Pengaturan Hukum Pengangkutan Udara

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

A. Pengaturan Hukum Pengangkutan Udara

Pengaturan mengenai pengangkutan udara secara internasional sejatinya telah diatur di Perjanjian Internasional yang berupa Konvensi dan Protokol yang mana telah ditandatangani oleh beberapa Negara yang hadir dan menyetujui kesepakatan Konvensi dan Protokol tersebut. Setiap Negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, memiliki hak untuk menetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negaranya, tak terkecuali Indonesia yang juga termasuk di dalamnya. Peraturan hukum tersebut dapat mencakup pengaturan operasi pengangkutan udara nasional maupun internasional yang berasal atau ke negara tersebut. Hukum pengangkutan udara merupakan bagian dari hukum udara yang pengaturannya sudah ada sejak masa pemerintahan Belanda di Indonesia. Beberapa peraturan yang berlaku bagi pengangkutan udara, antara lain sebagai berikut: 8 1 Undang-Undang nomor 83 Tahun 1958 LN. 1958-1959, tentang Penerbangan. Undang-Undang ini mengatur tentang larangan penerbangan, pendaftaran dan kebangsaan pesawat-pesawat udara, surat tanda kelaikan dan kecakapan terbang, Dewan penerbangan, dan lain-lain; 8 Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, Hari Pramono, op.cit, hal. 51. Universitas Sumatera Utara 2 Luchtverkeersverrordening S. 1936-425, yang mengatur lalu lintas udara, misalnya: mengenai penerangan, tanda-tanda dan isyarat-isyarat yang harus dipergunakan dalam penerbangan dan lain-lain; 3 Verordening Toezicht luchtvaart S. 1936-426, yang merupakan peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain pengawasan atas personal penerbangan, syarat-syarat jasmani, surat tanda kecakapan sebagai ahli mesin dan ahli radio, pengawasan atas materiilpenerbangan; 4 Luchtvaartquarantine Ordonantie S. 1939-149, jo. S. 1939-150 yang mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-penumpang pesawat terbang; 5 Luchtverveorordonnantie S. 1939-100, pengaturan ini merupakan Ordonansi Penerbangan, yang mengatur pengankutan penumpang, bagasi dan pengangkutan barang serta pertanggungjawaban pengangkutan udara. Peraturan pokok mengenai penerbangan setelah dikeluarkannya beberapa peraturan tersebut, dirangkum dalam Ordonansi Pengangkutan Udara Luchtverveorordonnantie. S. 1939-100. Ordonansi Pengangkutan Udara ini telah sesuai dengan Perjanjian Warsawa 9 9 Perjanjian Warsawa adalah perjanjian yang bertujuan untuk mempersatukan beberapa ketentuan dalam hal pengangkutan udara internasional, dibuat di Warsawa pada 12 Oktober 1929 yang diberlakukan Indonesia tanggal 29 September 1933. sebagaimana yang dimuat dalam Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, Hari Pramono, ibid, hal. 56 yang merupakan hukum khusus terhadap Ordonansi Pengangkutan Udara. Ordonansi ini ditujukan untuk mengatur Universitas Sumatera Utara pengangkutan udarra tetapi tidak semua pengangkutan udara tunduk pada ordonansi ini. 10 Pengangkutan udara yang tidak tunduk pada Ordonansi Pengangkutan Udara ini yaitu, pengangkutan udara tanpa bayaran yang tidak diselenggarakan oleh suatu perusahaan pengangkutan udara, pengangkutan udara yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan pengangkutan udara sebagai suatu percobaan pertama berhubung dengan maksud untuk mengadakan line penerbangan teratur, pengangkutan udara yang dilakukan dalam keadaan luar biasa yakni menyimpang dari usaha yang normal dari suatu perusahaan penerbangan, pengangkutan pos dan paket melalui udara yang dilaksanakan atas permintaan dari atau atas nama penguasa yang berwenang, dan pengangkutan udara yang dilakukan oleh pesawat-pesawat terbang militer Pabean dan Polisi. 11 Pada tahun 1992, seluruh pengaturan mengenai penerbangan yang pernah berlaku di Indonesia digantikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 LNRI Tahun 1992 No. 53 tentang Penerbangan yang selanjutnya disingkat UUPU yang berlaku mulai tanggal 17 September 1992. Kelahiran Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 didasari oleh suatu keadaan dimana dunia penerbangan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga undang-undang yang telah ada dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Sebagaimana dinyatakan dalam mukadimah penjelasannya yang menyatakan “Di samping itu dalam rangka pembangunan hukum nasional 10 Loc.Cit. 11 Ibid, hal. 57. Universitas Sumatera Utara serta untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum, Undang Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan, perlu diganti dengan Undang Undang ini, karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan belum tertata dalam satu kesatuan.” Dengan lahirnya undang-undang ini maka Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 Tentang Penerbangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. 12 Pada tahun 2009, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang menggantikan UUPU. Namun, UUPU tersebut dinyatakan masih berlaku selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ini. Undang-undang ini total memuat 466 pasal dan mengatur berbagai aspek penerbangan dengan sangat mendetail. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam undang-undang tersebut tentunya memberi pengaruh yang tidak sedikit pada dunia transportasi udara, terutama disisi bisnis angkutan udara. 13 Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang dikualifikasikan menjadi asas yang bersifat publik, dan asas yang bersifat perdata.

B. Asas dan Tujuan Pengangkutan Udara

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hak Konsumen atas Pengguna Jasa Penerbangan Dalam Hal Kenaikan Harga Tiket yang Tinggi Ketika Musim Libur dan Keselamatan Penerbangan (Studi Pada PT. Garuda Indonesia Kantor Cabang Medan)

6 117 103

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Pada Maskapai Penerbangan (Studi Kasus Maskapai Penerbangan Airasia Di Kota Medan)

1 67 69

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas (PT) Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Pada PT. Indonesia Traning Company Medan)

4 50 81

Tinjauan Hukum Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Sipil Terhadap Kerugian yang Timbul Berdasarkan Konvensi Chicago Tahun 1944

2 43 114

Tanggung Jawab PT. Eric Dirgantara Tour & Travel Terhadap Penumpang Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

1 75 113

Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Orang Dan Barang Dalam Pengangkutan Udara Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2009

3 143 98

Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Penumpang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

3 100 84

Perlindungan Konsumen Atas Kerusakan Dan Kehilangan Bagasi Penumpang Pesawat Udara Oleh Maskapai Penerbangan (Study Kasus PT. Metro Batavia Cabang Medan)

10 98 124

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Pada Maskapai Penerbangan (Studi Kasus Maskapai Penerbangan Airasia Di Kota Medan)

0 0 15

Tinjauan Hukum Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Sipil Terhadap Kerugian yang Timbul Berdasarkan Konvensi Chicago Tahun 1944

0 2 36