16 bermakna
gramatikal „sembahyang subuh sembahyang yang dilakukan di waktu subuh‟ serta penggabungan dua kata yaitu kata ةولص ṣalāti dengan kata ءاشعلا
al- `isyā‟, sehingga
ءاشعلا ةولص ṣalāti al-`isyā‟ bermakna gramatikal „sembahyang yang dilakukan di waktu isya`‟. رجفلا ةولص ṣalāti al- fajri dan ةولص
ءاشعلا ṣalāti al-`isyā‟ dalam bahasa Arab dikenal dengan iḍafah, yaitu ةولص
ṣalāti sebagai muḍaf, sedangkan رجفلا dan ءاشعلا adalah muḍafun ilaih.
2.3.2.4 Kasus Kepolisemian
Kepolisemian lazim diartikan sebagai dimilikinya lebih dari satu makna oleh sebuah kata atau leksem atau dengan rumusan sederhana lazim dikatakan
polisemi adalah kata yang bermakna ganda atau memiliki banyak makna. Misalnya kata kepala dalam kamus besar bahasa Indonesia tercatat memiliki
enam buah makna, yaitu: 1 bagian tubuh diatas leher ; 2 bagian di atas leher tempat tumbuhnya rambut; 3 bagian suatu benda yang sebelah atas ujung,
depan, dan sebagainya; 4 bagian yang terutama, yang penting; 5 pemimpin, ketua dan 6 akal pikiran, otak. Sedangkan kata jatuh tercatat memiliki sepuluh
buah makna, yaitu: 1 turun ke bawah dengan cepat; 2 merosot, menjadi murah; 3 ditujukan kepada 4 bertepatan dengan; 5 berhenti dari suatu jabatan; 6
bangkrut, merugi; 7 kalah, dirampas musuh; 8 tidak lulus; 9 tidak tahan lagi; dan 10 menjadi sakit miskin dan sebagainya Chaer, 2003:283.
Konsep umum bahwa polisemi merupakan masalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu, sebetulnya kurang tepat, sebab substansinya tidak
menyangkut masalah leksikal. Makna pertama kata kepala dan makna pertama kata jatuh yang tercatat dalam kamus besar bahasa Indonesia memang makna
leksikal atau makna denotatif dari kata kepala dan kata jatuh itu. Namun, makna- makna berikutnya tidak bisa dipahami tanpa konteks sintaksisnya, baik dalam
satuan frase maupun satuan kalimat. Makna „pemimpin‟, „ketua‟ sebagai makna kelima dalam kamus besar itu baru bisa dipahami atau dimengerti kalau kata
kepala itu berada dalam frase seperti kepala kantor, kepala sekolah dan kepala keluarga. Tanpa konteksnya dalam frase seperti itu kata kepala hanyalah memiliki
Universitas Sumatera Utara
17 makna leksikalnya. Begitupun makna menjadi sebagai makna kesepuluh dari kata
jatuh yang tercatat dalam kamus besar itu baru bisa dipahami kalau kata jatuh itu berada dalam konteks frase seperti jatuh cinta, jatuh miskin dan jatuh sakit. Tanpa
konteks tentu kata jatuh itu hanya memiliki makna leksikalnya, yakni makna pertama yang tercatat dalam kamus besar itu.
Contoh : .
` ulā‟ika „alaihim ṣalawātun mmin rrabbihim waraḥmatun wa `ulā`ika humu al-
muhtadūna “mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari tuhan mereka
dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” Qs. 2:157
.
ḥāfiẓū „alā aṣ-ṣalawāti wa aṣ-ṣalāti al-wusṭā wa qūmū lillahi qānitīna
“peliharalah segala salatmu dan peliharalah salat wustha berdirilah untuk Allah dalam salatmu
dengan khusyu`” Qs. 2:238 .
Wa mina al-`a
„rābi man yu`minu bi allahi wa al-yaumi al-`ākhiri wa yattakhiżu māyunfiqu qurubātin „inda allahi wa ṣalawāti ar-rasūli, `alā `innahā qurbatun
lahum, sayudk ḣiluhumu allahu fī raḥmatihi, inna allaha gafurun rohīmun di
antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya di jalan Allah itu, sebagai
jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa rasul. ketahuilah, Sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka
untuk mendekatkan diri kepada Allah. kelak Allah akan memasukan mereka
Universitas Sumatera Utara
18 kedalam rahmat surgaNya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. ” Qs. 9:99
.
allażīna `ukhrijū min diyārihim bigairi ḣaqqin `illā `an yaqūlū rabbunā allahu, wa laulā daf‟u allah an-nāsa ba„ḍahum biba„ḍin lahuddimat ṣawāmi„u wa
biya „un wa ṣalawātun wa masājidu yużkaru fīhā `ismu allahi kaṡīran, wa
layan ṣuranna allah man yanṣuruhu, inna allaha laqawiyyun „azizun.
“yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: Tuhan Kami hanyalah Allah. dan Sekiranya Allah tiada menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah- rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama- Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,
Qs. 22:40 Pada ayat-ayat Alquran di atas terdapat kata
ة ص ṣalātun yang mengalami proses gramatikal, yaitu gramatikal kepolisemian. Proses gramatikal
kepolisemian di sini adalah terdapatnya banyak makna pada satu kata yaitu pada kata
ص ṣalawātun yang memiliki 4 makna yaitu:
‘keberkatan’, ‘doa’, ‘segala salatmu’, dan ‘rumah-rumah ibadat orang yahudi’ dikarenakan proses
pemfrasean atau proses pengalimatan. Untuk mengetahui proses gramatikal lainnya perlu dilakukan penelitian
yang lebih mendalam terkait makna kata
ة ص ṣalātun dalam Alquran dan
Terjemahnya Departemen Agama RI.
2.3.3 Makna Kontekstual