B. Urgensi Kaum Perempuan Memakai Selaput Dara Tiruan
Indonesia merupakan suatu Negara yang penduduknya terdiri dari bermacam-macam suku. Masing-masing suku memiliki ciri khas kebudayaan dan
tradisi yang berbeda-beda. Selain itu, masing-masing suku juga mempertahankan nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para leluhurnya, terutama yang berkaitan
dengan etika maupun norma hidup. Hal ini terwujud pada tahun 70-an bahkan sampai sekarang, yang memunculkan suatu pandangan bahwa keperawanan
perempuan menjadi sesuatu yang sangat penting, berharga dan harus dijunjung tinggi. Selain itu, keperawanan juga dijadikan sebagai tolak ukur untuk menilai
kepribadian maupun tingkah laku behavior seorang perempuan. Oleh karenanya, banyak seruan yang timbul bahwa setiap perempuan harus menjaga
keperawanannya hingga ke pintu pernikahan.
6
Dengan memandang pentingnya nilai keperawanan perempuan tersebut, akhirnya memunculkan suatu pengindentikkan bahwa keperawanan sama dengan
selaput dara. Pengidentikkan ini dengan melihat kepada seorang perempuan yang memiliki selaput dara secara utuh dan mengeluarkan percikan darah pada saat
melakukan aktivitas hubungan seksual untuk pertama kalinya. Keluarnya percikan darah tersebut menandakan bahwa perempuan masih perawan dan belum pernah
tersentuh dengan lawan jenisnya. Sedangkan seorang perempuan yang tidak memiliki selaput dara dan tidak mengeluarkan percikan darah pada saat
6
Muhammad Yusuf, dkk, Kematian Medis “Isu-isu Hukum Kontemporer Dari Jenggot Hingga Keperawanan
Yogyakarta: Teras, 2009, h. 126-127.
melakukan aktivitas hubungan seksual untuk pertama kalinya, menandakan bahwa perempuan sudah tidak perawan.
7
Berdasarkan data hasil survei penelitian yang pernah dilakukan oleh dr. Boyke, menurutnya bahwa 70 sampai dengan
80 laki-laki di Indonesia menginginkan menikah dengan perempuan perawan. Dalam arti belum pernah melakukan hubungan intim dengan siapa pun, memiliki
selaput dara secara utuh dan mengeluarkan percikan darah pada saat melakukan hubungan seksual pada malam pertama.
8
Dalam hal ini, selaput dara seakan menjadi sesuatu yang sangat sakral dan menakutkan bagi semua orang, terutama bagi pengantin laki-laki maupun
perempuan dan keluarga. Atau dapat dikatakan bahwa selaput dara menjadi suatu hal yang sangat dilematis dalam relasi hubungan seksual suami-istri. Sehingga
banyak suami yang merasa khawatir jika mendapatkan istrinya tidak mengeluarkan percikan darah ketika aktivitas hubungan seksual malam pertama
dan bahkan ada pula yang menuduh istrinya sudah tidak perawan pernah berbuat zina.
9
Robeknya selaput dara pada seorang perempuan yang disebabkan oleh berbagai faktor, pada satu sisi dapat menyebabkan timbulnya suatu ‘aib dan
mengganggu stabilitas keadaan jiwanya psikologis. Terutama bagi perempuan
7
Sebagai contoh, di Negara Mesir keperawanan perempuan diidentikkan dengan keutuhan selaput daranya dan mengeluarkan percikan darah pada saat hubungan seksual malam pertama, hal ini
dijadikan sebagai lambang kesucian dan kehormatan dari seorang perempuan. Selain itu, keluarnya percikan darah dari vagina perempuan menandakan bahwa perempuan tersebut perempuan perawan.
Nelly van Doorn Harder, Menakar Harga Perempuan “Eksplorasi Lanjut Atas Hak-hak Reproduksi Perempuan Dalam Islam”
Bandung: Mizan, 1999, h. 33-37, 59-60.
8
Kesehatan : Heboh Seputar Selaput Dara Tiruan, artikel ini diakses pada 5 November 2009 dari http:www.suarakaryaonline.com
9
Handrawan Nadesul, Cara Sehat Menjadi Perempuan “Cantik-Feminin-Cerdas” Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008, h. 35.
yang telah menginjak usia pernikahan. Hal ini akan membawa dampak buruk bagi dirinya, rasa tidak tenang, takut, ragu, mudah tersinggung dan bahkan dapat
mengakibatkan trauma kalau ‘aibnya tercium oleh orang lain.
10
Rasa ketakutan tersebut timbul dikarenakan adanya kekhawatiran pada diri perempuan tidak dianggap masih perawan serta tidak dapat membahagiakan
calon suami. Dalam relasi hubungan seksual, kepuasan bukan hanya dapat dinikmati oleh perempuan istri semata, tetapi laki-laki suami juga berhak
mendapatkan kepuasan tersebut. Jika kepuasan seksual tersebut hanya dapat dinikmati oleh salah satu pihak saja, maka dapat menimbulkan suatu konflik batin
yang berujung kepada ketidak harmonisan disebabkan salah satu pihak tidak dapat menikmati kepuasan dalam berhubungan seksual.
11
Bagi seorang suami, meraih kepuasan seksual itu baru dapat dirasakan setelah mendapatkan keperawanan istrinya, hal itu ditandai dengan mampu
merobek selaput daranya dan mendapatkan percikan darah yang keluar dari lubang vagina. Jika hal tersebut tidak didapatkan oleh suami, maka dapat memicu
terjadinya ketidak harmonisan dalam berhubungan seksual.
12
Dalam suatu kasus tertentu disebutkan, bahwa terdapat suatu konflik hubungan rumah tangga antara suami-istri yang permasalahan utamanya adalah
selaput dara. Hal ini dikarenakan telah berakarnya suatu pandangan yang
10
Muhammad Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran. Penerjemah Munirul Abidin, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008, h. 279.
11
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan “Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender” Yogyakarta: LKis, 2009, h. 153-154.
12
Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Kado Perkawinan. Penerjemah Ibnu Ibrahim, Jakarta: Pustaka Azzam, 1999, h. 205.
mengidentikkan bahwa keperawanan sama dengan selaput dara. Akibatnya, pada saat hubungan seksual malam pertama suami mendapatkan istrinya tidak
mengeluarkan percikan darah lalu ia langsung menuduh istrinya sudah tidak perawan. Setelah itu, suami merasakan adanya tekanan batin yang mendalam dan
tidak berhasrat untuk melakukan hubungan seksual untuk seterusnya. Hal ini jelas memberikan dampak yang negatif terhadap kaum perempuan secara umum.
13
Berkaitan dengan urgensi kaum perempuan memakai selaput dara tiruan, hal ini dengan melihat kepada pandangan budaya dan tradisi masyarakat yang
telah berakar sedemikian kuatnya, sehingga memunculkan pandangan adanya kesamaan antara keperawanan dengan selaput dara. Dengan adanya pandangan
tersebut, akhirnya membuat para perempuan yang robek selaput daranya disebabkan oleh berbagai faktor untuk memakai selaput dara tiruan.
14
Pemakaian selaput dara tiruan ini bertujuan untuk menutupi ‘aib yang ada pada diri perempuan dan menghindari prasangka buruk masyarakat. Selain itu,
pemakaian selaput dara tiruan ini juga bertujuan untuk menjalin relasi hubungan seksual suami-istri yang harmonis, tanpa ada salah satu pihak yang merasa tidak
puas dan mengangkat martabat kaum perempuan yang telah terpojokkan dengan reaksi masyarakat yang berlebihan.
15
13
Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan dan Solusinya “Pacar Beda Agama dan Konsepsi Pacaran Dalam Islam Pernikahan Seaqidah Versus Beda Aqidah”
T.tp., PT. Prima Heza Lestari, 2006, h. 1-3.
14
“Makna Keperawanan Sesuai Budaya Negara”, artikel ini diakses pada 12 Agustus 2009 dari http:www.rileks.com
15
Yasin, Fikih Kedokteran, h. 279-281.
C. Antusiasme Kaum Perempuan Memakai Selaput Dara Tiruan