BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juni di
Pantai Baru, Desa Pantai Labu Pekan, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara. Identifikasi dilakukan pada bulan Juni-Juli di
Laboratorium Sistematika Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Pengukuran biomassa dilakukan dari bulan
September sampai dengan November di Laboratorium Kimia Dasar LIDA, Universitas Sumatera Utara.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, teropong binokuler Bushnell
12 x 50 dan monokuler Bushnell 15-60 x 60 mm, alat tulis, buku panduan lapangan burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan Macckinnon at
al. 1998, buku identifikasi Siput dan Kerang Indonesia Dharma, 1988, GPS
Global Positioning System Garmin 60 CSx, termometer, refraktometer, erlenmeyer, hygrometer, spektrofotometer, pH meter, kamera, botol terang dan
gelap, pipa paralon, ayakan 1 mm, tanur, ember, kantung plastik, yang digunakan untuk menyimpan sampel tanahlumpur serta botol koleksi. Bahan yang
digunakan yaitu, alkohol 70, aquades, natrium piroposfat.
3.3 Deskripsi Area
Pantai Baru terletak di kecamatan Pantai Labu yang berbatasan dengan pantai Ancol dan Serambi Deli. Pantai Baru dan Serambi Deli dibatasi oleh muara yang
cukup besar dan digunakan oleh para nelayan sebagai jalurjalan untuk mencari ikan, yang menyebabkan aktivitas di kawasan Pantai Baru cukup tinggi. Selain
itu, terdapat juga muara yang lebih kecil, tetapi muara tersebut tidak dipergunakan oleh para nelayan.
Universitas Sumatera Utara
Secara geografis Pantai Baru terletak pada 03 40’ 54.77” N dan 098
54’ 19.97” E. Pada pantai ini terdapat hamparan lumpur yang luas, dan terdapat
aktivitas pariwisata, pertambakan, perkebunan serta aktivitas lainnya. Vegetasi dominan yang terdapat, yaitu Avicennia spp., dan Excoecaria spp. Berikut adalah
gambar lokasi penelitian.
Gambar 3.1. Lokasi Penelitian di Pantai Baru 3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Pengambilan Data Burung
Pengambilan data burung dilakukan dengan mengidentifikasi jenis dan menghitung jumlah burung. Penentuan lokasi penelitian dengan menggunakan
Metode Purposive, yaitu penentuan lokasi dengan memilih lokasi tempat burung pantai berada dan lokasi tersebut dapat mewakili atau mendekati kebenaran
dengan keadaan secara keseluruhan Fachrul, 2007. Sedangkan untuk pengamatan keberadaan jenis burung pantai dengan menggunakan metode
Concentration Count. Metode ini mengamati burung pada suatu lokasi dan waktu
tertentu berdasarkan kelompok makan pada lokasi tempat burung air berkumpul mencari makan Bibby et al., 2000. Pengamatan disesuaikan dengan waktu
pasang surut. Kemudian diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan lapangan burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan Mackinnon et al. 2010.
Metode perhitungan jumlah burung dengan menggunakan metode blok. Perhitungan dengan cara ini dapat dilakukan pada kelompok burung yang sedang
terbang atau hinggap di daerah terbuka dalam jumlah yang cukup besar. Pada metode ini, pengamat menghitung burung dengan cara melakukan perkiraan
Universitas Sumatera Utara
terhadap jumlah individu yang diamati berdasarkan jumlah blok yang ada dalam suatu kelompok. Satu blok terdiri dari 10 atau 20 jumlah individu. Pengamat
kemudian menghitung ada berapa blok dalam kelompok tersebut. Total perkiraan jumlah individu adalah jumlah blok dalam suatu kelompok dikalikan dengan
jumlah individu dalam suatu blok ditambah beberapa individu yang tersisa, yang dianggap tidak termasuk dalam blok yang ada Howes et al. 2003. Contoh
perhitungan dengan metode blok dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Contoh Perhitungan Jumlah Burung dengan Metode Blok
Data burung pantai diambil pada bulan Februari-April. Pengambilan data dilakukan pada minggu pertama dan ketiga, dalam 1 minggu pengamatan
dilakukan selama tiga hari berurut-turut.
3.4.2 Pengambilan Makrozoobentos
Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan pipa paralon Swennen Marteijjen 1985 dalam Howes et al.2003 dan di identifikasi dengan
menggunakan buku Siput dan Kerang Indonesia Dharma, 1998. Penggunaan pipa paralon bertujuan untuk mengambil sampel yang berada dalam substrat.
Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada lokasitempat burung pantai mencari makan, dan juga pada lokasi yang tidak digunakan oleh burung.
Pengambilan makrozoobentos menggunakan pipa paralon melalui beberapa tahapan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1 Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada lokasitempat burung
pantai mencari makan, dan juga pada lokasi yang tidak digunakan oleh burung. Pengambilan dilakukan pada 4 kali ulangan. Masing-masing lokasi
berukuran 100 m x 100 m dan dalam 1 ulangan diambil sebanyak 5 titik. Setiap 1 titik diambil sampai kedalaman 30 cm dan dibagi menjadi 6 strata 5
cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm, 25 cm dan 30 cm, 2
Sedimen yang diambil dicampur dengan air. 3
Selanjutnya, diayak dengan menggunakan ayakan yang berukuran 1 mm, hal ini bertujuan agar makrozoobentos yang ukurannya lebih dari 1 mm dapat
disaring dan tertinggal dalam ayakan. 4
Kemudian, makrozoobentos yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik yang telah berisi alkohol 70 dan diidentifikasi di laboratorium Sistematika
Hewan.
3.4.3 Pengukuran Biomassa
Pengukuran biomassa dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA, yang bertujuan untuk mengetahui kerapatan rata-rata makrozoobentos,
penyebaran serta kepentingan jenis makanan burung air Howes et al, 2003. Khusus untuk kelas polychaeta tidak dilakukan pengukuran biomassa karena kelas
ini telah luruh pada saat pengambilan sampel. Pengukuran biomassa dilakukan dengan cara seperti berikut ini:
1 Makrozoobentos yang telah di identifikasi dikelompokkan dan dihitung dalam
jumlah kemudian ditimbang berat basahnya dan disimpan dalam cawan petri yang telah di beri label.
2 Sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 100
o
C selama 2 hari untuk mendapatkan berat kering yang konstan dan selanjutnya di timbang beratnya.
3 Sampel dikering abukan dalam tanur dengan suhu 600
o
C selama 4 jam. Selanjutnya dihitung berat bersih dengan demikian akan diketahui secara pasti
kalkulasi kerapatan rata-rata, penyebaran dan kepentingan jenis makanan burung air.
Universitas Sumatera Utara
3.4.4 Pengukuran Parameter Fisika-Kimia
Faktor fisika-kimia yang di ukur adalah suhu, kecerahan, salinitas, pH, kadar fosfat, kadar nitrat dan tekstur tanah. Pengukuran suhu, kecerahan, salinitas
dan pH dilakukan di lokasi penelitian. Alat dan metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pengukuran Faktor Fisika-Kimia
No. Variabel
Satuan Alat Metode
A. Faktor fisik
1. Suhu
o
C
Termometer 2.
Kecerahan Cm
Secchi disk
B. Faktor Kimia
1. Salinitas
00
Refraktometer 2. pH
- pH meter
3.4.5 Tekstur Tanah
Pengukuran tekstur tanah dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Prosedur pengukuran tekstur
tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Tekstur sedimen yang telah diukur
dikelompokkan menjadi beberapa kelas berdasarkan komposisi pasir, debu dan liat. Selanjutnya sedimen tersebut dianalisis menggunakan software segitiga
tekstur tanah dengan macromedia flash player 7 Copyright: Mahbub, ps ilmu tanah unlam ’06.
3.3 Segitiga Pengukuran Tekstur Tanah Mahbub, 2006
Universitas Sumatera Utara
3.4.6 Kadar Organik
Pengukuran kadar organik dilakukan di Laboratorium Penelitian, Universitas Sumatera Utara. Prosedur pengukuran kadar fospat dapat dilihat pada
Lampiran 3.
3.5 Analisis Data 3.5.1 Burung Pantai dan Makrozoobentos
Indeks Keanekaragaman Jenis
Indeks keanekaragaman jenis burung pantai dan makrozoobentos dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon Magurran, 1988 yaitu:
∑
dengan pi =
∑ ∑
dimana H’ : merupakan nilai indeks diversitas Shannon
pi : merupakan proporsi kelimpahan spesies ke i atau niN ni : jumlah individu spesies ke i
2 Indeks Kemerataan Jenis E Untuk menentukan indeks kemerataan jenis burung pantai dan makrozoobentos
digunakan Indeks Shannon Magurran, 2004 yaitu: ⁄
dengan S = jumlah spesies 3.5.2 Biomassa Makrozoobentos
Berat kering bebas abu dihitung menggunakan rumus Howes et al. 2003: ADW gr = berat X-berat Y
Dimana X = berat awal spesies 1,2 ... dst Y = berat akhir spesies 1,1 ... dst setelah jadi abu
ADW total gr.m
2
= ∑
Dimana Bj : biomassa semua spesies LA :
luas area πr
2
x n N : jumlah pipa paralon
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keanekaragaman Burung Pantai Hasil penelitian yang telah dilakukan dari bulan Februari-April 2013
ditemukan 19 spesies burung pantai yang termasuk ke dalam 2 famili, untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1. Jenis-Jenis Burung Pantai yang Ditemukan di Pantai Baru pada Bulan Februari-April 2013
No Famili
Nama Spesies Nama Indonesia
Status Bulan
Februari Maret
April
1 Charadriidae
Pluvialis squatarola Cerek Besar
LC √
√ -
2 Pluvialis fulva
Cerek Kernyut LC
√ √
√ 3
Charadrius alexandrinus Cerek Tilil
LC √
√ √
4 Charadrius mongolus
Cerekpasir- mongolia
LC √
√ √
5 Charadrius leschenaultii
Cerekpasir-besar LC
√ √
√ 6
Charadrius veredus Cerek Asia
LC √
√ -
7 Scolopacidae
Numenius arquata Gajahan Besar
NTAB √
√ -
8 Numenius phaeopus
Gajahan Pengala AB
√ √
√ 9
Numenius madagascariensis
Gajahan Timur VUAB
√ -
- 10
Limosa lapponica Birulaut Ekor-
blorok LC
√ -
- 11
Arenaria interpres Trinil Pembalik-
batu LC
√ √
- 12
Tringa totanus Trinil Kaki-merah
LC √
- -
13 Tringa cinereus
Trinil Bedaran LC
√ √
√ 14
Tringa hypoleucos Trinil Pantai
LC √
√ √
15 Calidris canutus
Kedidi Merah LC
√ √
- 16
Calidris ruficollis Kedidi Leher-merah
LC √
- -
17 Calidris ferruginea
Kedidi Golgol LC
√ √
- 18
Calidris alba Kedidi Putih
LC √
√ -
19 Limicola falcinellus
Kedidi Paruh-besar LC
√ -
- Total
19 14
7
Keterangan: LC: Least Concern, NT: Near Threatened, VU: Vulnarable, A: UU No 5 tahun 1990, B: PP No. 7 tahun 1999.
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah spesies tertinggi ditemukan
pada bulan Februari yaitu 19 spesies, kemudian mengalami penurunan pada bulan April dan Maret menjadi 14 spesies dan 7 spesies. Kondisi air pada bulan Februari
Universitas Sumatera Utara
sedang pasang mati, sehingga mempengaruhi terbentuknya hamparan lumpur sebagai lokasi mencari makan burung pantai. Hal ini diduga mempengaruhi
kehadiran burung pantai pada suatu lokasi. Dimana, pada saat kondisi air sedang pasang mati hamparan lumpur yang terbentuk sempit mengakibatkan jumlah
burung pantai berkumpul dalam kelompok yang lebih besar dibandingkan pada saat pasang besar. Pengamatan pada bulan Maret, kondisi air sedang pasang besar
yang mengakibatkan lokasi mencari makan burung pantai menjadi luas. Pengaruh ketinggian air terhadap burung pantai pada saat penelitian dapat
dilihat ketika air mulai pasang. Pada saat lokasi makan yang digunakan tertutup oleh air, burung pantai akan berpindah ke lokasi yang tidak tergenang oleh air laut
dan akan meninggalkan lokasi mencari makan saat lokasi tertutup oleh air laut. Faktor lain yang mempengaruhi kehadiran burung pada suatu lokasi adalah
keamanan. Hal ini dapat dilihat selama pengamatan, dimana kelompok burung pantai akan terbang dari lokasi mencari makan ketika ada nelayan yang mendekati
lokasi tersebut. Beberapa kelompok burung pantai akan hinggap kembali ke lokasi semula, tetapi sebagian burung pantai terbang mencari lokasi yang dianggap lebih
aman. Menurut Ma et al. 2009 faktor yang mempengaruhi kehidupan burung
air diantaranya: ketinggian air, fluktuasi ketinggian air, vegetasi, salinitas, topografi, tipe makanan, kemudahan memperoleh makanan, ukuran lahan basah
dan konektisitas lahan basah. Hal ini di dukung juga oleh Jumilawaty et al. 2011 yang menyatakan bahwa bervariasinya jumlah spesies dan individu yang
ditemukan setiap bulan di Bagan Percut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: waktu dan lama pasang surut, ketinggian air, pola musiman, makanan, kemudahan
memperoleh makanan dipengaruhi tekstur sedimen dan profil sedimen, lingkungan, luas lahan basah, konektivitas lahan basah dan keamanan.
Faktor lain yang diduga mempengaruhi tingginya jumlah individu pada bulan Februari disebabkan karena kondisi lingkungan, seperti curah hujan. Hal ini
dapat dapat dilihat pada Lampiran 9, dimana curah hujan pada bulan Februari 152 mm tergolong sedang jika dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain.
Kecepatan angin dapat menghambat burung pantai saat terbang, tetapi tidak berpengaruh pada saat mencari makan. Hal ini disebabkan karena burung
Universitas Sumatera Utara
pantai mencari makan dengan cara hinggap di hamparan lumpur. Jumilawaty 2012, faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah individu dan spesies di bulan
Februari adalah fluktuasi curah hujan, dimana pada curah hujan yang tinggi mengakibatkan jumlah burung air rendah, sebaliknya curah hujan rendah
meningkatkan jumlah burung air. Jumilawaty 2013 menyatakan bahwa peningkatan jumlah spesies burung pantai migran pada bulan Februari
berhubungan dengan pola musiman, ketersediaan makanan, kemudahan memperoleh makan dan keadaan lingkungan, dimana pada bulan Februari diduga
merupakan waktu terbaik ketersediaan makanan maupun keadaan cuaca bagi burung pantai migran untuk memenuhi kebutuhan makan.
Hasil penelitian menemukan 19 spesies dan 1.589 individu burung pantai. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Jamaksari 2011 di Kawasan Muara Cimanuk, Jawa Barat yang menemukan 21 spesies dan 2.180 individu burung pantai. Tetapi, jika dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Harahap et al. 2013 di Pantai Baru menemukan 11 spesies dan 4.837 individu burung pantai. Berdasarkan jumlah spesies
penelitian ini lebih tinggi, tetapi jika dibandingkan jumlah individu lebih rendah. Perbedaan jumlah spesies dan jumlah individu yang ditemukan bisa disebabkan
karena perbedaan waktu pengamatan serta kondisi lingkungan. Jumlah individu dan spesies tertinggi ditemukan pada bulan Februari
Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah periode migrasi burung pantai. Dimana, semua burung pantai yang ditemukan
adalah burung migran. Burung migran melakukan perjalanan migrasi ke belahan bumi selatan pada bulan September-Maret. Hal ini disebabkan karena perubahan
kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiak burung migran. Kondisi ekstrim menyebabkan kurangnya pasokan makanan di lokasi berbiak burung migran.
Menurut Howes et al. 2003, burung migran memulai perjalanan menuju belahan bumi selatan September-Maret dan kembali ke lokasi berbiak Maret-
April. Perjalanan migrasi dilakukan karena kondisi alam yang ekstrim dilokasi berbiak burung migran. Secara umum, burung migran melakukan migrasi untuk
memberikan tanggapan terhadap tekanan yang disebabkan oleh kondisi alam, untuk kelangsungan hidup mereka.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Individu
Gambar 4.1. Perbandingan Jumlah Individu Burung Pantai
Berdasarkan status keterancaman yang mengacu pada Redlist IUCN 2007 Numenius arquata
dikategorikan Near Threatened mendekati terancam dan Numenius madagascariensis
dikategorikan Vulnerable terancam. Berdasarkan status perlindungan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Numenius
arquata, Numenius phaeopus dan Numenius madagascariensis dilindungi dalam
UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa Tabel 4.1. Jika dibandingkan jumlah individu dari spesies burung pantai yang
ditemukan, jumlah tertinggi adalah Pluvialis fulva, sedangkan terendah Numenius madagascariensis
hanya ditemukan 1 individu Gambar 4.1. Rendahnya jumlah Numenius madagascariensis
berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan Jumilawaty 2013 di Bagan Percut yang menemukan lebih dari 250
individu. Perbedaan jumlah bisa disebabkan karena perbedaan lokasi yang disukai oleh burung pantai, seperti, adanya perbedaan jenis makanan maupun tekstur
sedimen.
50 100
150 200
250 Pluvialis squatarola
Pluvialis fulva Charadrius alexandrinus
Charadrius mongolus Charadrius leschenaulti
Charadrius veredus Numenius arquata
Numenius phaeopus Numenius madagascariensis
Limosa lapponica Arenaria interpres
Tringa totanus Tringa cinereus
Tringa hypoleucos Calidris canutus
Calidris ruficollis Calidris ferruginea
Calidris alba Limicola falcinellus
April Maret
Februari
Universitas Sumatera Utara
Jumlah individu tertinggi setiap bulan tidak tetap, bulan Februari Charadrius mongolus
merupakan yang mendominasi, bulan Maret Pluvialis fulva, sedangkan pada bulan April Tringa hypoleucos. Perbedaan tersebut diduga karena
perbedaan siklus migrasi burung pantai itu sendiri. Burung pantai dari famili Charadriidae 19 spesies diantaranya ditemukan
di Asia. 31,6 dari burung pantai yang ada di Asia ditemukan di Pantai Baru. 28,3 dari 46 spesies burung pantai di Asia famili Scolopacidae terdapat juga di
Pantai Baru Tabel 4.2. Jika dibandingkan dengan jumlah burung pantai secara keseluruhan yang ada di Indonesia, jumlah burung pantai yang ada di Pantai Baru
34,55. Dari persentasi tersebut dapat diketahui bahwa Pantai Baru memiliki arti penting bagi burung pantai.
Tabel 4.2. Perbandingan Jumlah Spesies di Asia, Indonesia dan Pantai Baru
No Famili
Jumlah Spesies Perkawasan Persen
Asia Indonesia
Pantai Baru
1 Charadriidae
19 16
6 31,6
2 Scolopacidae
46 39
13 28,3
Total 65
55 19
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Harahap et al. 2013, indeks keanekaragaman 2,00 tergolong sedang. Hasil tersebut sama dengan hasil
penelitian yang dilakukan, dimana indeks keanekaragaman berkisar antara 1,89- 2,50 yeng berarti indeks keanekaragaman tergolong sedang Tabel 4.3. Odum
1993, menyatakan keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun
banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Menurut Alikodra 2002, faktor yang
mempengaruhi nilai indeks keanekaragaman adalah kondisi lingkungan, jumlah jenis dan sebaran individu pada masing-masing jenis.
Tabel 4.3. Indeks Keanekaragaman Spesi es H’, Jumlah Spesies S, Jumlah
Individu N, Indeks Kemerataan E Burung Pantai
Februari Maret
April H’
2,50 2,21
1,89 S
19 14
7
N 971
572 46
E 0,85
0,84 0,97
Universitas Sumatera Utara
Nilai keanekaragaman tertinggi ditemukan pada bulan Februari dan terendah pada bulan April. Hal ini di sebabkan pada bulan Maret-April burung
pantai sebagai burung migran kembali ke lokasi berbiaknya yang mengakibatkan berkurangnya jenis maupun jumlah dilokasi penelitian.
4.2 Faktor Fisik Kimia di Pantai Baru