11 kayu dan arang‟, meja hijau dalam arti „pengadilan‟ dan membanting tulang
dalam arti „bekerja keras‟ adalah contoh-contoh leksem. Dari contoh itu, tampak
bahwa, leksem itu bisa berupa kata bisa juga berupa gabungan kata. Namun, dalam dunia pendidikan bentuk-bentuk seperti meja hijau dan membanting tulang
lazim disebut sebagai ungkapan atau idiom. Chaer, 2003:269. Jadi, makna leksikal adalah yang secara inheren dimiliki oleh sebuah
leksem. Makna leksikal ini dapat juga diartikan sebagai makna kata secara lepas, di luar konteks kalimatnya. Makna leksikal ini terutama yang berupa kata di
dalam kamus biasanya didaftarkan sebagai makna pertama dari kata atau entri yang terdaftar dalam kamus itu misalnya bagian tubuh dari leher ke atas‟ adalah
makna leksikal dari kata kepala ‟, sedangkan makna „ketua‟ atau „pemimpin‟
bukanlah makna leksikal, sebab untuk mengatakan makna „ketua‟ atau „pemimpin‟ kata kepala itu harus bergabung dengan unsur lain, seperti dalam
frase kepala sekolah dan kepala kantor. Tahap pertama untuk bisa meresapi makna suatu ujaran adalah memahami
makna leksikal setiap butir leksikal kata, leksem yang digunakan di dalam ujaran itu. Andaikata seseorang tidak tahu makna leksikal sebuah kata yang
digunakan di dalam suatu ujaran, maka bisa melihatnya di dalam kamus, atau bertanya kepada orang lain yang tahu.
2.3.2 Makna Gramatikal
Makna Gramatikal adalah makna yang “muncul” sebagai hasil suatu proses gramatikal. Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya beberapa proses
gramatikal. Yang utama adalah proses afiksasi, proses reduplikasi, proses komposisi, proses pemfrasean dan proses pengalimatan. Chaer, 2003:277.
2.3.2.1 Makna Gramatikal Afiksasi.
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia afiksasi merupakan salah satu proses penting dalam
pembentukan kata dan penyampaian makna. Jenis afiks dan makna gramatikal
Universitas Sumatera Utara
12 yang dihasilkan cukup banyak dan beragam. Satu hal yang jelas makna afiks yang
dihasilkan mempunyai kaitan dengan fitur semantik bentuk dasarnya. Umpamanya dalam prefiksasi dengan prefiks ber- pada bentuk dasar nomina yang
berfitur makna [+pakaian] atau [+perhiasan] akan melahirkan makna gramatikal „mengenakan‟ atau „memakai‟. Misalnya pada kata berdasi, bersepatu, berbedak
dan berpita. Pada bentuk dasar yang berfitur semantik [+kendaraan] akan melahirkan makna „mengendarai‟, „naik‟ atau „ menumpang‟. Misalnya pada kata
bersepeda, berkereta, berkuda dan berbemo. Chaer, 2003:279 Kalau sebuah bentuk dasar memiliki fitur makna yang menonjol lebih dari
satu, umpamanya kata patung memiliki fitur makna yang menonjol a [+hasil pekerjaan] dan b [+sifat diam tak berbicara, tak bergerak], maka bila
dibubuhi prefiks me- menjadi kata mematung akan memunculkan makna gramatikal a „membuat patung‟ dan b „diam seperti patung‟. Padahal kata
menyambal hanya bermakna gramatikal „membuat sambal‟ dan kata membatu hanya bermakna gramatikal „keras seperti batu‟. Mengapa? Karena kata sambal
hanya memiliki satu fitur makna yang menonjol yaitu [+hasil pekerjaan], dan kata batu hanya memiki satu fitur makna yang menonjol yaitu [+‟keras seperti
batu ‟]. Untuk mengetahui makna gramatikal makna yang diacu pada kata
mematung tampaknya tidak cukup hanya pada tingkat morfologi, melainkan harus melihat pada tingkat gramatikal yang lebih tinggi, yaitu tingkatan sintaksis
seperti kalimat berikut: 1.
Usaha mematung banyak dilakukan penduduk desa itu. 2.
Dia duduk saja mematung dalam seminar itu. Kalimat pertama memberikan makna gramatikal „membuat patung‟ dan kalimat
kedua memberikan makna gramatikal „diam seperti patung‟.
Contoh makna gramatikal kata
ة ص ṣalātun dalam Alquran dan
Terjemahnya Departemen Agama RI yang sementara ini penulis temukan diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
13 .
Wa `iżja„alnāl baita maṡābatan linnāsi wa `amnan wa `attakhiżū min maqāmi `ibrahīma muṣallān, wa „ahidnā `ilā `ibrahīma wa `ismā„īla `an ṭahhirā baitiya
li ṭṭā`ifīna wal „ākifīna wa ar-rukka„i as-sujūdi. “Dan ingatlah, ketika Kami
menjadikan rumah itu Baitullah tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan Jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. dan telah
Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-
orang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku dan yang sujud”. Qs. 2:125
Ayat Alquran di atas dilihat dari segi maknanya, kata
ص ة
ṣalātun
dengan bentuk ً ص
mu ṣallān bermakna gramatikal tempat salat. Makna „tempat
salat‟ adalah makna yang dihasilkan akibat proses afiksasi yang terdapat pada kata
ً ص
mu ṣallān tersebut, yaitu penambahan prefiks
- mim sebagai salah satu penanda dari isim makan.
2.3.2.2 Makna Gramatikal Reduplikasi