3.6 Metode Pengambilan Data
1. Siswa yang akan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu mengisi lembaran
kuisioner. 2.
Siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi mengisi lembaran informed concent
. 3.
Pemeriksaan klinis dilakukan menggunakan kaca mulut untuk melihat apakah siswa memiliki gigi yang normal atau berjejal.
4. Pemeriksaan oral hygiene menggunakan metode OHI-S dengan cara
mengukur indeks debris dan indeks kalkulus menggunakan kaca mulut dan sonde pada permukaan tertentu, yaitu bukal gigi 16 dan 26, labial gigi 11 dan
31, lingual gigi 36 dan 46. 5.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakkan sonde pada permukaan gigi daerah 13 insisal atau oklusal lalu digerakkan menuju daerah 13 gingival
atau servikal. 6.
Skor hasil pemeriksaan dicatat pada lembar pemeriksaan sesuai dengan kriteria debris dan kalkulus.
3.7 Pengolahan Data
Data diolah dengan sistem komputerisasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik maupun diagram.
3.8 Analisis Data
1. Dilakukan perhitungan skor debris dan kalkulus sampel berdasarkan hasil
pemeriksaan. 2.
Skor indeks debris dan kalkulus dijumlahkan. 3.
Dikategorikan status oral hygiene pada sampel. 4.
Dilakukan uji chi square untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara gigi bejejal dengan oral hygiene.
Universitas Sumatera Utara
3.9 Ethical Clearance
• Informed concent
• Ethical clearance
dari komisi etik
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMAN 4 Medan dengan menggunakan data primer yaitu melalui pengambilan data secara langsung terhadap subjek penelitian.Subjek pada
penelitian ini adalah murid SMAN 4 Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.Subjekpenelitian berjumlah 100 orang siswa, terdiri dari 50 orang yang
memiliki susunan gigi normal dan 50 orang yang memiliki susunan gigi berjejal. Siswa yang menjadi sampel berasal dari kelas 10-12 SMA. Distribusi subjek penelitian dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi siswa SMAN 4 Medan yang memiliki gigi normal dan gigi berjejal.
Keterangan : n = frekuensi
= persentase
Tabel 1 menunujukkan distribusi siswa SMAN 4 Medan yang memiliki gigi normal dan berjejal. Berdasarkan metode pengambilan sampel yaitu propotioned
stratified sampling dibutuhkan 100 sampel pada penelitian ini. Sampel yang dibutuhkan
adalah 50 siswa dengan gigi normal sebagai kelompok kontrol dan 50 siswa dengan gigi berjejal. Pada subjek penelitian dilakukan pengamatan terhadap bentuk umum maloklusi
Status Gigi
Normal n=50
Berjejal n=50
N N
Laki-laki 27
54 23
46
Perempuan
23 46
27 54
Jumlah 50
100 50
100
Universitas Sumatera Utara
untuk melihat apakah siswa memiliki gigi yang normal atau berjejal. Pemeriksaan klinis dilakukan oleh
operator dengan menggunakan kaca mulut. Rongga mulut pasien kemudian difoto sebagai bukti klinis pemeriksaan. Berdasarkan hasil pemerikaan pada 100 orang sampel
didapatkan 50 orang siswa memiliki gigi yang normal dan 50 orang siswa memiliki gigi berjejal. Siswa yang memiliki gigi yang normal terdiri dari 54 27 orang siswa laki-
laki dan 46 23 orang siswa perempuan. Siswa yang memiliki gigi berjejal terdiri dari 46 23 orang siswa laki-laki dan 54 27 orang siswa perempuan. Distribusi siswa
yang memiliki gigi berjejal terbanyak adalah gigi berjejal pada kedua rahang. Distribusi ini dapat dilihat pada grafik 1.
Grafik 1. Distribusi lokasi gigi berjejal pada siswa SMAN 4 Medan. Grafik 1 menunjukan distribusi lokasi gigi berjejal pada siswa SMAN 4 Medan.
Lokasi gigi berjejal yang paling banyak ditemukan adalah pada kedua rahang yaitu sebanyak 4623 orang siswa. Lokasi gigi berjejal hanya pada rahang bawah saja
5 10
15 20
25
Rahang atas Rahang bawah Kedua Rahang 8
9 23
F rek
u en
si
Lokasi gigi berjejal
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 189 orang siswa dan jumlah yang paling sedikit ditemukan adalah siswa dengan gigi berjejal hanya pada rahang atas saja yaitu 16 8 orang siswa.
Selain melakukan pengamatan terhadap keadaan gigi normal dan berjejal, penelitian ini juga mengamati status oral hygiene pada siswa yang menjadi subjek
penelitian.Pengukuran terhadap status oral hygiene dilakukan dengan menggunakan metode OHI-SdariGrenee and Vermillion dengan cara mengukur indeks debris dan
indeks kalkulus menggunakan kaca mulut dan sonde pada permukaan tertentu, yaitu bukal gigi 16 dan 26, labial gigi 11 dan 31, lingual gigi 36 dan 46.Pemeriksaan
dilakukan dengan cara meletakkan sonde pada permukaan gigi daerah 13 insisal atau oklusal lalu digerakkan menuju daerah 13 gingival atau servikal.Skor hasil
pemeriksaan dicatat pada lembar pemeriksaan sesuai dengan kriteria debris dan kalkulus. Rata-rata nilai OHI-S dan status oral hygiene siswa yang memiliki gigi normal
dan berjejal dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata nilai OHI-S dan status oral hygiene siswa yang memiliki gigi normal dan berjejal.
Status Gigi Berjejal
N Rata-Rata Nilai OHIS
Kategori Status Oral Hygiene
Normal 50
0,66 Baik
Berjejal 50
1,33 Sedang
Keterangan: N = frekuensi
Tabel 2menunjukkan rata-rata nilai OHI-S dan status oral hygienesiswa yangmemilikigigi normal danberjejal. Rata-rata nilai OHI-S pada gigi normal diperoleh
dengan cara menjumlahkan keseluruhan nilai OHI-S siswa yang memiliki susunan gigi
Universitas Sumatera Utara
normal dibagi dengan keseluruhan jumlah siswa yang memiliki susunan gigi normal. Rata-rata nilai OHI-S pada gigi berjejal diperoleh dengan cara menjumlahkan
keseluruhan nilai OHI-S siswa yang memiliki susunan gigi berjejal dibagi dengan keseluruhan jumlah siswa yang memiliki susunan gigi berjejal. Nilai OHI-S diperoleh
dengan cara menjumlahkan keseluruhan indeks plak dan kalkulus tiap-tiap gigi yang diperiksa. Indeks plak diperoleh dengan cara menjumlahkan skor plak pada permukaan
bukal gigi 16 dan 26, labial gigi 11 dan 31, lingual gigi 36 dan 46 kemudian dibagi enam. Indeks kalkulus diperoleh dengan cara menjumlahkan skor kalkulus pada
permukaan bukal gigi 16 dan 26, labial gigi 11 dan 31, lingual gigi 36 dan 46 kemudian dibagi enam.
Setelah didapatkan skor nilai OHI-S, kemudian ditentukan kategori status oral hygiene
siswa.Bilaskor 0,0 – 1,2 maka dikategorikan baik, bilaskor 1,3 – 3,0 dikategorikan sedang, bilaskor 3,1 – 6,0 dikategorikan buruk. Melalui tabel 2 dapat
dilihat bahwa siswa yang memiliki gigi normal memiliki rata-rata nilai OHI-S 0,66 dan dikategorikan memiliki status oral hygiene yang baik. Siswa yang memiliki gigi berjejal
memiliki rata-rata OHI-S 1,33 dan dikategorikan memiliki status oral hygiene sedang. Hasil pengamatan terhadap gigi normal dan berjejal, serta pengamatan status oral
hygiene kemudian dianalisis dengan uji chisquare. Uji chisqure digunakan untuk
melihat apakah terdapat hubungan antara gigi berjejal dengan status oral hygiene pada sampel penelitian. Hasil uji chisquare dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil ujichi square
Status Gigi Berjejal
N Rata-Rata Nilai OHI-S
Hasil Uji Statistik
Normal 50
0,66 0,004
Berjejal 50
1,33
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hasil uji statistik chisquare terlihat nilai signifikan sebesar 0,004. Hal ini berarti nilai signifikan sebesar 0,0040,05, maka
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Melalui analisis statistik ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel yang dianalisis. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara gigi berjejal dengan status oral hygiene pada siswa SMAN 4 Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Gigi berjejal merupakan keadaan berjejalnya gigi di luar susunan gigi yang normal.Susunan gigi yang berjejal jarang terjadi pada gigi desidui. Susunan semacam
ini lebih sering terlihat pada gigi permanen.
5
Gigi berjejal itu sendiri terjadi akibat ketidakharmonisan antara panjang lengkung basal yang tersedia dengan panjang
lengkung yang diharapkan untuk letak atau barisan gigi yang baik.
24
Kondisi gigi berjejal terkadang menjadi masalah bagi penderitanya. Gigi berjejal sangat sulit
dibersihkan dengan menyikat gigi, hal ini dikarenakan sikat gigi sulit menjangkau sisa makanan yang menempel pada daerah interdental gigi berjejal sehingga terjadi
akumulasi plak dan membentuk kalkulus kemudian menjadi pemicu gigi karies dan gingivitis bahkan kerusakan jaringan pendukung gigi sehingga gigi menjadi goyang.
5- 8,15-16
Penelitianinibertujuanuntukmengetahui hubungan antara gigi berjejal dengan oral hygiene
pada siswa SMAN 4 Medan tahun 2016. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati bentuk oklusi dari gigi sampel apakah normal atau berjejal. Selanjutnya
dilakukan pengukurantingkatoral hygienesampeldengan menggunakanOHI-SdariGrenee and Vermillion.Nilai OHI-S diperoleh dengan cara menjumlahkan keseluruhan indeks
plak dan kalkulus tiap-tiap gigi yang diperiksa. Indeks plak diperoleh dengan cara menjumlahkan skor plak pada permukaan bukal gigi 16 dan 26, labial gigi 11 dan 31,
lingual gigi 36 dan 46 kemudian dibagi enam. Indeks kalkulus diperoleh dengan cara menjumlahkan skor kalkulus pada permukaan bukal gigi 16 dan 26, labial gigi 11 dan
31, lingual gigi 36 dan 46 kemudian dibagi enam. Setelah nilai OHI-S didapatkan makan akan dikategorikan status oral hygiene sampel. Skor dari kategori baik 0,0 –
1,2, sedang 1,3 – 3,0 dan buruk 3,1 – 6,0.
20-22
Subjek penelitian adalah murid SMAN 4 Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi untuk sampel gigi berjejal dan normal kontrol
dalampenelitian ini adalah gigi geligi pada masa gigi permanen, tidak pernah
Universitas Sumatera Utara
mengalami trauma wajah, tidak atau sedang dalam perawatan ortodonti, dan siswa tidak memiliki kebiasaan merokok sejak dari 6 bulan sebelum penelitian dilakukan.Kriteria
eksklusi untuk sampel penelitian ini adalah siswa memiliki anomali bentuk gigi dan siswa memiliki kelainan metabolik.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa siswa yang memilikigigiberjejalterdiridari 4623orang siswalaki-lakidan 5427 orang
siswaperempuan.Kondisigigi berjejal pada kedua rahang sebesar 46 23 orang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukanolehAltriany 2013di Program
StudiKedokteran Gigi Universitas Sam Ratulangi bahwa gigi berjejal lebih banyak ditemukan pada kedua rahang.
5
Pada penelitian yang dilakukan oleh Vishwas menunjukkan bahwa distribusi gigi berjejal pada perempuan lebih besar dibanding pada
laki-laki.
6
Melalui penelitian ini diketahui bahwa siswa yang memiliki gigi normal memiliki rata-rata nilai OHI-S 0,66 dan dikategorikan memiliki status oral hygiene yang
baik. Siswa yang memiliki gigi berjejal memiliki rata-rata OHI-S 1,33 dan dikategorikan memiliki status oral hygiene sedang.Hasil penelitian ini memiliki
kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asmawatipadatahun 2014 pada siswa- siswi SMP PAB 5 Patumbak. Berdasarkanpenelitian yang dilakukantersebutditemukan
bahwa gigi berjejal mempunyai peluang yang lebih besar untuk terjadinya penumpukan plak dikarenakan ada bagian-bagian gigi yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.
7
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Altriany yaitu subjek
penelitian yang memiliki gigi berjejal pada kedua rahang sebagian besar 66,67 memiliki oral hygiene sedang.
5
Kondisi status oral hygiene yang tergolong sedang pada subjek yang memiliki gigi berjejal disebabkan karena kesulitan dalam melakukan prosedur perawatan oral
hygine , salah satunya dengan cara menyikat gigi. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rosihan bahwa beberapa karakteristik maloklusi khususnya gigi berjejal mengakibatkan makanan terselip disela-sela gigi dan
menyebabkan kesulitan dalam pembersihan gigi, hal ini terus berlanjut hingga sisa
Universitas Sumatera Utara
makanan tersebut diakumulasikan oleh bakteri menjadi plak yang lebih sulit dibersihkan.
4
Berdasarkan hasil uji statistik chisquaredisimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel yang dianalisis. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara gigi berjejal dengan status oral hygiene pada siswa SMAN 4 Medan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Altriany bahwa Kondisi gigi berjejal
terkadang menjadi masalah bagi penderitanya. Gigi berjejal sangat sulit dibersihkan dengan menyikat gigi, hal ini dikarenakan sikat gigi sulit menjangkau sisa makanan
yang menempel pada daerah interdental gigi berjejal sehingga terjadi akumulasi plak dan membentuk kalkulus. Plak dan kalkulus ini dapat memicu terjadinya karies.
5
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jennifer yaitu subjek yang memiliki
gigi berjejal pada rahang atas dan rahang bawah memiliki skor DMFT decay, missing, filling tooth
yang tinggi.
8
Motivasi dan instruksi secara terus menerus sangat perlu dilakukan pada murid SMA terutama yang memiliki gigi yang berjejal karena melalui hasil penelitian dapat
dilihat bahwa kondisi gigi yang berjejal memiliki status oral hygiene yang sedang.Oral hygiene
dapat dilakukan melalui sikat gigi, stimulasi jaringan, hidroterapi, dan prosedur lain yang berfungsi untuk mempertahankan kesehatan gigi dan mulut.
19,29,30
Siswa yang memiliki gigi berjejal sebaiknya melakukan perawatan terhadap oral hygiene dengan
perpaduan tiga teknik yaitu penyikatan gigi secara benar, penggunaan obat kumur, dan menggunakan benang gigi.
26,29,30
Penggunaan benang gigi dianjurkan karena dapat menjangkau area yang tidak dapat dijangkau oleh sikat gigi. Metode ini sangat
bermanfaat untuk menjangkau permukaan gigi berjejal yang tidak bisa dijangkau oleh sikat gigi.
30
Selain menjaga oral hygiene menggunakan berbagai metode, penanganan yang tepat untuk keadaan gigi berjejal adalah melakukan perawatan ortodonti. Perawatan
ortodonti yang tepat dapat mengembalikan gigi yang berjejal ke dalam susunan lengkung yang normal.
2,24
Jika keadaan gigi sudah berada pada lengkung yang normal maka proses perawatan oral hygiene akan lebih mudah dilakukan. Susunan gigi yang
Universitas Sumatera Utara
normal akan mempermudah sikat gigi untuk mencakup seluruh permukaan gigi ntuk mengeliminasi plak dan kalkulus.
7
Perawatan berkala terhadap oral hygiene sangat diperlukan dengan cara melakukan kunjungan berkala ke dokter gigi minimal enam bulan sekali. Kunjungan
berkala mampu mendeteksi secara dini gangguan pada kesehatan gigi dan mulut. Prosedur skeling rutin dapat dilakukan dalam kunjungan berkala ini, sehingga plak dan
kalkulus yang tidak tidak dapat dijangkau saat melakukan prosedur pembersihan gigi di rumah dapat dieliminasi.
25
Hal ini sangat dianjurkan untuk subjek yang memiliki gigi berjejal ataupun normal agar memperoleh oral hygiene yang optimal. Manfaat yang
didapatkan dari penelitian ini adalah dengan mengetahui bahwa gigi berjejal berhubungan dengan oral hygiene diharapkan menjadi motivasi bagi subjek yang
memiliki gigi berjejal untuk lebih menjaga oral hygieneserta melakukan perawatan ortodonti untuk mengembalikan susunan gigi menjadi normal sehingga perawatan
terhadap oral hygienelebih mudah untuk dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian hubungan gigi berjejal dengan oral hygiene pada
siswa SMAN 4 Medan tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa:
1. Murid SMAN 4 Medan yang memiliki susunan gigi normal adalah sebanyak 27
orang siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan. 2.
Murid SMAN 4 Medan yang memiliki susunan gigi berjejal adalah sebanyak 23 orang siswa laki-laki dan 27 siswa perempuan dengan distribusi terbanyak adalah
gigi berjejal pada kedua rahang. 3.
Murid SMAN 4 yang memiliki susunan gigi normal memiliki status oral hygiene baik dengan nilai rata-rata OHI-S sebesar 0,66.
4. Murid SMAN 4 yang memiliki susunan gigi berjejal memiliki status oral hygiene
sedang dengan nilai rata-rata OHI-S sebesar 1,33. 5.
Ada hubunganantaragigiberjejaldenganoral hygienepadasiswa SMAN 4 Medan tahun 2016.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan sampel yang lebih besar untuk
mendapatkan hasil penelitian dengan validitas yang lebih tinggi. 2.
Perlu dilakukan penelitian yang sama pada sekolah lainnya di Kota Medan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dengan siswa pada SMAN 4 Medan.
3. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan metode pengukuran oral hygiene
yang lainnya untuk membandingkan apakah terdapat perbedaan hasil dengan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Perawatan Ortodonti
Perawatan ortodonti yang dilakukan oleh seorang dokter gigi kepada pasiennya tidak boleh hanya memperhatikan faktor estetika melainkan harus
memperhatikan faktor fungsi dan psikologis. Jackson mengelompokkan tiga tujuan dari perawatan ortodonti. Ketiga tujuan tersebut adalah fungsi efesien
functional efficieincy, keseimbangan struktural struktural balance, dan keharmonisan estetika esthetic harmony.
1-3
2.1.1 Fungsi Efesien
Gigi beserta jaringan pendukungnya memiliki berbagai fungsi penting. Perawatan ortodonti harus mampu meningkatkan fungsi tersebut dan mendukung
sistem stomatognasi.
2
Fungsi dari gigi geligi di dalam sistem stomatognasi mencakup kemampuan menerima dan mengunyah makanan serta bagian dari
proses bicara dan ekspresi. Proses menerima dan mengunyah makanan dilakukan melalui mekanisme menghisap, mengunyah, menelan dan mengecap. Oklusi gigi
geligi yang baik akan memudahkan proses pengunyahan tersebut terjadi. Sebagai alat bantu dalam berbicara, posisi dan oklusi juga gigi berperan penting dalam
pengucapan huruf.
1
2.1.2 Keharmonisan Estetika
Perawatan ortodonti yang diberikan harus memperbaiki struktur estetika dari pasien. Hal ini didapatkan melalui perubahan dari susunan gigi diikuti dengan
pergerakan dari struktur pendukungnya. Pada akhir perawatan pasien akan memperoleh kepuasan sosial melalui perubahan dari penampilannya menjadi
lebih baik dibandingkan sebelum perawatan.
2
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Keseimbangan Struktural
Perawatan ortodonti yang diberikan kepada pasien tidak hanya mempengaruhi gigi namun jaringan di sekitarnya juga. Pergerakan yang terjadi
pada gigi mampu menimbulkan tekanan pada jaringan disekitar gigi seperti ligamen periodontal. Tekanan yang diberikan melalui piranti ortodonti dapat
menimbulkan perubahan pada pembuluh darah yang terdapat didalam ligamen periodontal. Perawatan ortodonti harus menjaga keseimbangan seluruh struktur
yang terdapat pada gigi serta jaringan pendukungnya. Perbaikan pada salah satu struktur tidak boleh merusak struktur lainnya.
2
Perawatan yang tepat akan menghasilkan keseimbangan yang menyeluruh dari berbagai struktur seperti gigi
geligi, jaringan periodonsium, tulang alveolar dan hubungan skeletal.
1
2.2 Oklusi