2.2.5. Patogenesis
Gambar 2.6. : Patogenesis
Fisheman et al., 2008
2.2.6. Gejala Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila telah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Menurut
Journal of Chest, gejala-gejala yang paling sering ditemukan adalah batuk dengan sekitar 8-75, kehilangan berat badan 0-68, dipsnea 3-60, nyeri dada 20-49,
hemoptisis 6-35, nyeri tulang 6-25, demam 0-20 dan mengi sekitar 0-2 Spiro, 2007.
2.2.7. Prosedur Diagnostik dan Diagnosis 2.2.7.1. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil yang positif karena ia
tergantung dari letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor, teknik pengeluaran sputum, SEVERE
DYSPLASIA MILD
DYSPLASIA METAPLASIA
NORMAL EPITHLEIUM
CARCINOMA
Universitas Sumatera Utara
dan jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut dan pada waktu pemeriksaan,sputum harus segar.
Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85 pada karsinoma sel skuamus.
Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan diagnosis dini
pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb dengan antibodi 624H untuk antigen KPSK Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil dan antibodi 703 D untuk
antigen KPKBSK Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil. Laporan dari National Cancer Institute USA teknik ini memberikan hasil sensitivitas 91 dan spesifitas
88. Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada
cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan, dan sikatan bronkus pada bronkoskopi Sudoyo, 2009.
2.2.7.2. Pemeriksaan histopatologi
Menurut Sudoyo 2009, pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi
melalui bronkoskopi: Modifikasi dari bronkoskopi serat optik dapat berupa:
a. Transbronchial Lung Biopsy TBLB dengan tuntutan fluroskopi, atau
ultrasonografi b.
Belakangan ini
sedang dikembangkan
pemeriksaan fluorescence
bronchoscopy dengan memakai fluorescence exchanging agent seperti HpD hematoporphyrin derivative memberikan konsentrat fluoresensi pada
jaringan kanker. Teknik yang lebih baru lagi adalah dengan auto fluorescence bronchoscopy. Hasil pemeriksaan ini menunjukkan 50 lebih
sensitif daripada white light bronchoscopy untuk deteksi karsinoma in situ
dan displasia berat.
Universitas Sumatera Utara
c. Ultrasound bronchoscopy, juga dikembangkan pada saat ini untuk
mendeteksi tumor perifer, tumor endobronkial, kelenjar getah bening mediastinum dan lesi daerah hilus.
d. Hasil positif dengan bronkoskopi ini dapat mencapai 95 untuk tumor
yang letaknya sentral dan 70-80 untuk tumor yang letaknya perifer. e.
Trans –bronchial Needle-Aspiration TBNA. Dikerjakan pada nodul getah
bening di hilus atau mediastinum. Hasilnya akan lebih baik bila dituntun dengan CT scan.
2.2.7.3. Diagnosis Kanker Paru
Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intratorakal tersebut sebagai tumor jinak atau ganas. Bila fasilitas ada dengan teknik
Positron Emission Tomography PET dapat dibedakan antara tumor jinak dan ganas serta untuk menentukan staging penyakit. Kemudian ditentukan apakah letak lesi
sentral atau perifer, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor. Untuk lesi yang letaknya perifer, kombinasi bronkoskopi dengan
biopsi, sikatan, bilasan, transtorakal biopsi aspirasi dan tuntunan USG atau CT Scan akan memberikan hasil yang lebih baik. Sedangkan untuk lesi sentral, langkah
pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi sputum diikuti bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor T, kelenjar getah bening torakal N
dan metastasis ke organ lain M Sudoyo, 2009.
2.2.8. Stadium Kanker Paru Tabel 3.1 : Stadium Kanker Paru TNM Staging, 2009
Tumor primer TX
Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak nampak secara
radiologis atau bronkoskopik
Universitas Sumatera Utara
T0 Tidak ada bukti ada tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor 3cm
T1a Tumor 2 cm
T1b Tumor antara 2
– 3 cm
T2 Tumor antara 3-7 cm
T2a Tumor antara 3
– 5 cm
T2b Tumor antara 5
– 7 cm
T3
Tumor lebih dari ≥7cm
T4 Tumor menyebar ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea,
esofagus, pleura, efusi pleura maligna.
Tabel 3.2. : Stadium Kanker Paru TNM Staging, 2009
Metastasis jauh M M0
Tak ditemukan metastasis jauh
M1 Ditemukan metastasis jauh
M1a Metastase di daerah intratoraks M1b Metastase di daerah extratorakal
Tabel 3.3. : Stadium Kanker Paru TNM Staging, 2009
Kelenjar getah bening regional N NX
Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial atau hilus ipsilateral,
termasuk perluasan tumor secara langsung
N2 Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral atau KGB
subkarina
N3 Metastasis pada mediastinal kontralateral, skalenus atau supraklavikula
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.4. : Anatomic Stage TNM American Joint Committee on Cancer ANATOMIC STAGE PROGNOSTIC GROUPS
Occult Carcinoma TX
N0 M0
Stage 0 Tis
N0 M0
Stage IA T1a
N0 M0
T1b N0
M0 Stage IB
T2a N0
M0 Stage IIA
T2b N0
M0 T1a
N1 M0
T1b N1
M0 T2a
N1 M0
Stage IIB T2b
N1 M0
T3 N0
M0 Stage IIIA
T1a N2
M0 T1b
N2 M0
T2a N2
M0 T2b
N2 M0
T3 N1
M0 T3
N2 M0
T4 N0
M0 T4
N1 M0
Stage IIIB T1a
N3 M0
T1b N3
M0 T2a
N3 M0
T2b N3
M0 T3
N3 M0
T4 N2
M0 T4
N3 M0
Universitas Sumatera Utara
Stage IV Any T
Any N M1a
Any T Any N
M1b
2.2.9. Penatalaksanaan