penambahannya dalam sedimen pada batasan tertentu mempunyai pengaruh yang besar terhadap jenis, jumlah dan kelimpahan makrozoobentos. Kelimpahan
makrozoobentos dalam suatu lokasi akan mempengaruhi kepadatan burung pantai. Odum 1971 menjelaskan bahwa karakter dasar suatu perairan sangat
menentukan penyebaran makrozoobentos, yaitu substrat perairan seperti lumpur, pasir, liat, berpasir kerikil dan batu, dimana masing-masing tipe menentukan
komposisi jenis makrozoobentos. Hal ini di duga karena perbedaan faktor fisika dan kimia yang akan mempengaruhi komposisi makrozoobentos yang ada pada
lokasi tersebut. Menurut Jumilawaty 2012, jika dibandingkan tekstur sedimen lempung berliat memiliki spesies dan jumlah individu rendah daripada tekstur
lempung berdebu dan lempung berpasir. Tetapi jika dibandingkan antara lempung berdebu dengan lempung berpasir, maka lempung berdebu memiliki nilai
keanekaragaman yang lebih bervariasi dibandingkan dengan lempung berpasir. Distribusi hewan makrozoobentos sangat ditentukan oleh sifat fisika,
kimia dan biologi perairan. Sifat fisika yang berpengaruh langsung terhadap hewan makrozoobentos adalah kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, substrat
dasar dan suhu perairan. Sedangkan sifat kimia yang berpengaruh langsung adalah derajat keasaman dan kandungan oksigen terlarut Odum, 1971.
4.3 Keanekaragaman Makrozoobentos
Rata-rata makrozoobentos yang ditemukan dilokasi penelitian adalah 15.934 individu. Terbagi menjadi 5 kelas yaitu: Bivalvia, crustacea, gastropoda,
phascolosomatidea dan polychaeta. Diantara 5 kelas yang ditemukan, bivalvia
merupakan spesies yang paling banyak ditemukan, yaitu terdiri dari 9 famili, 11 spesies dan terendah adalah polychaeta dan phascolosomatidea masing-masing 1
spesies Tabel 4.5 dan Lampiran 6. Tingginya jenis dan jumlah kelas bivalvia disebabkan karena bivalvia
merupakan organisme yang dapat hidup pada berbagai macam substrat. Hal ini di dukung oleh Nybakken, 1992, yang menyatakan kelas bivalvia termasuk dalam
kelompok organisme yang dapat hidup pada daerah dengan sedimen mulai dari lumpur sampai pasir kasar. Kelas bivalvia masuk dalam kategori organisme
pemakan suspensi dan deposit. Hal ini disebabkan karena kelas bivalvia memiliki
Universitas Sumatera Utara
kemampuan untuk menggali sedimen dan menyaring partikel-partikel yang tersuspensi dengan menggunakan sifon yang terdapat pada bagian tubuh bivalvia
dan menjulurkannya ke permukaan untuk memperoleh makanan. Bahan organik yang terdeposit diperoleh dengan cara menggali lubang kemudian menyaring
bahan organik tersebut. Tabel 4.5. Jumlah Individu Makrozoobentos di Pantai Baru
Kedalaman cm Kelas
Jumlah Spesies Jumlah Individu
5 Bivalvia
8 1.530
Gastropoda 1
698 Phascolosomatidea
1 7
Polychaeta 1
5.528
10 Bivalvia
6 997
Crustacea 2
28 Gastropoda
1 14
Phascolosomatidea 1
71 Polychaeta
1 1.532
15 Bivalvia
11 1.096
Crustacea 1
7 Polychaeta
1 1.061
20 Bivalvia
7 847
Crustacea 3
28 Gastropoda
1 7
Phascolosomatidea 1
107 Polychaeta
1 157
25 Bivalvia
7 981
Gastropoda 1
7 Phascolosomatidea
1 50
Polychaeta 1
171
30 Bivalvia
7 662
Crustacea 2
14 Gastropoda
2 21
Phascolosomatidea 1
78 Polychaeta
1 235
Total 15.934
Secara keseluruhan jumlah makrozoobentos yang ditemukan adalah 21 spesies. Pada ulangan 1 ditemukan 13 spesies, ulangan 2 ditemukan 13 spesies,
dan ulangan 3 ditemukan 12 spesies, serta ulangan 4 ditemukan 9 spesies. Jumlah individu tertinggi di temukan pada ulangan 2 25.777 dan terendah ulangan 3
Universitas Sumatera Utara
5.661 Lampiran 6. Rendahnya jumlah individu pada ulangan 3 kemungkinan disebabkan karena tekstur tanah pada ulangan 3, hal ini dapat juga dilihat pada
ulangan 4 yang memiliki perbandingan yang cukup jauh dengan ulangan 1 dan 2. Ulangan 3 yang memiliki jumlah individu terendah menyebabkan burung
pantai tidak menggunakan lokasi ini sebagai tempat untuk mencari makan. Hal ini sesuai dengan pemilihan lokasi makan burung pantai, dimana pada ulangan 3
tidak digunakan oleh burung pantai untuk mencari makan. Pemilihan lokasi makan burung pantai juga dipengaruhi oleh jenis tekstur tanah. Lokasi yang
memiliki tekstur tanah yang kasar akan mempersulit burung pantai dalam manangkap mangsa, sehingga energi yang dibutuhkan untuk menangkap mangsa
lebih besar. Subekti 2010, menyatakan bahwa burung pantai lebih banyak mencari
makan di lokasi dengan substrat berlumpur dibandingkan dengan lokasi bersubstrat pasir. Lokasi dengan substrat pasir dapat mengganggu penangkapan
organisme makanan oleh burung pantai karena sulit untuk membedakan organisme yang dimakan dengan penyusun substratnya, sehingga energi yang
dibutuhkan untuk menemukan organisme makanan di substrat berpasir oleh burung pantai lebih besar.
Ulangan 3 juga merupakan lokasi yang dekat dengan pinggir pantai, sehingga pada lokasi ini terdapat aktifitas masyarakat yang cukup tinggi.
Masyarakat menggunakan tepi sebagai tempat bermain berlibur. Tingginya aktifitas masyarakat dapat mengganggu burung pantai dalam mencari makan,
sehingga burung pantai lebih memilih lokasi yang minim aktifitas masyarakat. Hal ini sesuai dengan penelitian Subekti 2010, dimana lokasi dengan aktifitas
yang tinggi tidak digunakan oleh burung pantai dalam mencari makan. Meskipun pada lokasi tersebut tersedia beberapa jenis sumber makanan. Menurut Goss-
Custrad Verboven 1993, kehadiran manusia dalam jumlah lebih dari 3 orang pada lokasi mencari makan burung pantai dapat mengurangi proporsi rata-rata
makan burung dari 85 menjadi 65. Proporsi rata-rata makan burung berkurang 20-25. Sebaliknya kepadatan burung akan meningkat ketika tidak ada gangguan.
Jumlah individu yang paling banyak ditemukan adalah Nereis sp. Lampiran 6. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jenis ini makanan yang
Universitas Sumatera Utara
penting bagi burung pantai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Howes et al. 2003 yang menyatakan bahwa salah satu makanan penting dari burung pantai
khususnya burung pantai yang berukuran kecil adalah cacing dari kelas polychaeta yang biasa hidup pada sedimen yang lembut. Ukuran polychaeta
tersebut bervariasi dari yang berukuran besar sekitar 30 cm, seperti Nereis spp., sedang sekitar 15 cm, seperti Nephyst spp., dan Ceratonereis spp., hingga yang
berukuran kecil. Hal ini di dukung juga oleh Santos et al. 2005 bahwa kepadatan jenis mangsa polychaeta adalah salah satu jenis mangsa yang penting. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa polychaeta merupakan mangsa yang paling disukai oleh burung pantai.
Howes et al. 2003 juga menyatakan bahwa crustacea misalnya kepiting dan udang-udangan merupakan mangsa yang paling umum diambil oleh jenis-
jenis burung pantai di daerah pasang surut, selama musim tidak berbiak. Sedangkan untuk jenis gastropoda yang berukuran besar dan bergerak lambat
yang berada di permukaan tidak di mangsa oleh burung pantai. Tetapi burung pantai memangsa individu yang berukuran kecil dan menghancurkannya didalam
perut. Jumilawaty 2012, menyatakan bahwa makanan dalam hal ini
makrozoobentos merupakan sumber energi yang sangat penting bagi burung migran sebagai cadangan energi berupa lemak untuk melanjutkan perjalanan ke
wilayah berbiaknya. Menurut Botto et al. 1998, tingkat konsumsi burung pantai tergantung
pada ukuran dan kepadatan mangsa, faktor lingkungan seperti jenis substrat, cuaca misal: suhu, kekuatan angin dan curah hujan. Tingkat konsumsi burung pantai
lebih tinggi pada substrat yang lunak dan pada daerah pasang surut. Hal ini terkait dengan paruh burung pantai, dimana pada substrat yang lunak lebih mudah
menangkap mangsa. Tabel 4.6
. Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Kemerataan E Makrozoobentos
Kedalaman cm H’
E
5 1,06
0,44 10
1,31 0,55
15 1,51
0,59 20
1,83 0,71
25 1,72
0,75 30
1,85 0,72
Universitas Sumatera Utara
Nilai indeks keanekaragaman makrozoobentos pada kedalaman 5 cm dan 10 cm berkisar antara 1,06-1,31 yang berarti keanekaragaman, sedangkan pada
kedalaman 15 cm sampai 30 cm berkisar antara 1,51-1,85 tergolong sedang. Indeks kemerataan pada kedalaman 5 cm yaitu 0,44 yang berarti indeks
kemerataan tergolong sedang, sedangkan indeks kemerataan pada kedalaman 10 cm sampai 30 cm berkisar antara 0,55-0,75 yang berarti kemerataan tergolong
tinggi Tabel 4.6.
4.4 Biomassa Makrozoobentos Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata biomassa
makrozoobentos yang ditemukan adalah 1175,38 gr.m
-3
. Nilai biomassa tertinggi
ditemukan pada ulangan 1, yaitu 1659,63 gr.m
-3
, sedangkan terendah adalah pada ulangan 3, yaitu 974,26 gr.m
-3
. Jika dilihat berdasarkan spesies nilai biomassa tertinggi adalah dari spesies Sinovacula virens 1800,06 gr.m
-3
, sedangkan terendah Balanus sp.2 1,42 gr.m
-3
Lampiran 7. Tingginya nilai biomassa
Sinovacula virens menunjukkan bahwa spesies ini memiliki potensi yang besar
sebagai makanan burung pantai. Sinovacula virens
yang memiliki biomassa tertinggi merupakan dari kelas bivalvia. Hal ini menunjukkan bahwa kelas bivalvia memiliki potensi besar
sebagai mangsa burung pantai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stillman et al. 2005 yang menyatakan bahwa bivalvia menjadi komponen utama mangsa
burung pantai, karena bivalvia memiliki kepadatan biomassa tertinggi dan umumnya lebih besar dari jenis mangsa yang lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
bivalvia merupakan jenis yang mendominasi sebagai mangsa burung pantai. Dilihat dari jenis makrozoobentos ulangan 4 memiliki jenis yang lebih
rendah, tetapi jika dibandingkan dengan jumlah individu dan nilai biomassa yang terendah adalah ulangan 3. Burung pantai lebih memilih ulangan 4 daripada
ulangan 3 dalam memperoleh makanan, karena potensi makanan pada ulangan 4 lebih tinggi. Hal ini di dukung oleh Goss-Custrad Stillman 2008, bahwa ada
perbedaan kelimpahan makanan antar lokasi. Tetapi, burung pantai akan memilih lokasi yang memiliki kepadatan mangsa yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
pasokan makanan yang dapat diperoleh oleh burung tersebut. Lebih lanjut
Universitas Sumatera Utara
dijelaskan bahwa lokasi yang memiliki substrat kering tidak digunakan burung pantai dalam mencari makan.
Tabel 4.7. Biomassa Makrozoobentos gr.m
-3
Kedalaman cm Kelas
Rata-Rata
5 Bivalvia
270,56 Gastropoda
3,99 10
Bivalvia 149,53
Crustacea 16,38
Gastropoda 4,20
15 Bivalvia
189,64 Crustacea
1,35 20
Bivalvia 217,35
Crustacea 11,83
Gastropoda 2,28
25 Bivalvia
180,23 Crustacea
3,56 30
Bivalvia 111,57
Crustacea 4,92
Gastropoda 7,98
Total 1175,38
Nilai biomassa pada suatu lokasi menggambarkan ketersediaan potensi makanan pada lokasi tersebut. Hal ini di dukung oleh Howes et al. 2003, bahwa
pengukuran biomassa makrozoobentos memungkinkan untuk mangkalkulasi kerapatan rata-rata dan penyebaran dari jenis-jenis mangsa burung pantai di suatu
wilayah tertentu, dan dengan demikian akan diketahui potensi rata-rata energi yang tersedia di suatu wilayah. Dan dapat dikaitkan dengan penyebaran dan
konsentrasi sebaran burung pantai. Menurut Ezekiel et al. 2011, faktor yang mempengaruhi nilai biomassa
adalah faktor abiotik, seperti kedalaman makrozoobentos, adanya zat beracun dan ketidakstabilan fluktuasi salinitas. Hal ini di dukung juga oleh Subekti 2010,
bahwa salah satu hal yang menyebabkan rendahnya kepadatan biomassa organisme makanan burung pantai adalah tingginya fluktuasi kadar garam sebagai
akibat aliran sungai yang sangat beragam pada musim hujan dan kemarau.
Universitas Sumatera Utara
4.5 Hubungan Panjang Paruh dengan Kedalaman Jenis Mangsa Burung pantai yang memiliki paruh yang lebih panjang memiliki kesempatan
memperoleh makanan yang lebih banyak dibandingkan burung dengan paruh yang lebih pendek Gambar 4.2. Numenius spp. dan Limosa spp. merupakan burung
dengan paruh panjang memiliki kesempatan untuk memperoleh makanan yang lebih banyak dibanding spesies yang lain. Diantara spesies Numenius spp. burung
memiliki kesempatan memperoleh makanan lebih banyak adalah Numenius madagascariensis
, karena burung ini memiliki paruh yang sangat panjang MacKinnon et al. 1998. Berdasarkan penelitian Jumilawaty Mulya 2013,
menyatakan bahwa makrozoobentos yang paling disukai oleh burung pantai terutama genus Numenius spp. adalah dari jenis Sinovacula virens.
Perbedaan panjang paruh burung pantai akan mengurangi kompetisi dalam mencari makan. Hal ini sesuai dengan parnyataan Howes et al. 2003 yang
menyatakan bahwa kompetisi burung pantai teratasi dengan adanya spesialisasi pada masing-masing burung, dalam bentuk penampakan morfologi, sehingga
burung tersebut dapat mencari makan pada strata dan jenis makanan yang berbeda pada lokasi yang sama. Menurut Stillman et al. 2005 bahwa berbeda jenis
spesies burung pantai maka akan berbeda ukuran paruh burung, menyebabkan burung memangsa jenis yang berbeda dan rentang ukuran yang berbeda pula. Hal
ini didukung juga oleh Subekti 2010 bahwa adanya perbedaan jangkauan atau kedalaman tiap jenis burung Calidris pada tipe pergerakan paruh maka ada
kemungkinan kesamaan dan perbedaan jenis organisme yang dimakan oleh burung tersebut, akan tetapi ada perbedaan strata tanah dan lokasi yang
digunakan. Perbedaan cara mencari makan burung pantai dapat digunakan untuk mengetahui pemilihan jenis mangsa atau organisme yang dimakan oleh burung
pantai. Perbedaan cara mencari makan juga terlihat pada spesies Arenaria
interpres , spesies ini mencari makan dengan cara membalik batu atau benda-
benda kecil yang dianggap terdapat makanan dibawahnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Hubungan Panjang Paruh dengan Kedalaman Keberadaan Jenis Mangsa
Howes et al. 2003 Tringa hypoleucos
selama pengamatan tidak ditemukan mencari makan di hamparan lumpur, tapi mencari makan di tepi pantai. Pada pagi hari
spesies ini selalu yang pertama di jumpai dari jenis burung pantai dan tidak berkelompok dengan jumlah yang tidak banyak. Hal ini berbanding terbalik
dengan penelitian yang dilakukan Jamaksari 2011, dimana Tringa hypoleucos termasuk dalam kategori yang melimpah dan menyebar secara mengelompok. Hal
ini mungkin disebabkan karena jenis makanan yang disukai burung tersebut, selama penelitian Tringa hypoleucos terlihat menangkap kepiting yang berada di
tepi pantai. Berdasarkan hasil penelitian kedalaman 0-5 cm memiliki jumlah individu
makrozoobentos tertinggi dibandingkan dengan kedalaman yang lain Lampiran 6. Jumlah individu terendah terdapat pada kedalaman 26-30 cm, dari hal tersebut
dapat juga disimpulkan bahwa semakin tinggi kedalaman maka semakin berkurang jumlah individu.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan