus, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis bergabung membentuk os sakrum dan 4 vertebra koksigea tiga yang dibawah
umumnya bersatu Snell, 2007.
Gambar 2.5 Potongan sagital vertebra lumbal
Universitas Sumatera Utara
Vertebra berbeda dalam bentuk dan ukuran pada berbagai level. Vertebra servikalis pertama, atlas, korpus yang kecil dan persendian yang
unik dengan dasar tengkorak dan vertebra kedua. Vertebra kedua , disebut juga aksis, memiliki permukaan persendian yang atipikal. Keduabelas
vertebra thorakikus berartikulasi dengan iga yang koresponden. Vertebra lumbar memiliki korpus vertebra silindris yang besar di anterior. Cincin
berongga didefinisikan anterior oleh korpus vertebra, lateral oleh pediculus dan prosesus transversus, dan posterior oleh lamina dan prosesus spinosus
Gambar 2.5 B dan C. Lamina berada di antara prosesus transversus dan prosesus spinosus; dan pediculus berada di antara korpus vertebra dan
prosesus transversus. Ketika ditumpuk secara vertikal, cincin berongga menjadi kanalis spinalis di dalamnya medula spinalis dan penutupnya
berada. Masing-masing korpus vertebra terhubung dengan diskus intervertebra. Ada empat sendi sinovial kecil pada tiap vertbebra, dua
artikulasi dengan vertebra di atasnya dan dua dengan vertebra di bawahnya Gambar 2.5 C. Pediculus melekuk ke superior dan inferior, lekukan ini
membentuk foramen intervertebral, tempat keluarnya saraf spinal. Veretebra sakralis biasanya bergabung dengan tulang yang besar membentuk os
sakrum, namun masing-masing tetap terpisah membentuk foramen intervertebralis anterior dan superior Morgan et al, 2008.
Columna spinalis normalnya berbentuk C ganda, cembung di daerah
serviks dan lumbar Gambar 2.6. Ligamen memberikan dukungan
struktural dan bersama-sama dengan otot yang mendukung untuk mempertahankan bentuk yang unik. Pada sisi ventral, korpus vertebra dan
diskus intervertebralis dihubungkan dan disokong oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior Gambar 2.5 A. Pada sisi dorsal, ligamentum flavum,
ligamen interspinosum, dan ligamen supraspinosum memungkinkan stabilitas. Dengan pendekatan midline, sebuah jarum menembus ketiga
ligamen dorsal ini dan melewati ruang oval di antara lamina tulang dan
prosesus spinosus pada vertebra yang bersangkutan Gambar 2.7 Morgan
et al , 2008.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
b. Persiapan praanestesia
1 Persiapan rutin
Mengatur posisi pasien untuk pencapaian organ pelvis lebih mudah pada pasien sesar diatur dengan derajat lordosis tertentu. Hipotensi
terlentang “supine hypotensive syndrome” karena kompresi vena kava mungkin dihilangkan dengan memiringkan pasien 10
o
ke kiri, sehingga memperbaiki aliran darah uteroplasenta Martinus, 1997
Menyiapkan lapangan steril dikerjakan setelah induksi anestesia, dinsding abdomen dipersiapkan dengan mencuci area ini termasuk mons
pubis dan sepertiga atas paha dengan tingtura Merfen. Ini harus dilakukan tiga kali menggunakan „swab‟ yang dilengkapi dengan pemegang.
Bermanfaat menggunakan penutup steril ke perimeter lapangan operasi Martinus, 1997
Kateterisasi Vesika Urinaria. Sebelum memulai seksio sesarea, vesika urinaria harus kosong. Jika pasien tak dapat berkemih, pasang kateter yang
ditinggalkan, terutama bagi seksio sesarea ulangan, dan direkomendasikan meninggalkannya di tempatnya selama beberapa jam setelah operasi untuk
mebantu fungsi vesika urinaria Martinus, 1997. 2
Persiapan khusus a
Koreksi keadaan patologis yang dijumpai b
Berikan H
2
Antagonis-reseptor 5-10 menit IV atau sebelum induksi
c Berikan antasid peroral 45 menit pra induksi
d Berikan ondansetron 4-8mg intravena
3 Premedikasi
a Berikan atropin 0,01kgbb im 30-45 menit atau
setengah dosis iv 5-10 menit pra induksi b
Tidak dianjurkan untuk memberi sedatifnarkotik 4
Terapi cairan prabedah Pasien dengan status fisik normal : berikan cairan pemeliharaan
yaitu dekstrosa 5 dalam ringer atau NaCl 0,9. Kasus lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
c. Perlengkapan anestesi spinal
Perlengkapan anestesi spinal meliputi jarum spinal dan obat anestetik spinal.
Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dengan ukuran 16-G sampai dengan 30-G. Dikenal 2 macam
jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bambu runcing jenis Quinke-Babcock atau Greene dan jenis yang ujungnya
seperti ujung pensil Whitacre. Ujung pensil banyak diguakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal Mansjoer et al,
2000.
Gambar 2.10 Jenis Jarum spinal
Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain atau bupvakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi
aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal hiperbarik,
akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil hipobarik, obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama
isobarik obat akan berada di tingkat yang sam di tempat penyuntikan. Pada suhu 37
o
C cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008 Mansjoer et al
, 2000.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril,povidone iodine, alkohol,
dan duk. Tabel 2.3.
Dosis dan lama kerja obat anestesi spinal
Obat Dosismg
Lama menit Perineum,
tungkai bawah
Abdomen bawah
Blok setinggi
T4 Anestetik
murni Ditambah
epinefrin
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kontraktilitas jantung. Efek ini proporsional bergantung dengan derajat simpatektomi, Tonus vasomto secara primer ditentukan oleh serabut
simpatus yang bersal dari T5 sampai L1, mempersarafi otot polos arteri dan vena. Blokade saraf ini menyebabkan vasodilatasi kapasitas pembuluh vena,
pengumpulan darah, dan penurunan darah balik ke jantung; demikian juga, vasodilatasi arteri dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular
sistemik Morgan et al, 2008. Efek kardiovaskular yang membahayakan harus diantisipasi dan
langkah yang diambil adalah meminimalisasi derajat hipotensi. Pemberian volume
10-20mLkg cairan
intravna pada
pasien sehat
akan mengkompensasi parsial pengumpulan darah vena. Walaupun demikian,
hipotensi dapat tetap terjadi dan harus ditangani dengan adekuat. Administrasi cairan dapat ditingkatkan, dan autotransfusi dapat dikerjakan
dibantu dengan memposisikan pasien dengan kepala lebih rendah. Hipotensi ditatalaksana dengan vasopressor. Agonis
-adrenergik direk seperti phenylephrine meningkatkan tonus vena dan menghasilkan konstriksi
arteriolar, meningkatkan baik drah balik vena dan resistensi vaskular sistemik. Bradikardi berlebih atau simtomatik ditangani dengan atropin.
Efedrin memiliki efek adrenergik yang meningkatkan denyut jantung
dan kontraktilitasnya dan efek tidak langsung menyebabkan vasokontriksi. Jika ditemukan hipotensi dnatau bradikardi yang persisten dapat diberikan
epinefrin 5-10 ug intravena Morgan et al, 2008.
2 Manifestasi Pulmonal
Perubahan klinis yang signifikan pada fisiologi pulmonal biasanya minimalpada blokade neuroaksial karena diafragma dipersarafi nervus
frenikus yang berasal dari C3-C5 Morgan et al, 2008.
3 Manifestasi Gastrointestinal
Aliran simpatis berasal dari level T5-L1. Blok neuroaksial-penginduksi simpatektomi memungkinkan dominasi tonus vagal dan hasilnya minim,
Universitas Sumatera Utara
lambung berkontraksi dengan peristalsis aktif. Ini memungkinkan kondisi yang baik untuk operasi dengan laparoskopi Morgan et al, 2008.
Aliran darah hati akan menurun akibat penurunan tekanan arteri rata- rata pada teknik anestesi Morgan et al, 2008.
4 Manifestasi Saluran Kemih
Aliran darah ginjal telah diatur oleh autoregulasi dan ada efek klinis yang kecil pada fungsi renal dengan blokade neuroaksial. Anestesi
neuroaksial pada level lumbal dan sakral memblokade sistem saraf simpatis dan parasimpatis kandung kemih. Kehilangan kontrol otonom kandung
kemih menyebabkan inkontinensia sampai blokade berakhir Morgan et al, 2008.
5 Manifestasi Metabolik dan Endokrin
Trauma surgikal menyebabkan respon neurioendokrin melalui respon inflamasi lokal dan aktivasi serabut saraf aferen somatis dan viseral. Respon
meliputu peningkatan hormon adrenokortikotropik, kortisol, eponefrin, norepinefrin, dan level vasopresin pada pengaktifan sitem renin-
angiotensin-aldosteron. Manifestasi klinis meliputi hipertensi, takikardi, hiperglikemi, protein katabolisme, penekanan respon imun, dan perubahan
fingsi ginjal intraopertaif dan postoperatif Morgan et al, 2008.
2.4.TEKANAN DARAH 2.4.1. Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh volume darah dan
elastisitas pembuluh darah Rony et al, 2010 Tekanan darah yang dimaksud biasanya adalah tekanan arteri. Tekanan di arteri berfluktuasi selama sistol
dan diastol di jantung Pal dan Pravati , 2006.
a. Tekanan Darah Sistol
Tekanan darah sistol didefinisikan sebagai tekanan maksimum yang dihasilkan selama siklus jantung Pal dan Pravati, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Kondisi Patologis Tekanan Darah : Hipotensi a. Definisi
Hipotensi merupakan penurunan tekanan darah sistol lebih dari 20- 30 dibandingkan dengan pengukuran dasar atau tekanan darah sistol
100mmHg Chestnut et al, 2009.
b. Patofisiologi hipotensi
Dalam Boulton TB Collin EB 2013, hipotensi terjadi karena : 1
Volume sirkulasi darah yang menurun karena penggantian darah yang tidak cukup, pada dehidrasi atau muntah-muntah yang hebat,
poliuria, asites, atau karena fistula elektrolit, perdarahan akut darah lengkap, atau luka bakar proteiin plasma koloid.
Kehilangan seperti itu kadang-kadang digambarkan sebagai kehilangan preload.
2 Alir balik vena yang menurun disebabkan oleh tekanan intratorakal
yang meningkat pada : ventilasi buatan bertekanan positif; pneumotoraks; kompresi vena kava pada posisi telentang, wanita
hamil; obesitas hebat; tumor perut dan retraksi pembedahan yang terlalu bersemangat. Semua kejadian ini merupakan contoh lebih
jauh preload yang tidak adekuat. 3
Resistensi vaskular perifer yang menurun akibat obat vasodilator – seperti nitroprusid, penghambat alfa-adrenergik, agen inhalasi yang
mudah menguap, pelepasan histamin atau teknik vasodilatasi contoh blok epidural atau spinalis. Keadaan ini dapat digolongkan
sebagai afterload yang menurun. 4
Kontraksi miokardium yang terganggu karena obatagen inhalasi, penghambat beta, iskemia miokardium, dan penekanan sistem saraf
pusat, termasuk semua anestesi umum kecuali eter, ketamin dan etomidat, dan dosis anestesi lokal dalam darah yang tinggi setelah
penyuntikan sejumlah besar volume atau penyuntikan kedalam vena yang tidak sengaja.
Universitas Sumatera Utara
c. Penatalaksanaan hipotensi