Patogenesis Gejala Klinis Stadium Kanker Paru Tabel 3.1 : Stadium Kanker Paru TNM Staging, 2009

2.2.5. Patogenesis

Gambar 2.6. : Patogenesis Fisheman et al., 2008

2.2.6. Gejala Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila telah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Menurut Journal of Chest, gejala-gejala yang paling sering ditemukan adalah batuk dengan sekitar 8-75, kehilangan berat badan 0-68, dipsnea 3-60, nyeri dada 20-49, hemoptisis 6-35, nyeri tulang 6-25, demam 0-20 dan mengi sekitar 0-2 Spiro, 2007. 2.2.7. Prosedur Diagnostik dan Diagnosis 2.2.7.1. Pemeriksaan sitologi Pemeriksaan sitologi dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil yang positif karena ia tergantung dari letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor, teknik pengeluaran sputum, SEVERE DYSPLASIA MILD DYSPLASIA METAPLASIA NORMAL EPITHLEIUM CARCINOMA Universitas Sumatera Utara dan jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut dan pada waktu pemeriksaan,sputum harus segar. Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85 pada karsinoma sel skuamus. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb dengan antibodi 624H untuk antigen KPSK Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil dan antibodi 703 D untuk antigen KPKBSK Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil. Laporan dari National Cancer Institute USA teknik ini memberikan hasil sensitivitas 91 dan spesifitas 88. Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan, dan sikatan bronkus pada bronkoskopi Sudoyo, 2009.

2.2.7.2. Pemeriksaan histopatologi

Menurut Sudoyo 2009, pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi melalui bronkoskopi: Modifikasi dari bronkoskopi serat optik dapat berupa: a. Transbronchial Lung Biopsy TBLB dengan tuntutan fluroskopi, atau ultrasonografi b. Belakangan ini sedang dikembangkan pemeriksaan fluorescence bronchoscopy dengan memakai fluorescence exchanging agent seperti HpD hematoporphyrin derivative memberikan konsentrat fluoresensi pada jaringan kanker. Teknik yang lebih baru lagi adalah dengan auto fluorescence bronchoscopy. Hasil pemeriksaan ini menunjukkan 50 lebih sensitif daripada white light bronchoscopy untuk deteksi karsinoma in situ dan displasia berat. Universitas Sumatera Utara c. Ultrasound bronchoscopy, juga dikembangkan pada saat ini untuk mendeteksi tumor perifer, tumor endobronkial, kelenjar getah bening mediastinum dan lesi daerah hilus. d. Hasil positif dengan bronkoskopi ini dapat mencapai 95 untuk tumor yang letaknya sentral dan 70-80 untuk tumor yang letaknya perifer. e. Trans –bronchial Needle-Aspiration TBNA. Dikerjakan pada nodul getah bening di hilus atau mediastinum. Hasilnya akan lebih baik bila dituntun dengan CT scan.

2.2.7.3. Diagnosis Kanker Paru

Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intratorakal tersebut sebagai tumor jinak atau ganas. Bila fasilitas ada dengan teknik Positron Emission Tomography PET dapat dibedakan antara tumor jinak dan ganas serta untuk menentukan staging penyakit. Kemudian ditentukan apakah letak lesi sentral atau perifer, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor. Untuk lesi yang letaknya perifer, kombinasi bronkoskopi dengan biopsi, sikatan, bilasan, transtorakal biopsi aspirasi dan tuntunan USG atau CT Scan akan memberikan hasil yang lebih baik. Sedangkan untuk lesi sentral, langkah pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi sputum diikuti bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor T, kelenjar getah bening torakal N dan metastasis ke organ lain M Sudoyo, 2009.

2.2.8. Stadium Kanker Paru Tabel 3.1 : Stadium Kanker Paru TNM Staging, 2009

Tumor primer TX Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak nampak secara radiologis atau bronkoskopik Universitas Sumatera Utara T0 Tidak ada bukti ada tumor primer Tis Karsinoma in situ T1 Tumor 3cm T1a Tumor 2 cm T1b Tumor antara 2 – 3 cm T2 Tumor antara 3-7 cm T2a Tumor antara 3 – 5 cm T2b Tumor antara 5 – 7 cm T3 Tumor lebih dari ≥7cm T4 Tumor menyebar ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, pleura, efusi pleura maligna. Tabel 3.2. : Stadium Kanker Paru TNM Staging, 2009 Metastasis jauh M M0 Tak ditemukan metastasis jauh M1 Ditemukan metastasis jauh M1a Metastase di daerah intratoraks M1b Metastase di daerah extratorakal Tabel 3.3. : Stadium Kanker Paru TNM Staging, 2009 Kelenjar getah bening regional N NX Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai N0 Tidak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening N1 Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung N2 Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral atau KGB subkarina N3 Metastasis pada mediastinal kontralateral, skalenus atau supraklavikula Universitas Sumatera Utara Tabel 3.4. : Anatomic Stage TNM American Joint Committee on Cancer ANATOMIC STAGE PROGNOSTIC GROUPS Occult Carcinoma TX N0 M0 Stage 0 Tis N0 M0 Stage IA T1a N0 M0 T1b N0 M0 Stage IB T2a N0 M0 Stage IIA T2b N0 M0 T1a N1 M0 T1b N1 M0 T2a N1 M0 Stage IIB T2b N1 M0 T3 N0 M0 Stage IIIA T1a N2 M0 T1b N2 M0 T2a N2 M0 T2b N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 T4 N0 M0 T4 N1 M0 Stage IIIB T1a N3 M0 T1b N3 M0 T2a N3 M0 T2b N3 M0 T3 N3 M0 T4 N2 M0 T4 N3 M0 Universitas Sumatera Utara Stage IV Any T Any N M1a Any T Any N M1b

2.2.9. Penatalaksanaan