Pemeriksaan histopatologi Diagnosis Kanker Paru

dan jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut dan pada waktu pemeriksaan,sputum harus segar. Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85 pada karsinoma sel skuamus. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb dengan antibodi 624H untuk antigen KPSK Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil dan antibodi 703 D untuk antigen KPKBSK Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil. Laporan dari National Cancer Institute USA teknik ini memberikan hasil sensitivitas 91 dan spesifitas 88. Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan, dan sikatan bronkus pada bronkoskopi Sudoyo, 2009.

2.2.7.2. Pemeriksaan histopatologi

Menurut Sudoyo 2009, pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi melalui bronkoskopi: Modifikasi dari bronkoskopi serat optik dapat berupa: a. Transbronchial Lung Biopsy TBLB dengan tuntutan fluroskopi, atau ultrasonografi b. Belakangan ini sedang dikembangkan pemeriksaan fluorescence bronchoscopy dengan memakai fluorescence exchanging agent seperti HpD hematoporphyrin derivative memberikan konsentrat fluoresensi pada jaringan kanker. Teknik yang lebih baru lagi adalah dengan auto fluorescence bronchoscopy. Hasil pemeriksaan ini menunjukkan 50 lebih sensitif daripada white light bronchoscopy untuk deteksi karsinoma in situ dan displasia berat. Universitas Sumatera Utara c. Ultrasound bronchoscopy, juga dikembangkan pada saat ini untuk mendeteksi tumor perifer, tumor endobronkial, kelenjar getah bening mediastinum dan lesi daerah hilus. d. Hasil positif dengan bronkoskopi ini dapat mencapai 95 untuk tumor yang letaknya sentral dan 70-80 untuk tumor yang letaknya perifer. e. Trans –bronchial Needle-Aspiration TBNA. Dikerjakan pada nodul getah bening di hilus atau mediastinum. Hasilnya akan lebih baik bila dituntun dengan CT scan.

2.2.7.3. Diagnosis Kanker Paru

Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intratorakal tersebut sebagai tumor jinak atau ganas. Bila fasilitas ada dengan teknik Positron Emission Tomography PET dapat dibedakan antara tumor jinak dan ganas serta untuk menentukan staging penyakit. Kemudian ditentukan apakah letak lesi sentral atau perifer, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor. Untuk lesi yang letaknya perifer, kombinasi bronkoskopi dengan biopsi, sikatan, bilasan, transtorakal biopsi aspirasi dan tuntunan USG atau CT Scan akan memberikan hasil yang lebih baik. Sedangkan untuk lesi sentral, langkah pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi sputum diikuti bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor T, kelenjar getah bening torakal N dan metastasis ke organ lain M Sudoyo, 2009.

2.2.8. Stadium Kanker Paru Tabel 3.1 : Stadium Kanker Paru TNM Staging, 2009