Pemakaian selaput dara tiruan dalam pernikahan tinjauan hukum Islam

(1)

PEMAKAIAN SELAPUT DARA TIRUAN DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN HUKUM ISLAM

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

AHMAD FARHAN NIM : 106043101281

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya penulisan skripsi ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 September 2010


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul: PEMAKAIAN SELAPUT DARA TIRUAN DALAM PERNIKAHAN TINJAUAN HUKUM ISLAM telah diajukan dalamSidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada 22 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum

Jakarta, 22 September 2010 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM

NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA (………) NIP. 195703121985031003

2. Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag (………) NIP. 196511191998031002

3. Pembimbing : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA (………)

NIP.150294051

4. Penguji I : Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag (………) NIP. 197003232000031001

5. Penguji II : Masyrofah, S.Ag., M.Si (………) NIP. 197812302001122002


(4)

KATA PENGANTAR

ﻢﻴﺣﺮﻟا

ﻦﻤﺣﺮﻟا

ﷲا

ﻢﺴﺑ

Al-hamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat yang tidak terhingga kepada segenap hamba-Nya, Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul PEMAKAIAN SELAPUT DARA TIRUAN DALAM PERNIKAHAN TINJAUAN HUKUM ISLAM.

Betapapun hambatan dan kesulitan seakan terasa ringan, berkat dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum beserta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum beserta Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag. Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

3. Bapak Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA. yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ayah dan Ibu yang tercinta H. Chairullah Az dan Hj. Munawaroh yang senantiasa mendoakan, mendukung dan membantu ananda (penulis), baik moril maupun materil.

7. Para rekan-rekan mahasiswa/i Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006. 8. Segenap sahabat Lingkar Studi Tasawuf “El_Jalabiyya Comunity” yang telah

berkontribusi kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan pahala yang belipat ganda dari apa yang telah dikontribusikan kepada penulis baik moril maupun materil. Mudah-mudahan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi segenap pembaca, Amien.

Jakarta, 13 Syawwal 1431 H 22 September 2010 M


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ………. iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 7

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ……… 8

E. Review Studi Terdahulu ……….. 10

F. Sistematika Penulisan ……….. 13

BAB II SEKILAS PANDANGAN TENTANG SELAPUT DARA A. Selaput Dara Menurut Hukum Islam dan Ilmu Kedokteran ……… 15

1. Pengertian Selaput Dara ……… 15

2. Macam-macam Bentuk Selaput Dara ……… 18

3. Faktor-faktor Penyebab Robeknya Selaput Dara ………... 19

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SELAPUT DARA TIRUAN ( ARTIFICIAL VIRGINITY HYMEN ) A. Selaput Dara Tiruan ……….. 22

B. Urgensi Kaum Perempuan Memakai Selaput Dara Tiruan ………... 25

C. Antusiasme Kaum Perempuan Memakai Selaput Dara Tiruan ………. 29


(7)

BAB IV ANALISA PEMAKAIAN SELAPUT DARA TIRUAN MENURUT HUKUM ISLAM

A. Mashlahat dan Mudharat Pemakai Selaput Dara Tiruan ……… 36

1. Mashlahat Pemakaian Selaput Dara Tiruan ………. 36

2. Mudharat Pemakaian Selaput Dara Tiruan ………... 44

B. Pemakaian Selaput Dara Tiruan Dilihat Dari Penyebab Robeknya Selaput Dara Menurut Hukum Islam ………... 45

1. Kecelakaan, Terbentur Benda Keras dan Olah Raga ……… 46

2. Perbuatan Zina ……….. 49

3. Hubungan Intim Suami-Istri (Sebab Pernikahan Yang Sah) ………. 54

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……….. 55

B. Saran ……… 56


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT dengan segala kekuasaan-Nya telah menciptakan alam dan segala makhluk yang ada di bumi ini. Setiap makhluk yang diciptakan-Nya mempunyai nyawa yang terbagi kepada tiga bagian. Pertama, makhluk nabati (tumbuh-tumbuhan), Kedua, makhluk hewani (binatang), Ketiga, makhluk insani (manusia). Semua makhluk ini terdiri dari dua jenis yang saling berpasang-pasangan. Bagi makhluk nabati dan hewani ada jenis jantan dan betina, sedangkan pada makhluk insani ada jenis laki-laki dan perempuan. Hikmah diciptakannya segala jenis makhluk ini agar saling membutuhkan dan memerlukan sehingga dapat hidup berkembang.1 Allah SWT berfirman dalam (QS. An-Nisa/ 4 : 1) yang berbunyi :

Artinya :

1

Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 1-2.


(9)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

Untuk dapat hidup berkembang dan melestarikan keturunan, pada satu sisi yang sama Allah SWT telah memberikan gharîzah (insting) biologis kepada semua makhluk yang diciptakannya. Tetapi, pada sisi lainnya Allah SWT memberikan akal hanya kepada manusia. Pada jenis mahkluk seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan hanya diberikan gharîzah biologis saja, sedangkan pada jenis makhluk insani (manusia) selain diberikan gharîzah biologis juga diberikan akal yang berguna untuk berfikir membedakan mana yang hak dan batil. Hal inilah yang membedakan antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan maupun hewan baik dari tata cara menjalankan kehidupan dan melestarikan keturunan (berkembang biak). Selain itu, terdapat juga perbedaan lainnya seperti pada hewan dan tumbuh-tumbuhan tidak ada aturan dalam melestarikan keturunan, sedangkan pada manusia dalam melestarikan keturunan terdapat suatu aturan yang berupa pernikahan.2

Dalam ajaran Islam, pernikahan merupakan suatu hal yang fitrah dan memiliki nilai-nilai yang agung yang berbeda dengan ajaran-ajaran lainnya. Ajaran Islam juga menyempurnakan tata cara pernikahan yang baik (menghindari sifat-sifat kebinatangan) dan berusaha untuk menempatkannya pada kedudukan

2


(10)

yang mulia guna mengatur hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang berderajat tinggi dan menempatkan keduanya itu sebagai makhluk yang mulia. Dengan adanya ikatan tali pernikahan, keduanya dapat saling membutuhkan, saling mengisi dan berbagi perasaan suka maupun duka dalam hidup berumah tangga. Semuanya ini Allah SWT jadikan antara keduanya itu untuk menyempurnakan kehidupan manusia, dari laki-laki dan perempuan ini selanjutnya menurunkan keturunan-keturunan lainnya. Dalam kehidupan berumah tangga, suami dapat hidup dengan tenang bersama istrinya tempat ia mengadu dan mencurahkan segala keluh kesahnya, berbagi perasaan dengan harapan istrinya dapat meringankan beban yang dipikulnya. Dengan demikian suami akan menemukan ketenangan batin dan jiwa yang sempurna serta dapat membangun keluarga yang penuh kedamaian, kecintaan dan kasih sayang. Allah SWT berfirman dalam (QS. al-Rum/ 30 : 21).3

Artinya :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

3

Abdul Aziz bin Abdurrahman al-Musnad dan Kholid bin Ali bin Muhammad al-Anbari, Perkawinan dan Masalahnya. Penerjemah Musifin As’ad (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993), h. 18-20.


(11)

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Di satu sisi, dalam menjalankan, membangun dan membina kehidupan berumah tangga terkadang terdapat gelombang-gelombang yang datang secara perlahan-lahan. Kehidupan berumah tangga diibaratkan sebagai suatu perjalanan dalam mengarungi samudera untuk mencapai tepian dermaga pada suatu pulau yang menjadi tujuan. Dalam mengarungi samudera ini tentu akan banyak menghadapi berbagai gelombang. Keadaan seperti ini bukan hanya dialami pada orang tertentu, tetapi setiap insan yang bernafas baik yang telah membina rumah tangga atau sedang membina rumah tangga mengalami hempasan gelombang tersebut.

Berkaitan dengan gelombang (problematika) yang ditemukan dalam kehidupan berumah tangga, yang belakangan ini muncul yakni tentang selaput dara (hymen). Permasalahan ini nampaknya sering terjadi atau bahkan menjadi permasalahan yang sangat universal terjadi pada orang-orang yang baru membangun kehidupan berumah tangga (pengantin baru). Pada Era tahun 70-an, memang terdapat suatu pandangan pada masyarakat tertentu bahwa selaput dara diidentikkan dengan keperawanan seorang perempuan yang merupakan hal paling berharga, paling rahasia dan lambang kehormatan yang paling asasi. Oleh karenanya, selaput dara dijadikan sebagai tanda bahwa seorang perempuan itu masih perawan dan terhormat. Robeknya selaput dara pada seorang perempuan sama dengan hilangnya keperawanan (pernah melakukan perbuatan zina), hal ini


(12)

dapat menjadi sebuah ‘aib besar dan dapat merusak kehormatan harga diri keluarga.4

Pandangan yang dikemukakan di atas telah berakar di masyarakat luas. Memang tidak dipungkiri bahwa salah satu faktor dari penyebab robeknya selaput dara itu karena disebabkan oleh perbuatan zina. Apalagi jika dilihat secara kasat mata dengan maraknya pergaulan bebas (free sex) di kalangan anak remaja, ditambah dengan model berpacaran anak remaja saat ini yang memang sudah melewati batas norma-norma agama. Faktanya, dapat dilihat mulai dari anak tingkat SMP hingga anak tingkat Universitas sudah berani melakukan hubungan seksual di luar nikah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan. Hal ini memberikan suatu implikasi pada masyarakat bahwa robeknya selaput sama dengan hilangnya keperawanan, karena hal-hal tersebut.5

Berdasarkan data hasil survei penelitian ilmiah yang pernah dilakukan oleh Boyke Dian Nugraha, menurutnya bahwa keperawanan di Negara Indonesia memang masih dihormati dan dihargai. Hal ini terbukti dengan adanya tingkat keinginan laki-laki untuk menikah dengan perempuan perawan masih sangat tinggi yakni berkisar 70% sampai dengan 80%. Yang dimaksud dengan perempuan perawan di sini dalam artian belum pernah melakukan hubungan intim

4

Dalam hal ini keberadaan selaput dara menjadi sesuatu yang sangat penting. Adanya selaput dara dan keluarnya percikan darah pada malam pertama saat berhubungan seksual menjadi suatu tanda bahwa perempuan masih perawan atau suci. Lihat Muhammad Yusuf, dkk, Kematian Medis “Isu-isu Hukum Kontemporer Dari Jenggot Hingga Keperawanan” (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 123.

5

Lola Wagner dan Danny Irawan Yatim, Seksualitas di Pulau Batam "Suatu Studi Antropologi" (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), h. 60.


(13)

dengan lawan jenis, memiliki selaput dara secara utuh dan mengeluarkan percikan darah pada saat melakukan hubungan seksual pada malam pertama.6

Akibat dari pandangan masyarakat dan ditambah dengan data penelitian tersebut, pada satu sisi banyak perempuan perawan yang telah robek selaput daranya sebelum menikah yang bukan disebabkan karena perbuatan zina merasa resah ketika hendak menikah. Mereka takut mengecewakan suami jika telah menikah dengannya disebabkan selaput daranya telah robek terlebih dahulu dan tidak mengeluarkan percikan darah pada saat melakukan hubungan intim malam pertama. Dan pada sisi lainnya, banyak pula perempuan yang sudah robek selaput daranya dan hilang keperawanannya yang disebabkan karena perbuatan zina merasa resah ketika hendak menikah. Mereka takut ketahuan oleh suami disebabkan selaput daranya telah robek dan keperawanannya telah hilang terlebih dahulu.7

Akhirnya, banyak perempuan baik yang hanya robek selaput daranya (bukan sebab perbuatan zina) maupun yang robek selaput daranya dan hilang keperawanannya (sebab perbuatan zina) mengambil alternatif untuk menutupinya dengan memakai selaput dara tiruan.8 Munculnya produk ini membuat antusias kaum perempuan yang telah robek selaput daranya baik yang bukan disebabkan oleh perbuatan zina maupun yang disebababkan oleh perbuatan zina untuk

6

Boyke Dian Nugraha, Problema Seks dan Solusinya (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 3-5. 7

Handrawan Nadesul, Cara Sehat Menjadi Perempuan “Cantik-Feminin-Cerdas” (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008), h. 36.

8

Selaput dara tiruan (Artificial Virginity Hymen) merupakan produk asal Jepang. Selaput dara tiruan ini dipakai oleh para perempuan yang telah robek selaput daranya agar terlihat seperti perempuan perawan pada umumnya yang memiliki selaput dara secara utuh.


(14)

memakainya ketika hendak melakukan hubungan seksual dengan suami agar dapat menyenangkan suami dan menambah kepercayaan diri suami. Pemakaian selaput dara tiruan ini didasari dengan melihat tingkat keinginan laki-laki menikah dengan perempuan perawan masih sangat tinggi serta ditambah dengan minimnya pengetahuan masyarakat untuk saat ini tentang selaput dara dan keperawanan.9

Dari alasan pemikiran yang telah diuraikan di atas, penulis selaku mahasiswa Fakultas Syari’ah merasa tertarik untuk membahasnya lebih lanjut dan mencoba mengabadikannya dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul: “PEMAKAIAN SELAPUT DARA TIRUAN DALAM PERNIKAHAN TINJAUAN HUKUM ISLAM”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam skripsi ini berkisar pada pemakaian selaput dara tiruan dalam pernikahan ditinjau dari hukum Islam.

2. Rumusan Masalah

Dengan melihat pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi topik bahasan pada rumusan masalah yang akan dibahas ialah :

1) Bagaimana hukum pemakaian selaput dara tiruan ditinjau dari hukum Islam?

9

“Alat Pemalsu Keperawanan”, artikel ini diakses pada 13 Oktober 2009 dari http://www.detik.com


(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai penulis dalam hal ini adalah :

1) Untuk mengetahui hukum pemakaian selaput dara tiruan ditinjau dari hukum Islam.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

1) Manfaat secara Teoritis yakni :

Memperkaya khazanah keilmuan khususnya di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2) Manfaat secara Praktis yakni :

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang hukum pemakaian selaput dara tiruan ditinjau dari hukum Islam.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Untuk mencapai tujuan dari pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa tahapan dalam pembahasannya. Adapun tahapan tersebut adalah :

1. Jenis Penelitian

Penulisan skripsi ini merupakan suatu penulisan yang menitik beratkan pada penelitian kepustakaan (Library Research). Oleh karena itu, jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yakni penelitian yang menjelaskan


(16)

permasalahan yang ada secara sistematis, faktual dan aktual mengenai faktor-faktor, sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti.10 Adapun pada penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual yaitu suatu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan para ahli hukum. Pemahaman akan pandangan-pandangan ini menjadi sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan masalah.11

2. Data Penelitian

Adapun jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah : • Bahan Primer

Adapun bahan hukum primer ialah Kitab :

ةﺮﺻﺎﻌﻣ

ﺔﺒ ﻃ

ﺎ ﺎﻀﻓ

ﻰﻓ

ﺔ ﻬﻘﻓ

ثﺎﺤ ا

Karya Muh. Nu’aim Yasin, Kairo: Penerbit Darussalam, 1421 H. • Bahan Sekunder

Adapun bahan hukum sekunder ialah berupa buku-buku, artikel-artikel, majalah-majalah maupun literatur-literatur lainnya yang ada kaitannya dengan pokok masalah yang diangkat penulis pada skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah :

10

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 35. 11


(17)

• Studi Kepustakaan yakni dengan cara mengumpulkan, mengutip dan memperoleh landasan teoritis berupa konsep dari buku-buku, artikel-artikel maupun sumber lainnya yang terkait dengan pokok bahasan yang diangkat penulis.12

4. Analisis Data

Seluruh data yang penulis peroleh dari kepustakaan, setelah itu penulis melakukan klasifikasi data. Setelah diklasifikasi lalu dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yakni analisis dengan menggunakan penafsiran hukum, penalaran hukum dan argumentasi rasional.13

5. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Yang Diterbitkan Oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”

E. Review Studi Terdahulu

Berdasarkan studi terdahulu yang sudah dilakukan oleh penulis terhadap beberapa skripsi, bahwa belum ada yang membahas secara khusus tentang pemakaian selaput dara tiruan dalam tinjauan hukum Islam. Adapun penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Nama : Nur Rohmiyati NIM : 9943116906

12

Tommy H. P, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2007), h. 28. 13


(18)

Prodi : PMH Tahun : 2003 Judul Skripsi :

"Hak Reproduksi Perempuan Menurut Hukum Islam dan Hukum Internasional"

Dalam skripsi ini, penulis menjelaskan bahwasannya:

Hak reproduksi menurut hukum Internasional ialah merupakan bagian dari hak azasi manusia yang harus kita lindungi, jaga, hormati dan junjung tinggi. Hak ini sebagaimana tercantum dalam dokumen, piagam dan hasil konferensi Internasional.

Sedangkan hak reproduksi menurut hukum Islam ialah lebih menitik beratkan hak perempuan selaku istri dan ibu.

Hal ini tertera dalam:

a. Menikmati hubungan seksual. b. Mengatur kehamilan.

c. Jaminan keselamatan. Letak perbedaannya :

1) Sisi Positif dan negatif dari pemakaian selaput dara tiruan.

2. Nama : Siti Maemah NIM : 0043219260 Prodi : PMH


(19)

Tahun : 2005 Judul Skripsi :

"Operasi Penyempurnaan dan Penggantian Alat Kelamin Dalam Tinjauan Hukum Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Status Perkawinan dan Kewarisannya"

Dalam skripsi ini, penulis menjelaskan bahwasannya:

Dalam hukum Islam, operasi penyempurnaan alat kelamin adalah dibolehkan (mubah), karena operasi ini untuk mempertegas dan memperjelas alat kelamin yang sudah ada. Sedangkan hukum operasi penggantian alat kelamin adalah haram, karena operasi ini mengakibatkan organ kelamin luar tidak sesuai dengan organ kelamin dalam dan termasuk perbuatan mengubah ciptaan Allah SWT.

Status hukum perkawinan setelah melakukan operasi penyempurnaan kelamin bagi khunsa wadih adalah tetap seperti semula sesuai dengan kejelasan status sebelumnya, bahkan dengan dilakukan operasi akan mempertegas statusnya. Sedangkan status hukum perkawinan setelah melakukan operasi penggantian alat kelamin adalah tidak sah bahkan haram jika ia melakukan perkawinannya dengan kondisi jenis kelamin yang baru, karena operasi penggantian kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya tidak merubah status jenis kelaminnya ia tetap berstatus dengan jenis kelaminnya ia tetap berstatus dengan jenis kelaminnya yang asli yang normal pada waktu lahirnya.


(20)

Status hukum kewarisannya setelah melakukan operasi penyempurnaan bagi khunsa wadih adalah tetap sesuai dengan kejelasan status sebelumnya. Operasi ini tidak merubah kedudukannya sebagai ahli waris, bahkan lebih menguatkan statusnya setelah melakukan operasi penyempurnaan tersebut. Sedangkan status hukum kewarisan setelah melakukan operasi penggantian kelamin bagi waria (banci) kejiwaan adalah tidak merubah kedudukannya sebagai ahli waris, ia tetap berkedudukan sebagai ahli waris seperti jenis kelaminnya yang asli yang normal pada waktu lahirnya sebelum operasi.

Letak perbedaannya :

1) Pada sisi hukum pemakaian selaput dara tiruan menurut hukum Islam (Artificial Virginity Hymen).

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini disusun dalam lima bab, dimana pada tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab. Sistematika penulisan merupakan variasi ringkas secara garis besar mengenai hal pokok yang dibahas guna mempermudah dalam memahami dan melihat hubungan satu bab dengan lainnya. Adapun uraian pada setiap bab adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Berisikan Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Teknik Penulisan, Review Studi Terdahulu dan Sistematika Penulisan


(21)

Bab II Sekilas Pandangan Tentang Selaput Dara

Berisikan tentang A. Selaput Dara Menurut Ilmu Kedokteran Dan Hukum Islam : 1). Pengertian Selaput Dara, 2). Macam-macam Bentuk Selaput Dara, 3). Faktor-faktor Penyebab Robeknya Selaput Dara

Bab III Tinjauan Umum Tentang Selaput Dara Tiruan

Berisikan tentang A. Selaput Dara Tiruan : 1). Pengertian Selaput Dara Tiruan, 2). Bentuk dan Muatan Selaput Dara Tiruan, B. Urgensi Kaum Perempuan Memakai Selaput Dara Tiruan, C. Antusiasme Kaum Perempuan Memakai Selaput Dara Tiruan, D. Keperawanan Dalam Pandangan Kaum Perempuan dan Laki-laki : 1). Keperawanan Dalam Pandangan Kaum Perempuan, 2). Keperawanan Dalam Pandangan Kaum Laki-laki

Bab IV Analisa Pemakaian Selaput Dara Tiruan Menurut Hukum Islam

Berisikan tentang A. Mashlahat Dan Mudharat Pemakaian Selaput Dara Tiruan : 1). Mashlahat Pemakaian Selaput Dara Tiruan, 2). Mudharat Pemakaian Selaput Dara Tiruan, B. Pemakaian Selaput Dara Tiruan Dilihat Dari Penyebab Robeknya Selaput Dara Menurut Hukum Islam : 1). Kecelakaan, Terbentur Benda Keras, Haid Luar Biasa, 2). Perbuatan Zina, 3). Hubungan Intim Suami-Istri (Sebab Pernikahan Yang Sah)

Bab V Penutup

Pada bab terakhir ini dikemukakan kesimpulan dari rangkaian pembahasan dan saran-saran dari seluruh uraian yang penulis ungkapkan


(22)

BAB II

SEKILAS PANDANGAN TENTANG SELAPUT DARA

A. Selaput Dara Menurut Ilmu Kedokteran Dan Hukum Islam 1. Pengertian Selaput Dara

Secara etimologi kata selaput dara dalam bahasa Indonesia dan

Ghisyâu al-Bakârah (

ة

رﺎ

ﺒﻟا

ءﺎ

) dalam bahasa Arab maupun Hymen dalam bahasa Inggris mengandung arti selaput tipis yang menutupi liang vagina.1 Sedangkan secara terminologi yang dimaksud dengan selaput dara itu sendiri adalah selaput tipis yang menghubungkan antara organ reproduksi perempuan bagian luar (vulva) dengan organ reproduksi bagian dalam (vagina), atau membran tipis yang berada antara labium mayora dan labium minora dari satu sisi dan saluran vagina pada sisi yang lain.2

Dalam Ilmu Kedokteran, selaput dara diistilahkan dengan hymen. Hymen merupakan selaput (membran) tipis yang menutupi sebagian liang vagina yang pada bagian tengahnya berlubang tempat keluarnya darah menstruasi dan pada umumnya dimiliki oleh perempuan perawan.3 Dalam memberikan suatu definisi tentang selaput dara, para pakar di Ilmu Kedokteran memiliki definisi yang beragam diantaranya :

1

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 102.

2

AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (New York: Oxford University Press, 1995), Fifth Edition, h. 585.

3

Sylvia S. Mader, Understanding Human Anatomy and Physiology (New York: McGraw-Hill, 2005), Fifth Edition, h. 353.


(23)

1. Menurut Syaifuddin, selaput dara merupakan lapisan tipis yang menutupi sebagian besar dari liang senggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina pada bagian ini.4

2. Menurut Ida Bagus Gde Manuaba, selaput dara merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina luar. Pada umumnya selaput dara berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar endometrium (lapisan dalam rahim).5

Sedangkan dalam kajian Hukum Islam sebagaimana yang terangkum

dalam literatur-literatur fiqh, bahwa selaput dara diistilahkan dengan (

ة

رﺎ

ﺒﻟا

) atau ( .

ة

ر

ْﺬ

ﻌﻟا

) Kata al-Bakârah maupun al-‘Uzrah ini mengandung arti keperawanan atau kegadisan. Kata keperawanan ataupun kegadisan merupakan selaput tipis yang letaknya berada pada wilayah kemaluan perempuan yang menghubungkan antara organ reproduksi perempuan bagian luar (vulva) dengan organ reproduksi bagian dalam (vagina).6 Dalam memberikan suatu definisi tentang selaput dara, para Ulama Hukum Islam memiliki definisi yang beragam yakni sebagai berikut :

4

Syaifuddin, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1997), Edisi 2, h. 114.

5

Ida Bagus Gde Manuaba, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita (Jakarta: Penerbit Arcan, 1999), h. 48.

6

Syaikh Adil Fahmi, Rahasia Wanita Dari A Sampai Z. Penerjemah Hafiz Muhamad Amin, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), h. 22.


(24)

1. Menurut Ibn Qudâmah, keperawanan merupakan selaput tipis yang berada pada kemaluan perempuan yang masih suci atau belum pernah melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya.7

2. Menurut Abdurrahmân al-Jazirî, keperawanan merupakan selaput tipis yang terletak di wilayah vagina dan pada umumnya dimiliki oleh perempuan perawan yang belum pernah berhubungan seksual dengan lawan jenisnya.8

3. Menurut Muhammad bin Qâsim al-Ghazî, keperawanan merupakan selaput tipis yang berada pada kemaluan seorang perempuan perawan yang belum pernah berhubungan seksual baik secara halal maupun haram.9

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah dipahami bahwa selaput dara merupakan selaput atau membran tipis yang terletak pada wilayah vagina yang menghubungkan antara organ reproduksi perempuan bagian luar dengan organ reproduksi bagian dalam, pada bagian tengahnya terdapat lubang tempat keluarnya darah menstruasi. Dan pada umumnya selaput dara dimiliki oleh perempuan perawan sebagai tanda bahwa perempuan tersebut belum pernah melakukan hubungan seksual baik secara halal maupun haram.

7

Abû Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudâmah Maqdisî, al-Mughnî (Kairo: Hajr,1989), Juz 9, h. 411.

8

Abdurrahmân al-Jazirî, al-Fiqh ‘Ala al-Mazâhib al-‘Arba’ah (Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, 2005), Juz 4, h. 28.

9


(25)

2. Macam-macam Bentuk Selaput Dara

Pada umumnya setiap perempuan perawan memiliki selaput dara, hanya saja bentuk dan fleksibilitasnya (tingkat kelembutan) berbeda-beda. Berikut ini adalah macam-macam bentuk selaput dara yang pada umumnya dimiliki oleh perempuan perawan, yakni sebagai berikut10 :

1) Ada yang bentuknya melingkari lubang vagina (annular hymen).

2) Ada yang bentuknya ditandai dengan beberapa lubang yang terbuka (septate hymen).

3) Ada yang bentuknya ditandai dengan beberapa lubang yang terbuka, tetapi lebih kecil dan jumlahnya lebih banyak (cibriform hymen).

4) Ada yang bentuknya membesar, disebabkan sering berhubungan seksual. Namun masih menyisakan jaringan selaput dara (introitus).

10

Hendrawan Nadesul, Cara Sehat Menjadi Perempuan “Cantik-Feminin-Cerdas” (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008), h. 30-31.


(26)

5) Ada yang bentuknya menutup lubang rahim (impervorate hymen), sehingga menyebabkan wanita tidak bisa haid dan harus dioperasi.

Sedangkan fleksibilitas selaput dara terbagi kepada dua bagian, diantaranya sebagai berikut11 :

1. Ada yang elastis. 2. Ada yang rigid.

Ukuran lubang selaput dara berbeda-beda, yakni12 : 1) Lubangnya ada yang seujung jari.

2) Lubangnya ada yang mudah dilalui dua ujung jari.

3. Faktor-faktor Penyebab Robeknya Selaput Dara

Berdasarkan atas bentuk dan fleksibilitas selaput dara yang berbeda-beda. Maka dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan robeknya selaput dara, yakni sebagai berikut13 :

1) Hubungan seksual suami-istri. 2) Kecelakaan.

3) Olah raga (lompat-lompat, berkuda). 4) Masturbasi.

5) Akibat perkosaan.

11

Boyke Dian Nugraha, Problema Seks dan Solusinya (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), h. 66-67.

12

Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan dan Solusinya “Pacar Beda Agama dan Konsepsi Pacaran Dalam Islam & Pernikahan Seaqidah Versus Beda Aqidah”, (T.tp., PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 8.

13

Muhammad Yusuf, Kematian Medis (Mercy Killing) “Isu-isu Hukum Kontemporer Dari Jenggot Hingga Keperawanan” (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), h. 126.


(27)

Penjelasan lainnya tentang penyebab robeknya selaput dara, yakni sebagai berikut14 :

Terlalu Rapuh

Selaput dara sudah robek sebelumnya karena terlalu rapuh. Penyebabnya karena olah raga seperti berkuda, bela diri, bersepeda.

Kelewat Elastis

Tidak adanya bercak darah di malam pertama disebabkan belum robeknya selaput dara karena sifatnya sangat elastis. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa elastisitas selaput dara memungkinkan tidak robek pada waktu pertama kali berhubungan seksual. Bahkan ada yang baru terkoyak setelah perempuan tersebut melahirkan.

Darahnya Tidak Banyak

Keluar banyak atau sedikit darah dari kemaluan wanita tergantung pembuluh dara yang terdapat pada selaput dara tersebut. Jika selaput dara yang banyak pembuluh darahnya otomatis mengeluarkan banyak darah, tetapi jika tidak keluar darah berarti pembuluh darah yang ada pada selaput dara tersebut sedikit.

Tidak Punya Selaput Dara

Perkembangan teknologi memungkinkan dilakukannya penelitian tentang selaput dara secara mendalam. Hasilnya ternyata dalam penelitian yang

14

Abdullah Faqih, Indahnya Bercinta Sesuai Syari’ah “120 Fatwa Kontemporer Hubungan Suami-Istri”. Penerjemah M. Lili Nur Aulia, (Jakarta: Tarbawi Press, 2008), h. 162-164.


(28)

dilakukan para seksolog ditemukan beberapa perempuan yang sejak lahir memang tidak memiliki membran ini.

Mengenai faktor-faktor penyebab robeknya selaput dara, dalam hal ini terdapat perbedaan yang mencolok antara robeknya selaput dara yang disebabkan oleh kecelakaan (terbentur benda keras, olah raga, masturbasi) dengan robeknya selaput dara yang disebabkan oleh hubungan seksual (persetubuhan suami-istri, perbuatan zina, perkosaan). Perbedaannya yakni sebagai berikut15 :

1) Selaput dara yang robek akibat kecelakaan bisa di area selaput dara yang mana saja dan koyakannya tidak sampai ke tepi cincin selaput dara.

2) Sedangkan selaput dara yang robek akibat hubungan seksual biasanya terjadi pada area selaput dara pukul 05.00-07.00 dan koyakannya sampai ke dasar cincin selaput dara.

15


(29)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG SELAPUT DARA TIRUAN (ARTIFICIAL VIRGINITY HYMEN)

A. Selaput Dara Tiruan

1. Pengertian Selaput Dara Tiruan (Artificial Virginity Hymen)

Artificial Virginity Hymen dalam bahasa Inggris atau selaput dara tiruan dalam bahasa Indonesia merupakan selaput tipis yang mirip dengan selaput dara asli.1 Selaput dara tiruan ini dipakai oleh kaum perempuan yang menderita robek selaput daranya disebabkan oleh berbagai faktor agar nampak memiliki selaput dara secara utuh dan dianggap masih perawan pada saat melakukan hubungan seksual malam pertama. Selaput dara tiruan ini dibuat oleh Hisaki Seishiro yang merupakan seorang Doctoral pertama tentang himen di Department of Human Movement Science Institute Kyoto pada tahun 1993. Pada 1995 selaput dara tiruan ini menjadi sangat populer di Jepang dan Thailand.2

Akhir-akhir ini, selaput dara tiruan ini sudah mulai tersebar luas ke berbagai penjuru Negara dan juga banyak diburu oleh kaum perempuan yang menginginkan saat melakukan hubungan seksual malam pertama agar nampak masih terlihat memiliki selaput dara secara utuh serta dianggap masih

1

Pipiet Tri Noorastuti dan Sandy Adam Mahaputra, “Selaput Dara Tiruan Mulai Diburu”, artikel ini diakses pada 29 Oktober 2009 dari http://kosmo.vivanews.com/news/read/98835-selaput dara tiruan mulai diburu

2

“Kembali Perawan Dengan Selaput Dara Palsu”, artikel ini diakses pada 17 Oktober 2009 dari http://www.selaputdarabuatan.com


(30)

perawan.3 Karena alat ini diyakini mampu untuk membuat kaum perempuan merasa percaya diri pada saat melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya terutama bagi perempuan yang baru menikah (pengantin baru), karena selaput dara tiruan ini dapat mengeluarkan cairan berwarna merah yang menyerupai darah pada saat aktivitas hubungan seksual sedang berlangsung.4

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah dipahami bahwa selaput dara tiruan (Artificial Virginity Hymen) ialah selaput tipis yang mirip dengan selaput dara asli, dapat mengeluarkan cairan berupa darah buatan yang dipakai oleh kaum perempuan yang menderita robek selaput daranya agar nampak seperti perempuan perawan pada umumnya.

2. Muatan Dan Bentuk Selaput Dara Tiruan

Mengenai muatan dan bentuk selaput dara tiruan adalah sebagai berikut5 : 1) Muatan selaput dara tiruan (Artivicial Virginity Hymen) :

a. Terbuat dari natural albumin.

b. Di dalamnya terdapat protein untuk menambah sel darah.

c. Bahan-bahan yang terkandung di dalamnya, tidak mengandung bahan pewarna dan juga tidak membuat alergi.

d. Mudah robek dengan benda tumpul.

3

“Selaput Dara Tiruan Kini Beredar di Indonesia”, artikel ini diakses pada 21 Oktober 2009 dari http://www.selaputdaratiruan.com

4

Ryu dan Yuka chan, “Gigimo Selaput Dara Palsu”, artikel ini diakses pada 16 Oktober 2009 dari http://www.detiknews.com/read/2009/10/16/152213/1222823/159/laris-manis-100-alat-ludes

5

“Kembali Perawan Dengan Selaput Dara Palsu”, artikel ini diakses pada 17 Oktober 2009 dari http://www.selaputdarabuatan.com


(31)

e. Sehabis dipakai, tidak perlu membuang lagi karena selaput dara buatan ini akan larut beserta darah buatannya.

f. Selaput dara buatan ini bisa disimpan hingga 2 tahun. 2) Bentuk selaput dara tiruan (Artificial Virginity Hymen) :

Gambar 2a. Selaput Dara Tiruan


(32)

B. Urgensi Kaum Perempuan Memakai Selaput Dara Tiruan

Indonesia merupakan suatu Negara yang penduduknya terdiri dari bermacam-macam suku. Masing-masing suku memiliki ciri khas kebudayaan dan tradisi yang berbeda-beda. Selain itu, masing-masing suku juga mempertahankan nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para leluhurnya, terutama yang berkaitan dengan etika maupun norma hidup. Hal ini terwujud pada tahun 70-an bahkan sampai sekarang, yang memunculkan suatu pandangan bahwa keperawanan perempuan menjadi sesuatu yang sangat penting, berharga dan harus dijunjung tinggi. Selain itu, keperawanan juga dijadikan sebagai tolak ukur untuk menilai kepribadian maupun tingkah laku (behavior) seorang perempuan. Oleh karenanya, banyak seruan yang timbul bahwa setiap perempuan harus menjaga keperawanannya hingga ke pintu pernikahan.6

Dengan memandang pentingnya nilai keperawanan perempuan tersebut, akhirnya memunculkan suatu pengindentikkan bahwa keperawanan sama dengan selaput dara. Pengidentikkan ini dengan melihat kepada seorang perempuan yang memiliki selaput dara secara utuh dan mengeluarkan percikan darah pada saat melakukan aktivitas hubungan seksual untuk pertama kalinya. Keluarnya percikan darah tersebut menandakan bahwa perempuan masih perawan dan belum pernah tersentuh dengan lawan jenisnya. Sedangkan seorang perempuan yang tidak memiliki selaput dara dan tidak mengeluarkan percikan darah pada saat

6

Muhammad Yusuf, dkk, Kematian Medis “Isu-isu Hukum Kontemporer Dari Jenggot Hingga Keperawanan (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 126-127.


(33)

melakukan aktivitas hubungan seksual untuk pertama kalinya, menandakan bahwa perempuan sudah tidak perawan.7 Berdasarkan data hasil survei penelitian yang pernah dilakukan oleh dr. Boyke, menurutnya bahwa 70% sampai dengan 80% laki-laki di Indonesia menginginkan menikah dengan perempuan perawan. Dalam arti belum pernah melakukan hubungan intim dengan siapa pun, memiliki selaput dara secara utuh dan mengeluarkan percikan darah pada saat melakukan hubungan seksual pada malam pertama.8

Dalam hal ini, selaput dara seakan menjadi sesuatu yang sangat sakral dan menakutkan bagi semua orang, terutama bagi pengantin laki-laki maupun perempuan dan keluarga. Atau dapat dikatakan bahwa selaput dara menjadi suatu hal yang sangat dilematis dalam relasi hubungan seksual suami-istri. Sehingga banyak suami yang merasa khawatir jika mendapatkan istrinya tidak mengeluarkan percikan darah ketika aktivitas hubungan seksual malam pertama dan bahkan ada pula yang menuduh istrinya sudah tidak perawan (pernah berbuat zina).9 Robeknya selaput dara pada seorang perempuan yang disebabkan oleh berbagai faktor, pada satu sisi dapat menyebabkan timbulnya suatu ‘aib dan mengganggu stabilitas keadaan jiwanya (psikologis). Terutama bagi perempuan

7

Sebagai contoh, di Negara Mesir keperawanan perempuan diidentikkan dengan keutuhan selaput daranya dan mengeluarkan percikan darah pada saat hubungan seksual malam pertama, hal ini dijadikan sebagai lambang kesucian dan kehormatan dari seorang perempuan. Selain itu, keluarnya percikan darah dari vagina perempuan menandakan bahwa perempuan tersebut perempuan perawan. Nelly van Doorn Harder, Menakar Harga Perempuan “Eksplorasi Lanjut Atas Hak-hak Reproduksi Perempuan Dalam Islam” (Bandung: Mizan, 1999), h. 33-37, 59-60.

8

"Kesehatan : Heboh Seputar Selaput Dara Tiruan", artikel ini diakses pada 5 November 2009 dari http://www.suarakaryaonline.com

9

Handrawan Nadesul, Cara Sehat Menjadi Perempuan “Cantik-Feminin-Cerdas” (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008), h. 35.


(34)

yang telah menginjak usia pernikahan. Hal ini akan membawa dampak buruk bagi dirinya, rasa tidak tenang, takut, ragu, mudah tersinggung dan bahkan dapat mengakibatkan trauma kalau ‘aibnya tercium oleh orang lain.10

Rasa ketakutan tersebut timbul dikarenakan adanya kekhawatiran pada diri perempuan tidak dianggap masih perawan serta tidak dapat membahagiakan calon suami. Dalam relasi hubungan seksual, kepuasan bukan hanya dapat dinikmati oleh perempuan (istri) semata, tetapi laki-laki (suami) juga berhak mendapatkan kepuasan tersebut. Jika kepuasan seksual tersebut hanya dapat dinikmati oleh salah satu pihak saja, maka dapat menimbulkan suatu konflik batin yang berujung kepada ketidak harmonisan disebabkan salah satu pihak tidak dapat menikmati kepuasan dalam berhubungan seksual.11

Bagi seorang suami, meraih kepuasan seksual itu baru dapat dirasakan setelah mendapatkan keperawanan istrinya, hal itu ditandai dengan mampu merobek selaput daranya dan mendapatkan percikan darah yang keluar dari lubang vagina. Jika hal tersebut tidak didapatkan oleh suami, maka dapat memicu terjadinya ketidak harmonisan dalam berhubungan seksual.12

Dalam suatu kasus tertentu disebutkan, bahwa terdapat suatu konflik hubungan rumah tangga antara suami-istri yang permasalahan utamanya adalah selaput dara. Hal ini dikarenakan telah berakarnya suatu pandangan yang

10

Muhammad Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran. Penerjemah Munirul Abidin, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), h. 279.

11

Husein Muhammad, Fiqh Perempuan “Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender” (Yogyakarta: LKis, 2009), h. 153-154.

12

Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Kado Perkawinan. Penerjemah Ibnu Ibrahim, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1999), h. 205.


(35)

mengidentikkan bahwa keperawanan sama dengan selaput dara. Akibatnya, pada saat hubungan seksual malam pertama suami mendapatkan istrinya tidak mengeluarkan percikan darah lalu ia langsung menuduh istrinya sudah tidak perawan. Setelah itu, suami merasakan adanya tekanan batin yang mendalam dan tidak berhasrat untuk melakukan hubungan seksual untuk seterusnya. Hal ini jelas memberikan dampak yang negatif terhadap kaum perempuan secara umum.13

Berkaitan dengan urgensi kaum perempuan memakai selaput dara tiruan, hal ini dengan melihat kepada pandangan budaya dan tradisi masyarakat yang telah berakar sedemikian kuatnya, sehingga memunculkan pandangan adanya kesamaan antara keperawanan dengan selaput dara. Dengan adanya pandangan tersebut, akhirnya membuat para perempuan yang robek selaput daranya disebabkan oleh berbagai faktor untuk memakai selaput dara tiruan.14

Pemakaian selaput dara tiruan ini bertujuan untuk menutupi ‘aib yang ada pada diri perempuan dan menghindari prasangka buruk masyarakat. Selain itu, pemakaian selaput dara tiruan ini juga bertujuan untuk menjalin relasi hubungan seksual suami-istri yang harmonis, tanpa ada salah satu pihak yang merasa tidak puas dan mengangkat martabat kaum perempuan yang telah terpojokkan dengan reaksi masyarakat yang berlebihan.15

13

Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan dan Solusinya “Pacar Beda Agama dan Konsepsi Pacaran Dalam Islam & Pernikahan Seaqidah Versus Beda Aqidah” (T.tp., PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 1-3.

14

“Makna Keperawanan Sesuai Budaya Negara”, artikel ini diakses pada 12 Agustus 2009 dari http://www.rileks.com

15


(36)

C. Antusiasme Kaum Perempuan Memakai Selaput Dara Tiruan

Malam pertama merupakan suatu permulaan kehidupan bagi suami-istri. Malam tersebut memiliki daya pengaruh yang sangat besar terhadap suami-istri untuk membangkitkan rasa cinta atau mendatangkan kemarahan. Hal ini terwujud dalam hubungan seksual malam pertama yang dilakukan suami-istri (pengantin baru).16 Bagi pengantin baru, hubungan seksual pada malam pertama memberikan suatu kesan yang mendalam dan kesan tersebut akan selalu dikenang oleh keduanya. Hubungan seksual yang dilakukan suami-istri bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan anak dan mengembangkan keturunan semata. Tetapi, dalam hal ini juga bertujuan untuk mencari kesenangan dan kenikmatan (hubungan seksual merupakan buah perkawinan).17

Memperoleh kenikmatan dalam hubungan seksual sangatlah penting bagi suami-istri. Hal ini dapat diraih jika keduanya saling menunjang atau antara kedua belah pihak suami-istri saling menopang guna tercapainya kenikmatan seksual. Kenikmatan hubungan seksual bukan hanya diperuntukkan bagi suami atau istri semata. Tetapi, keduanya itu berhak untuk memperoleh kenikmatan seksual. Hal ini agar tidak terdapat ketidak seimbangan antara suami-istri.18

Bagi suami yang baru menikah ia akan merasakan kenikmatan hubungan seksual ketika mendapatkan keperawanan istrinya yang biasanya ditandai dengan

16

Mahmud al-Shabbâgh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam. Penerjemah Bahruddin Fannani (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), h. 80.

17

Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita. Penerjemah As’ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 207.

18

Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 46-48.


(37)

keluarnya percikan darah melalui vagina. Dengan keluarnya percikan darah tersebut dapat meyakinkan suami bahwa perempuan yang dinikahinya masih perawan (belum tersentuh oleh lawan jenis). Hal inilah yang membuat kaum lelaki atau khususnya suami merasa bangga dan meraih kepuasan seksual.19 Akan tetapi, jika perempuan yang dinikahinya tidak mengeluarkan percikan darah pada saat hubungan seksual malam pertama, maka akan timbul suatu keraguan dalam diri suami yang pada akhirnya tidak merasakan kepuasan seksual. Dalam hal ini, suami akan berprasangka buruk terhadap istrinya dengan mengatakan dirinya sudah tidak perawan dan mencari kepuasan seksual kepada perempuan lain atau bahkan langsung menceraikan istrinya.20

Berkaitan dengan antusiame kaum perempuan memakai selaput dara tiruan, dikarenakan dapat membantu untuk menciptakan suasana hubungan seksual yang harmonis. Selain itu, dengan memakai selaput dara tiruan perempuan akan lebih percaya diri untuk menjalani kehidupan berumah tangga yang baik. Pemakaian selaput dara tiruan ini pada dasarnya melihat kepada tingkat keinginan kaum laki-laki untuk menikah dengan perempuan perawan yang masih sangat tinggi. Dalam hal ini terdapat beberapa kegunaan dalam memakai selaput dara tiruan, yakni sebagai berikut :

1. Agar nampak memiliki selaput dara secara utuh dan mengeluarkan percikan darah.

19

Boyke Dian Nugraha, Problema Seks dan Solusinya (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 97. 20


(38)

2. Membuat kaum perempuan lebih percaya diri. 3. Menciptakan hubungan seksual yang harmonis. 4. Membuat suami merasa bangga terhadap istri. 5. Menutup cela.

6. Menghilangkan rasa trauma yang berlebihan.

D. Keperawanan Dalam Pandangan Kaum Perempuan Dan Laki-laki 1. Keperawanan Dalam Pandangan Kaum Perempuan

Salah satu tanda kekuasaan Allah SWT adalah terciptanya keperawanan pada setiap perempuan. Keperawanan merupakan sesuatu yang melekat pada diri kaum perempuan, ia merupakan lambang kehormatan yang sangat bernilai tinggi (great value).21 Nilai keperawanan seorang perempuan memiliki keagungan dan bahkan semenjak dahulu diakui sebagai sebuah simbol bahwa kesuciannya masih terjaga serta dapat dijadikan perbedaan antara perempuan yang baik akhlaknya dengan perempuan yang buruk akhlaknya. Seorang perempuan yang dapat menjaga keperawanan disebut sebagai perempuan yang dapat menjaga kesucian atas dirinya yang dapat membawa nama baik dirinya dan keluarga.22

Bagi kaum perempuan, menjaga keperawanan sampai kepada pintu pernikahan merupakan hal yang paling utama. Kaum perempuan mempunyai

21

Lola Wagner dan Danny Irawan Yatim, Seksualitas di Pulau Batam “Suatu Studi Antropologi” (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), h. 60-61.

22


(39)

kewajiban untuk menjaga keperawanannya dengan sekuat tenaga (mati-matian), karena keperawanan hanya dimiliki sekali dalam seumur hidup. Menjaga keperawanan mengandung arti menjaga kesucian, dalam artian seorang perempuan belum pernah ternodai dengan lawan jenisnya.

2. Keperawanan Dalam Pandangan Kaum Laki-laki

Keperawanan seorang perempuan merupakan sesuatu yang sangat bernilai tinggi dan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi para lelaki. Terlebih lagi bagi para suami (pengantin baru), ia akan merasakan kepuasan pada saat mendapatkan keperawanan istrinya. Puas dalam arti bahwa suami tidak salah memilih perempuan yang mampu menjaga kesuciannya sampai kepada pintu pernikahan. Hal ini diibaratkan seperti seseorang yang menggembalakan ternaknya disebuah padang rumput yang tidak pernah dijamah oleh seorang pun sebelumnya.23 Selain itu, keperawanan seorang perempuan juga dapat menjadi pokok penting dalam hubungan berumah tangga (hubungan seksual suami-istri) atau dapat dikatakan bahwa salah satu pondasi kasih sayang seorang suami dalam kehidupan berumah tangga adalah ketika mendapatkan istrinya masih perawan pada malam pertama.24

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah menghimbau sahabat yang sudah mampu untuk berumah tangga agar menikahi perempuan yang masih perawan.

23

al-Istanbuli, Kado Perkawinan, h. 203-205. 24


(40)

Seperti yang tertera dalam sabdanya25 :

ﱠﺪﺛ

ـ

ْﺒ

ﺔـ

:

ﱠﺪﺛ

ـ

دﺎـ

ْـ

ز

ْ

ﺪـ

ـ

ْ

ْـ

و

ْـ

دْ

ـ

رﺎ

,

ـ

ْ

ـﺎ

ـ

ْـ

ْﺒـ

ﻟا

ـ

ـ

لﺎ

:

ـ

ﱠو

ْ

اﻣ

ْـ

اًة

,

ﻓـ

ْـ

ﱠﻟا

ﺒـ

ـﱠ

ﻟا

ـ

ْـ

و

ﻓﻘ

ـ

لﺎ

:

ا

ـ

ﱠو

ْ

ـ

ـﺎ

ـ

؟

ﻘْ

:

ﻌـ

ْ

.

ﻓﻘ

ـ

لﺎ

:

ﻜْـ

ًﺮ

ا

ا

ْم

ﺛﱢ

ﺒًـ

؟

ﻓﻘ

ْ

:

ﻟﺎ

,

ـ

ْ

ﺛﱢ

ﺒـ

ًﺎ

.

ﻓﻘ

ـﺎ

ل

:

هـ

ـ

رﺎ

ـًﺔ

ـ

ﺒﻬ

ـ

و

ـ

ﺒـ

.

ﻓﻘ

ْ

:

ـﺎ

ر

ـْﻮ

ل

ﷲا

!

ا

ﱠن

ﺒْـ

ﻟا

ـ

ﻣـ

تﺎ

و

ـ

ك

ْﺒـ

ـ

تﺎ

اْو

ْـ

ًﺎﻌ

,

ْﺌـ

ـ

ْ

ﻘـ

ْﻮ

م

ْﻬ

ـ

) .

اور

ﻟا

ـ

ىﺬﻣﺮ

(

Artinya :

Jabir bin Abdullah RA meriwayatkan bahwa Abdullah meninggal dunia dengan meninggalkan sembilan orang anak wanita atau tujuh orang anak wanita. Lalu Jabir kawin dengan wanita janda, maka Rasulullah SAW bertanya: “Hai Jabir! Kau telah menikah” ? Jabir menjawab “ya”. Rasulullah bertanya lagi “perawan atau janda”? Kata Jabir “janda ya Rasulullah. Beliau bertanya lagi: “mengapa kamu tidak memilih gadis yang bisa bersenang-senang denganmu atau yang bisa saling bercanda denganmu? Kata Jabir: sesungguhnya Abdullah (ayah Jabir) telah meninggal dengan meninggalkan tujuh orang anak wanita atau sembilan orang anak wanita. Lalu, saya menikahi wanita yang bisa mengurus mereka dan bisa membuat mereka baik. (HR. al-Thirmidzi)

Dalam hadits ini diterangkan bahwa setiap laki-laki dihimbau untuk menikahi perempuan yang masih gadis atau perawan, karena hal itu lebih diutamakan dari pada menikahi perempuan janda. Dengan menikahi perempuan yang masih perawan itu, maka banyak faedah yang dapat diambil. Dan juga dibolehkan bagi mereka yang tidak mengutamakan menikah dengan perempuan yang masih perawan disebabkan adanya udzur.26

25

Imam Abu Isa Muhammad bin Isa ibn Mûsa al-Thirmidzi, Jâmi’ al-Thirmidzi (Riyadh: Darussalam, 1999), No. 1100, h. 264.

26

Abi Yahya Zakariya al-Anshari al-Syafi’I, Asna al-Mathâlib Syarh Raudhu al-Thâlib (Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub al-Imiyah, 2001), Jilid 6, h. 264.


(41)

Selain hadits di atas, Rasulullah SAW juga pernah bersabda tentang keutamaan dan faedah-faedah yang bisa didapatkan seorang lelaki menikahi perempuan perawan (masih suci)27 :

ـ

لﺎ

ر

ـْﻮ

ل

ﻟا

ـ

ـﱠ

ﻟا

ـ

ْـ

و

" :

ْﻜ

ـْ

ـ

ﻻﺎ

ْﻜ

ـ

رﺎ

ﻓـ

ﺎﱠ

ﻬـ

ا

ْـ

ب

اْﻓ

ـﻮ

ها

ًـ

و

اْ

ـ

ا

ْر

ـ

ﻣﺎ

ًـ

و

ا

ْر

ﺿ

ـ

ـﻟﺎ

ْـ

"

) .

اور

ا

ـ

ﺎﻣ

(

Artinya :

“Tetapkanlah (pilihanmu) pada wanita yang masih perawan, karena mereka lebih bersih farjinya dan lebih menerima peranakannya dan rela dengan pemberian yang sedikit”.

Menurut al-Bujairimi, seperti yang dikutip dalam kitab “Hâsyiyah I’ânatuth Thâlibin” bahwa terdapat tiga keutamaan menikahi perempuan perawan yakni sebagai berikut28 :

1) Dengan keluguannya sebagai gadis, dia akan mencintai dan mengasihi suaminya dengan sepenuh hati. Karena kecintaannya itu, maka dirinya lebih mengutamakan suaminya dari pada orang lain.

2) Dengan menikahi seorang gadis atau perawan, maka seorang lelaki akan bertambah gelora cinta kasihnya. Sebab pada umumnya laki-laki pasti menginginkan wanita yang masih perawan, murni dan belum ternodai kesuciannya.

3) Kelebihan menikahi seorang gadis atau perawan, karena tidak ada kerinduan dihatinya terhadap laki-laki lain.

27

Syaikh Abû ‘Abbâs Syihâbuddin Ahmad bin Abî Bakr Abdurrahmân bin Ismâ’il al-Kanâni al-Bushirî al-Qâhirî al-Syafi’Î, Zawâid ibn Mâjah ‘Ala al-Kutubi al-Khamsah (Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1993), h. 265.

28

Abî Bakr al-Dimyathî, Hâsyiyah I’ânatuth Thâlibin (Beirut-Lebanon: Dar al-Fikr, 2002), Juz 3, h. 314.


(42)

Dalam hal ini, perempuan perawan dipandang masih bersih dan kesuciannya masih terjaga terutama farjinya atau rahimnya. Rahim perempuan perawan belum pernah terpolusi oleh bibit lelaki manapun. Di samping itu, beristrikan seorang perempuan perawan memudahkan suami dalam membimbingnya dan mengaturnya dalam kehidupan berumah tangga. Atau lebih tepatnya lebih mudah diajak untuk bekerjasama dalam membina rumah tangga, kemudian mendapat pengalaman bersama-sama dikarenakan minimnya pengetahuan mereka yang sama-sama baru membina rumah tangga.


(43)

BAB IV

ANALISA PEMAKAIAN SELAPUT DARA TIRUAN MENURUT HUKUM ISLAM

A. Mashlahat Dan Mudharat Pemakai Selaput Dara Tiruan 1. Mashlahat Pemakaian Selaput Dara Tiruan

Pemakaian selaput dara tiruan pada satu sisi dapat mewujudkan suatu kemashlahatan bagi kaum perempuan, antara lain sebagai berikut :

a. Untuk Menutupi Cela (‘Aib).

Robeknya selaput dara yang disebabkan oleh berbagai faktor menyebabkan timbulnya suatu ‘aib bagi pemiliknya dan dapat mengganggu stabilitas keadaan jiwanya (psikologis). Terutama bagi perempuan perawan yang telah menginjak usia pernikahan lalu mengalami penderitaan berupa robek selaput daranya sebelum menikah, hal ini akan membawa dampak buruk bagi dirinya, rasa tidak tenang, ragu, mudah tersinggung dan bahkan dapat mengakibatkan trauma kalau ‘aibnya tercium oleh orang lain.1

Pemakaian selaput dara tiruan (Artificial Virginity Hymen) ini, secara psikologis dapat memberikan solusi kepada seorang perempuan, karena ‘aib yang terdapat pada dirinya dapat disikapi secara aktif, bukan hanya dengan pasrah tanpa tindakan apapun. Tindakan aktif berupa

1

Handrawan Nadesul, Cara Sehat Menjadi Perempuan “Cantik-Feminin-Cerdas” (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008), h. 36.


(44)

pemakaian selaput dara tiruan ini dapat menutupi ‘aib dirinya dan berdampak positif bagi orang lain terutama pasangan hidupnya setelah terikat dengan tali pernikahan.

Menutupi ‘aib bagi diri sendiri maupun orang lain merupakan sikap yang mulia, karena merupakan salah satu tujuan syari’ah (maqashid al-syari’ah) yakni menjaga kehidupan dan kehormatan (hifdz an-nafs wa an-nasl) baik bagi diri sendiri maupun keluarga.

Hal ini pernah dinyatakan Rasulullah SAW melalui sabdanya2 :

ﱠﺪﺛ

ـ

ْـﺪ

ْـ

ا

ْﺒـ

طﺎ

ْـ

ﺤﻣ

ـ

ﻘﻟا

ـ

ﺸْﺮ

ـ

:

ﺛﱠﺪﺣ

ـ

ا

ـ

:

ﱠﺪﺛ

ـ

ﻻا

ْ

ـ

لﺎ

:

ﱢﺪْﺛ

ـ

ْ

ا

ـ

ـﻟﺎ

,

ـ

ْ

ا

ـ

ه

ـ

ْـ

ة

ـ

ﱠﻟا

ﺒـ

ـﱠ

ﻟا

ـ

ْـ

و

ـﺎ

ل

:

ﻣـ

ْ

ـ

ْ

ْ

آـ

ْﺮ

ـًﺔ

ﻣـ

ْ

آـ

ب

ﺪﻟا

ْـ

ﻟا

ـ

ْـ

آـ

ْﺮ

ـًﺔ

ﻣـ

ْ

آـ

ب

ـْﻮ

م

ﻘﻟا

ـ

ﻣﺎ

ـﺔ

,

و

ﻣـ

ْ

ﱠـ

ْﻌ

ـ

ﻰـﻓ

ﺎـ ْﺪﻟا

ﱠـ

ﻟا

ـ

ْـ

ﻓـ

ﺪﻟا

ْـ

و

ﻻا

ـ

ة

,

و

ﻣـ

ْ

ـ

ْـ

ـ

ﺎـ ْﺪﻟا

ﻰـﻓ

ـ

ﻟا

ـ

ـْ

ﻓـ

ﺪﻟا

ْـ

و

ﻻا

ـ

ة

,

و

ﻟا

ـ

ﻓـ

ـْﻮ

ن

ﻌﻟا

ﺒْـ

ﻣـ

آ

ـ

نﺎ

ﻌﻟا

ْﺒـ

ﻓـ

ـْﻮ

ن

ا

ْـ

) .

اور

ىﺬـﻣﺮ ﻟا

(

Artinya :

Dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat, dan barang siapa memudahkan seorang yang mendapat kesusahan Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat, dan barang siapa menutupi (‘aib) seorang muslim Allah akan menutupi (‘aibnya) di dunia dan akhirat, dan Allah akan selalu menolong hambanya selama ia menolong saudaranya”.(HR. al-Thirmidzi)

Bagi seseorang yang ‘aibnya dapat tertutupi, maka ia akan memperoleh kepuasan tersendiri. Karena harga dirinya telah kembali dan

2

Imam Abu Isa Muhammad bin Isa ibn Mûsa al-Thirmidzi, Jâmi’ al-Thirmidzi (Riyadh: Darussalam, 1999), No. 1930, h. 449.


(45)

kehormatannya dapat terjaga. Apalagi yang menyangkut dengan masalah robeknya selaput dara, yang telah menjadi konstruksi masyarakat sebagai lambang kesucian dan harga diri seorang perempuan. Jika ‘aib tersebut dibiarkan tersebar ke masyarakat, maka bukan hanya diri seorang perempuan tersebut yang berdampak negatif, tetapi juga dapat berdampak buruk terhadap nama baik keluarga.

Oleh karena itu, tindakan aktif yang dilakukan oleh perempuan tersebut dengan memakai selaput dara tiruan dapat memunculkan sisi positif dalam membawa ketentraman dan kebahagiaan hidup.

b. Melindungi Keluarga.

Salah satu aspek dalam kehidupan yang tidak dapat diabaikan adalah faktor keluarga, karena cepat atau lambat suatu saat terbentuk dikemudian hari. Betapa calon suami dapat sangat kecewa, apabila orang yang dicintainya selama ini sudah tidak memiliki selaput dara yang utuh pada saat malam pertama berlangsung. Hal ini dapat memicu terjadinya suatu konflik antara suami-istri. Pihak suami merasakan kekecewaan yang mendalam serta berlanjut kepada ketidakpuasan. Maka hancurlah suatu harapan untuk membangun mahligai rumah tangga dikemudian hari.3

Keadaan seperti ini tentunya melibatkan keluarga dekat untuk mencari dan menemukan solusi terbaik bagi seluruh keluarga, baik dari

3

Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Kado Perkawinan. Penerjemah Ibnu Ibrahim, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1999), h. 205.


(46)

pihak suami maupun istri. Oleh karena itu, sebenarnya kemajuan di bidang medis mengenai pemakaian selaput dara tiruan dapat memberikan suatu solusi dalam mengurangi rasa kekecewaan yang mendalam dan dapat melindungi ‘aib keluarga.

c. Mencegah Prasangka Buruk (Negative Thinking).

Agama Islam sebagai agama yang penuh dengan nilai-nilai telah mengajarkan kepada setiap manusia untuk senantiasa berprasangka baik (husnu al-dzan) dengan kebersihan hati dan saling percaya, bukan dengan berprasangka buruk terhadap orang lain. Berprasangka baik dalam rangka menjalin hubungan baik antar individu maupun sosial merupakan tindakan yang terpuji. Bersikap seperti ini, jika ditumbuh kembangkan dengan baik niscaya mampu untuk dapat mewujudkan keharmonisan dalam berhubungan antar individu maupun sosial agar terjaga dengan baik.

Sebaliknya, berprasangka buruk bukan merupakan tindakan yang terpuji. Jika sikap seperti ini tetap dibiarkan berkembang, maka dapat menimbulkan perpecahan dalam menjalin hubungan baik individu maupun sosial. Oleh karena itu, berprasangka buruk dalam perspektif agama tidak diperbolehkan.4

Terdapat beberapa penjelasan melalui Al-Qur’an maupun Hadits mengenai tidak diperbolehkannya berprasangka buruk, diantaranya :

4

Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram Dalam Islam. Penerjemah Abu Sa’id al-Falahi, (Jakarta: Robbani Press, 2007), h. 362-363.


(47)

Allah SWT berfirman di dalam (QS. al-Hujurat/ 49: 12) yang berbunyi :

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-purba-sangka itu dosa dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Hujurat/ 49: 12)

Dalam suatu riwayat disebutkan dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda5 :

ﱠﺪﺛ

ـ

ْﺤ

ـ

ْـ

ْﺤ

ـ

ـ

لﺎ

:

ـ

ْا

ت

ـﻟﺎ

ـ

ْ

ا

ـ

ﱢﺰﻟا

ـ

دﺎ

ـ

ْ

ﻟا

ْ ﺎ

ـ

ج

ـ

ْ

ا

ـ

هـ

ْـ

ة

,

ا

ﱠن

ر

ـ

لْﻮ

ﻟا

ـ

ـ

ﻟا

ـ

ْ

ـ

و

ـ

لﺎ

:

ا

ـ

آﺎ

ـْ

و

ﻈﻟا

ـ

ﻓـ

ﱠن

ﻈﻟا

ـ

اآ

ْـﺬ

ب

ﺤﻟا

ـﺪ

ْ

و

ـﺎ

ـﺪ

ْو

و

ا

ـْﻮ

و

ا

ﺒـ

ﻏﺎ

ـْﻮ

ا

و

آـ

ْﻮ

ـْﻮ

ا

ﺒـ

دﺎ

ﻟا

ـ

ا

ْﻮ

ا

ًـﺎ

) .

اور

(

Artinya :

“Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka buruk adalah sedusta-dusta perkataan. Janganlah kalian saling hasad/ mendengki, saling memata-matai dan saling membenci. Namun, jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (HR. Muslim)

5

Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjâj bin Muslim al-Qusyairiyyi al-Naisâbûriyyi, Shahih Muslim (Riyadh: Dar al-Salâm, 1998), No. 6536, h. 1123.


(48)

Mengenai robeknya selaput dara pada seorang perempuan perawan serta tidak keluarnya percikan darah pada vagina saat melakukan hubungan seksual untuk pertama kali, tidak dapat secara langsung mengkategorikannya (judgment) sebagai perempuan yang sudah tidak perawan tanpa mengklarifikasi dan menelitinya terlebih dahulu. Karena pada umumnya setiap perempuan memiliki selaput dara dengan bentuk dan fleksibilitas yang berbeda-beda. Robeknya selaput dara yang terjadi pada sebagian perempuan bukan hanya disebabkan oleh hubungan seksual saja, melainkan dapat disebabkan oleh berbagai faktor.6

d. Demi Keadilan Gender Antara Laki-laki dan Perempuan.

Terdapat perbedaan yang mencolok antara kaum laki-laki dengan perempuan dalam hal pengaruh psikologi maupun fisik, diantaranya7 : 1) Bagi seorang perempuan yang telah robek selaput daranya disebabkan

oleh berbagai faktor selain hubungan seksual, akan mengalami tekanan batin dan berdampak buruk terhadap keadaan jiwanya. Sedangkan bagi perempuan yang melakukan hubungan seksual di luar nikah, akan mengalami perubahan yang signifikan terhadap fisiknya maupun secara mental.

6

Sylvia S. Mader, “Understanding Human Anatomy and Physiology” (New York: McGraw-Hill, 2005), Fifth Edition, h. 353.

7

Muhammad Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran. Penerjemah Munirul Abidin, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), h. 281.


(49)

Misalnya, selaput daranya robek dan sekaligus mengalami kehilangan keperawanannya. Atau terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan serta mengakibatkan timbulnya suatu gangguan pada jiwanya.

2) Bagi seorang laki-laki walaupun sering melakukan hubungan seksual di luar nikah, maka tidak mengalami perubahan terhadap fisiknya. Misalnya, jika sebab melakukan hubungan seksual, maka mengalami kehilangan keperjakaannya (tetapi hal ini sangat sulit untuk diketahui).

Selain itu, secara sosial pun juga mendapatkan sanksi yang berbeda antara seorang laki-laki dengan perempuan, diantaranya8 :

1) Bagi perempuan yang telah robek selaput daranya disebabkan oleh faktor selain hubungan seksual ataupun pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah diberikan sanksi berupa julukan dengan sebutan perempuan nakal.

2) Bagi laki-laki yang pernah melakukan ataupun sering melakukan hubungan seksual di luar nikah tidak diberikan julukan apapun.

Dampak dari robeknya selaput dara sangat berpengaruh terhadap psikologis seorang perempuan. Mengingat pandangan masyarakat yang mengidentikkan bahwa robeknya selaput dara sama dengan hilangnya keperawanan yang disebabkan oleh perbuatan zina. Padahal robeknya

8

Di daerah pedesaan (bagian Mesir selatan), bahwa sprei yang berdarah harus ditunjukkan kepada khalayak ramai setelah malam pernikahan (malam pertama) untuk menunjukkan bahwa pengantin perempuan adalah perawan suci. Lihat Nelly van Doorn Harder, dkk, Menakar Harga Perempuan “Eksplorasi Lanjut Atas Hak-hak Reproduksi Perempuan Dalam Islam” (Bandung: Mizan, 1999), h. 33-34.


(50)

selaput dara tidak hanya disebabkan oleh perbutan zina, tetapi penyebab robeknya beragam seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.

Akibat yang timbul disebabkan oleh pandangan tersebut membuat seorang perempuan perawan menjadi pemurung, merasa gelisah dan sedih bahkan dalam kondisi tertentu dapat mengakibatkan frustasi maupun putus asa yang berkepanjangan dan berakhir pada tidak mau untuk menikah dikarenakan takut tidak bisa membahagiakan suami dikemudian hari. Posisi semacam ini jelas merugikan kaum perempuan.9

Sebenarnya ajaran Islam telah menghimbau agar jangan dengan mudah melakukan tuduhan zina terhadap perempuan yang baik-baik, dan memberikan ancaman yang berat bagi penuduhnya.10

Allah SWT berfirman dalam (QS. al-Nur/ 24 : 4-5) dan (QS. al-Nur/ 24 : 23-25) yang berbunyi :

9

Nadesul, Cara Sehat Menjadi Perempuan, h. 36-37. 10

Abdul Qâdir ‘Audah, al-Tasyri’ al-Jinâi al-Islâmi Muqâranan bi al-Qânun al-Wadh’i (Kairo-Mesir: Maktabah Dar al-Thurast, 2003), Juz 2, h. 437.


(51)

Artinya :

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Nur/ 24 : 4-5)

Artinya :

“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka Balasan yag setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang benar, lagi yang menjelaskan (segala sesutatu menurut hakikat yang sebenarnya)”. (QS. al-Nur/ 24 : 23-25)


(52)

Selain dapat terwujudnya suatu kemashlahatan bagi perempuan dari pemakaian selaput dara tiruan, dalam hal ini juga terdapat suatu kemudharatan yang dapat terwujud, antara lain sebagai berikut :

a. Adanya Unsur Penipuan.

Bagi masyarakat yang kurang memahami tentang ilmu kedokteran dan mengindentikkan bahwa selaput dara sama halnya dengan keperawanan, atau menjadikan keperawanan (selaput dara) sebagai harga mati yang tidak dapat tergantikan dengan apapun, maka pemakaian selaput dara tiruan dikatakan sebagai suatu celah untuk membuka peluang kebohongan (unsur penipuan) dan menghilangkan hak suami.11

b. Motovasi Untuk Mengulangi Perbuatan Keji (Zina).

Perbuatan keji yang sering terjadi di suatu masyarakat, secara moral memang harus dihindari apalagi yang menyangkut dengan kehormatan diri. Jika seorang perempuan telah melakukan perbuatan zina sehingga mengakibatkan hilang keperawanan dan robek selaput daranya bisa saja tidak menimbulkan suatu masalah baginya, karena dapat tergantikan dengan memakai selaput dara tiruan, sehingga faktor robeknya

11 Di Kairo, produk artificial virginity hymen (selaput dara tiruan) yang banyak dipasarkan di Timur Tengah itu langsung memunculkan banyak kontroversi. Para pengamat di Negara yang masih tabu soal seks sebelum menikah itu mengkhawatirkan adanya penyimpangan seksual dengan dibuatnya alat tersebut. Akhirnya, Para konservatif dan pembuat undang-undang di Mesir langsung mengambil tindakan untuk melarang peredaran alat tersebut, bahkan mengancam akan mengasingkan wanita di negerinya jika ketahuan menggunakan alat tersebut. “Alat Pemalsu Keperawanan”, artikel diakses pada 13 Oktober 2009 dari http://www.detik.com


(53)

selaput dara yang disebabkan oleh perbuatan zina tidak menjadi suatu masalah karena dapat tertutupi.12

B. Pemakaian Selaput Dara Tiruan Dilihat Dari Penyebab Robeknya Selaput Dara Menurut Hukum Islam

Mengenai pemakaian selaput dara tiruan menurut hukum Islam memang termasuk suatu permasalahan baru yang harus dikaji dan ditelaah secara detail agar pembahasannya dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, untuk menganalisa pemakaian selaput dara tiruan menurut hukum Islam, maka harus dilihat dari penyebab robeknya selaput dara itu sendiri. Dalam hal ini terbagi kepada tiga jenis penyebab robeknya selaput dara yang terjadi pada kaum perempuan, yakni sebagai berikut :

1. Kecelakaan, Terbentur Benda Keras dan Olah Raga

Selaput dara yang robeknya disebabkan oleh kecelakaan, terbentur benda keras dan olah raga tidak dianggap sebagai bentuk perbuatan maksiat. Dan dalam hal ini perempuan yang robek selaput daranya disebabkan oleh faktor tersebut di atas tetap dikategorikan sebagai perempuan perawan.13 Hal ini senada dengan penjelasan yang diberikan oleh Ibn Hâmid, bahwa jika seorang perempuan robek selaput daranya disebabkan oleh olah raga, terbentur benda keras, memasukkan jari maupun haid yang berlebihan, maka

12

“Awas Tertipu! Beredar Alat Pemalsu Keperawanan”, artikel diakses pada 17 Oktober 2009 dari http://www.nusantaraku.com

13


(54)

perempuan tersebut tetap disebut sebagai perempuan perawan. Karena sebab-sebab robeknya selaput dara tersebut di atas bukan termasuk dalam kategori

perbuatan jima’ (

ـ

ـﺒ

ﻘﻟا

ـ

ـ

ﺌﻬ

ْﻃ

و

ْـ

).14

Robeknya selaput dara yang terjadi pada perempuan karena sebab-sebab di atas tidak mempengaruhi keperawanan atas dirinya. Keperawanan atas dirinya masih tetap ada dan tidak hilang jika disebabkan oleh faktor-faktor di atas, kecuali jika perempuan tersebut melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya (melakukan persetubuhan baik halal maupun haram).15

Pemakaian selaput dara tiruan bagi perempuan yang robek selaput daranya karena faktor-faktor di atas, merupakan suatu upaya atau tindakan aktif untuk mewujudkan suatu kemaslahatan yang berupa menstabilkan keadaan jiwa seorang perempuan, menutup ‘aib yang terdapat dalam dirinya, menciptakan hubungan suami-istri yang harmonis dan menghindari kemudharatan yang berupa menghilangkan prasangka maupun tuduhan yang tidak berdasar dan reaksi adat masyarakat yang berlebihan.

Terdapat beberapa kaidah ushuliyah yang digunakan sebagai dasar dalam mewujudkan suatu kemashlahatan, diantaranya :

ْ

ﻟا

ـﻟﺎ

و

د

ْر

ء

ﻟا

ـ

ـﺪ

Artinya :

14

Abî Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudâmah, al-Mughnî (Kairo: Hajr, 1989), Juz 9, h. 411.

15


(55)

“Meraih kemaslahatan dan menolak kerusakan”. 16

ﱠﻀﻟا

ـ

ر

ـ

لا

Artinya :

“Kemudharatan harus dihilangkan”. 17

Jika perempuan tersebut tidak melakukan tindakan aktif dengan memakai selaput dara tiruan, maka dapat timbul suatu mudharat bagi dirinya ketika hendak menikah yakni tidak mau menikah dikarenakan merasa bahwa dirinya tidak dapat membahagiakan suami dan takut dituduh sudah tidak perawan. Kemudharatan seperti ini jika terus dibiarkan berkembang di masyarakat, maka dapat membawa akibat buruk yang berkepanjangan, merusak martabat dan kehormatan kaum perempuan. Oleh karena itu guna menciptakan suatu kemashlahatan dan menghilangkan kemudharatan, maka pemakaian selaput dara tiruan ini sebagai salah satu alternatif untuk menciptakan hubungan suami-istri yang harmonis, menghilangkan tuduhan yang tidak berdasar dan mengangkat kehormatan kaum perempuan.18

Hal ini berdasarkan hadits dari Ummi Kultsum RA yang pernah mendengar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda19 :

ﱠﺪﺛ

ـ

ـﺒ

ْـﺪ

ﻌﻟا

ـ

ْـ

ْـ

ـﺒ

ْـﺪ

ﻟا

ـ

ـ

لﺎ

ﱠﺪﺛ

ـ

ا

ْـ

ها

ـ

ْـ

ْـ

ﻌْـ

ـ

ْ

ـﻟﺎ

ـ

ْ

ا

ْـ

ـﻬ

بﺎ

ا

ﱠن

ـ

ْـﺪ

ْـ

ـﺒ

ْـﺪ

ﱠﺮﻟا

ْْـ

ـ

ا

ْـﺒ

ـ

ا

ﱠن

اﻣ

ـ

اﱠم

آـ

ْـ

ـْﻮ

م

ـ

ْـ

ـﻘ

ْـﺒ

ـﺔ

ا

ْـﺒ

ـ

ْـ

16

H. A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih “Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-masalah Praktis” (Jakarta: Kencana, 2007), h. 70.

17

Muchlis Usman, Kaidah-kaidah Istinbath Hukum Islam: Ushuliyah dan Fiqhiyah (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 143.

18

Abdullah Faqih, Indahnya Bercinta Sesuai Syari’ah “120 Fatwa Kontemporer Hubungan Suami-Istri”. Penerjemah M. Lili Nur Aulia, (Jakarta: Tarbawi Press, 2008), h. 157.

19

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismâil bin Ibarâhîm al-Bukhârî, Shahih al-Bukhârî (Beirut: Alima al-Kutub, T.Th), Juz 4, No. 3, h. 19.


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Tinjauan dan penelaahan pemakaian selaput dara tiruan dalam hukum Islam yang penulis sajikan ini merupakan antusias penulis untuk mempelajari dan memahami perihal pemakaian selaput dara tiruan.

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat penulis simpulkan adalah berikut :

Bahwa hukum pemakaian selaput dara tiruan ini tergantung dari penyebab robeknya selaput dara, yakni :

a) Jika penyebab robeknya selaput dara disebabkan oleh kecelakaan, terbentur benda keras, olah raga maupun haid yang berlebihan, maka pemakaian selaput dara tiruan hukumnya mubah.

b) Jika penyebab robeknya selaput dara disebabkan oleh perbuatan zina yang berulang-ulang atau yang telah diketahui masyarakat sebagai perempuan pelacur, maka pemakaian selaput dara tiruan hukumnya haram. Sedangkan jika penyebab robeknya selaput dara disebabkan oleh perbuatan zina hanya sekali atau yang tidak diketahui masyarakat, maka pemakaian selaput dara tiruan hukumnya makruh.


(2)

c) Jika penyebab robeknya selaput dara disebabkan oleh hubungan seksual suami-istri yang sah atau perempuan janda, maka pemakaian selaput dara tiruan hukumnya mubah.

B. Saran

Untuk menghindari prasangka buruk, reaksi dari masyarakat yang berlebihan dan tuduhan yang tidak berdasar dari masyarakat terhadap perempuan perawan yang selaput daranya robek dan tidak keluarnya percikan darah pada saat hubungan intim pada malam pertama, maka diperlukan adanya pengetahuan tentang seks atau pendidikan seks bagi para remaja yang sudah siap untuk berumah tangga agar tidak stagnasi ketika menghadapi problematika hubungan seksual dengan perempuan yang dinikahinya suatu saat nanti. Dalam hal ini, diperlukan suatu upaya dari pihak Ahli Kedokteran untuk berkontribusi berupa sosialisasi pengetahuan tentang seks atau pendidikan seks kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tidak tabu terhadap problematika yang universal ini.

Selain itu, tentang persepsi masyarakat yang menyamakan antara keperawanan dengan selaput dara harus segera ditindaklanjuti dengan memberikan pengarahan-pengarahan yang jelas dan tepat. Agar nantinya tidak ada lagi prasangka buruk, reaksi dari masyarakat yang berlebihan dan tuduhan tidak berdasar terhadap perempuan perawan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006.

Abbas, Ahmad Sudirman. Problematika Pernikahan dan Solusinya “Pacar Beda Agama dan Konsepsi Pacaran Dalam Islam & Pernikahan Seaqidah Versus Beda Aqidah”. PT. Prima Heza Lestari, 2006.

“Alat Pemalsu Keperawanan”. Artikel ini diakses pada 13 Oktober 2009 dari http://www.detik.com

Audah, Abdul Qadir. Tasyri’ Jinai Islami Muqaranan bi Qanun al-Wadh’i. Kairo-Mesir: Maktabah Dar al-Thurast, 2003.

“Awas Tertipu! Beredar Alat Pemalsu Keperawanan”. Artikel diakses pada 17 Oktober 2009 dari http://www.nusantaraku.com

al-Banna, Ahmad Abdurrahman. al-Fathu al-Rabbani: Tartib Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal al-Syaibani Ma’a Syarhihi Bulughu al-Amani min Asrari al-Fathi al-Rabbani. Kairo: Dar al-Syihab, T.Th.

Bukhari, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibarahim. Shahih al-Bukhari. Beirut: Alima al-Kutub, T.Th.

al-Dimyathi, Abi Bakr. Hasyiyah I’anatuth Thalibin. Beirut-Lebanon: Dar al-Fikr, 2002.

al-Ghazi, Muhammad bin Qasim. Fathul Qarib al-Mujib. Semarang: Toha Putra, T.Th.

al-Ghifari, Abu. Kesucian Wanita. Bandung: Mujahid, 2003.

al-Hudaifa, Salim. Kiat Jitu Memilih Istri. Semarang: Pustaka Widyamara, 2009. al-Istanbuli, Mahmud Mahdi. Kado Perkawinan. Penerjemah Ibnu Ibrahim. Jakarta:

Pustaka Azzam, 1999.

Jaziri, Abdurrahman. Fiqh ‘Ala Mazahib ‘Arba’ah. Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, 2005.

al-Malibari, Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz. Fathul Mu’in Bisyarhi Qurratul ‘Uyun. Semarang: Karya Toha Putra, T.Th.


(4)

al-Maqdisi, Abu Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah. al-Mughni. Kairo: Hajr,1989.

al-Musnad, Abdul Aziz bin Abdurrahman dan al-Anbari, Kholid bin Ali bin Muhammad. Perkawinan dan Masalahnya. Penerjemah Musifin As’ad. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993.

Naisaburiyyi, Imam Abu Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairiyyi. Shahih Muslim. Riyadh: Dar al-Salam, 1998.

al-Qurthubi, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansari. Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Dar al-Katib al-‘Arab li al-Thaba’ah wa al-Nasr, 1967.

al-Shabbagh, Mahmud. Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam. Penerjemah Bahruddin Fannani. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991.

al-Syafi’I, Abi Yahya Zakariya al-Ansari. Asna al-Mathalib Syarh Raudhu al-Thalib. Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2001.

al-Syafi’I, Syaikh Abu al-‘Abbas Syihabuddin Ahmad bin Abi Bakr Abdurrahman bin Isma’il al-Kanani al-Bushiri al-Qahiri. Zawaid ibn Majah ‘Ala al-Kutubi al-Khamsah. Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993.

al-Thirmidzi, Imam Abu Isa Muhammad bin Isa ibn Musa. Jâmi’ al-Thirmidzi. Riyadh: Darussalam, 1999.

Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993.

Djazuli, H. A. Kaidah-kaidah Fikih “Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-masalah Praktis”. Jakarta: Kencana, 2007.

Fahmi, Syaikh Adil. Rahasia Wanita Dari A Sampai Z. Penerjemah Hafiz Muhamad Amin. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007.

Faqih, Abdullah. Indahnya Bercinta Sesuai Syari’ah “120 Fatwa Kontemporer Hubungan Suami - Istri”. Penerjemah M. Lili Nur Aulia. Jakarta: Tarbawi Press, 2008.

Harder, Nelly van Doorn. Menakar Harga Perempuan “Eksplorasi Lanjut Atas Hak-hak Reproduksi Perempuan Dalam Islam”. Bandung: Mizan, 1999.


(5)

Hornby, AS. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. New York: Oxford University Press, 1995.

“Kembali Perawan Dengan Selaput Dara Palsu”. Artikel ini diakses pada 17 Oktober 2009 dari http://www.selaputdarabuatan.com

"Kesehatan : Heboh Seputar Selaput Dara Tiruan". Artikel ini diakses pada 5 November 2009 dari http://www.suarakaryaonline.com

Mader, Sylvia S. Understanding Human Anatomy and Physiology. New York: McGraw-Hill, 2005.

“Makna Keperawanan Sesuai Budaya Negara”. Artikel ini diakses pada 12 Agustus 2009 dari http://www.rileks.com

Manuaba, Ida Bagus Gde. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Penerbit Arcan, 1999.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Muhammad, Husein. Fiqh Perempuan “Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender”. Yogyakarta: LKis, 2009.

Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Nadesul, Handrawan. Cara Sehat Menjadi Perempuan “Cantik-Feminin-Cerdas”. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008.

Nasution, Amir Taat. Rahasia Perkawinan Dalam Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.

Noorastuti, Pipiet Tri dan Mahaputra, Sandy Adam. “Selaput Dara Tiruan Mulai Diburu”. Artikel ini diakses pada 29 Oktober 2009 dari http://kosmo.vivanews.com/news/read/98835-selaput dara tiruan mulai diburu

Nugraha, Boyke Dian. Problema Seks dan Solusinya. Jakarta: Bumi Aksara, 2010. Purwaka, Tommy Hendra. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Atma


(6)

Qaradhawi, Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam. Penerjemah Abu Sa’id al-Falahi. Jakarta: Robbani Press, 2007.

Ryu dan Chan, Yuka. “Gigimo Selaput Dara Palsu”. Artikel ini diakses pada 16 Oktober 2009 dari http://www.detiknews.com/read/2009/10/16

Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah. Beirut-Lebanon: Dar al-Fikr, 1981.

“Selaput Dara Tiruan Kini Beredar di Indonesia”. Artikel ini diakses pada 21 Oktober 2009 dari http://www.selaputdaratiruan.com

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Syaifuddin. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC, 1997.

Syuqqah, Abdul Halim Abu. Kebebasan Wanita. Penerjemah As’ad Yasin. Jakarta: Gema Insani Press, 1998.

Usman, Muchlis. Kaidah-kaidah Istinbath Hukum Islam: Ushuliyah dan Fiqhiyah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002.

Wagner, Lola dan Yatim, Danny Irawan. Seksualitas di Pulau Batam "Suatu Studi Antropologi". Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997.

Yasin, Muhammad Nu’aim. Fikih Kedokteran. Penerjemah Munirul Abidin. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008.

Yusuf, Muhammad. Kematian Medis (Mercy Killing) “Isu-isu Hukum Kontemporer Dari Jenggot Hingga Keperawanan”. Yogyakarta: Teras, 2009.