Unsur Intrinsik Novel Nilai Sosial dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA

12 yang dikenal oleh orang awam sebagai cerita. Forster mengatakan bahwa sebuah cerita adalah suatu paparan peristiwa yang diatur menurut tahapan waktu. Alur di lain pihak, juga merupakan paparan peristiwa, tetapi tekanan jatuh pada hubungan sebab akibat. Rangkaian pola alur suatu cerita pada kenyataannya menampilkan susunan pola yang terdiri dari lima bagian. 12 a Situation: pengarang mulai melukiskan suatu keadaan. b Generating Circumstances: peristiwa mulai bergerak. c Rising Action: keadaan mulai memuncak. d Climax: peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya. e Denouement: pengarang memberikan pemecahan soal bagi semua peristiwa. Sesungguhnya gambaran apa yang dimaksudkan dengan plot atau alur akan menjadi jelas kalau kita menyadari bahwa cerita cerpen maupun novel dapat digolongkan dalam beberapa jenis, seperti: cerita ide, cerbung, cerpen. Dapat disimpulkan dari berbagai pendapat bahwa plot atau alur adalah rangkaian kejadian dan perbuatan, rangkaian hal-hal yang diderita dan dikerjakan oleh pelaku-pelaku sepanjang novel yang bersangkutan. Plot atau alur merupakan struktur penyusunan kejadian-kejadian dalam cerita tapi yang disusun secara logis.

3. Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan. 13 Penokohan adalah salah satu unsur yang penting dalam membina struktur. Penokohan sudah selayaknya ada dalam setiap cerkan, karena tanpa tokoh cerita tidak akan terbentuk. Stanton mengungkapkan bahwa kebanyakan cerita menampilkan satu tokoh utama yang berkaitan dengan setiap peristiwa yang terjadi dalam cerita. Dikatakan pula bahwa setiap pengarang ingin pembacanya memahami tokohnya dan 12 Sri Widati Pradopo, dkk, op. cit., h. 62 —63 13 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 166 13 motivasi mereka melalui apa yang mereka katakan dan lakukan. 14 Cerita dalam sebuah novel tidak akan ada tanpa tokoh yang menggerakkan cerita dan membentuk alur dengan segala macam permasalahan yang dialaminya. Hal ini menunjukkan bahwa tokoh merupakan hal penting dalam sebuah novel. Aspek penokohan dalam cerita sangatlah penting karena menggambarkan cara pengarang menampilkan tokoh. Penokohan berhubungan erat dengan perwatakan tokoh yaitu dari dokumen lain di luar karya sastra. 15 Dengan kata lain, pembaca tidak perlu merujuk pada data di luar novel, karena segala perihal tokoh sudah dapat diketahui dari data yang ada dalam novel tersebut. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengamatan mengenai tingkah laku tokoh dapat dihubungkan, dijelaskan, dan dipertimbangkan. Setelah itu dilakukan, barulah dapat diambil sebuah kesimpulan mengenai perwatakan tokoh dalam suatu novel. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tok oh dalam cerita dapat didefinisikan sebagai subjek dan sekaligus objek peristiwa dan kejadian, pelaku dan sekaligus sasaran kedua hal tersebut. Tanpa tokoh, tidak akan tercipta peristiwa. Tokoh selalu mempunyai identitas, mempunyai watak tertentu, yang menentukan tindakannya dan sikapnya terhadap lingkungan di sekitarnya, baik yang berupa tokoh-tokoh lain maupun yang berupa lingkungan benda-benda alam dan benda-benda budaya. Seorang tokoh tidak dapat berdiri sendiri atau berkelakuan sendiri tanpa kehadiran tokoh lain.

4. Latar atau Setting

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat 14 Sri Widati Pradopo, dkk, op. cit., h. 84 15 Diah W indu Wulan, Aspek Keberagamaan Dengan Analisis Kata Hati Tokoh Utama Dalam Novel Atheis Dan Novel Kubah Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA, h. 40 14 terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. 16 Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa. 17 Membaca sebuah novel kita akan bertemu dengan lokasi tertentu seperti nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan, kamar, dan lain-lain tempat terjadinya peristiwa. Di samping itu, kita juga akan berurusan dengan hubungan waktu seperti tahun, tanggal, pagi, siang, malam, pukul, saat bulan purnama, saat hujan gerimis diawal bulan, atau kejadian yang menyarankan pada waktu tipikal tertentu, dan sebagainya. 18 Secara terperinci bahwa latar suatu cerita mencakup hal-hal sebagai berikut: 19 a Tempat, baik tempat di dalam rumah maupun di luar rumah yang melingkupi pelaku atau tempat terjadinya peristiwa ataupun keseluruhan cerita. b Lingkungan kehidupan yang berhubungan dengan tempat, seperti lingkungan pekerjaan dan sebagainya. c Sistem kehidupan, seperti aturan-aturan dan tata cara yang mengatur kehidupan suatu lingkungan tertentu. d Alat-alat atau benda-benda yang berhubungan dengan kehidupan atau lingkungan hidup tertentu. e Waktu terjadinya peristiwa, seperti pagi, siang, sore, musim hujan, musim panas, atau juga periode sejarah tertentu. Kesimpulan dari keseluruhan kutipan-kutipan istilah latar atau setting ini berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, di mana para tokoh menjalankan perannya. Latar ini biasanya diwujudkan dengan menciptakan kondisi-kondisi yang melengkapi cerita. Baik dalam dimensi waktu maupun tempatnya, suatu latar bisa diciptakan dari tempat dan waktu imajiner atau pun faktual. Dan yang paling menentukan bagi keberhasilan suatu latar, 16 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 216. 17 Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, SINAR BARU, h. 67 18 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 218. 19 Sri Widati, dkk, op. cit., h. 7. 15 selain deskripsinya, bagaimana novelis memadukan tokoh-tokohnya dengan latar di mana mereka melakoni perannya.

5. Sudut Pandang

Dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, terdapat tiga sudut pandang yakni sudut pandang persona ketiga “Dia”, sudut pandang persona pertama “Aku”, dan sudut pandang campuran. Sudut pandang orang ketiga terbagi menjadi dua, yaitu “Dia” mahatahu dan “Dia” terbatas sebagai pengamat. Sudut pandang orang pertama dibagi menjadi dua, yakni “Aku” tokoh utama dan “Aku” tokoh tambahan. 20 Siswanto menyatakan bahwa sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya mengenai tokoh, peristiwa, tempat, dan waktu dengan gayanya sendiri. 21 Pusat pengisahan menerangkan “siapa yang bercerita”. Pusat pengisahan ini penting untuk memperoleh gambaran tentang kesatuan cerita. Dalam kesusastraan Indonesia, ad a lima macam “pencerita”, yaitu: Pertama tokoh utama menuturkan ceritanya sendiri, kedua tokoh bawahan menuturkan cerita tokoh utama, ketiga pengarang sebagai pengamat menuturkan cerita dari luar sebagai seorang observer, keempat pengarang analitik menuturkan cerita tidak hanya sebagai seorang pengamat, tetapi berusaha juga menyelam ke dalam, kelima campuran antara 1 dan 4, yaitu cara melaksanakan cakapan batin. 22 Kesimpulan dari pendapat di atas sudut pandang adalah cara sebuah cerita dikisahkan. Segala sesuatu yang diceritakan menjadi kebebasan pengarang untuk berkreasi bahkan mampu memperlihatkan teknik pengarang dalam menggagas sesuatu. Sudut pandang dapat diketahui melalui unsur intrinsik lainnya, seperti percakapan antar tokoh, gerak-gerik tokoh, alur dalam cerita tersebut, dan gaya bahasa yang digunakan pengarang. 20 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 248. 21 Siswanto, op. cit., h. 151. 22 Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, UPI PRESS: Bandung, 2006, h. 47. 16

6. Gaya Bahasa

Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. 23 Aminuddin menyatakan bahwa gaya bahasa mengandung pengertian keindahan dan keharmonisan bahasa yang digunakan pengarang dalam menyampaikan cerita sehingga mampu menuansakan makna, menyentuh daya intelektual, dan mampu menggugah emosi pembaca. 24 Semi menyatakan bahwa gaya penceritaan adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa yang menjadikan sastra hadir. Pada dasarnya karya sastra merupakan salah satu kegiatan pengarang yang membahas atau menuturkan sesuatu kepada orang lain. 25 Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis pemakai bahasa. Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik. 26 Pada buku tentang pengajaran gaya bahasa ini, ada beberapa jenis gaya bahasa, diantaranya: majas hiperbola, personifikasi, dan klimaks. Majas hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. 27 Majas personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. 28 Majas klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan- urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. 29 23 Wijaya Heru Santosa dan Sri Wahyuningtyas, Pengantar Apresiasi Prosa, Yuma Pustaka: Surakarta, 2010, Cet. 1, h. 20. 24 Aminuddin, op. cit., h. 72. 25 Atar Semi, Anatomi Sastra, tt.p.: Angkasa Raya, t.t., h. 47. 26 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, Angkasa: Bandung, 2009, h. 5 27 Ibid., h. 55 28 Ibid., h. 17 29 Ibid., h. 79 17 Beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Gaya bahasa merupakan ciri khas si pengarang dalam menggunakan bahasa yang dipakai pada sebuah karyanya untuk menyampaikan sebuah pesan kepada si pembaca.

C. Pengertian Sosiologi Sastra

Wellek Warren mengungkapkan bahwa sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Teknik-teknik sastra tradisonal seperti simbolisme dan matra bersifat sosial karena merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga masyarakat yang memiliki status khusus. Penelitian yang menyangkut sastra dan masyarakat biasanya terlalu sempit dan menyentuh permasalahan dari luar sastra. Sastra dikaitkan dengan situasi tertentu, atau dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial tertentu. Penelitian dilakukan untuk menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat. 30 Sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain —yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial—kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing. 31 Sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan 30 Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 1993, h. 109 31 Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas, PPPB Depdikbud: Jakarta, 1978, h. 6 18 menghasilkan kebudayaan. Masyarakat juga merupakan kumpulan individu yang tinggal pada suatu wilayah. Sastra adalah lembaga sosial yang menampilkan gambaran kehidupan yang mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi di dalam batin seseorang. Selain itu pendekatan sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, namun semua pendekatan ini menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat. Menurut Silbermann ada lima penelitian sosiologi sastra, yaitu: a Penelitian tentang pengaruh seni terhadap kehidupan seorang manusia, b Penelitian tentang perkembangan dan kepelbagaian sikap dan obyek sosial melalui seni, c Penelitian tentang pengaruh dari seni terhadap pembentukan kelompok, konflik-konflik di dalamnya dan sebagainya, d Penelitian tentang pembentukan pertumbuhan dan hilangnya lembaga artistik sosial, e Penelitian tentang faktor- faktor dan bentuk-bentuk tipikal dari organisasi sosial yang mempengaruhi seni. 32 Pendekatan terhadap sastra mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Sejauh mana sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakat. Dalam hubungan ini terutama harus mendapat perhatian adalah sifat seorang pengarang atau sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya, sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya mungkin sebagai cermin masyarakat. Demikian juga sebaliknya, karya sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat secara teliti barangkali masih dapat dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus mempertimbangkan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin masyarakat. 33 Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah itu pada 32 Umar Junus, Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar, PT Gramedia: Jakarta, 1985, h. 84 33 Jabrohim, Teori penelitian Sastra, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2012, h. 219 19 dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis atau pendekatan struktural terhadap sastra. Sosiologi sastra dalam pengertian ini mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu. 34 Karya sastra diciptakan oleh seorang pengarang untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Pengarang adalah anggota masyarakat yang terikat dengan status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium alat: bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan itu sendiri sebagai suatu kenyataan sosial. Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa sastra adalah lembaga sosial karena sastra menampilkan gambaran kehidupan. Beberapa uraian di atas dapat disimpulkan masalah sosiologi sastra ada tiga hal yaitu: 1. Pengarang atau pencipta karya sastra dengan latar belakang kehidupannya dihubungkan dengan karya sastra yang dihasilkannya, 2. Karya sastra sebagai cermin masyarakat tempat karya sastra tersebut dihasilkan, jadi sebagai dokumen sosiobudaya, 3. Pembaca karya sastra, bagaimana pengaruh sebuah karya terhadap masyarakat pembacanya. Pernyataan di atas sebenarnya juga menyiratkan bahwa seorang penyair pada hakikatnya adalah seorang anggota masyarakat. Oleh karena itu ia terikat oleh status sosial tertentu. Itulah sebabnya sastra dapat dipandang sebagai institusi sosial yang menggunakan sarana bahasa. Bahasa itu sendiri merupakan produk sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dari pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan orang termasuk penyair dengan antarmasyarakat, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang. 34 Ibid., h. 217 20

D. Nilai Sosial dalam Karya Sastra

Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang terkait dengan norma atau aturan dalam kehidupan bermasyarakat dan berhubungan dengan orang lain misalnya, saling memberi tenggang rasa saling menghormati pendapat orang lain.

1. Hakikat Nilai

Nilai merupakan satu prinsip umum yang menyediakan anggota masyarakat dengan satu ukuran atau standar untuk membuat penilaian dan pemilihan mengenai tindakan dan cita-cita tertentu. Nilai adalah konsep, suatu pembentukan mental yang dirumuskan dari tingkah laku manusia. Nilai adalah persepsi yang sangat penting, baik dan dihargai. 35 Kata nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga mempunyai arti sifat-sifat hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Kata nilai diartikan sebagai harga, kadar, mutu, kualitas untuk mempunyai nilai. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai. Persahabatan sebagai nilai positif baik tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung. Penilaian dalam telaah sastra adalah penilaian yang didasarkan kriteria yang ada dan pembahasannya tidak dilandasi sikap apriori. 36 Dengan demikian, hasil yang diberikan adalah hasil yang obyektif. Penilaian yang obyektif terhadap karya sastra itulah yang akan memacu pengarang untuk meningkatkan mutu karya sekaligus menumbuhkan kretivitasnya. 35 Mohamad Mustari, Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan Karakter, LaksBang PRESSindo: Yogyakarta, 2011, h. xiv 36 Zainuddin Fananie, Telaah Sastra, Muhammadiyah University Press: Surakarta, 2001, h. 70

Dokumen yang terkait

Ronggeng dalam kebudayaan Banyumas dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

9 242 140

NILAI RELIGIUS PADA NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Nilai Religius Pada Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Di SMA N 2 Sukoh

0 3 16

NILAI RELIGIUS PADA NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN Nilai Religius Pada Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Di SMA N 2

0 2 13

NILAI SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA SERTA IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA Nilai Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi Sastra Serta Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SM

0 5 17

NILAI SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA SERTA IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA Nilai Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi Sastra Serta Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA

0 6 12

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Aspek Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 12

PENDAHULUAN Aspek Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 4 42

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Aspek Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 5 20

KONFLIK SOSIAL DAN POLITIK DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 15 9

ASPEK KEJIWAAN DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI (PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA).

0 16 16