Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

TERHADAP KECEMASAN ORANG TUA AKAN

KESELAMATAN REMAJA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Psikologi

Disusun oleh:

ATIKAH

105070002366

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

TERHADAP KECEMASAN ORANG TUA AKAN

KESELAMATAN REMAJA.

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi

syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh

ATIKAH

NIM:105070002366

Dibawah Bimbingan

Pembimbing

Dra. Fadhillah Suralaga, M.Si

Nip:

19561223198303 2001

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

1433 H / 2011 M


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECEMASAN ORANG TUA AKAN KESELAMATAN REMAJA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 8 Desember 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si NIP. 130885522 NIP. 19561223198303 2001

Anggota :

Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP. 198212142008012006


(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Atikah NIM : 105070002366

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECEMASAN ORANG TUA AKAN KESELAMATAN REMAJA ” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta,7 Oktober 2011

Atikah 105070002366


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Ketakutan terdalam, bukan karena kita tidak

cukup. Ketakutan terdalam kita adalah memiliki

kekuatan untuk mengukur. Kita bertanya pada diri

kita sendiri, siapa saya untuk jadi cerdas, cemerlang

berbakat & menakjubkan? Sebenarnya siapa yang

tak bisa kau jadikan.

Persembahan

Skripsi ini Ku persembahkan untuk semua orang

yang kusayang dan menyayangiku, yang selalu

memberikan dukungan, semangat serta doa yang

tiada henti.


(6)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Desember 2011

(C) Atikah

(D) Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kecemasan Orang Tua Akan Keselamatan Remaja.

(E) vii + 84 halaman + lampiran

(F)Segala perubahan yang dialami oleh remaja baik secara fisik maupun psikis, membuat mereka lebih senang berada dekat dengan teman-teman seusianya dan cenderung menjauh dari orang tua mereka, sehingga terkadang mereka bertindak sesuai dengan apa yang mereka inginkan berdasarkan lingkungan pergaulan mereka. Hal tersebut dapat menimbulkan kecemasan orang tua mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1). Ada tidaknya pengaruh signifikan intensitas menonton liputan kriminalitas, tipe kepribadian, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan orang tua terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja. 2). Faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan skala intensitas, big V personality dan kecemasan. Teori yang dipakai adalah intensitas dari Sudarsono (1993), big V personality dari IPIP (International Personality Item Pool) milik Goldberg (1990) dan kecemasan dari David sue (1986). Sampel penelitian adalah masyarakat yang berdomisili di Karang Tengah. Rt 01/Rw 01 Bekasi Jawa Barat yang pendidikan masyarakatnya bervariasi, dari SD – Sarjana. Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah incidental. Teknik analisis data yang digunakan adalah multiple regresi. Untuk memperkaya data yang terkait dengan penelitian, peneliti mengumpulkan data demografi responden, yaitu jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

Hasil uji hipotesis mayor membuktikan bahwa 8 IV (intensitas, lima dimensi kepribadian Big Five, tingkat pendidikan dan jenis kelamin) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap DV (kecemasan orang tua) dengan R2 sebesar 40,6%. Dari hasil koefisien regresi hanya ada empat IV (agreeableness, conscientiousness, neuroticsm dan openness) yang pengaruhnya signifikan terhadap kecemasan orang tua. Faktor yang paling signifikan terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remajanya adalah faktor conscientiousness dengan signifikansi 0.000. Dari hasil penelitian ini peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya untuk menguji faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi kecemasan orang tua akan keselamatan remaja. Kemudian juga dianjurkan untuk


(7)

menambah responden baik dari segi jumlah maupun variasi latar belakang informasi yang lebih luas berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Peneliti juga menyarankan bagi orang tua agar lebih memperhatikan perkembangan dan pergaulan anaknya. Hendaknya orang tua lebih bersikap waspada dalam aktivitas anaknya, khususnya mengantisipasi dari hal-hal yang sekiranya mengundang orang lain untuk berperilaku kriminal terhadapnya. Untuk para remaja, agar senantiasa menjaga pergaulannya, sehingga terhindar dari pergaulan tidak baik yang membuat cemas orang tua.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja” ini dapat penulis diselesaikan.

Kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari arahan, bimbingan, dorongan, dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph. D. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si. Dosen Pembimbing I yang selalu bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada penulis.

3. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi beserta Staf Administrasi yang telah membantu dan memberikan masukan kepada penulis.

4. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pegawai Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Psikologi UI.

5. Rasa terima kasih yang sangat besar penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta ayahanda dan ibunda tersayang beserta keluarga. Terima kasih atas do’a


(9)

dan motivasinya yang tak pernah berhenti mengalir yang penulis dapatkan setiap harinya. Semoga berkah dan karunia Allah senantiasa melimpahi kita, Amien. 6. Sahabat-sahabat penulis, Pury Maryah, Dimeitri, dewi, nina, via, Arizka Harisa,

Imam Syafi’i, idham dan wahyu yang telah membantu penulis memberikan pengarahan dan teman-teman seperjuangan angkatan 2005 khususnya kelas D.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana layaknya, baik dari segi bahasa maupun materi yang tertuang di dalamnya. Besar harapan penulis skripsi ini dapat berguna untuk menambah wawasan baru dan membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca. Amien.

Jakarta, 1 Desember 2011


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-10 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Sistematika Penulisan ... 10

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 11-49 2.1.Remaja ... . 11

2.1.1. Definisi Remaja ... 11

2.1.2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 12

2.1.3. Tugas Perkembangan Remaja ... 15

2.1.4. Karakteristik Remaja ... 18

2.2. Kecemasan ... . 20

2.2.1. Definisi Kecemasan ... 20

2.2.2. Proses Terjadinya Kecemasan ... 23

2.2.3. Simptom-simpom Psikologis ... 24

2.2.4. Komponen Kecemasan ... 25

2.2.5. Teori Kecemasan ... 25

2.3. Intensitas Menonton Kriminalitas ... 29

2.3.1. Pengertian Intensitas... 29

2.3.2. Kriminalitas ... 30

2.4. Tipe Kepribadian ... 35

2.4.1. Definisi Kepribadian ... 35

2.4.2. Pendekatan Trait dalam Kepribadian ... 37

2.5. Kerangka Berpikir ... 43

2.6. Hipotesis ... 45

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 47-60 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 47

3.2. Variabel Penelitian ... 48

3.2.1. Definisi Konseptual Variabel ... 48

3.2.2. Definisi Operasional Variabel ... 50

3.3. Populasi dan Sempel ... 51

3.3.1. Populasi ... 51

3.3.2. Sampel ... 51

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 51

3.4. Pengumpulan Data ... 52

3.4.1. Instrumen Penelitian ... 53


(11)

3.6. Reliabilitas ... 57

3.7. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 58

3.8. Prosedur Penelitian ... 60

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 62-71 4.1. Gambaran Umum Responden ... 62

4.1.1. Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

4.1.2. Gambaran Umum Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 63

4.1.3. Gambaran Umum Berdasarkan Intensitas Menonton ... 63

4.2. Deskripsi Data ... 64

4.2.1. Kategorisasi Skor Kecemasan ... 65

4.2.2. Kategorisasi Tipe Kepribadian Big Five ... 65

4.2.3. Kategorisasi Skor Intensitas Menonton ... 66

4.3. Uji Hipotesis ... 67

4.3.1. Uji Hipotesis 1 ... 69

4.3.2. Uji Hipotesis 2 ... 69

4.3.3. Uji Hipotesis 3 ... 69

4.3.4. Uji Hipotesis 4 ... 70

4.3.5. Uji Hipotesis 5 ... 70

4.3.6. Uji Hipotesis 6 ... 70

4.3.7. Uji Hipotesis 7 ... 71

4.3.8. Uji Hipotesis 8 ... 71

4.3. Proporsi Varian ... 71

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 75-81 5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Diskusi ... 76

5.3. Saran ... 80

5.3.1. Saran Teoritis ... 80

5.3.1. Saran Praktis ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut para ahli psikologi perkembangan, manusia terbagi dalam beberapa fase salah satunya adalah masa remaja. Masa remaja menurut sebagian besar orang adalah masa yang menyenangkan, indah bisa melakukan apapun yang dikehendaki, dan juga merupakan masa yang memiliki kesan mendalam sehingga sulit untuk dilupakan. Memang tidak semua orang berpendapat demikian, karena banyak juga yang berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang sulit dengan begitu banyak permasalahan di dalamnya.

Disamping itu, masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.

Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka


(13)

2 akan tercapai kepuasan, kebahagiaan dan penerimaan dari lingkungan, yang akan turut menentukan keberhasilan individu dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan fase berikutnya.

Akan tetapi tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas perkembangannya dengan baik. Hurlock (1973) menyatakan bahwa ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut diantaranya, adalah: (1) masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai. (2) masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau pemikiran berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orang tua.

Jean Erskine, 1994 (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa, memahami arti remaja penting karena masa remaja adalah masa depan setiap masyarakat. Sedangkan Tuner dan Helms, 1995 (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana manusia sedang mengalami perkembangan begitu pesat baik fisik, biologis dan sosial. Periode remaja berkurang ketergantungannya terhadap keluarga dan lebih banyak berada diluar rumah, dengan mencari pertemanan dengan teman sebaya yang mempunyai perasaan dan sikap yang sama.


(14)

3 Masa remaja juga dapat diartikan sebagai masa dimana seseorang sedang mencari identitasnya, maka tidak heran bila kebanyakan dari remaja selalu mempunyai keinginan untuk mencoba sesuatu hal yang baru, walaupun terkadang kurang disertai dengan pemikiran yang panjang. Santrock (2003) mengatakan bahwa remaja memiliki pemikiran tentang siapakah diri mereka dan apa yang membuat mereka berbeda dengan orang lain, mereka memegang erat identitas tentang dirinya dan berpikir bahwa identitasnya bisa menjadi stabil, dan pemahaman tentang dirinya terjadi dikarenakan adanya interaksi sosial-budaya.

David Elkind, (1976) (dalam Santrock 1995). mengatakan bahwa masa remaja masih memiliki dua egosentris dalam dirinya yakni: imaginary audience ialah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Sehingga remaja senang berperilaku yang mengundang perhatian orang lain dan membuktikan bahwa dirinya ada. Egosentris remaja yang lain adalah the personal fable ialah bagian egosentrisme remaja yang unik, yakni remaja merasa bahwa tidak seorangpun dapat mengerti bagaimana perasan mereka sebenarnya. Dikarenakan sikap keegosentrisan remaja tersebut, maka remaja cenderung melakukan hal-hal yang ceroboh yang seharusnya tidak dilakukan, maka tidak heran bila banyak remaja yang terkesan sengaja melanggar aturan-aturan yang ada.

Segala perubahan yang dialami oleh remaja baik secara fisik maupun psikis, membuat mereka lebih senang berada dekat dengan teman-teman seusianya dan cenderung menjauh dari orang tua mereka, sehingga terkadang mereka bertindak sesuai dengan apa yang mereka inginkan berdasarkan


(15)

4 lingkungan pergaulan mereka. Tentu saja hal tersebut dapat menimbulkan kecemasan orang tua mereka.

Orang tua yang memiliki anak usia remaja tentu akan sering merasa cemas, karena mereka takut dan khawatir bila anak mereka mengalami hal-hal yang buruk ketika berada diluar jangkauannya. Karena itu tidak sedikit orang tua yang memberikan perlindungan “ekstra” dalam menjaga anak-anak mereka (David Elkind, 1976).

Frank Furedi, (2010) menjelaskan dari hasil riset yang telah dilakukannya bahwa orang tua di Inggris kini memiliki banyak kecemasan dalam membesarkan anak mereka, bahkan secara ekstrim bersikap paranoid, akibat berbagai ancaman terhadap keselamatan dan kesejahteraan anak-anak mereka. Sehingga anak-anak dibesarkan dalam suasana penuh kecemasan dan di-protect sedemikian rupa. Oleh karenanya anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya dirumah dan sedikit berbaur dan beraktifitas dengan teman-teman sebaya mereka, karena orang tua lebih senang dan merasa tenang jika anak-anak mereka berada di dalam rumah atau berada didekat mereka.

Masih menurut Frank Furedi (2010), orang tua dengan tingkat kecemasan yang tinggi, cenderung membatasi aktifitas anak, karena orang tua merasa cemas akan adanya situasi yang mengancam yang terkait dengan diri anaknya. Sehingga orang tua akan memiliki rasa curiga yang berlebihan.


(16)

5 Kecemasan orang tua akan keselamatan anak mereka bukan hanya timbul dengan sendirinya, melainkan juga dipicu oleh beberapa faktor yang ada pada orang tua itu sendiri maupun lingkungan masyarakat.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kecemasan orang tua (Stuart, 1998) diantaranya adalah:

(1) Banyaknya menonton liputan kriminalitas yang sering ditayangkan di televisi. Orang tua yang sering menononton liputan kriminalitas, akan cepat merasa khawatir dan cemas akan keselamatan anggota keluarganya terutama anak-anak mereka.

(2) Kepribadian orang tua yang pencemas. Orang tua yang diasuh dengan pola asuh yang berlebihan ketika mereka kecil, maka mereka akan tumbuh menjadi orang yang mudah merasa cemas begitu juga ketika mereka sudah menjadi orang tua, sehingga ia akan menerapkan hal yang sama kepada anak-anak mereka karena khawatir bila anak mereka tidak dilindungi dengan perlindungan yang “ekstra” anak mereka akan terancam keselamatannya.

Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti tentang intensitas, trait kepribadian 5 faktor dan kaitannya dengan kecemasan orang tua akan keselamatan remaja. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat maraknya liputan kriminalitas yang tersaji di setiap Televisi, sehingga bisa menimbulkan kecemasan pada orang tua akan keselamatan putera-puterinya bila berada di luar rumah.


(17)

6 Menurut Pervin dan John (1997) kepribadian seseorang sangat menentukan bagaimana seseorang itu bertingkah laku dalam kehidupan sehari- hari nya.

Menurut Pervin dan John (2005) trait kepribadian adalah disposisi dalam diri seseorang yang mengarahkan seseorang untuk berperilaku dalam situasi yang berbeda. Trait kepribadian atau yang dikenal juga dengan faktor kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima trait besar (the big 5) yang terdiri dari extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience

(3) Jenis kelamin, biasanya perempuan akan mudah terserang rasa cemas, karena mereka langsung berhadapan dengan anak mereka dalam pengasuhan, jika dibandingkan orang tua laki-laki.

(4) Tingkat pendidikan. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan mudah merasa cemas karena mereka banyak menerima informasi dari sekitar lingkungan mereka, maka secara otomatis mereka akan melindungi anak mereka dengan perlindungan yang lebih ketat, hal ini berbeda dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah, biasanya akan lebih „santai’ dalam menjaga anak-anak mereka.

Dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk menguji faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja.


(18)

7 1.2 Perumusan dan Batasan Masalah

1.2.1. Perumusan Masalah

Untuk lebih memudahkan penelitian maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah intensitas menonton liputan kriminalitas, tipe kepribadian, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan, berpengaruh signifikan terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja?

2. Faktor manakah yang paling signifikan berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja?

1.3.2. Batasan masalah

Agar penelitian tidak membahas hal-hal yang di luar jangkauan peneliti, maka dibuat pembatasan masalah sebagai berikut.

1. Kecemasan orang tua ( DV )

Kecemasan yang dimaksud merupakan reaksi psikologis orang tua terhadap perkiraan adanya bahaya yang dikhawatirkan akan dialami oleh anak remaja mereka. Rasa cemas adakalanya tampak dalam gejala-gejala psikis seperti was-was, takut, lemah, terancam khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak menyenagkan, gugup, tegang, perasaan gundah, rasa tidak aman, lekas terkejut, emosi labil, mudah tersinggung, apatis, perasaan salah tidak pada tempatnya dan lain-lainnya yang muncul secara


(19)

8 bersamaan dan biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin.

2. Intensitas menonton liputan kriminalitas ( IV )

Intensitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah frekuensi dan durasi dalam menonton liputan kriminalitas yang ditayangkan oleh stasiun TV, seperti buser, sergap, patroli, sidik, dan TKP ( tempat kejadian peristiwa ) dan masih banyak lagi di stasiun Televisi lainnya.

3. Tipe kepribadian ( IV )

Tipe kepribadian adalah tipe kepribadian yang memfokuskan pada karakter individu dan bagaimana karakter tersebut terorganisasi dalam sistem. Dalam teori ini individu yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang berbeda. Tipe kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Big Five personality.

4. Jenis kelamin ( IV )

Jenis Kelamin adalah pembedaan gender responden yang dikategorikan atas; 1. Laki-laki, 2. Perempuan.

5. Tingkat pendidikan ( IV )

Pendidikan Orang tua adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang diraih bapak/ibu/wali. Pengukuran menggunakan skala nominal. Dikategorikan sebagai berikut :1. SD 2. SLTP 3. SMU 4. D1/D2/D3 5. S1/S2.


(20)

9 1.3 Tujuan dan manfaat penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja. Dengan demikian hasil dari penelitian ini dapat digunakan dalam memahami sikap orang tua berkaitan dengan keselamatan remaja mereka.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang bersifat teoritis dan praktis, dalam bidang psikologi.

1. Manfaat teoritis diharapkan dapat memberikan masukan aplikasi teori psikologi, memperluas wacana psikologi khususnya psikologi sosial dan psikologi kepribadian.

2. Manfaat secara praktis, diharapkan dapat bermanfaat bagi orang tua dan guru, khususnya orang tua yang memiliki anak-anak usia remaja agar orang tua dapat selalu waspada terhadap anak-anak mereka.


(21)

10 1.4 Sistematika Penelitian

Guna memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi yang tertera dalam penelitian ini, dikemukakan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan

BAB 2: KAJIAN TEORI

Bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

BAB 3: METODE PENELITIAN

Pembahasan Bab ini meliputi : metode penelitian, jenis penelitian, populasi dan sampel, instrumen pengumpulan data, prosedur penelitian, teknik analisis data.

BAB 4: HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan gambaran umum responden, analisis dan interpretasi hasil penelitian yang akan menguraikan hubungan Intensitas menonton liputan kriminalitas dengan kecemasan orang tua akan keselamatan remaja.

BAB 5: PENUTUP


(22)

11 BAB II

KAJIAN TEORI

Karena variabel terikat yang akan diteliti adalah kecemasan orang tua akan keselamatan remaja maka pada bab ini terlebih dahulu akan dibahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan orang tua, yang pertama kali diuraikan dalan bab ini adalah tentang remaja.

2.1 Remaja

2.1.1 Definisi Remaja

Menurut Hurlock, 1991 (dalam Mohammad Ali, 2009) remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.

Pandangan tersebut didukung oleh Piaget Hurlock, 1991 (dalam Mohammad Ali 2009) yang mengatakan sebagai berikut: secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas.


(23)

12 Menurut Santrock (2002), mendefinisikan masa Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi emosional. Walaupun situasi budaya dan sejarah membatasi kemampuan untuk menentukan rentang usia remaja, di Amerika dan banyak budaya lain sekarang ini masa remaja dimulai kira-kira 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara 18-22 tahun.

Kemudian Desmita (2005), remaja dikenal dengan adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata bendanya adolescentria atau remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa.

2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1980) menjelaskan ciri-ciri tersebut yaitu:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting.

Ada beberapa periode yang lebih penting daripada periode lainnya, karena akibatnya yang langsung pada sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan akibat psikologis pada periode remaja kedua-keduanya sama penting. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan perkembangan mental yang cepat, terutama awal masa remaja. Semua


(24)

13 perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian dan perlunya pembentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai masa peralihan.

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Di lain pihak, status yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda yang menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Ada lima perubahan remaja yang universal.

Pertama, meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru,.

Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah.

Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.


(25)

14 Kelima, sebagian remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah.

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu:

Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah kanak-kanak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.

Kedua, karena para remaja merasa mandiri, mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.

Pada tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja


(26)

15 yang normal. Stereotip populer juga mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.

Remaja cenderung memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagai mana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

2.1.3 Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst (dalam Agustiani, 2006), adalah:

1. Mencapai relasi yang baru dan lebih matang bergaul dengan teman-teman sebaya dari kedua jenis kelamin.

2. Mencapai maskulinitas dan femininitas dari peran sosial.


(27)

16 4. Mencapai ketidaktergantunggan emosional dari orang tua dan orang

lainnya.

5. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.

6. Mempersiapkan diri untuk karir ekonomi.

7. Menemukan set dari nilai-nilai dan sistem etika sebagai petunjuk dalam berperilaku mengembangkan ideologi.

8. Mencapai dan diharapkan untuk memilih tingkah laku sosial secara bertanggung jawab.

Disamping itu, remaja mempunyai tugas dalam perkembangannya, remaja juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikis, Havighurst lebih lanjut menjelaskan sebagai berikut:

1. Kebutuhan akan afeksi, yang berarti kebutuhan akan kasih sayang yang wajar. Mereka ingin memperoleh perhatian dan kasih sayang terutama dari orang tua mereka sendiri. Bila hal ini tidak dipenuhi maka mereka akan mencarinya diluar hubungan dengan orang tua.

2. Kebutuhan akan rasa ikut memiliki dan dimiliki (sense of belongin). Kebutuhan ini cukup kuat pada diri seseorang, adanya perasaan aman karena adanya keterikatan pada seseorang atau kelompok dengan adanya keterlibatan diri.


(28)

17 3. Kebutuhan akan kemandirian. Kebutuhan ini sudah tampak semenjak awal dan semakin penting artinya dalam masa remaja. Adanya keinginan untuk menentukan dan membuat keputusan sendiri. Semua ini adalah bekal seseorang untuk menjadi orang dewasa dan bertanggung jawab serta mempunyai kepercayaan diri disamping mengetahui batasannya.

4. Kebutuhan untuk berprestasi atau mencapai sesuatu. Prestasi menumbuhkan aspek-aspek positif dalam diri seseorang dan mengurangi aspek-aspek negatif.

5. Kebutuhan akan pengakuan akan kemandiriannya, hal ini dapat menimbulkan perasaan bahwa ia memperoleh perhatian. Dengan memperoleh perasaan ini dapat menumbuhkan perasaan bahwa ia dianggap penting, paling tidak cukup penting sehingga layak diperhatikan. Dengan demikian ia pun akan dapat menghargai orang lain dan menganggap orang lain pun penting selain dirinya sendiri.

6. Kebutuhan akan harga diri. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini ia pun akan dapat belajar menghargai orang lain, menghormati orang lain secara layak sebagai sesama.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut berkaitan satu sama lainnya dan saling menunjang. Cara bagaimana terpenuhinya kebutuhan-kebutukan tersebut memang tidak sama pada semua orang dan tidak selalu sesuai dengan harapan atau sebagaimana diinginkannya. Terpenuhinya atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut baik secara wajar ataupun kurang wajar, baik seimbang


(29)

18 maupun tidak seimbang; hal ini akan saling berkaitan dan menunjang serta mewarnai perilaku seseorang dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2.1.4 Karakteristik Remaja

Ali & Asrori (2009) dalam bukunya menyebutkan sejumlah sikap yang menunjukkan karakteristik remaja, yaitu:

1. Kegelisahan

Sesuai dengan perkembangannya remaja mempunyai angan-angan atau keinginan yang harus diwujudkan di masa depan. Namun sesungguhnya remaja belum banyak memilliki kemampuan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Remaja sering kali memiliki keinginan atau angan-angan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuan yang dimilikinya.

Selain itu, di satu pihak mereka ingin mendapatkan banyak pengalaman untuk menambah pengetahuan, tetapi di pihak lain mereka merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga tidak berani mengambil tindakan untuk mengambil pengalaman langsung dari sumbernya. Tarik-menarik antara angan-anagan yang tinggi dengan kemampuannnya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi perasaan gelisah.

2. Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, mereka berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Pertentangan menjadi sering terjadi karena


(30)

19 adanya perbedaan pendapat antara remaja dan orang tua. Akibatnya pertentangan yang sering terjadi itu akan menimbulkan kebingungan dalam diri remaja itu sendiri maupun pada orang lain.

3. Menghayal

Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan atau biaya. Sebab, menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya. Akibatnya, mereka menghayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada soal prestasi dan jenjang karir, sedangkan remaja putri lebih menghayalkan romantika hidup. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab khayalan ini kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat kostruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat di realisasikan.

4. Aktifitas Berkelompok

Berbagai macam keinginan para remaja sering kali tidak dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala dan yang sering terjadi adalah tidak tersedianya biaya. Adanya bermacam-macam larangan dari orang tua sering kali melemahkan atau mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama.


(31)

20 2.2 Kecemasan

2.2.1 Definisi Kecemasan

Linda L. Davidov (1991) menjelaskan kecemasan merupakan emosi yang ditandai oleh perasaan akan bahaya dan diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stress yang menghadang dan oleh bangkitnya syaraf simpatetik.

Kemudian Sue, (1986) menjelaskan kecemasan suatu proses yang dimulai dengan adanya suatu rangsangan eksternal maupun internal sebagai suatu ancaman atau hal yang membahayakan.

Zakiah Daradjat (1990) kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).

Adapun definisi yang diungkapkan oleh Kartini Kartono (2002) mengenai kecemasan adalah semacam kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang difus atau baur, dan mempunyai ciri mengazab pada seseorang. Bila seseorang merasa bahwa kehidupan ini terancam oleh sesuatu walaupun sesuatu tersebut tidak jelas kebenarannya, maka ia menjadi cemas. Seseorang juga akan merasa cemas apabila ia khawatir kehilangan seseorang yang disayangi dan cintai, dan dengan dirinya orang tersebut telah menjalin ikatan-ikatan emosional yang kuat sekali. Perasaan-perasaan bersalah dan berdosa serta bertentangan dengan hati nurani, dapat juga menimbulkan banyak kecemasan.


(32)

21 Atkinson (1996) berpendapat bahwa, kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda. Oleh karena itu, segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme seperti ancaman fisik, ancaman harga diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan dapat menimbulkan kecemasan.

Berdasarkan beberapa pandangan mengenai teori kecemasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan/emosi campuran yang tidak menyenangkan dan ditandai oleh perasaan akan bahaya, ketakutan, kegelisahan, kekhawatiran terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan dan dicirikan dengan ketegangan motorik, hiperaktivitas, pikiran serta harapan yang mencemaskan.

Tipe- tipe Gangguan Kecemasan. Jeffreys dkk (2003), membagi beberapa ciri dari kecemasan:

Ciri-ciri Behavioral dari Kecemasan 1) Perilaku menghindar

2) Perilaku melekat dan dependen 3) Perilaku terguncang

Ciri-ciri Kognitif dari Kecemasan 1) Khawatir tentang sesuatu

2) Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan

3) Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas


(33)

22 5) Sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan

6) Merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian

7) Ketakutan akan kehilangan kontrol

8) Ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah 9) Berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan

10)Berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan

11)Berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi 12)Khawatir terhadap hal-hal sepele

13)Berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang

14)Berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan

15)Pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan

16)Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu

17)Berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis

18)Khawatir akan ditinggal sendirian

19)Sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran

Ciri-ciri Fisik dari Kecemasan 1) Kegelisahan, kegugupan

2) Tangan atau anggota tubuh yang bergetar,

3) Sensasi dari pita ketat yang mengikat disekitar dahi 4) Kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada 5) Banyak berkeringan

6) Telapak tangan yang berkeringat 7) Pening atau pingsan

8) Mulut atau kerongkongan terasa kering 9) Sulit berbicara

10)Sulit bernafas 11)Bernafas pendek

12)Jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang 13)Suara yang bergetar

14)Jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin 15)Pusing

16)Merasa lemas atau mati rasa 17)Sulit menelan

18)Kerongkongan terasa tersekat 19)Leher atau punggung terasa kaku 20)Sensasi seperti tercekik atau tertahan 21)Tangan yang dingin dan lembab

22)Terdapat gangguan sakit perut atau mual 23)Panas dingin


(34)

23 25)Wajah terasa memerah

26)Diare

27)Merasa sensitif atau “mudah marah”

2.2.2 Proses Terjadinya Kecemasan

Kecemasan pada individu dapat terjadi melalui suatu proses atau rangkaian yang dimulai dengan adanya suatu rangsangan eksternal maupun internal, sampai suatu keadaan yang dianggap sebagai ancaman atau membahayakan. Spielberger, 1972 (dalam Astuti, 2002) menyebutkan ada lima proses terjadinya kecemasan pada individu, yaitu:

1 Evaluated Situation; adanya situasi yang mengancam secara kognitif sehingga ancaman ini dapat menimbulkan kecemasan.

2 Perception of Situation; situasi yang mengancam diberi penilaian oleh individu, dan biasanya penilaian ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan, dan pengalaman individu.

3 Anxiety State of Rection; individu menganggap bahwa ada situasi berbahaya, maka reaksi kecemasannya akan timbul. Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis seperti denyut jantung dan tekanan darah.

4 Cognitive Reappraisal Follows; individu kemudian menilai kembali situasi yang mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan diri (defense mechanism) atau dengan cara meningkatkan aktivitas kognisi atau motoriknya.

5 Coping; individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan defense mechanism (pertahanan diri) seperti proyeksi atau rasionalisasi.


(35)

24 2.2.3 Simtom – simtom Psikologis

Menurut Blackburn dan Davidson, 1985 (dalam Sutadi 1994) beberapa definisi menekankan pada simtom-simtom fisiologis, sedangkan yang lain menekankan pada simtom-simtom psikologis. Secara keseluruhan, kurang ada kesesuaian pendapat mengenai apakah kedua simtom tersebut harus muncul, atau sampai pada tingkat apa simtom-simtom ini harus muncul agar dapat diberikan diagnosis bahwa seseorang memang dalam keadaan kecemasan.

Berikut adalah berbagai fungsi yang dapat dipengaruhi oleh gangguan kecemasan:

Suasana hati : Mudah marah, perasaan sangat tegang.

Pikiran : Khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya.

Motivasi : Menghindari situasi, ketergantungan tinggi, ingin melarikan diri.

Perilaku : Gelisah, gugup, kewaspadaan yang berlebihan

Gejala Biologis : Gerakan otonomis meningkat: misalnya, berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.


(36)

25 2.2.4 Komponen kecemasan

Menurut David sue (1986), ada empat (4) komponen kecemasan, yaitu:

a. Secara kognitif, dapat bervariasi dari rasa khawatir yang ringan sampai panik. Biasanya bila terus dikhawatirkan bisa mengalami sulit berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan dan lebih jauh lagi biasa insomnia ( sulit tidur ).

b. Secara afektif ( perasaan ), individu mudah tersinggung, gelisah atau tidak tenang, hingga akhirnya memungkinkan terkena depresi.

c. Secara motorik ( gerak tubuh ), seperti gemetar sampai dengan goncangan tubuh yang berat, sering gugup dan kesulitan dalam berbicara.

d. Secara somatik ( reaksi fisik dan biologis ), dapat berupa gangguan pernafasan, jantung berdebar, berkeringat, tekanan darah tinggi dan gangguan pencernaan serta kelemahan badan seperti pingsan.

2.2.5 Teori Kecemasan

State-Trait Anxiety adalah instrumen untuk mengukur kecemasan definitif pada orang dewasa. STAI yang membedakan secara jelas antara kondisi sementara “S-Anxiety” dan yang lebih umum dan lama kualitasnya “T-Anxiety”. Kualitas yang penting dievaluasi oleh skala STAI-Anxiety adalah perasaan ketakutan, ketegangan, kegelisahan, dan khawatir.

Keadaan kecemasan STAI ini terdapat beberapa hal yaitu: Mengevaluasi bagaimana responden merasa pada waktu tertentu di masa lalu dan bagaimana


(37)

26 mereka mengantisipasi bahwa mereka akan merasa baik dalam situasi tertentu yang mungkin dihadapi dimasa depan atau dalam berbagai situasi.

Ditemukan indikator sensitif dari perubahan dalam kecemasan yang tak nyata dialami oleh klien dan pasien dalam konseling, psikoterapi, dan program modifikasi perilaku.

Menilai tingkat stres yang disebabkan oleh prosedur eksperimental dan tidak dapat dihindari;stres yang dekat dengan kehidupan seperti pembedahan, perawatan gigi, wawancara kerja, atau tes sekolah yang penting.

Untuk memeriksa sekolah menengah dan mahasiswa dan merekrut militer untuk masalah kecemasan, dan untuk mengevaluasi segera dan hasil jangka panjang psikoterapi, konseling, modifikasi perilaku.

Terbukti berguna untuk mengidentifikasi orang-orang neurotik dengan kecemasan tingkat tinggi dan untuk memilih mata pelajaran.

State-Trait Anxiety dalam hal-hal tertentu dibedakan menjadi energi kinetik dan energi potensial. S-Anxiety, seperti energi kinetik, mengacu pada reaksi atau proses yang terjadi secara jelas pada waktu dan tingkat intensitas tertentu. T-Anxiety, yaitu energi potensial, mengacu pada perbedaan individu dalam bereaksi.

Energi potensial mengacu pada perbedaan dalam jumlah energi kinetik yang berhubungan dengan objek fisik tertentu, yang dapat dirilis jika dipicu oleh gaya yang sesuai. Kegelisahan menyiratkan sifat perbedaan antara orang-orang di


(38)

27 disposisi untuk merespon situasi yang menekan dengan berbagai jumlah S-Anxiety. Orang-orang yang berbeda di T-Anxiety akan menunjukkan perbedaan yang sesuai dalam S-Anxiety tergantung pada sejauh mana mereka masing-masing merasakan situasi tertentu secara psikologis berbahaya atau mengancam, dan ini sangat dipengaruhi oleh masing-masing pengalaman individu dimasa lalu. (Spielberger, 1972 dalam Clerq, 1994).

Teori ini membedakan kecemasan sebagai State dan Trait. Spielberger 1966 (dalam Slameto 2003) membedakan kecemasan atas dua bagian; kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya, dan kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati secara sadar serta bersifat subyektif, dan meningginya aktivitas sistem syaraf otonom.

Kecemasan sebagai State (kondisi/kecemasan sesaat) adalah keadaan emosional transitory (sementara) yang ditandai oleh perasaan tegang dan gelisah yang subyektif. Kondisi semacam itu bervariasi intensitasnya dan berubah dari waktu ke waktu. Sedangkan kecemasan yang berbentuk Trait (kecemasan dasar) adalah kecenderungan kecemasan yang stabil untuk menanggapi situasi yang dipersepsikan sebagai ancaman, bersama-sama dengan meningkatnya intensitas kecemasan State.


(39)

28 Pada kesempatan lain, kecemasan digambarkan sebagai state anxiety atau trait anxiety. Cattell & Scheier, 1961 (dalam Clerq, 1994) State anxiety adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu, yang dirasakan sebagai suatu ancaman. State anxiety beragam dalam hal intensitas dan waktu. Keadaan ini ditentukan oleh perasaan ketegangan yang subjektif. Trait anxiety menunjuk pada ciri atau sifat seseorang yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan sebagai ancaman yang disebut dengan anxiety proneness (kecendrungan akan kecemasan). Orang tersebut cenderung untuk menanggapi dengan reaksi kecemasan. Trait anxiety dilihat sebagai bentuk kecemasan kronis.

Spielberger, (1983) mengatakan bahwa terdapat situasi yang tidak signifikan antara T-Anxiety dan S-Anxiety. Situasi tersebut adalah situasi yang melibatkan bahaya fisik, seperti misalnya kejutan listrik atau pembedahan. Namun disamping kondisi-kondisi tersebut, memang secara umum orang dengan T-Anxiety yang tinggi memperlihatkan signifikansi yang seiring dengan munculnya tingkat S-Anxiety. (Primusanto, 2000).

Skala S-Anxiety dipergunakan untuk mengetahui tingkat S-Anxiety yang timbul sebagai akibat dari prosedur eksperimental tertentu dan juga stressor dalam kehidupan sehari-hari, seperti pembedahan, perawatan gigi, wawancara pekerjaan dan tes-tes sekolah (Spielberger, 1983 dalam Primusanto).

Seseorang yang Trait Anxiety-nya tinggi lebih mudah diserang stress dan merespon segala situasi sebagai bahaya yang mengancam. Ketika seseorang


(40)

29 mengalami trait anxiety meninggi, akan cenderung melihat dunia itu berbahaya atau mengancam, pengalaman state anxiety mereka bereaksi lebih sering, dengan intensitas yang tinggi dibandingkan dengan orang yang trait anxietynya rendah.

State anxiety adalah situasi emosional yang diidentifikasi dalam konsep dasar kecemasan sebagai proses multikomponen; Trait anxiety hanya menggambarkan seseorang berbeda dalam kecenderungan kecemasan.

2.3 Intensitas menonton kriminalitas 2.3.1. Intensitas menonton

Sudarsono, ( 1993 ) intensitas adalah aspek kuantitatif atau kualitas suatu tingkah laku, jumlah intensitas energi fisik yang diperlukan untuk menaikkan rangsangan salah satu indera.

Sedangkan menurut Kartono dan Gulo (2003) intensitas berasal dari kata intensity yang berarti besar atau kekuatan suatu tingkah laku. Jumlah energi fisik yang digunakan untuk merangsang salah satu indera; ukuran fisik dari energi atau data indera.

Dari beberapa definisi intensitas dapat disimpulkan bahwa intensitas adalah suatu ukuran kuantitatif dari suatu penginderaan, untuk mengukur ukuran fisik dari energi atau data indera.


(41)

30 2.3.2. Kriminalitas

Abdul Wahid, (2004) menjelaskan kriminalitas atau kejahatan dalam bahasa Inggris “crime” dan dalam bahasa Belanda “misdaad” berarti kelakuan atau perilaku kriminal, atau perbuatan kriminal. Secara etimologi kriminalitas atau kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan, merugikan masyarakat dan sifatnya melanggar hukum serta undang-undang pidana.

Menurut Van Bemmelen, 1992 (dalam Wahid dkk, 2004) kejahatan adalah tiap kelakuan yang tidak bersifat susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak ketidak tenangan dalam suatu mayarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk penderitaan dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.

Menurut Gerson W. Bawengan, 1983 (dalam buku Wahid dkk, 2004) ada tiga pengertian kejahatan menurut penggunaannya masing-masing, yaitu:

1. Pengertian secara praktis.

Kejahatan dalam pengertian ini adalah suatu pengertian yang merupakan pelanggaran atas norma-norma keagamaan, kebiasaan, kesusilaan, dan norma yang berasal dari adat istiadat yanng mendapat reaksi baik berupa hukuman maupun pengecualian.


(42)

31 2. Pengertian secara religius

Kejahatan dalam arti religius ini mengidentikan arti kejahatan dengan dosa, dan setiap dosa terancam dengan hukuman api neraka terhadap jiwa yang berdosa.

3. Pengertian secara yuridis

Kejahatan dalam arti yuridis disini, dapat dilihat misalnya di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah setiap perbuatan yang bertentangan dengan pasal-pasal dari Buku Kedua, itulah yang disebut kejahatan. Selain dalam KUHP, dapat dijumpai hukum pidana khusus, hukum pidana militer, fiskal, ekonomi atau pada ketentuan lain yang menyebut suatu perbuatan sebagai kejahatan.

Mengenai pengertian kejahatan, Kartini Kartono (2003) mengemukakan bahwa secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya.

Di dalam perumusan pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jelas tercantum: “Kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP”. Misalnya pembunuhan adalah perbuatan yang memenuhi perumusan pasal 338 KUHP, mencuri memenuhi bunyi pasal 362 KUHP, sedangkan kejahatan penganiayaan


(43)

32 memenuhi pasal 351 KUHP. Tingkah laku manusia yang jahat, immoril dan anti-sosial itu banyak menimbulkan reaksi kejengkelan dan kemarahan di kalangan masyarakat, dan jelas sangat merugikan khalayak umum. Karena itu kejahatan tersebut haruslah diberantas, atau tidak boleh dibiarkan berkembang, demi ketertiban, keamanan, dan keselamatan masyarakat Kartini Kartono (2003).

a. Kejahatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk Indonesia ialah:

1) Kejahatan melanggar keamanan negara, misalnya menghilangkan nyawa pimpinan negara, makar, dan lain-lain.

2) Kejahatan melanggar martabat raja dan martabat gubernur jenderal.

3) Kejahatan melawan negara yang bersahabat dan melanggar kepala dan wakil negara yang bersahabat dan lain-lain.

4) Kejahatan melanggar ketertiban umum

5) Kejahatan sumpah palsu dan keterangan palsu 6) Kejahatan terhadap nyawa orang

7) Kejahatan penganiayaan 8) Kejahatan pencurian

9) Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas negeri serta uang kertas bank, dan lain-lain.

b. Penjelmaan atau bentuk dan jenis kejahatan itu dapat dalam beberapa kelompok, yaitu:


(44)

33 1) Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan operasi-operasinya

bersama-sama dengan organisasi-organisasi legal.

2) Penipuan-penipuan: permainan-permainan penipuan dalam bentuk judi dan perantara-perantara pemerasan (blackmailing), ancaman untuk mempublisir skandal dan perbuatan manipulatif.

3) Pencurian dan pelanggaran; perbuatan kekerasan, perkosaan, pembegalan, penjambretan atau pencopetan, perampokan; pelanggaran lalu lintas, ekonomi, pajak, bea cukai dan lain-lain.

c. Menurut cara kejahatan dilakukan, bisa dikelompokkan dalam:

1) Menggunakan alat-alat bantu: senjata, senapan, bahan-bahan kimia dan racun, instrumen kedokteran, alat pemukul, alat jerat dan lain-lain.

2) Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik belaka, bujuk rayu, dan tipu daya.

3) Residivis, yaitu penjahat yang berulang-ulang keluar masuk penjara. 4) Penjahat-penjahat berdarah dingin, yang melakukan tindak durjana dengan

pertimbangan-pertimbangan dan persiapan yang matang.

5) Penjahat kesempatan atau situasional, yang melakukan kejahatan dengan menggunakan kesempatan-kesempatan kebetulan.

6) Penjahat karena dorongan impuls-impuls yang timbul seketika. Misalnya berupa “perbuatan kortsluiting”, yang lepas dari pertimbangan akal, dan lolos dari tapisan hati nurani.

7) Penjahat kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak disengaja, lalai, ceroboh, acuh tak acuh, sembrono, dan lain-lain.


(45)

34 d. Menurut objek hukum yang diserangnya, kejahatan terbagi dalam:

1) Kejahatan ekonomi: fraude, penggelapan, penyelundupan, perdagangan barang-barang terlarang (bahan narkotik, buku-buku dan bacaan pornografi, minuman, keras, dan lain-lain) penyogokan dan penyuapan untuk mendapatkan monopoli-monopoli tertentu, dan lain-lain.

2) Kejahatan politik dan pertahanan-keamanan, pelanggaran ketertiban umum, pengkhianatan, penjualan rahasia-rahasia negara pada agen-agen asing, berfungsi sebagai agen-agen subversi, pengacauan, kejahatan, terhadap martabat pemimpin-pemimpin negara, kolaborasi dengan musuh, dan lain-lain.

3) Kejahatan kesusilaan: pelanggaran seks, perkosaan dan fitnah.

4) Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda Kartini Kartono (2003).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa kriminalitas atau kejahatan adalah segala bentuk perbuatan yang melanggar undang-undang serta norma kesusilaan dengan cara apapun yang berakibat merugikan baik secara individu, ekonomi dan politik suatu tatanan masyarakat sehingga berakhir pada menebarnya kegelisahan dan hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban masyarakat. Liputan kriminalitas seperti dikemukakan ditayangkan oleh beberapa stasiun Televisi, dalam acara buser, sergap, patroli, sidik, dan TKP ( tempat kejadian perstiwa ).


(46)

35 2.4 Tipe Kepribadian

2.4.1. Definisi Kepribadian

Secara etimologis, istilah personality atau kepribadian, asal mulanya berasal dari kata latin “per” dan “sonare”, yang berkembang menjadi kata ”persona” yang berarti ”topeng”. Pada zaman romawi dulu, aktor drama menggunakan topeng itu untuk menyembunyikan identitas dirinya agar dia tampil membawa peran-peran karakter jahat sekalipun sesuai dengan tuntutan permainan dalam drama. Berasal dari teknik drama lalu berkembang menjadi istilah personality .

Kata personality tersebut diartikan ”apa” yang terlihat pada diri seseorang (pemakai topeng), bukan apa yang ada dalam diri pribadi orang yang memakai topeng (Sujanto dkk, 1991).

Menurut Agus Sujanto, dkk (1991) kepribadian adalah suatu totalitas psikhophisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak di dalam tingkah lakunya yang unik. Istilah psikhophisis, menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata mental dan bukan neural, melainkan bersatunya badan dan jiwa sehingga menjadi kesatuan pribadi.

Sedangkan definisi kepribadian menurut Allport (1937) adalah organisasi atau susunan yang dinamis dari sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik (khas) terhadap lingkungannya (Calvin S.Hall & Gardner Lindzey, 1993).


(47)

36 Dan menurut Pervin dan John (1997) kepribadian seseorang sangat menentukan bagaimana seseorang itu bertingkah laku dalam kehidupan sehari-harinya.

Menurut Larsen & Buss kepribadian merupakan sekumpulan trait psikologis dan mekanisme didalam individu yang diorganisasikan, relatif bertahan yang mempengaruhi interaksi dan adaptasi individu didalam lingkungan (meliputi lingkungan intrafisik, fisik dan lingkungan sosial) (Mastuti, 2005).

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian menurut peneliti adalah sebuah karakteristik didalam diri individu yang relatif menetap, bertahan, yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap lingkungan.

Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian ada dua yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (Mastuti, 2005). Faktor genetik mempunyai peranan penting didalam menentukan kepribadian khususnya yang terkait dengan aspek yang unik dari individu . Pendekatan ini berargumen bahwa keturunan memainkan suatu bagian yang penting dalam menentukan kepribadian seseorang (Mastuti, 2005).

Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang membuat seseorang sama dengan orang lain karena berbagai pengalaman yang dialaminya. Faktor lingkungan terdiri dari faktor budaya, kelas social, keluarga, teman sebaya, situasi. Diantara faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepribadian adalah pengalaman individu sebagai hasildari budaya tertentu.


(48)

37 Masing-masing budaya mempunyai aturan dan pola sangsi sendiri dari perilaku yang dipelajari, ritual dan kepercayaan. Hal ini berarti masing-masing anggota dari suatu budaya akan mempunyai karakteristik kepribadian tertentu yang umum (Mastuti, 2005).

Faktor kelas sosial membantu menentukan status individu, peran yang mereka mainkan, tugas yang diembannyadan hak istimewa yang dimiliki. Faktor ini mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana mereka mempersepsi anggota dari kelas sosial lain (Pervin & John, 2005).

Faktor lingkungan yang paling penting adalah pengaruh keluarga (Pervin & John, 2005). Orang tua yang hangat dan penyayang atau yang kasar dan menolak, akan mempengaruhi perkembangan kepribadian pada anak. Menurut (Pervin & John, 2005) lingkungan teman mempunyai pengaruh dalam perkembangan kepribadian. Situasi mempengaruh dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian.

3.4.2. Pendekatan Trait dalam Kepribadian

Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait. Teori trait merupakan sebuah model untuk mengidentifikasi trait-trait dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian. Trait didefinisikan sebagai suatu dimensi yang menetap dari karakteristik kepribadian, hal tersebut yang membedakan individu dengan individu yang lain (Mastuti, 2005).


(49)

38 Selama beberapa tahun debat diantara para tokoh-tokoh teori trait mengenai jumlah serta sifat dimensi trait yang dibutuhkan dalam menggambarkan kepribadian. Sampai pada tahun 1980-an setelah ditemukan metode yang lebih canggih dan berkualitas, khususnya analisa faktor, mulailah ada suatu konsensus tentang jumlah trait. Saat ini para peneliti khususnya generasi muda menyetujui teori trait yang mengelompokkan trait menjadi lima besar, dengan dimensi bipolar (Pervin & John, 2005) yang disebut Big Five.

Secara modern bentuk dari taksonomi big five, diukur dengan dua pendekatan utama. Cara pertama dengan berdasar pada self rating pada trait kata sifat tunggal, seperti talkactive, warm, moody, dsb. Pendekatan lain dengan self rating pada item-item kalimat, seperti hidupku seperti langkah yang cepat (Larsen & Buss, 2005).

Lewis R. Goldberg telah melakukan penelitian secara sistematik dengan menggunakan trait kata sifat tunggal. Taksonomi Goldberg telah diuji dengan menggunakan analisa faktor, yang hasilnya sama dengan struktur yang ditemukan oleh Norman tahun 1963. Menurut Goldberg ( Larsen & Buss, 2005 ) big five terdiri dari:

a. Surgency atau extraversion: banyak bicara, terbuka, asertif, bergerak maju. Lawannya adalah malu, diam, tertutup, segan, tidak banyak bicara

b. Agreeableness: simpati, baik hati, hangat, pengertian, tulus. Lawannya adalah tidak simpati, jahat, kasar, dan kejam.


(50)

39 c. Conscientiousness: teratur. Rapi, tertib, praktis, cepat, tepat waktu. Lawannya

adalah tidak teratur, tidak tertib, ceroboh, tidak praktis, cengeng.

d. Emotional Stability : tenang, santai, stabil. Lawannya adalah tidak kreatif, tidak imaginative, tidak pintar.

e. Intellec atau Imagination : kreatif, imaginative, pintar. Lawannya adalah tidak kreatif, tdak imaginative, tidak pintar.

Sementara itu, pengukuran big five yang menggunakan trait kata tunggal sebagai sebuah item, dikembangkan oleh Paul T.Costa dan Robert R. Mc Crae. Alat yang digunakan untuk mengukur ini dinamakan NEO-PI-R (Larsen & Buss, 2005). Kelima trait dikenali dengan model kepribadian lima faktor yaitu Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness dan Neuroticism yang disingkat OCEAN (Pervin, 2005).

Faktor-faktor didalam big five menurut Costa & Mc Crae (dalam Costa & Widiger, 2002) meliputi:

1) Neuroticism

Dimensi ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi kecenderungan individu apakah mudah mengalami stres, mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping response yang maladaptive. Secara emosional mereka labil, dimensi ini menampung kemampuan seseorang untuk menahan setres. Orang dengan kemampuan emosional positif cenderung berciri tenag, bergairah dan aman. Sementara mereka yang skornya


(51)

40 neuroticism tingggi cenderung tertekan, gelisah, mudah mengalami kecemasan dan merasa tidak aman (dalam Costa & Widiger, 2002).

2) Extraversion

Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Menilai kuantitas dan interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia. Dimensi ini menunjukkan tingkat kesenagan seseorang akan hubungan. Kaum ekstravert (ekstravensinya tinggi) cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Sementara kaum introvert (ekstraversion rendah) cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang lebih sedikit dan tidak seperti kebanyakan orang lain, mereka lebih senag dengan kesendirian (Costa & Widiger,2002).

3) Openness to Experience

Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi kepentingannnya sendiri. Menilai bagaimana ia menggali sesuatu yang baru dan tidak biasa. Dimensi ini mengamanatkan tentang minat seseorang. Orang dengan tingkat


(52)

41 Openness tinggi cenderung terpesona oleh hal baru dan inovasi. Ia menjadi imajinatif, benar-benar sensitif dan intelek. Sementara orang dengan tingkat Openness yang rendah, ia nampak lebih konvensional, pemikiran sempit dan menemuka kesenagan dalam keakraban (Costa & Widiger, 2002).

4) Agreeableness

Agreeableness dapat disebut juga mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecendrungan untuk mengikuti orang lain. Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum mulai dari lemah lembut sampai antagonis didalam berpikir, perasan dan perilaku dimensi ini merujuk kepada kecenderungan seseorang untuk tunduk kepada orang lain. Orang yang sangat mampu bersepakat jauh lebih menghargai harmoni daripada ucapan atau cara mereka. Mereka tergolong orang yang kooperatif dan percaya pada orang lain. Orang yang menilai rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain (Costa & Widiger, 2002).

5) Conscientiousness

Menilai kemampuan individu didalam organisasi. Baik mengenai ketekunan dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai lawannya menilai apakah individu tersebut tergantung, malas dan tidak rapi. Dimensi ini merujuk pada jumlah tujuan yang menjadi pusat perhatian


(53)

42 seseorang. Orang yang mempunyai skor yang tinggi cenderung mendengarkan kata hati dan mengejar sedikit tujuan dalam satu cara yang terarah dan cenderung bertanggung jawab, kuat bertahan, tergantung dan berorientasi pada prestasi. Sementara yang skornya rendah ia akan cenderung menjadi lebih kacau pikirannya, mengejar banya tujuan, dan lebih hedonistic (Costa & Widiger, 2002).

THE BIG FIVE TRAIT FAKTOR and ILLUSTRATIVE SCALES

(Pervin, Cervon, & John, 2005)

Karakteristik Nilai Tinggi Trait Scales Karakteristik Nilai Rendah NEORITICISM (N)

Kuatir, gugup, emosional, tidak aman, merasa tidak

mampu, mudah panik

Kecendrungan pada kejiwaan menyedihkan, berlebihan, membujuk, ide

tidak praktis

Tenang, rileks, tidak emosional, memiliki daya tahan terhadap stress, merasa

aman, puas atas diri sendiri EKSTRAVERSION (E)

Suka bergaul, aktif, banyak bicara, orientasi pada orang

lain, optimis, terbuka terhadap perasaannya, penuh

kasih saying

Kapasitas kegembiraan, memerlukan dorongan

Pendiam/suka menyendiri, sederhana, tidak berlebihan

dalam kesenangan, menjauhkan diri, orientasi pada tugas, pemalu, serius OPENNESS (O)

Memiliki rasa ingin tahu yang besar, minat yang luas,

kreatif, modern

Toleransi untuk menjelaskan ketidakakraban

Konvensionil/biasa, sederhana, minat yang menetap, tidak artistik, tidak analitis, rendah hati, menjaga

tradisi AGREEABLENESS (A)

Lembut hati, baik hati, mudah percaya, penolong,

pemaaf, penurut, jujur

Kesatuan orientasi merupakan lanjutan kesatuan dari perasaan kasihan ke pertentangan dalam pikiran, perasaan, dan

tindakan

Suka mengejek, tidak sopan, kasar, curiga, tidak kooperatif,

pendendam, bengis/kejam, cepat marah. Suka memerintah, manipulative CONCIENTIOUNESS (C)

Mengatur, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin diri, rapi, ambisius, tekun/keras

hati

Individu yang terorganisir, gigih, dan penuh motivasi

pada perilaku yang mempunyai tujuan

Tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, lalai, pemalas, tidak perhatian/cuek, ceroboh,

kemauan yang lemah, hedonistic


(54)

43 2.5 Kerangka berpikir

Tindakan kejahatan atau kriminalitas yang dari hari kehari semakin berkembang bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan dimana seseorang itu tinggal, melainkan dapat juga dipengaruhi oleh media-media yang menayangkan liputan-liputan kriminalitas. Liputan-liputan kriminalitas yang ada diberbagai media, baik cetak maupun elektronik dapat dengan mudah diterima dan ditiru oleh masyarakat yang melihatnya. Maka tidak heran bila dengan tingginya angka penayangan liputan-liputan kriminalitas yang ada pada saat ini, maka hal tersebut akan menjadi salah satu faktor tingginya tindak kejahatan dan kriminaslitas pada masyarakat. Adapun tingginya angka kriminalitas yang ada dimasyarakat baru-baru ini dipicu oleh berbagai macam faktor seperti halnya angka kemiskinan yang tinggi maka akan memicu tindakan kriminalitas yang lebih tinggi pula, disamping itu juga faktor pendidikan. Pendidikan yang minim pada masyarakat, akan menjadi penyebab seseorang berbuat kriminalitas. Oleh karena itu, setiap orang harus waspada, karena siapa pun orang memiliki peluang untuk mengalami tindak kejahatan atau kriminalitas, terlebih anak-anak yang berada pada masa remaja. Karena masa remaja adalah fase transisi emosional sehingga remaja dapat dengan mudah mengikuti apapun yang ada di lingkungan tanpa berpikir sebab dan akibatnya.

Masa rentan pada remaja dapat menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan bagi orang tua yang memiliki anak remaja, terlebih jika orang tua menonton liputan-liputan kriminalitas dari berbagai media yang ada maka orang tua akan


(55)

44 merasa cemas dan khawatir bila anak mereka mengalami tindak kriminilitas dari pihak lain.

Sedangkan kepribadian dalam pendekatan trait menunjukkan bahwa setiap individu memiliki keunikannya masing-masing yang bercermin dari traitnya yang bersifat relatif permanen dalam berbagai situasi. Perbedaan-perbedaan trait tersebut memicu perbedaan individu dalam bertingkah laku. Perbedaan tersebutlah yang kemudian banyak diteliti untuk menghubungkan trait kepribadian dengan aspek-aspeklain, salah satunya dengan kecemasan orang tua.

Sementara itu, terdapat trait kepribadian yang umum digunakan dan telah mendapat pengakuan dari berbagai pihak yaitu kepribadian big five. Trait kepribadian big five terdiri dari 5 trait dasar diantaranya adalah extraversion, greeableness, conscientiousness, neuroticism, dan Openness to Experience. Sehingga peneliti ingin melihat apakah dengan menggunakan trait kepribdian big five ini dapat menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh dengan kecemasan orang tua.

Faktor demografis juga diasumsikan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan orang tua diantaranya jenis kelamin dan tingkat pendidikan orang tua. Variabel tersebut diduga juga bisa memberikan dampak, baik positif maupun negatif pada kecemasan orang tua.


(56)

45 Dari uraian di atas maka dapat digambarkan bagan kerangka berpikir sebagai berikut:

2.4. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis Mayor :

Ada pengaruh yang signifikan faktor intensitas menonton liputan kriminalitas, tipe kepribadian (big five), jenis kelamin, dan tingkat pendidikan terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja.

Intensitas menonton liputan kriminalitas 1. Extraversion

2. Agreeableness

3. Conscientiousness

4. Neuroticism

5 .Openees

Tingkat Pendidikan

KECEMASAN ORANG TUA

Jenis Kelamin

TIPE KEPRIBADIAN


(57)

46 Hipotesis Minor :

H 1 : Intensitas menonton liputan kriminalitas berpengaruh signifikan terhadap

kecemasan orang tua.

H 2.a : Neuroticism berpengaruh signifikan terhadap kecemasan orang tua. H 2.b : Extraversion berpengaruh signifikan terhadap kecemasan orang tua. H 2.c : Openness to experience berpengaruh signifikan terhadap kecemasan orang

tua.

H 2.d : Agreeableness berpengaruh signifikan terhadap kecemasan orang tua. H 2.e : Conscientiousness berpengaruh signifikan terhadap kecemasan orang tua. H 3 : Jenis kelamin berpengaruh signifikan terhadap kecemasan orang tua. H 4 : Tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kecemasan orang tua.


(58)

47

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian, diantaranya jenis penelitian (pendekatan penelitian dan metode penelitian) dan variable penelitian (definisi variabel, definisi oprasional variabel), populasi dan sampel, pengambilan sampel, teknik dan insrumen pegumpulan data (kuesioner dan analisa data), teknik penyusunan angket, uji instrument penelitian, teknik analisa data, serta prosedur penelitian.

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dimana penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat, atau frekuensi), yang dianalisa dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik, dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain (Sevilla dkk, 1993).

3.1.2. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode regresi berganda (Sevilla, dkk, 1993) dengan cara mengumpulkan dua atau lebih perangkat nilai dari sebuah sampel peserta, lalu menghitung hubungan antara perangkat-perangkat tersebut.


(59)

48 Karena dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja.

3.2. Variabel Penelitian 3.2.1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan terikat. Variabel bebas adalah penyebab sedangkan variabel terikat adalah hasil.

Dalam penelitian ini ditentukan yang menjadi variabel bebasnya adalah intensitas menonton liputan kriminalitas, kepribadian Big five, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Sedangkan variabel terikatnya adalah kecemasan orang tua akan keselamatan remaja.

3.2.2. Definisi Konseptual Variabel

Secara konseptual variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu (a) variabel bebas (independent variable) dan (b) variabel terikat (dependent variable).

Definisi konseptual diambil berdasarkan teori. Dalam penelitian ini definisi konseptual dari masing-masing variabel adalah:

1. Intensitas menonton liputan kriminalitas.

Suatu ukuran kuantitatif dari suatu penginderaan untuk mengukur frekuensi dan durasi serta ukuran fisik dari energi atau data indera dalam menonton liputan kriminalitas (Sudarsono, 1993).


(1)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3155.615 7 450.802 4.967 .000a

Residual 4719.318 52 90.756

Total 7874.933 59

a. Predictors: (Constant), jeniskelamin, intensitas, neuro, agree, consc, opens, extra b. Dependent Variable: kecemasan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 46.155 19.154 2.410 .020

intensitas .224 2.829 .009 .079 .937

Extra -2.961- 1.868 -.729- -1.585- .119

Agree 3.575 1.586 1.273 2.254 .028

Consc 6.165 1.566 .730 3.936 .000

Neuro 6.329 1.652 .838 3.831 .000

Opens -14.156- 4.285 -1.211- -3.303- .002

jeniskelamin -2.647- 2.806 -.111- -.943- .350

a. Dependent Variable: kecemasan

8.

Tingkat Pendidikan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .637a .406 .312 9.58022

a. Predictors: (Constant), pendidikan, agree, neuro, intensitas, jeniskelamin, consc, opens, extra


(2)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3194.119 8 399.265 4.350 .000a

Residual 4680.815 51 91.781

Total 7874.933 59

a. Predictors: (Constant), pendidikan, agree, neuro, intensitas, jeniskelamin, consc, opens, extra b. Dependent Variable: kecemasan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 50.242 20.269 2.479 .017

intensitas .038 2.860 .002 .013 .990

Extra -2.706- 1.919 -.666- -1.410- .165

agree 3.408 1.616 1.214 2.110 .040

consc 6.089 1.579 .721 3.856 .000

neuro 6.170 1.679 .817 3.674 .001

opens -14.028- 4.314 -1.200- -3.252- .002

jeniskelamin -2.516- 2.829 -.106- -.889- .378

pendidikan -.737- 1.139 -.073- -.648- .520

a. Dependent Variable: kecemasan

Hasil Intensitas Menonton Liputan Kriminalitas

Skala Intensitas Menonton Liputan Kriminalitas

Subjek Frekuensi

Durasi

Jumlah

Mean

Std. Dev

Kategori

1

3

2

5

Sering

2

3

2

5

Sering

3

3

2

5

Sering

4

3

2

5

Sering


(3)

5.14

0.469

7

3

2

5

Sering

8

3

2

5

Sering

9

3

2

5

Sering

10

3

2

5

Sering

11

3

2

5

Sering

12

3

2

5

Sering

13

3

2

5

Sering

14

3

3

6

Selalu

15

3

2

5

Sering

16

3

2

5

Sering

17

3

2

5

Sering

18

3

2

5

Sering

19

3

2

5

Sering

20

3

2

5

Sering

21

3

2

5

Sering

22

3

2

5

Sering

23

3

2

5

Sering

24

3

2

5

Sering

25

3

2

5

Sering

26

3

3

6

Selalu

27

3

3

6

Selalu

28

3

2

5

Sering

29

3

3

6

Selalu

30

3

2

5

Sering

31

3

2

5

Sering

32

3

2

5

Sering

33

3

2

5

Sering

34

3

2

5

Sering

35

3

3

6

Selalu

36

3

2

5

Sering

37

3

2

5

Sering

38

3

2

5

Sering


(4)

40

3

3

6

Selalu

41

1

3

4

Jarang

42

3

3

6

Selalu

43

2

2

4

Jarang

44

3

2

5

Sering

45

3

2

5

Sering

46

3

3

6

Selalu

47

3

2

5

Sering

48

2

3

5

Sering

49

3

2

5

Sering

50

3

2

5

Sering

51

3

2

5

Sering

52

3

2

5

Sering

53

3

3

6

Selalu

54

1

3

4

Jarang

55

3

2

5

Sering

56

3

2

5

Sering

57

3

3

6

Selalu

58

2

3

5

Sering

59

3

2

5

Sering

60

3

2

5

Sering

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance

VAR00001 60 4.00 6.00 5.1333 .46820 .219


(5)

No

Aspek

Kualifikasi

Indikator

1

Frekuensi menonton

liputan kriminalitas

a.Selalu

b.Sering

c.Jarang

Setiap hari

Dalam seminggu 3-4 kali

Dalam seminggu 1-2 kali

2

Durasi setiap hari

menonton liputan

kriminalitas

a.Sangat lama

b.Cukup lama

c.Tidak lama

>30 menit

15-30 menit

< 15 menit

Item Skala Intensitas menonton liputan kriminalitas.

No Kualifikasi

Pernyataan

Ya

1

Frekuensi menonton

liptan kriminalitas

a.Setiap hari selama semingggu

b.3-4 hari dalam seminggu

c. 1-2 hari dalam sminggu

2

Durasi

menonton

liputan kriminalitas

a.

>30 menit

b. 15-30 menit

c. < 15 menit

Judul

Berita

Kriminal

Stasiun

Televisi

Jam

Tayang

(durasi

per menit)

Frekuensi

(berapa

kali/minggu)

Durasi menonton

(menit)

<

15menit

/tayangan

15-30

menit/

tayangan

>30

menit/

tayangan

Sidik

Pagi

TPI

06.00

(30’)

Sidik

TPI

11.30

(60’)

Tangkap

2

ANTV

16.30(30’)

Tangkap

ANTV

02.30(30’)

Patroli

Indosiar

11.30(30’)

TKP

TRANS 7

10.00(30’)


(6)

Sergap

RCTI

12.30(30’)

Buser

SCTV

01.00(30’)

Black in

News

TRANS 7

23.00(30’)

Mengejar

Buronan

ANTV

22.30(30’)

FAKTA

TPI

23.30(30’)

Metro

Realitas

METRO

TV

23.05(30’)

Membeli

Menipu

TV ONE

08.30(30’)

Buser

Menit

SCTV

01.00(30’)

Sidik

Kasus

TPI

11.30(30’)

Di Balik

Tragedi

TV ONE

03.00

(60’)

Delik

RCTI

00.30(30’)

Reality

INDOSIAR

15.00(30’)