Keanekaragaman Burung Pantai dan Potensi Makanan di Kawasan Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Deli Serdang Sumatera Utara

(1)

KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI

MAKANAN DI PANTAI MUARA INDAH KECAMATAN

PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

FIVIN ENDHAKA OLIVA

090805056

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI

MAKANAN DI PANTAI MUARA INDAH KECAMATAN

PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI

SUMATERA UTARA

OLEH:

FIVIN ENDHAKA OLIVA

090805056

Pembimbing II Pembimbing I

Drs. Arlen H. J., M.Si Dr. Erni Jumilawaty, M.Si NIP. 19581018 199003 1 001 NIP. 19700102 199702 2 001


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Keanekaragaman Burung Pantai dan

Potensi Makanan di Kawasan Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Deli Serdang Sumatera Utara

Kategori : Skripsi

Nama : Fivin Endhaka Oliva Ginting

Nomor Induk Mahasiswa : 090805056

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetuhui di Medan, April 2014

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Arlen Hanel John, M.Si. Dr. Erni Jumilawaty, S.Si, M.Si.

NIP. 195810181990031001 NIP. 197001021997022001

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu. M.Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(4)

Keanekaragaman Burung Pantai Dan Penyebaran Makanan Di Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi

Sumatera Utara

ABSTRAK

Pantai Muara Indah merupakan salah satu pantai yang telah ditetapkan sebagai daerah penting bagi burung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2013 di Pantai Muara Indah Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dan selanjutnya pada bulan Oktober - November 2013 dilakukan pengukuran biomassa di Laboratorium Kimia Dasar LIDA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis burung pantai, jenis makanan burung pantai dan biomassa makrozoobenthos di Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan pada pengambilan data burung adalah metode purposive dan metode concentration count didapatkan 19 jenis burung pantai (2 famili: Charadriidae dan Scolopacidae). Pada pengambilan makrozoobenthos menggunakan metode pipa paralon didapatkan 25 jenis yang diduga sebagai makanan burung pantai (Bivalvia, Crustacea, Echinoidea, Gastropoda, Phascolosomatidea dan Polychaeta). Penyebaran makrozoobenthos yang diambil sampai kedalaman 30cm dan dibagi menjadi 6 strata (5cm, 10cm, 15cm, 20cm, 25cm dan 30cm), makrozoobenthos yang paling banyak ditemukan pada kedalaman 10 dan 15cm. Penghitungan biomassa makrozoobenthos bertujuan untuk mengetahui kalkulasi kerapatan rata-rata, penyebaran dan kepentingan jenis makanan burung pantai. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai biomassa tertinggi 92,48 gram/m-3 dari jenis Tellina timorensis.


(5)

Shorebirds Diversity and Potential Food At Muara Indah Beach Pantai Labu district, Deli Serdang regency of North Sumatra Province

ABSTRACT

Muara Indah Beach is one of the beaches that have been established as an important area for birds. The study was conducted in February - March 2013 in Muara Indah Beach, Denai Kuala village, Pantai Labu district, Deli Serdang Regency of North Sumatra province and continued in October - November 2013 was performed biomass measurements in the Laboratory of Basic Chemical LIDA. This study aimed to determine the types of shorebirds, waterbirds foods and biomass macrozoobenthic at Muara Indah Beach Pantai Labu District Deli Serdang Regency of North Sumatera province. Research methods used in compiling data on birds was purposive method and the method count concentration obtained 19 types of shorebirds (2 families: Charadriidae and Scolopacidae). At the intake pipe paralon macrozoobenthic using methods that allegedly recovered 25 of the food shorebirds (Bivalves, Crustacea, Echinoidea, Gastropoda, Polychaeta and Phascolosomatidea). Distribution macrozoobenthic was taken to a depth of 30cm and is divided into six strata (5, 10, 15, 20, 25 and 30cm), the most widely macrozoobenthic found at depths of 10 and 15cm. Macrozoobenthic biomass calculations aimed to determine the average density calculation, dissemination and importance of shorebirds food. Based on the calculation result obtained the highest biomass from Tellina timorensis of 92,48 gram/m-3.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Daftar Gambar iv

Daftar Tabel v

Daftar Lampiran v

BAB1. Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Hipotesis 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

BAB 2. Tinjauan Pustaka 5

2.1 Klasifikasi Burung Pantai 5

2.2 Morfologi Burung Pantai 5

2.3 Habitat 6

2.4 Keanekaragaman Burung Pantai 7

2.5 Migrasi Burung Pantai 8

2.6 Penyebaran Migrasi 9

2.7 Makanan Burung Pantai 11

2.8 Perilaku Makan 12

BAB 3. Metodologi Penelitian 14

3.1 Waktu dan Tempat 14

3.2 Alat dan Bahan 14

3.3 Deskripsi Area 14

3.4 Metoda Penelitian 15

3.4.1 Pengamatan dan Identifikasi Burung Pantai 15

3.4.2 Pengambilan Sampel Makrozoobenthos 16

3.4.3 Pengukuran Biomassa 17

3.4.4 Pengukuran Parameter Fisika Kimia 17

3.4.5 Pengukuran Tekstur Tanah 18

3.4.6 Pengukuran Kadar Organik 18

3.4.7 Analisis Data 19

BAB 4. Hasil dan Pembahasan 21

4.1 Komposisi dan Keanekaragaman Burung Pantai 21

4.1.1 Keanekaragaman burung pantai 21


(7)

4.2 Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) dan Indeks

Kemerataan (E) Burung Pantai 25

4.3 Faktor Fisik dan Kimia Perairan Pantai Muara Indah 26 4.4 Komposisi Makrozoobenthos di Pantai Muara Indah 27 4.5 Hubungan Morfologi Burung Pantai dengan

Makrozoobenthos sebagai mangsanya 28

4.6 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kemerataan (E)

dan Indeks Kesamaan Jenis (Cj) Makrozoobenthos 30

4.7 Biomassa Makrozoobenthos 31

BAB 5. Kesimpulan dan Saran 33

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 34

Daftar Pustaka 35


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Burung Pantai Famili Charadriidae 8

2 Burung Pantai Famili Scolopacidae 8

3 Siklus Migrasi Burung Pantai 10

4 Perilaku Makan Famili Charadriidae 13

5 Perilaku Makan Famili Scolopacidae 13

6 Foto Lokasi 15

7 Perhitungan Jumlah Burung dengan Metode Blok 16

8 Segitiga Untuk Mengetahui Tekstur Sedimen 18

9 Famili Charadriidae 23

10 Famili Scolopacidae 24

11 Hubungan genus Numenius dengan mangsanya 29

12 Hubungan famili Charadriidae dan Scolopacidae dengan


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Pengukuran faktor fisik dan kimia, alat dan metode 18

2 Jenis-jenis burung pantai 21

3 Jumlah spesies (S), jumlah individu (N), indeks

keanekaragaman spesies (H’) dan indeks keanekaragaman (E)

burung pantai 25

4 Faktor fisik dan kimia di lokasi penelitian 27

5 Komposisi makrozoobenthos sebagai makanan burung pantai 28

6

Indeks keanekaragaman (H’), Indeks kemerataan (E), Jumlah

spesies (S) dan Jumlah individu makrozoobentos (N) pada

lokasi penelitian 31


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

A Bagan Kerja Tekstur Sedimen 38

B Bagan Kerja Kandungan Organik Substrat 39

C Data Makrozoobenthos Berdasarkan Kedalaman 40

D Biomassa Makrozoobentos 43

E Foto Kerja 46

F Foto Alat 47

G Deskripsi burung pantai yang ditemukan di Pantai Muara

Indah 48

H Jenis Makrozoobenthos 65


(11)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini.

Penelitian yang berjudul “Keanekaragaman Burung Pantai Dan

Penyebaran Makanan Di Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Kabupaten

Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara” dibuat sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Erni Jumilawaty, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Arlen H. J., M.Si

selaku pembimbing II serta Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si dan Bapak T. Alief Aththorick, S.Si, M.Si selaku anggota penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan serta saran kepada penulis dalam penyusunan hasil penelitian ini.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan hasil penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran serta masukan yang membangun untuk menyempurnakan penulisan hasil penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Maret 2014


(12)

Keanekaragaman Burung Pantai Dan Penyebaran Makanan Di Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi

Sumatera Utara

ABSTRAK

Pantai Muara Indah merupakan salah satu pantai yang telah ditetapkan sebagai daerah penting bagi burung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2013 di Pantai Muara Indah Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dan selanjutnya pada bulan Oktober - November 2013 dilakukan pengukuran biomassa di Laboratorium Kimia Dasar LIDA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis burung pantai, jenis makanan burung pantai dan biomassa makrozoobenthos di Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan pada pengambilan data burung adalah metode purposive dan metode concentration count didapatkan 19 jenis burung pantai (2 famili: Charadriidae dan Scolopacidae). Pada pengambilan makrozoobenthos menggunakan metode pipa paralon didapatkan 25 jenis yang diduga sebagai makanan burung pantai (Bivalvia, Crustacea, Echinoidea, Gastropoda, Phascolosomatidea dan Polychaeta). Penyebaran makrozoobenthos yang diambil sampai kedalaman 30cm dan dibagi menjadi 6 strata (5cm, 10cm, 15cm, 20cm, 25cm dan 30cm), makrozoobenthos yang paling banyak ditemukan pada kedalaman 10 dan 15cm. Penghitungan biomassa makrozoobenthos bertujuan untuk mengetahui kalkulasi kerapatan rata-rata, penyebaran dan kepentingan jenis makanan burung pantai. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai biomassa tertinggi 92,48 gram/m-3 dari jenis Tellina timorensis.


(13)

Shorebirds Diversity and Potential Food At Muara Indah Beach Pantai Labu district, Deli Serdang regency of North Sumatra Province

ABSTRACT

Muara Indah Beach is one of the beaches that have been established as an important area for birds. The study was conducted in February - March 2013 in Muara Indah Beach, Denai Kuala village, Pantai Labu district, Deli Serdang Regency of North Sumatra province and continued in October - November 2013 was performed biomass measurements in the Laboratory of Basic Chemical LIDA. This study aimed to determine the types of shorebirds, waterbirds foods and biomass macrozoobenthic at Muara Indah Beach Pantai Labu District Deli Serdang Regency of North Sumatera province. Research methods used in compiling data on birds was purposive method and the method count concentration obtained 19 types of shorebirds (2 families: Charadriidae and Scolopacidae). At the intake pipe paralon macrozoobenthic using methods that allegedly recovered 25 of the food shorebirds (Bivalves, Crustacea, Echinoidea, Gastropoda, Polychaeta and Phascolosomatidea). Distribution macrozoobenthic was taken to a depth of 30cm and is divided into six strata (5, 10, 15, 20, 25 and 30cm), the most widely macrozoobenthic found at depths of 10 and 15cm. Macrozoobenthic biomass calculations aimed to determine the average density calculation, dissemination and importance of shorebirds food. Based on the calculation result obtained the highest biomass from Tellina timorensis of 92,48 gram/m-3.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Burung air merupakan vertebrata dominan di pesisir Pantai Timur Deli Serdang yang jumlahnya sangat bervariasi setiap musim. Kekayaan dan keanekaragaman burung pantai meningkat pada saat musim migrasi. Burung air dibagi menjadi empat kelompok, yaitu 1). Wading bird merupakan burung air yang berukuran besar dengan kaki panjang, memperoleh makanan di atas permukaan air atau di dalam air dengan cara berjalan menggunakan kaki dan paruh yang panjang (family Ardeidae, Ciconiidae dan Threskiornithidae). 2). Shorebird, yaitu kelompok burung air yang berukuran kecil memperoleh makanan di atas permukaan air di pantai atau tanah yang lembab (Scolopacidae, Charadriidae, Rostratulidae dan Recurvirostridae). 3) Waterfowl, yaitu burung air yang memperoleh makanan dengan berenang di perairan tawar (Anatidae dan Rallidae). 4) Seabird, yaitu burung air yang memperoleh makanan dengan cara terbang, berenang dan menyelam di dalam air (Sternidae dan Phalacrocoracidae) (Faaborg, 1988).

Dalam bahasa Inggris burung pantai sering disebut sebagai “shorebirds”

atau “waders”. Secara umum, burung pantai dapat diartikan sebagai kelompok burung air yang bergantung kepada kawasan pantai sebagai tempat burung pantai mencari makan dan berbiak. Meskipun banyak diantara burung pantai yang berbiak jauh di daerah daratan yang bukan merupakan daerah pantai atau lahan basah, akan tetapi burung pantai sangat bergantung kepada kawasan pantai karena digunakan sebagai kawasan perantara dalam perilaku migrasi burung pantai (Howes et al., 2003).

Lahan basah merupakan habitat penting bagi burung air untuk mencari makan, bersarang dan membesarkan anak, tempat berlindung dan melakukan interaksi sosial (Alikodra, 2002). Sumatera Utara diketahui sebagai salah satu daerah penting bagi burung air dalam hal menyediakan habitat yang mendukung kehidupan burung pantai, termasuk bagi burung pantai pendatang (migran).


(15)

Luas daerah penting burung air di Sumatera Utara berkisar 807.225 ha, dimana terdiri dari 5 lokasi yang digunakan sebagai daerah penting burung (DPB) (Holmes & Rombang, 2001). Sebagian besar wilayah ini ditumbuhi oleh mangrove, dan hamparan lumpur yang sangat potensial untuk mendukung sejumlah besar burung pantai yang bermigrasi. Untuk kelompok jenis burung pantai migran (khususnya Charadriidae dan Scolopacidae), akar mangrove merupakan tempat istirahat yang baik selama air pasang dalam musim pengembaraannya. Sedangkan hamparan lumpur merupakan habitat yang sangat sesuai untuk mencari mangsa karena hamparan lumpur merupakan habitat dari benthos yang menjadi sumber makanan bagi burung pantai migran (Howes et al., 2003).

Benthos merupakan organisme air yang mendiami bagian dasar perairan dan tinggal di dalam sedimen dasar perairan (Odum, 1971). Makrozoobenthos yang sering dijadikan makanan burung pantai diantaranya berasal dari kelompok Bivalvia, Gastropoda, Crustacea, Polychaeta dan Pisces. Penyebaran burung pantai sangat dipengaruhi oleh keberadaan makrozoobenthos yang ada pada lokasi tersebut. Selain itu perbedaan morfologi antar spesies burung pantai sangat berpengaruh terhadap sebaran dan cara mencari makan burung pantai pada lahan basah (Howes et al., 2003).

Pesisir Timur pantai Sumatera Utara merupakan salah satu daerah penting burung yang berada di Sumatera yang digunakan burung migrant sebagai tempat istirahat dan mencari makan (Holmes & Rombang, 2001). Wilayah ini mendukung keberadaan burung pantai karena selain memiliki ketersediaan makanan yang berlimpah juga memiliki tipe pasang surut campuran. Waktu pasang surut yang lama dan panjang sangat menentukan ketersediaan ruang dan waktu yang cukup bagi burung pantai untuk mencari makan. Pada umumnya burung migrant banyak ditemukan pada bulan September sampai Maret bertepatan dengan musim hujan (Jumilawaty, 2012).

Pantai Muara Indah merupakan salah satu Pesisir Pantai Timur yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang. Pantai Muara Indah merupakan salah satu tempat burung pantai mencari makan karena memiliki ketersediaan makanan yang melimpah. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang “Keanekaragaman Burung


(16)

Pantai Dan Penyebaran Makanan Di Pantai Muara Indah, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara”.

1.2 Permasalahan

Pantai Muara Indah sebagai bagian dari kawasan Pantai Timur banyak mengalami gangguan diantaranya, kawasan pariwisata, pertambakan, dan perkebunan. Aktivitas tersebut menyebabkan penurunan kualitas habitat, berkurangnya makanan burung pantai, mempersempit atau bahkan menyebabkan hilangnya lokasi mencari makan burung pantai. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan dan ketersediaan makanan bagi burung pantai. Berkaitan dengan

keadaan tersebut belum diketahui bagaimanakah “Keanekaragaman Burung Pantai

Dan Penyebaran Makanan Di Pantai Muara Indah, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara”.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui jenis dan keanekaragaman burung pantai yang terdapat di Pantai Muara Indah

b. Mengetahui jenis dan penyebaran makanan burung pantai yang terdapat di Pantai Muara Indah

c. Mengetahui biomassa makrozoobenthos yang terdapat di Pantai Muara Indah

1.4 Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi awal mengenai penyebaran jenis makanan dari burung pantai di Kawasan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

b. Memberikan informasi tentang jenis dan keanekaragaman makanan burung pantai di Kawasan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

c. Memberikan manfaat bagi nilai pendidikan dan pengetahuan mengenai lingkungan sekitar.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Burung Pantai

Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Fillum : Chordata

Kelas : Aves

Ordo : Charadriformes

Famili : Jacanidae, Rostratulidae, Haematopodidae, Charadriidae, Scolopacidae, Recurvirostridae, Phalaropodidae, Burhinidae, Glareolidae, Stercoriidae dan Laridae

2.2 Morfologi Burung Pantai

Burung pantai merupakan sekelompok burung air yang hidupnya tergantung pada kawasan pantai (Eldridge 1992). Meskipun banyak di antara jenis burung ini berbiak jauh di daerah daratan yang bukan lahan basah ataupun pantai, tapi mereka sangat tergantung pada kawasan pantai yang digunakan sebagai tempat perantara dalam melakukan migrasi (Howes et al. 2003).

Beberapa kelompok burung pantai memiliki ukuran tubuh dari mulai yang terkecil, yaitu jenis Calidris minutilla dengan panjang tubuh sekitar 11 cm. Burung pantai yang terbesar adalah Gajahan timur (Numenius madagascariensis) dengan panjang tubuh 63 cm Mackinnon et al. (2000). Selain itu, kelompok burung ini umumnya memiliki kaki yang panjang, bentuk tubuh dan paruh disesuaikan dengan keperluannya untuk mencari makan (Howes et al. 2003).

Burung pantai tergolong kedalam 2 suku besar, yaitu Charadriidaedan

Scolopacidae. Karakteristik suku Charadriidae memiliki paruh lurus yang mengalami penebalan pada bagian ujungnya, tungkai panjang dan kuat, kebanyakan tidak memiliki kaki belakang, sayap agak panjang, ekor pendek, kebanyakan berpola warna coklat, hitam, putih. Famili Scolopacidae memiliki ciri


(18)

seperti kaki panjang, sayap meruncing panjang, dan paruh ramping memanjang (MacKinnon et al. 1998).

2.3 Habitat

Habitat secara sederhana dapat dikatakan tempat dimana satwa liar itu berada. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi satu jenis belum tentu sesuai bagi jenis lain, karena setiap jenis menghendaki kondisi habitat yang berbeda, demikian juga halnya dengan habitat burung air (Alikodra, 2002).

Berdasarkan tipe habitatnya burung air dikelompokkan menjadi tiga, yaitu burung rawa, burung laut dan burung pantai. Burung rawa secara ekologis bergantung pada perairan rawa untuk mencari makan dan berbiak, burung laut secara ekologis bergantung pada laut lepas untuk mencari makan dan burung pantai secara ekologis bergantung pada pantai untuk mencari makan dan atau berbiak (Howes et al. 2003).

Burung pantai dalam kehidupannya banyak bergantung kepada keberadaan lahan basah. Burung pantai menjadikan lahan basah, serta tegakan tumbuhan yang ada di atasnya sebagai tempat untuk mencari makan dan beristirahat. Lahan basah di Indonesia yang menjadi habitat penting bagi burung pantai, baik untuk mencari makan maupun untuk beristirahat selama periode migrasi adalah mangrove, hamparan lumpur, pantai berpasir, muara sungai, laguna, rawa rumput, savanna, rawa herba, danau dan lahan basah buatan lainnya (Howes et al. 2003). Selain itu, Menurut Burger et al. (1997) burung pantai lebih banyak terkonsentrasi pada daerah hamparan lumpur yang terkena pasang surut air laut jika dibandingkan dengan daerah pantai terbuka dan daerah rawa baik yang dipengaruhi pasang surut maupun tidak.

Kondisi lingkungan dan sumber makanan merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup dan reproduksi burung pantai di tempat persinggahan. Feeding ground burung pantai adalah suatu tempat yang digunakan oleh burung pantai untuk mencari makan dengan ketersediaan makanan yang berlimpah, dan ketersediaan tempat mencari makan merupakan faktor yang menentukan keberadaan burung pantai di suatu wilayah. Selain ketersediaan makan, menurut


(19)

Mustari (1992) faktor lain yang menentukan keberadaan burung pantai tersebut adalah ketersediaan tempat untuk istirahat, bermain, kawin, bersarang, bertengger serta berlindung.

2.4 Keanekaragaman Burung Pantai

Konsep keanekaragaman secara umum dapat dibagi ke dalam dua komponen kekayaan jenis (species richness), yaitu banyaknya jenis, dan kelimpahan (evenness), dan distribusi individu dalam tiap jenisnya. Kekayaan dan kelimpahan merupakan dua komponen mendasar dari keanekaragaman jenis. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu area dan kelimpahan individu didefinisikan sebagai jumlah individu spesies dalam suatu area (Krebs, 1978).

Secara taksonomis, sebagian besar burung pantai tergolong kedalam 2 suku besar, yaitu Charadriidae dan Scolopacidae. Sementara itu, beberapa jenis lainnya termasuk kedalam suku lain yang memiliki jumlah jenis yang lebih sedikit, yaitu Jacanidae, Rostratulidae, Haematopodidae, Recurvirostridae, Burhinidae, Glareolidae dan Phalaropidae (Howes et al. 2003). Sedangkan menurut Sukmantoro et al. (2007) burung pantai yang ada di Indonesia terdiri dari 9 suku, yaitu suku Jacanidae, Rostratulidae, Haematopidae, Charadriidae, Scolopacidae, Recurvirostridae, Phalaropodidae, dan Glareolidae. Sejauh ini, di seluruh dunia telah teridentifikasi paling tidak sebanyak 214 jenis burung pantai, dimana 65 jenis diantaranya telah tercatat di Indonesia. Dari jumlah tersebut, terdapat jenis burung pantai yang berbiak di lahan basah Indonesia (penetap/

resident), diantaranya adalah Cerek Jawa Charadrius javanicus (Howes et al. 2003).

1. Famili Charadriidae

Suku Charadriidae memiliki anggota jenis yang cukup banyak. Umumnya mereka memiliki bentuk tubuh yang kukuh dan leher yang menebal. Paruh umumnya pendek dan tebal, serta mata besar (Gambar 1) yang diperlukan untuk kegiatan memburu mangsanya. Cara berburu mangsa umumnya mengikuti pola berhenti – melihat – lari – ambil. Famili ini terdapat sekitar 16 jenis di Indonesia (Howes et al. 2003).


(20)

Gambar 1. Burung Pantai Famili Charadriidae

2. Famili Scolopacidae

Suku ini memiliki jenis-jenis yang paling beraneka dalam kelompok burung pantai. Sebagian besar dari burung ini dicirikan dari bentuk paruhnya yang tipis, lurus atau beberapa diantaranya melengkung (Gambar 2), serta memiliki kebiasaan makan yang khas. Pada umumnya burung pantai ini merupakan petualang/ migran jarak jauh, berbiak di Utara dan kemudian bermigrasi ke Selatan selama musim tidak berbiak. Jenis burung pantai ini terdapat sebanyak 39 jenis di Indonesia (Howes et al. 2003).


(21)

2.5 Migrasi Burung Pantai

Kelompok burung air migran adalah kelompok burung air yang menghabiskan sebagian hidupnya di Indonesia pada waktu tertentu saja, yaitu pada musim tidak berbiak, dimana biasanya individu yang bermigrasi tersebut menghindari perubahan kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiaknya (Howes et al, 2003). Hewan melakukan migrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kepadatan populasi dan faktor kondisi fisik lingkungan, seperti adanya perubahan suhu dan persediaan sumber makanan (Hasudungan, 2005).

Burung pantai setiap tahunnya melakukan perjalanan migrasi dari belahan bumi Utara menuju ke belahan bumi Selatan. Burung pantai melakukan migrasi sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiaknya sehingga menyebabkan berkurangnya pasokan makanan. Perjalanan migrasi burung pantai ke belahan bumi Selatan dilakukan sebagai upaya menghindari perubahan alam (cuaca) yang ekstrim dan memenuhi kebutuhan makanan untuk keberlangsungan hidupnya (Howes et al, 2003).

Jenis migrasi hewan secara umum dibedakan berdasarkan lokasi dan waktunya. Berdasarkan lokasinya, migrasi burung pantai terdiri atas 2 migrasi yaitu:

1) Jenis migrasi arah (latitudinal migration), yaitu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, dimana ketinggian lokasi asal dan lokasi tujuan tidak menjadi faktor utama. Jenis migrasi arah biasanya dilakukan antara dua tempat berjauhan dan memiliki perbedaan kondisi alam yang ektstrim.

2) Jenis migrasi ketinggian (altitudinal migration), yaitu perpindahan antara dua lokasi yang memiliki ketinggian diatas permukaan laut yang cukup berbeda. Biasanya migrasi jenis ini dilakukan pada lokasi yang tidak berjauhan dengan tujuan untuk menghindari tekanan alam yang datang sewaktu-waktu.

Kemudian, berdasarkan waktunya migrasi dibagi atas 3 yaitu:

1) Jenis migrasi balik (return migration), yaitu perpindahan yang dilakukan ke suatu tujuan tertentu dan kemudian kembali lagi ke lokasi asal secara teratur.


(22)

2) Migrasi balik tunda (re-migration), yaitu perjalanan ke suatu tujuan tertentu yang dilakukan oleh suatu generasi mahluk hidup, dan kemudian kembali ke lokasi asal dilakukan oleh generasi berikutnya, dan demikian seterusnya.

3) Migrasi searah (removal migration), yaitu perjalanan yang dilakukan ke suatu tujuan dan tidak bermaksud untuk kembali lagi secara tetap ke lokasi asal. (Howes et al, 2003).

2.6 Penyebaran Migrasi

Dalam melakukan migrasi burung pantai biasanya memiliki pola penyebaran individu dalam populasi. Menurut Odum (1971) penyebaran individu dalam populasi dapat menyebar dengan tiga macam pola penyebaran sebagai berikut : 1) Acak (random), terjadi jika lingkungan sangat seragam dan tidak ada

kecenderungan untuk berkelompok.

2) Teratur (uniform), terjadi karena kompetisi antar individu yang sangat ketat, sehingga burung memiliki kecenderungan untuk mempertahankan jarak yang sama dengan individu saingannya.

3) Berkelompok (clumped), individu ditemukan dalam kelompok, akan tetapi secara keseluruhan pengelompokan ini menyebar secara acak.

Rute migrasi burung pantai dikelompokkan ke dalam suatu kelompok rute yang disebut Flyway (jalur terbang). Jalur terbang di Asia dikenal ada dua jalur terbang utama yaitu jalur terbang bagian Timur Asia-Australia dan jalur terbang Indo-Asia.Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi rute migrasi burung pantai dan termasuk kedalam jalur terbang bagian Timur Asia-Australia (Hasudungan, 2005). Burung pantai yang bermigrasi ke Indonesia biasanya mulai datang pada bulan September sampai dengan Maret dan waktu kembali lagi ke lokasi berbiak pada bulan Maret sampai bulan April, Siklus migrasi seperti terlihat pada Gambar 3.


(23)

Gambar 3. Siklus Migrasi Burung Pantai (Sumber: Howes et al. 2003)

Penyebaran burung erat kaitannya dengan ketersediaan makanan, sehingga habitat burung berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya. Morfologi (paruh, kaki dan leher) sangat mempengaruhi dalam perilaku mencari makan dan keberhasilan memperoleh makan (Howes et al. 2003). Siklus pasang surut pada garis pantai dan hamparan lumpur akan mempengaruhi ketersediaan ruang untuk mencari makan dan ketersediaan mangsa.

2.7 Makanan Burung Pantai

Makanan merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup karena semua makhluk hidup memerlukan makanan untuk melangsungkan hidupnya. Burung pantai memanfaatkan suatu lokasi lahan basah yang terdapat pakan untuk memenuhi kebutuhannya. Di wilayah Asia terdapat 5 kelompok organisme makanan burung pantai secara umum, yaitu Bivalvia, Gastropoda, Crustacea, Polychaetadan Pisces (Howes et al., 2003).

Menurut Marques et al., (1999) burung pantai banyak memakan cacing laut (Nereis diversicoslor) yang terdapat di sekitar muara. Hal serupa juga dinyatakan Howes et al., (2003) bahwa mangsa paling penting bagi burung pantai adalah cacing dari kelas Polychaeta yang biasa hidup pada sedimen laut yang lembut. Mangsa burung pantai yang berada dalam lumpur berupa kepiting, kerang dan ikan sedangkan mangsa yang dikejar berupa serangga dan reptil kecil (Neithammer, 1972).


(24)

Faktor lingkungan seperti salinitas dan substrat akan mempengaruhi penyebaran makrozoobenthos yang berpengaruh terhadap kelimpahan dan kekayaan burung pantai. Kelimpahan dan ketersediaan makrozoobenthos merupakan hal yang sangat penting bagi burung pantai sebagai sumber energi selama musim migrasi (Placyk & Harrington 2003).

Kehadiran mangsa juga dapat disebabkan karena adanya perbedaan ukuran tubuh mangsa. Sebagai contoh, kepiting yang berukuran lebihbesar akan lebih sulit untuk ditangkap burung karena menggali tanah lebihdalam, sementara yang berukuran lebih kecil akan lebih mudah ditangkap karena masih dalam jangkauan paruh burung (Howes et al, 2003).

2.8 Perilaku Makan

Perilaku makan merupakan penampakan tingkah laku dalam kaitannya dengan aktivitas makan. Berdasarkan terminologi, perilaku makan terdiri dari serangkaian aktivitas makan yang dimulai dari mencari makan, menangani makanan sampai dengan memakannya. Perilaku makan pada suatu organisme mencakup semua proses konsumsi bahan makanan yang bermanfaat dalam bentuk padat atau cair (Tanudimadja & Kusumanihardja, 1985).

Burung pantai sering mencari makan di daerah pasang surut, hal tersebut menjadi pembatas bagi burung pantai dalam mencari makan (Howes et al. 2003). Faktor pembatas lainnya diantaranya adalah keberadaan makanan yang sangat dipengaruhi oleh faktor alam. Dengan demikian, setiap jenis burung pantai harus memiliki strategi makan yang efisien sehingga burung pantai dapat memperoleh makanan yang cukup dalam waktu yang singkat. Selain itu, spesialisasi pada tiap jenis burung pantai mempengaruhi dalam mencari makan, seperti morfologi burung pantai yang berbeda-beda. Perbedaan morfologi tersebut secara jelas dapat dilihat dari bentuk tubuh, panjang paruh, ukuran mata dan panjang kaki (Jamaksari, 2011).

Perilaku makan merupakan kegiatan aktif untuk mencari makan. Ada 3 cara burung pantai untuk mencari makan yaitu dengan cara peck (pergerakan paruh yang ditunjukkan untuk mengambil makanan dari permukaan substrat),jab (pergerakan hampir setengah panjang paruh terbenam ke dalam substrat) dan


(25)

probe (pergerakan lebih dari setengah panjang paruh dibenamkan ke dalam substrat).

1) Famili Charadriidae

Sebagian besar famili Charadriidae memiliki mata besar, makan sambil berdiri

tegak dan “clingak-clinguk” melihat-lihat mangsanya. Ketika mereka melihat mangsanya di permukaan tanah, maka mereka akan segera berlari dan kemudian merunduk untuk mematuk mangsanya (Gambar 4).

Gambar 4. Perilaku Makan Famili Charadriidae

(Sumber: Howes et al, 2003)

2) Famili Scolopacidae

Pada umumnya famili Scolopacidae memiliki mata kecil dan mencari makan dengan cara menusukan paruh mereka kedalam sedimen yang lembut. Kadang-kadang mereka menusuk-nusukan paruhnya terus menerus di suatu lokasi tertentu, tetapi sering juga berjalan, menusuk-nusukan paruh dan kemudian berjalan lagi. Beberapa diantara mereka menusukan paruhnya dalam-dalam, ada pula yang dangkal saja. Ada yang menusuk secara vertikal (Gambar 5), sementara yang lainnya memiliki kemiringan yang lebih kecil.

Gambar 5. Perilaku Makan Famili Scolopacidae


(26)

3) Jenis Pembalik batu Arenaria interpres, sesuai dengan namanya, mencari makan dengan cara membalikan batu atau serasah yang diduga sebagai tempat persembunyian mangsanya (Howes et al, 2003).


(27)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan November 2013 di Pantai Muara Indah, Desa Denai Kuala, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, teropong binokuler Bushnell 12 x 50 dan monokuler Bushnell 15-60 x 60 mm, alat tulis, buku panduan lapangan burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Macckinnon at al. 1998), buku identifikasi Siput dan Kerang Indonesia (Dharma, 1988), GPS (Global Positioning System) Garmin 60 CSx, termometer, refraktometer, erlenmeyer, hygrometer, spektrofotometer, pH meter, kamera Canon PowerShot SX40 HS, botol terang dan gelap, pipa paralon, ayakan 1 mm, tanur, ember, kantung plastik, yang digunakan untuk menyimpan sampel tanah/lumpur serta botol koleksi. Bahan yang digunakan yaitu, alkohol 70%, aquades, ascorbicacid, brucine sulfat sulfanic acid, reagen amstrong.

3.3 Deskripsi Area

Pantai Muara Indah merupakan hamparan lumpur berpasir dengan kedalaman lumpur sekitar 10 – 40 cm. Secara geografis Pantai Muara Indah terletak pada 030 40’ 44,5” N dan 0980 56’ 48,6” E. Tipe lahan basah yang terdapat di sekitar lokasi pengamatan, yaitu areal tambak dan rawa. Pantai ini terdapat hamparan lumpur yang luas, dan terdapat aktivitas pariwisata, pertambakan, perkebunan serta aktivitas (Gambar 6). Vegetasi dominan terdiri dari jenis Avicennia spp. dan Rhizophora spp.


(28)

Gambar 6. Lokasi Penelitian

3.4 Metoda Penelitian

3.4.1 Pengamatan dan Identifikasi Burung Pantai

Pengambilan data burung dilakukan dengan mengidentifikasi jenis dan menghitung jumlah burung. Penentuan lokasi penelitian dengan menggunakan Metode Purposive, yaitu penentuan lokasi dengan memilih lokasi tempat burung pantai berada dan lokasi tersebut dapat mewakili atau mendekati kebenaran dengan keadaan secara keseluruhan (Fachrul, 2007). Sedangkan untuk pengamatan keberadaan jenis burung pantai dengan menggunakan metode Concentration Count. Metode ini mengamati burung pada suatu lokasi dan waktu tertentu berdasarkan kelompok makan pada lokasi tempat burung air berkumpul mencari makan (Bibby et al., 2000). Pengamatan disesuaikan dengan waktu pasang surut. Kemudian diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan lapangan burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Mackinnon et al. 1998).

Metode perhitungan jumlah burung dengan menggunakan metode blok. Perhitungan dengan cara ini dapat dilakukan pada kelompok burung yang sedang terbang atau hinggap di daerah terbuka dalam jumlah yang cukup besar. Pada metode ini, pengamat menghitung burung dengan cara melakukan perkiraan terhadap jumlah individu yang diamati berdasarkan jumlah blok yang ada dalam


(29)

suatu kelompok. Satu blok terdiri dari 10 atau 20 jumlah individu. Pengamat kemudian menghitung ada berapa blok dalam kelompok tersebut. Total perkiraan jumlah individu adalah jumlah blok dalam suatu kelompok dikalikan dengan jumlah individu dalam suatu blok ditambah beberapa individu yang tersisa, yang dianggap tidak termasuk dalam blok yang ada (Howes et al., 2003). Contoh perhitungan dengan metode blok dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7. Contoh Perhitungan Jumlah Burung dengan Metode Blok

Data burung pantai diambil pada bulan Februari-April 2013. Pengambilan data dilakukan pada minggu pertama dan ketiga, dalam 1 minggu pengamatan dilakukan selam tiga hari berurut-turut.

3.4.2 Pengambilan Makrozoobenthos

Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan menggunakan pipa paralon (Swennen & Marteijjen 1985 dalam Howes et al., 2003) dan di identifikasi dengan menggunakan buku Siput dan Kerang Indonesia (Dharma, 2005). Penggunaan pipa paralon bertujuan untuk mengambil sampel yang berada dalam substrat. Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada lokasi/ tempat burung pantai mencari makan, dan juga pada lokasi yang tidak digunakan oleh burung.

Pengambilan makrozoobenthos menggunakan pipa paralon melalui beberapa tahapan yaitu:


(30)

1) Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada lokasi/ tempat burung pantai mencari makan, dan juga pada lokasi yang tidak digunakan oleh burung. Pengambilan dilakukan pada 3 lokasi, 2 lokasi yang digunakan oleh burung dan 1 lokasi yang tidak digunakan oleh burung. Masing-masing lokasi berukuran 100m x 100m dan dalam 1 lokasi diambil sebanyak 5 titik. Setiap 1 titik diambil sampai kedalaman 30cm dan dibagi menjadi 6 strata (5cm, 10cm, 15cm, 20cm, 25cm dan 30cm),

2) Sedimen yang diambil dicampur dengan air.

3) Selanjutnya, diayak dengan menggunakan ayakan yang berukuran 1 mm, hal ini bertujuan agar makrozoobenthos yang ukurannya lebih dari 1 mm dapat disaring dan tertinggal dalam ayakan.

4) Kemudian, makrozoobenthos yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik yang telah berisi alkohol 70% dan diidentifikasi di laboratorium Sistematika Hewan.

3.4.3 Pengukuran Biomassa

Pengukuran biomassa dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA, yang bertujuan untuk mengetahui kerapatan rata-rata makrozoobenthos, penyebaran serta kepentingan jenis makanan burung air (Howes et al, 2003). Khusus untuk kelas polychaeta tidak dilakukan pengukuran biomassa karena kelas ini telah luruh pada saat pengambilan sampel. Pengukuran biomassa dilakukan dengan cara berikut ini:

1) Makrozoobenthos yang telah di identifikasi dikelompokkan dan dihitung jumlah kemudian ditimbang berat basahnya dan disimpan dalam cawan petri yang teleh di beri label.

2) Sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC selama 2 hari untuk mendapatkan berat kering yang konstan dan selanjutnya di timbang beratnya. 3) Sampel dikering abukan dalam tanur dengan suhu 900oC selama 4 jam.

Selanjutnya dihitung berat bersih dengan demikian akan diketahui secara pasti kalkulasi kerapatan rata-rata, penyebaran dan kepentingan jenis makanan burung pantai.


(31)

3.4.4 Pengukuran Parameter Fisika-Kimia

Faktor fisika-kimia yang di ukur adalah suhu, kecerahan, salinitas, pH, kadar organik dan tekstur tanah. Pengukuran suhu, kecerahan, salinitas dan pH dilakukan di lokasi penelitian. Alat dan metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1di bawah ini.

Tabel 1. Pengukuran Faktor Fisika-Kimia

No. Variabel Satuan Alat/ Metode

A. Faktor fisik

1. Suhu oC Termometer

2. Kecerahan Cm Secchi disk

B. Faktor Kimia

3. Salinitas 0/00 Refraktometer

4. pH - pH meter

3.4.5 Tekstur Tanah

Pengukuran tekstur tanah dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Prosedur pengukuran tekstur tanah dapat dilihat pada Gambar 8 dan Lampiran A. Tekstur sedimen yang telah diukur dikelompokkan menjadi beberapa kelas berdasarkan komposisi pasir, debu dan liat. Selanjutnya sedimen tersebut dianalisis menggunakan software segitiga tekstur tanah dengan macromedia flash player 7 (Copyright: Mahbub, ps ilmu

tanah Universitas Lampung (’06)).

Gambar 8. Segitiga untuk mengetahui tekstur sedimen


(32)

3.4.6 Pengukuran Kadar Organik

Pengukuran kadar organik yang diambil dari lokasi penelitian akan diuji di Laboratorium Pusat Penelitian, Universitas Sumatera Utara. Prosedur pengukuran kadar organik dapat dilihat pada Lampiran B.

3.5 Analisis Data 3.5.1 Burung Pantai

1. Indeks Keanekaragaman Jenis

Berdasarkan jumlah individu burung air yang didapatkan ditentukan indeks keanekaragaman jenis burung pada tiap lokasi digunakan Indeks Shannon (Magurran, 1988) yaitu:

dengan pi = ∑

dimana H’: merupakan nilai indeks diversitas Shannon

pi : merupakan proporsi kelimpahan spesies ke i atau ni/N ni : jumlah individu spesies ke i

2) Indeks Kemerataan Jenis (E)

Untuk menentukan indeks kemerataan jenis makrozoobentos digunakan Indeks Shannon (Magurran, 2004) yaitu:

dengan S = jumlah spesies

3.5.2 Makrozoobentos

1) Indeks Keanekaragaman Jenis

Untuk menentukan indeks keanekaragaman makrozoobentos digunakan Indeks Shannon (Magurran, 1988) yaitu:

dengan pi = ∑


(33)

2) Indeks Kemerataan Jenis (E)

Untuk menentukan indeks kemerataan jenis makrozoobentos digunakan Indeks Shannon (Magurran, 2004) yaitu:

dengan S = jumlah spesies

3.5.3 Biomassa Makrozoobentos

Berat kering bebas abu dihitung menggunakan rumus (Howes et al., 2003): ADW (Ash-free Dry Weight) (gr) = berat X - berat Y

Dimana X = berat awal spesies 1,2 ... dst

Y = berat akhir spesies 1,1 ... dst setelah jadi abu

ADW total (gr.m2) = ∑ Dimana Bj = biomassa semua spesies LA = luas area (πr2 x n) N = jumlah pipa paralon


(34)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi dan Keanekaragaman Burung Pantai 4.1.1 Keanekaragaman burung pantai

Hasil penelitian yang dilakukan dari bulan Februari sampai April 2013 didapatkan 19 spesies burung pantai yang terdiri dari 2 famili, yaitu Charadriidae sebanyak 7 spesies dan Scolopacidae sebanyak 12 spesies. Ke 2 famili burung pantai ini merupakan burung pantai migran. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Jenis-jenis burung pantai yang didapatkan di pantai Muara Indah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara

No. Famili Nama Spesies Nama Indonesia

Status Feb Mar April

1. Charadriidae Charadrius

alexandrines Cerek tilil LC + - +

Charadrius mongolus

Cerek-pasir

Mongolia LC + + +

Charadrius

veredus Cerek asia LC + + +

Charadrius leschenaultia

Cerek-pasir

besar LC + + +

Charadrius dealbatus

Cerek muka

putih LC + - -

Pluvialis fulva Cerek kernyut LC + + +

Pluvialis

squatarola Cerek besar LC + - -

2. Scolopacidae Arenaria interpres Trinil

pembalik-batu LC + + -

Calidris alba Kedidi putih LC + + +

Calidris canutus Kedidi merah LC + - -

Calidris

ferruginea Kedidi golgol LC + - -

Calidris ruficollis Kedidi

leher-merah LC + - -

Limosa lapponica Biru-laut

ekor-blorok LC + - -

Numenius phaeopus

Gajahan

pengala LC + + +

Numenius arquata Gajahan besar NT + + -

Numenius

madagascariensis Gajahan timur VU + - -

Tringa cinereus Trinil bedaran LC + + +

Tringa hypoleucos Trinil pantai LC + + +

Tringa tetanus Trinil

kaki-merah LC + - -

Total 19 10 9

*Kategori status keterancaman mengacu kepada Redlist IUCN 2007 yang meliputi EX = Extinct; EW = Extinct in the Wild; CR = Critically Endangered; EN = Endangered; VU = Vulnerable; NT = Near Threatened; LC = Least Concern; DD = Data Deficient.


(35)

Pada Tabel 2 di atas terlihat bahwa pada pengamatan bulan Februari ditemukan sebanyak 19 jenis burung pantai. Sedangkan pada bulan Maret mengalami penurunan yang drastis, yaitu hanya ditemukan sebanyak 10 jenis dan penurunan juga terjadi pada bulan April dimana hanya ditemukan sebanyak 9 jenis burung pantai. Perbedaan jumlah spesies pada setiap bulannya diduga terjadi karena kebiasaan dari masing-masing jenis berbeda dalam melakukan perjalanan migrasinya. Hal ini dinyatakan juga oleh Arifin (2010), pada umumnya bulan September sampai November merupakan waktu perjalanan migrasi ke selatan (winter migration), sedangkan burung pantai migran akan kembali ke lokasi berbiak pada bulan April sampai Juni. Dalam perjalanannya bermigrasi, masing-masing jenis burung pantai migran mempunyai strategi yang berbeda.

Pada Tabel 2 juga terlihat status burung pantai di Pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara meliputi Least Concern, Vulnerable, dan Near Threatened, dimana 17 spesies berstatus Least Concern sedangkan 1 spesies berstatus Vulnerable yaitu Numenius madagascariensis dan 1 spesies berstatus Near Threatened yaitu Numenius arquata.

Menurut Sukmantoro et al. (2007), sebagian besar burung pantai tergolong kedalam 2 suku besar, yaitu Charadriidae dan Scolopacidae. Sementara itu, beberapa jenis lainnya termasuk kedalam suku lain yang memiliki jumlah jenis yang lebih sedikit, yaitu Jacanidae, Rostratulidae, Haematopodidae, Recurvirostridae, Burhinidae, Glareolidae dan Phalaropidae. Burung pantai di Indonesia terdiri dari 15 jenis burung pantai penetap dan 50 jenis burung pantai migran. Dimana dari 50 jenis burung pantai migran yang ada di Indonesia, hanya terdapat 19 jenis burung pantai migran di Pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Sedikitnya jumlah jenis burung pantai yang ditemukan pada Pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dapat disebabkan karena habitat atau lahan basah yang digunakan oleh burung pantai terganggu oleh aktivitas manusia, seperti adanya pembukaan lahan untuk perkebunan, dan pertambakan. Hal ini dinyatakan juga oleh Hasudungan (2005), ada kecenderungan penurunan jumlah burung pantai yang ditemukan baik dari jumlah jenis maupun jumlah individu. Hal ini, diduga berkaitan dengan penurunan


(36)

kualitas habitat akibat adanya konversi lahan karena pembukaan tambak, perkebunan, dll.

Kehadiran burung migran di Pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi oleh kondisi tempat burung migran mencari makan dan beristirahat. Hal ini juga dinyatakan oleh Howes et al. (2003), bahwa faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan pakan, tempat untuk istirahat, berbiak, bersarang, bertengger dan berlindung.

Arifin (2010) menyatakan bahwa burung pantai migran dilindungi secara Internasional, namun ada juga yang mendapat perlindungan secara khusus karena status keterancamannya. Pada penelitian di Pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara terdapat 1 spesies berstatus Vulnerable yaitu Numenius madagascariensis dan 1 spesies berstatus Near Threatened yaitu Numenius arquata.

4.1.2 Kehadiran Burung Pantai

Pada hasil penelitian yang telah dilakukan burung pantai dari famili Charadriidae dan Scolopacidae yang paling banyak ditemukan pada bulan Februari (446 ekor) dan terendah pada bulan April (101 ekor) (Gambar 9 dan Gambar 10).

Gambar 9. Jumlah individu dari Famili Charadriidae

0 50 100 150 200

Charadrius alexandrinus Charadrius mongolus Charadrius veredus Charadrius leschenaultii Charadrius dealbatus Pluvialis fulva Pluvialis squatarola Jumlah Individu N am a S p e si e s April Maret Februari


(37)

Gambar 10. Jumlah individu dari Famili Scolopacidae

Berdasarkan Gambar 9 dan Gambar 10 perbedaan jumlah individu pada famili Charadriidae dan famili Scolopacidae yang sangat signifikan terjadi pada pengamatan bulan Februari. Pada pengamatan bulan Februari curah hujan relatif rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya sehingga mendukung burung pantai untuk mencari makan di mudflat. Menurunnya jumlah burung pantai pada pengamatan bulan Maret dan April disebabkan burung pantai mulai kembali ke Negara asalnya karena waktu migrasi mulai habis. Jenis burung pantai yang ditemukan di Pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara sebanyak 19 jenis dengan jumlah 699 individu lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian Arifin (2010) di Pantai Cemara Jambi sebanyak 23 jenis dengan jumlah 3665 individu.

Berdasarkan penelitian Arbi (2008), kehadiran jenis burung pantai tertentu, pada umumnya disesuaikan dengan kesukaannya terhadap habitat. Meskipun tidak dapat dijadikan sebagai panduan utama, namun habitat dapat dijadikan sebagai panduan untuk membantu identifikasi terhadap jenis burung pantai tersebut. Menurut Boettcher (1995), pemilihan habitat oleh burung pantai migran ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, ketersediaan dan kemelimpahan pakan, kondisi cuaca, tipe substrat, pasang surut air laut, salinitas air laut, ketinggian genangan air, dan morfologi setiap jenis burung.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 Arenaria interpres Calidris alba Calidris canutus Calidris ferruginea Calidris ruficollis Limosa lapponica Numenius phaeopus Numenius arquata Numenius madagascariensis Tringa cinereus Tringa hypoleucos Tringa totanus Jumlah individu N am a S p e si e s April Maret Februari


(38)

Menurut Howes, et. al. (2003), keteraturan dan ketepatan waktu dalam merespon tekanan alam merupakan kunci sukses burung migran dalam melanjutkan hidupnya. Dari informasi tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa waktu terbaik untuk mengamati burung pantai migran adalah pada saat mereka memulai perjalanan menuju belahan bumi selatan (September – Maret) dan saat mereka kembali ke lokasi berbiak (Maret – April).

Berdasarkan hasil pengamatan, pada kondisi air mulai surut masing-masing jenis tampak semakin bertambah jumlah individunya tetapi tidak terjadi pada famili Charadriidae, jenis Calidris spp. dan Tringa spp. Jenis burung pantai ini pada saat pasang terlihat berkurang jumlah individunya. Arifin (2010) menyatakan bahwa hal ini kemungkinan karena jenis-jenis ini lebih menyukai daerah tergenang dengan arus yang lemah. Kondisi pasang tinggi memaksa jenis ini untuk mencari lokasi yang sesuai dengan kebiasaan mereka. Jenis-jenis ini terlihat terbang ke arah darat kemungkinan untuk mencari lahan basah di darat berupa tambak, sungai, rawa ataupun sawah yang berada tidak jauh dari Pantai Muara Indah.

Jamaksari (2011) menyatakan bahwa pasang surut air laut menjadi faktor pembatas bagi burung pantai dalam mencari makan. Pasang surut akan berpengaruh terhadap luasan areal mencari makan yang berakibat pada jumlah dan ketersediaan makanan.

4.3 Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) dan Indeks Kemerataan (E)

Burung Pantai

Indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan burung pantai pada bulan Februari, Maret dan April di pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah spesies (S), jumlah individu (N), indeks keanekaragaman

spesies (H’) dan indeks keanekaragaman (E) burung pantai

Februari Maret April

S 19 10 9

N 446 152 101

H’ 1,50 0,76 0,57

E 0,51 0,33 0,26

Berdasarkan Tabel 3dapat dilihat nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) burung pantai di pantai Muara Indah dengan nilai tertinggi terdapat pada bulan


(39)

Februari dengan nilai 1,50, kemudian bulan Maret dengan nilai 0,76 sedangkan

nilai H’ terendah terdapat pada bulan April dengan nilai 0,57. Dapat dilihat juga indeks kemerataan jenis tertinggi terdapat pada bulan Februari dengan nilai 0,51 dan indeks kesamaan jenis terendah terdapat pada bulan April dengan nilai 0,26. Keanekaragaman jenis burung pantai di Pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara relatif rendah, hal ini bisa jadi disebabkan oleh aktivitas masyarakat yang mengganggu lokasi makan bagi burung pantai.

Nilai H’ yang tinggi pada bulan Februari bisa jadi disebabkan oleh jenis

burung pantai yang mendominasi pada bulan tersebut. Jenis burung pantai yang mendominasi adalah Pluvialis fulva dan Numenius phaeopus, hal ini dapat dilihat dari jumlah individu dari kedua spesies ini sangat banyak dibandingkan dengan spesies yang lain. Faktor yang mempengaruhi rendahnya indeks keanekaragaman terkait dengan luas area. Luas area akan mempengaruhi sumber makanan yang menjadi faktor utama kehadiran spesies burung migran pada suatu lokasi.

Menurut Alikondra (2002), faktor yang mempengaruhi nilai H’ (Keanekaragaman) adalah kondisi lingkungan, jumlah jenis dan sebaran individu pada masing-masing jenis. Komunitas yang memiliki nilai indeks keanekaragaman tinggi memiliki hubungan komponen dalam komunitas yang kompleks. Namun menurut Widodo (1996), bila keadaan sebaliknya keadaan jenis komunitas sedang mengalami tekanan. Habitat yang kondisinya baik dan jauh dari gangguan manusia serta di dalamnya mengandung bermacam-macam sumber makanan, memungkinkan memiliki jenis burung yang banyak.

4.4 Faktor Fisik dan Kimia Perairan Pantai Muara Indah

Faktor fisik dan kimia pada suatu perairan mempengaruhi kehidupan dan kehadiran makrozoobentos sebagai sumber makanan burung pantai. Berikut ini merupakan tabel faktor fisik dan kimia diperairan pantai muara indah:


(40)

Tabel 4. Faktor fisik dan kimia di lokasi penelitian

No. Variabel Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

A. Faktor Fisik

1. Suhu (oC) 32 32 31

2. Kecerahan (Cm) 23 5 19

3. Tekstur tanah Pasir

berlempung

Pasir berlempung

Pasir berlempung

B. Faktor Kimia

4. Salinitas (0/00) 30 30 29

5. pH 7,2 7,3 7,3

6. Kadar organik (%)

2,344 2,536 2,152

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat faktor fisik dan kimia dari masing-masing stasiun dimana lokasi 1 dan lokasi 2 merupakan lokasi yang ditempati burung pantai sedangkan lokasi 3 merupakan lokasi yang tidak ditempati burung pantai. Terlihat faktor fisik dan kimia dari masing-masing stasiun tidak jauh berbeda, hal ini disebabkan oleh lokasi dari lokasi 3 yang terlalu dekat dengan tepi pantai sehingga stasiun ini banyak digunakan sebagai aktivitas masyarakat dan secara langsung menganggu lokasi mencari makan bagi burung pantai.

Perbedaan faktor fisik dan kimia diduga mempengaruhi kehidupan dan kehadiran makrozoobentos sebagai sumber makanan bagi burung pantai. Emiyarti (2004) menyatakan bahwa kecerahan merupakan jarak yang dapat ditembus cahaya atau intensitas penetrasi cahaya ke dalam kolom air. Semakin jauh jarak tembus cahaya matahari, semakin dalam daerah yang memungkinkan terjadinya fotosintesis. Menurut Hynes (1974), kecepatan arus akan menentukan tipe sedimen suatu perairan. Arus yang kuat mengakibatkan sedimen terdiri dari batu atau kerikil dan pasir, sedangkan arus yang lemah menunjukkan dasar berlumpur atau tanah-organik.

Menurut Kinne (1971), menyatakan bahwa suhu air yang berkisar antara 35-40oC merupakan suhu kritis bagi kehidupan makrozoobenthos dan dapat menyebabkan kematian. Salinitas menggambarkan padatan total terlarut di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodide telah digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksida. Menurut Odum (1971), air laut adalah sistem penyangga yang sangat luas dengan pH relatif stabil, yaitu berkisar antara 7,0 – 8,5.


(41)

4.5 Komposisi Makrozoobenthos di Pantai Muara Indah

Hasil penelitian yang dilakukan di Pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara didapatkan 25 spesies makrozoobenthos sebagai makanan dari burung pantai (Tabel 5).

Tabel 5. Komposisi makrozoobenthos sebagai makanan burung pantai

Kedalaman (Cm)

Kelas Jumlah Spesies Jumlah Individu

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

5

Bivalvia 3 7 3 3048 1193 113

Crustacea 1 - - 28 - -

Echinoidea 1 - - 85 - -

Gastropoda 1 1 2 57 28 113

Phascolosomatidea - - - -

Polychaeta 1 2 1 6212 114 28

10

Bivalvia 3 6 3 397 3594 341

Crustacea - 1 - - 113 -

Echinoidea 1 - - 285 - -

Gastropoda - 1 2 - 28 84

Phascolosomatidea - 1 - - 57 -

Polychaeta 2 1 - 5100 85 -

15

Bivalvia 5 7 3 510 480 738

Crustacea 3 1 1 169 284 28

Echinoidea 1 - - 513 - -

Gastropoda 1 - 1 28 - 28

Phascolosomatidea - - - -

Polychaeta 2 1 - 171 57 -

20

Bivalvia 4 4 4 539 423 283

Crustacea 1 1 2 85 256 85

Echinoidea 1 - - 285 - -

Gastropoda 1 - 1 28 - 28

Phascolosomatidea - - - -

Polychaeta - - - -

25

Bivalvia 6 5 3 482 509 653

Crustacea - 1 2 - 170 84

Echinoidea 1 - - 142 - -

Gastropoda - 1 2 - 28 85

Phascolosomatidea - - - -

Polychaeta - - 1 - - 114

30

Bivalvia 8 7 3 623 652 1308

Crustacea 2 1 - 226 57 -

Echinoidea 1 - - 313 - -

Gastropoda - 2 2 - 56 113

Phascolosomatidea - - - -

Polychaeta - - - -

Berdasarkan Tabel 5 didapatkan 6 kelas makrozoobenthos dimana bivalvia merupakan kelas yang mendominasi pada setiap kedalaman sedangkan kelas Phascolosomatidea hanya ditemukan pada kedalaman 10 cm. Tipe tekstur tanah pada pantai muara indah adalah pasir berlempung. Jenis Nereis sp., Mytella falcata, Tellina timorensis dan Corbula ovulata mendominasi dipasir berlempung. Emiyarti (2004) menyatakan bahwa karakteristik sedimen yang dapat berpengaruh


(42)

terhadap pengelompokan makrozoobenthos diantaranya adalah tipe atau fraksi substrat, bahan organik dan derajat keasaman (pH).

Menurut Howes et al. (2003), Jenis-jenis mangsa yang berbeda cenderung menempatihabitat yang berbeda serta memiliki relung yang berbeda pula didalam suatu lingkungan pasang surut. Kehadiran serta pergerakan mereka akan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan siklus pasang surut yang terjadi didaerah tersebut. Jenis-jenis organisme yang mencari makan dipermukaan akan melakukan seluruh aktivitas makannya pada saat airsedang surut, dan kemudian mengubur diri pada saat air sedang pasang naik.

Makrozoobenthos merupakan makanan bagi burung pantai, bila makanan yang tersedia pada suatu lokasi tidak mencukupi bagi burung pantai maka akan mengganggu migrasi burung pantai dan menyebabkan adanya kompetisi pada burung pantai. Hal ini juga dinyatakan oleh Goss-Custard (1980), bahwa berkurangnya suplai makanan akan mempengaruhi kemampuan hidup burung pantai, karena burung pantai yang mencari makan pada hamparan lumpur akan mengalami kompetisi intraspesifik dimana kompetisi ini akan terjadi dalam dua bentuk yaitu gangguan memperoleh makan dan kekurangan mangsa.

4.6 Hubungan Morfologi Burung Pantai dengan Makrozoobenthos sebagai mangsanya


(43)

Gambar 12. Hubungan famili Charadriidae dan Scolopacidae dengan mangsanya

Berdasarkan Gambar 11 menunjukkan hubungan Numenius phaeopus, Numenius arquata dan Numenius madagascariensis dengan mangsanya. Jenis dari genus Numenius merupakan jenis burung pantai yang paling potensial dalam mendapatkan mangsanya karena jenis dari genus ini memiliki paruh yang panjang dan melengkung kebawah sehingga memungkinkan untuk mengambil makanan pada kedalaman berkisar 5-25 cm. Dapat dinyatakan pula bahwa kelas Bivalvia, Crustacea, Echinoidea, Gastropoda dan Polychaeta yang ditemukan pada penelitian merupakan mangsa dari genus Numenius.

Berdasarkan Gambar 12 terlihat hubungan dari beberapa jenis burung pantai seperti Limosa sp., Charadrius sp., Pluvialis sp., Tringa sp., Calidris sp. dan Arenaria interpres dengan mangsanya. Burung pantai dari famili Charadriidae (Charadrius sp. dan Pluvialis sp.) memiliki paruh yang pendek, ujungnya tumpul dan tebal. Burung pantai dari famili ini mencari mangsanya pada kedalaman berkisar 0-5 cm. Sedangkan burung pantai dari famili Scolopacidae (Limosa sp., Tringa sp. dan Calidris sp.) memiliki paruh yang ramping dan panjang serta ada pula yang memiliki paruh pendek dan melengkung keatas seperti pada jenis Arenaria interpres. Burung pantai dari famili ini mengambil mangsanya pada kedalaman berkisar 0-15 cm, kecuali pada Arenaria interpres dimana jenis ini mengambil mangsanya dengan cara membalikkan batu.

Perbedaan morfologi pada burung pantai bertujuan untuk meminimalis kompetisi diantara burung pantai dalam mencari makan. Hal ini dinyatakan juga


(44)

oleh Howes et al. (2003), Kompetisi dalam mencari makan tersebut kemudian diatasi diantaranya dengan adanya spesialisasi pada masing-masing burung, dalam bentuk penampakan karakter morfologi, sehingga mereka dapat mencari makanpada strata tanah dan jenis makanan yang berbeda pada lokasi yang sama.

4.7 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (E)

Indeks keanekaragaman (H’) dan indeks kemerataan (E) makrozoobenthos pada lokasi 1, lokasi 2 dan lokasi 3 di Pantai Muara Indah Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara (Tabel 6).

Tabel 6. Indeks keanekaragaman (H’), Indeks kemerataan (E), Jumlah

spesies (S) dan Jumlah individu makrozoobentos (N)pada lokasi penelitian

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

H’ 2,40 3,44 2,91

E 0,61 0,87 0,81

S 18 18 13

N 19348 5471 4246

Berdasarkan Tabel 6dapat dilihat indeks keanekaragaman makrozoobenthos tertinggi terdapat pada lokasi 2 dengan nilai 3,44 dan indeks keanekaragaman makrozoobenthos terendah terdapat pada lokasi 1 dengan nilai 2,40. Dapat dilihat juga indeks kemerataan jenis tertinggi terdapat pada lokasi 2 dengan nilai 0,87 dan indeks kemerataan jenis terendah terdapat pada lokasi 1 dengan nilai 0,61. Indeks keanekaragaman dan kemerataan tertinggi terdapat pada lokasi 2, hal ini disebabkan karena faktor fisik maupun kimia pada lokasi 2 mendukung kehidupan dan kehadiran bagi makrozoobenthos di lokasi tersebut.

Emiyarti (2004) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman (H’) dan keseragaman jenis (E) makrozoobenthos sering digunakan untuk menduga kondisi suatu lingkungan berdasarkan komponen biologisnya. Dengan melihat besarnya nilai indeks tersebut dapat diduga tingkat kestabilan suatu lingkungan perairan. Kondisi lingkungan suatu perairan dikatakan masih baik (stabil) apabila diperoleh nilai kedua indeks tinggi. Jika hanya satu saja yang berlimpah, maka tingkat keragamannya rendah. Namun demikian telah diketahui bahwa kekayaan jenis dan diversitas bentos di daerah tropika adalah sangat bervariasi tergantung


(45)

pengaruh stress alami seperti adanya fluktuasi salinitas dan sedimentasi yang dilalui aliran sungai maupun adanya curah hujan tinggi.

Menurut Jing et al. (2007), ada keterkaitan antara keberadaan burung pantai dengan keberadaanmakrozoobenthos sebagai makanannya. Penyebaran burung pantai tersebut sangatdipengaruhi oleh keberadaan makrozoobenthos yang ada pada lokasi tersebut.

4.8 Biomassa Makrozoobenthos

Biomassa makrozoobenthos pada lokasi 1, lokasi 2 dan lokasi 3 menunjukkan nilai bervariasi mulai dari di Pantai Muara Indah Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara (Tabel 7).

Tabel 7. Biomassa (gram.m2) makrozoobentos pada setiap lokasi Kedalaman

(Cm)

Kelas Biomassa

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Bivalvia 171 25.94 2.13

Crustacea 0.47 - -

5 Echinoidea 7.55 - -

Gastropoda 5.22 0.99 12.54

Phascolosomatidea - - -

Polychaeta - - -

Bivalvia 37.95 22.7 12.25

Crustacea - 6.79 -

10 Echinoidea 60.55 - -

Gastropoda - 0.85 2.18

Phascolosomatidea - - -

Polychaeta - - -

Bivalvia 33.86 16.42 24.41

Crustacea 10.26 16.72 -

15 Echinoidea 49.49 - -

Gastropoda 0.38 1.19 0.43

Phascolosomatidea - - -

Polychaeta - - -

Bivalvia 31.05 8.26 7.97

Crustacea 4.7 20.61 -

20 Echinoidea 41.13 - -

Gastropoda 0.43 - 3.75

Phascolosomatidea - - -

Polychaeta - - -

Bivalvia 55.85 16.15 29.45

Crustacea - 5.89 0.43

25 Echinoidea 29.21 - -

Gastropoda - 5.27 4.85

Phascolosomatidea - - -

Polychaeta - - -

Bivalvia 22.46 40.36 55.66

Crustacea 2.61 2.37 -

30 Echinoidea 24.08 - -

Gastropoda 0.62 1.09 13.44

Phascolosomatidea - - -


(46)

Berdasarkan Tabel 7 didapatkan 6 kelas makrozoobenthos dimana biomassa tertinggi pada stasiun 1 (589.29 gram.m2) dan terendah ditemukan pada stasiun 3 (169.50 gram.m2). Biomassa tertinggi pada jenis Tellina timorensis (277.45 gram.m2) dan biomassa terendah pada jenis Liocarnicus depurator (0.28 gram.m2). Biomassa yang tinggi menggambarkan bahwa jenis tersebut merupakan sumber makanan yang potensial bagi burung pantai. Dari hasil penelitian juga dapat dilihat hubungan burung pantai dengan biomassa mangsanya dimana jenis Pluvialis fulva, Numenius phaeopus, Charadrius leschenaultii, Tringa cinereus dan Calidris alba merupakan 5 jenis burung pantai yang memiliki jumlah paling banyak pada saat pengamatan dilakukan. Hal ini menggambarkan bahwa kelima jenis burung pantai ini yang mendominasi kelompok burung pada saat mencari makan sehingga dapat disimpulkan Tellina timorensis yang memiliki biomassa tertinggi merupakan makanan yang pasti dimakan oleh kelima burung pantai tersebut.

Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa genus Numenius merupakan jenis burung pantai yang paling potensial dalam memperoleh makanan, karena panjang paruh yang dimiliki genus ini mampu mencapai kedalaman sekitar 0-25 cm sehingga jenis burung pantai ini memiliki mangsa yang cukup banyak. Jenis makrozoobenthos yang melimpah terdapat pada kedalaman 5 cm, hal ini menggambarkan bahwa semua jenis burung pantai yang didapatkan pada penelitian di Pantai Muara Indah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara memangsa jenis makrozoobenthos yang terdapat pada kedalaman 0-5 cm. Penyebaran makrozoobenthos yang paling banyak ditemukan pada kedalaman 10 dan 15 cm.

Perhitungan biomassa dilakukan untuk mengetahui potensi sumber makan yang tersedia bagi burung pantai serta mengetahui jenis makanan yang dijadikan mangsa oleh burung pantai. Menurut Howes et al. (2003), pengukuran biomassa dilakukan untuk mengkalkulasi kerapatan rata-rata dan penyebaran dari jenis-jenis mangsa burung pantai di suatu wilayah tertentu. Pengukuran biomassa juga memungkinkan untuk mengkalkulasi kepentingan jenis-jenis mangsa tertentu bagi burung pantai dibandingkan dengan lokasi yang lainnya.


(47)

Menurut De Boer (2002), Kepadatan makrozoobenthos merupakan sumber energi yang sangat penting bagi burung pantai. Kepadatan burung pantai sangat dipengaruhi oleh kelimpahan dan biomassa makrozoobenthos, substrat, kemampuan burung mendeteksi mangsa, predator, lama waktu pasang dan kehadiran manusia. Menurut hasil penelitian Jumilawaty (2012), menyatakan bahwa hasil analisis keanekaragaman dan pengukuran biomassa menunjukkan bahwa bivalvia merupakan sumber makanan yang penting bagi burung pantai.


(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di Pantai Muara Indah Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara yaitu:

1. Jenis burung pantai yang ditemukan di Pantai Muara Indah Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 19 spesies dengan jumlah 699 individu. Jenis burung pantai yang paling banyak ditemukan adalah Pluvialis fulva (189 ekor) dan Numenius phaeopus (218 ekor) sedangkan jenis burung pantai yang paling sedikit ditemukan adalah Charadrius dealbatus (1 ekor), Limosa lapponica (1 ekor) dan Numenius madagascariensis (1 ekor).

2. Komposisi makrozoobentos yang didapatkan di pantai muara indah berjumlah 25 spesies terdiri atas 6 kelas yaitu Bivalvia (10 spesies), Crustacea (6 spesies), Echinoidea (1 spesies), Gastropoda (5 spesies), Phascolosomatidea (1 spesies) dan Polychaeta (2 spesies). Penyebaran makanan burung pantai secara vertikal yang paling banyak ditemukan pada kedalaman 10 dan 15 cm.

3. Nilai biomassa makrozoobenthos tertinggi berasal dari jenis Tellina timorensis (277.45 gram.m2) dan biomassa terendah pada jenis Liocarnicus depurator (0.28 gram.m2) sedangkan pada masing-masing stasiun, biomassa tertinggi terdapat pada stasiun 1 (589,29 gram.m2) dan terendah pada stasiun 3 (169,50 gram.m2).

4. Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) burung pantai di pantai Muara Indah dengan nilai tertinggi terdapat pada bulan Februari dengan nilai 1,50

sedangkan nilai H’ terendah terdapat pada bulan April dengan nilai 0,57. Keanekaragaman jenis burung pantai di Pantai Muara Indah Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara relatif rendah.

5. Nilai indeks keanekaragaman makrozoobenthos (H’) berkisar antara 2,40 sampai 3,44 sementara indeks kemerataan (E) berkisar antara 0,61 sampai 0,87 hal ini menunjukkan indeks keanekaragaman di Pantai Muara Indah relatif sedang dan indeks kemerataan di Pantai Muara Indah tergolong tinggi karena


(49)

hampir mendekati 1. Sedangkan indeks kesamaan berkisar antara 0,41 sampai 0,45 hal ini menunjukkan bahwa masing-masing spesies makrozoobenthos tersebar secara merata pada setiap stasiun.

5.2 Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah adanya penelitian lebih lanjut mengenai makanan dari spesies burung pantai migran di Pantai Muara Indah Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dan melakukan penelitian untuk melihat perbandingan kehadiran burung pantai setelah pembangunan bandara Kuala Namu.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra H. S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

Arbi, U. Y. 2008. Burung Pantai Pemangsa Krustasea. Jurnal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 33(2): hal 1-7.

Arifin, M. 2010. Keragaman Burung Pantai Migran Pada Saat Pasang Dan Surut Di Pantai Cemara, Jambi. [Skripsi]. Jurusan Pendidikan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.Medan: USU Press.

Bibby. C., M. Jones dan S. Marsden. 2000. Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung. Bogor: Birdlife International-Indonesia Programme.

Boettcher, C.R., Haig, S.M., and Bridges Jr, W.C. (1995). Habitat-Related Factors Affecting the Distributin of Non-breeding American Avocets in Coastal South Carolina. The Condor (97): hal 68-81.

Burger, J., Niles, L., and Clark, K. E. 1997. Importance of Beach, Mudflat and Marsh Habitats to Migrant Shorebirds on Delaware Bay. Biological Conservation (79): hal 283–292.

Dharma, B. 2005. Recent and Fossil Indonesian Shells. Germany: Conch Books Mainzer Str.

De Boer, W. F. 2002. The Shorebird Community Structure at an Intertidal Mudflat In Southern Mozambique. Ardea 90(1): hal 81-92.

Eldridge, J. 1992. Management of habitat for breeding and migrating shorebirds in the Midwest. Midwest: Fish and Wildlife.

Emiyarti. 2004. Karakteiristik Fisika Kimia Sedimen Dan Hubungannya Dengan Struktur Komunitas Makrozoobentos Di Perairan Teluk Kendari. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Faaborg, J. 1988. Ornithology an Ecological Approach. New Jersey:

Prentice-Hall, Inc.

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Goss-Custard, J. D. 1980. Competition For Food And Interference Among Waders. Ardea (68): hal 31-36.

Hasudungan, F. 2005. Laporan Teknis Pelatihan Survey Burung Pantai di Jawa. Bogor: Wetland International – Indonesia Programme.

Holmes, D., dan Rombang, W. M. 2001. Daerah Penting Bagi Burung Sumatera. Bogor: BirdLife International-Indonesia Programme.


(51)

Howes, J., D. Bakewell and Y.R. Noor. 2003. Panduan Studi Burung Pantai. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme.

Hynes, H. B. N. 1974. The Ecology of Running Waters. England: Liverpool University Press.

Jamaksari, S. 2011. Keanekaragaman Burung Pantai Pada Berbagai Tipe Habitat Lahan Basah Di Kawasan Muara Cimanuk, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Jumilawaty, E. 2012. Komunitas Makrozoobentos, Sebagai Makanan Burung Air. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Jing, Z., Kai, J., Xiojing, G., and Zhijun, M. 2007. Food supply in intertidal area for shorebirds during stop over at Chongming Dongtan, China. Acta Ecologica Sinica 27(6): hal 2149−2159.

Kinne, O. 1971. Marine Ecology. London: John Wiley and Sons Ltd.

Krebs, C. J. 1978. Ecological Methodology. New York: Harper dan Row Publisher.

MacKinnon, J., K. Phillipps. dan B. V. Balen. 1998. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung Di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI.

__________________________________________. 2000. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung Di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI.

Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. London: Croom Helm.

______________. 2004. Measuring Biological Diversity. USA: Blackwell Publishing Company.

Marques, J. A., Gonzalez, M. P., Basadre, M. and Otero-Saavedra, M. 1999. Food supply for waders (Aves:Charadrii) in an estuarine area in the Bay of Cadiz. Acta Oecologica 20 (4): 26-32.

Mustari, A. H. 1992. Jenis-jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Delta Sungai Cimanuk, Indramayu-Jawa Barat. Media Konservasi 4(1): 3-8.

Neithammer, G. 1972. Waders and Gull-Like Birds. Animal Life Enclycopedia. New York: Von Nostrand Company.

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. London: Saunders college.

_____, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: University Gadjah Mada Press.

Placyk, J. S., and Harrington, B. A. 2003. Prey abundance and habitat use by migratory shorebirds at coastal stopover sites in Connecticut. Field Ornithol. 75(3): hal 8-14.

Putra, C. A. 2012. Keanekaragaman Jenis Burung Air Di Kawasan Pesisir Pantai Timur Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara Laporan


(52)

Penelitian. [Skripsi]. Departemen Biologi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sukmantoro, W., Irham, M., Novarino, W., Hasudungan, F., Kemp, N. dan Muchtar, M. 2007. Daftar burung Indonesia no. 2. Bogor: Indonesian

Ornithologists’ Union.

Tanudimadja, K. dan Kusumadihardja, S. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Widodo, W., Rusila, Y. dan Wirjoatmodjo, S. 1996. Pengamatan burung-burung

air di Pantai Indramayu-Cirebon, Jawa Barat. Media Konservasi 5(1): hal 11-15.


(53)

LAMPIRAN


(54)

Lampiran B. Bagan Kerja Tekstur Sedimen

Disaring 10 mesh sebanyak 25 gram

Dimasukkantanahkedalamtabung Erlenmeyer DitambahkanNatriumpiroposfat 50 ml

Digoncangselama 15 menit Diinkubasiselama 1 hari

Dimasukkandalamtabung 500 ml

Ditambahkanaquadeshingga volume mencapai 500 ml

Diaduk 20 kali Didiamkan 40 detik

Dimasukkan hydrometer (Pembacaan I) Dibiarkanselama 3 jam

Dimasukkan hydrometer (Pembacaan II) Dihitungpersentasefraksipasir, debu, danliat

Tanah


(55)

Lampiran C. Bagan Kerja Kandungan Organik Substrat

Substrat dasar pada titik pengamatan

Dihomogenkan

Dikeringkan dalam oven 450

Dihaluskan/digerus dengan lumpang

Dikeringkan di dalam oven 450 C selama 1 jam

Ditimbang sebanyak 5 gram

Dibakar dalam tungku pembakar pada suhu 6000 C selama 3 jam

Ditimbang berat abu

(Barus, 2004)

100 gram Substrat dasar

Berat konstan tanah

5 gram tanah

Abu


(56)

Lampiran D. Data Makrozoobenthos

Kedalaman (Cm) NamaSpesies Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Total

5

Ballanusimprovisus 28 - - 28

Cantharuscecillei 57 - - 57

Dendrasterexcentricus 85 - - 85

Geukensiademissa 1026 - - 1026

Mytellafalcata 1567 - - 1567

Nereis sp. 6212 57 28 6297

Tellinatimorensis 456 769 57 1282

Cerithiumlutosum - 28 85 113

Corbulaovulata - 28 28 56

Glycymeris rotunda - 142 28 170

Paphiaalapapilionis - 85 - 85

Laternulaanatina - 28 - 28

Mactraviolaceae - 114 - 114

Arenicolidesecaudata - 57 - 57

Barbatiaamydalumtostum - 28 - 28

Serripeslaperousii - - 28 28

10

Arenicolidesecaudata 28 85 - 113

Geukensiademissa 85 - - 85

Mytellafalcata 199 85 - 284

Tellinatimorensis 114 541 114 769

Dendrasterexcentricus 285 - - 285

Nereis sp. 5072 - - 5072

Cantharuscecillei - 28 - 28

Glycymeris rotunda - 114 28 142

Phascolosomalurco - 57 - 57

Lingula unguis - 114 - 114

Paphiaalapapilionis - 28 - 28

Barbatiaamydalumtostum - 28 - 28

Mactraviolaceae - 28 - 28

Corbulaovulata - - 199 199

Haminoeasolitaria - - 28 28

Cerithiumlutosum - - 57 57

Anadarafloridana 28 - - 28

Mactraviolaceae 28 28 28 84

Tellinatimorensis 285 256 228 769

Ballanusperforatus 28 - - 28

Lingula unguis 114 285 - 399

Geukensiademissa 28 - - 28


(1)

15. Gajahan besar

Nama Ilmiah: Numenius arquata Nama Inggris: Eurasian Curlew Famili: Scolopacidae

Deskripsi Bentuk

Berukuran sangat besar (55 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh sangat panjang dan melengkung ke bawah. Tunggir putih berubah menjadi putih dan bergaris coklat pada ekor. Perbedaannya dengan Gajahan timur: tunggir dan ekor lebih putih, sayap bawah putih; dengan Gajahan pengala: ukuran lebih besar, tidak ada garis-garis pada kepala, dan secara proporsional paruh lebih panjang. Iris coklat, paruh coklat, kaki biru keabuan.

Kebiasaan

Sering mengunjungi muara dan gosong lumpur pasang surut, tetapi jarang pergi jauh dari laut. Sering terlihat sendirian, tetapi kadang-kadang juga dalam kelompok kecil, atau berbaur dengan jenis Gajahan lain.


(2)

16. Gajahan timur

Nama Ilmiah: Numenius madagascariensis Nama Inggris: Far Eastern Curlew

Famili: Scolopacidae

Deskripsi Bentuk

Berukuran sangat besar (57 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh sangat panjang dan melengkung ke bawah. Perbedaannya dengan Gajahan besar: berwarna lebih gelap dan coklat, tunggir dan ekor coklat, bagian bawah kuning kebo. Ketika terbang, sayap bawah bergaris (Gajahan besar: sayap bawah putih).Iris coklat, paruh hitam dengan dasar merah muda, kaki abu-abu.

Kebiasaan

Sering mengunjungi muara dan gosong lumpur pasang surut, tetapi jarang pergi jauh dari laut. Sering terlihat sendirian, tetapi kadang-kadang juga dalam kelompok kecil, atau berbaur dengan jenis Gajahan lain.


(3)

17. Trinil bedaran

Nama Ilmiah: Tringa cinereus Nama Inggris: Terek Sandpiper Famili: Scolopacidae

Deskripsi Bentuk

Berukuran sedang (23 cm), berwarna abu-abu. Paruh panjang dan sedikit melengkung ke atas. Bagian atas abu-abu, alis putih, bulu primer hitam mencolok. Bagian bawah putih, kaki relatif pendek. Pinggir belakang yang putih dan sempit pada sayap terlihat mencolok sewaktu terbang. Iris coklat, paruh hitam dengan dasar kuning, kaki jingga.

Kebiasaan

Sering mengunjungi gosong lumpur di pantai, teluk, dan muara sungai. Berbaur dengan burung perancah lain sewaktu makan, tetapi terpisah sewaktu terbang. Umumnya hidup menyendiri atau berdua, jarang berkelompok.


(4)

18.Trinil pantai

Nama Ilmiah: Tringa hypoleucos Nama Inggris: Common Sandpiper Famili: Scolopacidae

Deskripsi Bentuk

Berukuran agak kecil (20 cm), berwarna coklat dan putih, paruh pendek. Bersifat tidak kenal lelah. Bagian atas coklat, bulu terbang kehitaman. Bagian bawah putih dengan bercak abu-abu coklat pada sisi dada. Ciri khas sewaktu terbang adalah garis sayap putih, tunggir tidak putih, ada garis putih pada bulu ekor terluar.Iris coklat, paruh abu-abu gelap, kaki hijau zaitun pucat.

Kebiasaan

Sering mengunjungi habitat yang sangat luas, dari gosong lumpur pantai dan beting pasir sampai ke sawah di dataran tinggi (sampai ketinggian 1.500 m), sepanjang aliran, dan pinggir sungai. Berjalan dengan cara menyentak tanpa berhenti. Terbang dengan pola yang khas, melayang dengan sayap yang kaku.


(5)

19. Trinil kaki-merah

Nama Ilmiah: Tringa totanus Nama Inggris: Common Red shank Famili: Scolopacidae

Deskripsi Bentuk

Berukuran sedang (28 cm). Kaki jingga kemerahan dan bagian pangkal paruh merah. Bagian atas abu-abu kecoklatan, bagian bawah putih, dada bercoretan coklat. Sewaktu terbang, tunggir yang putih terlihat jelas dan bulu sekunder yang putih memberikan kesan yang jelas di pinggir sayap. Ekor seluruhnya bergaris-garis halus hitam dan putih. Iris coklat, paruh: pangkal merah dan ujung hitam, kaki jingga merah.

Kebiasaan

Mengunjungi beting lumpur, pantai, rawa dan tambak yang dikeringkan, sawah di dekat laut, atau kadang-kadang jauh ke pedalaman. Umumnya hidup dalam kelompok kecil, bergabung dengan burung perancah lain.


(6)

Lampiran H. Jenis Makrozoobentos

Lingula unguis Tellina timorensis

Paphia alapapilionis Cerithium lutosum

Mytella falcata Cantharus cecillei