Pengertian Selaput Dara Selaput Dara Menurut Ilmu Kedokteran Dan Hukum Islam

BAB II SEKILAS PANDANGAN TENTANG SELAPUT DARA

A. Selaput Dara Menurut Ilmu Kedokteran Dan Hukum Islam

1. Pengertian Selaput Dara

Secara etimologi kata selaput dara dalam bahasa Indonesia dan Ghisyâu al-Bakârah ﻏ ﺸ ءﺎ ﺒﻟا ﻜ رﺎ ة dalam bahasa Arab maupun Hymen dalam bahasa Inggris mengandung arti selaput tipis yang menutupi liang vagina. 1 Sedangkan secara terminologi yang dimaksud dengan selaput dara itu sendiri adalah selaput tipis yang menghubungkan antara organ reproduksi perempuan bagian luar vulva dengan organ reproduksi bagian dalam vagina, atau membran tipis yang berada antara labium mayora dan labium minora dari satu sisi dan saluran vagina pada sisi yang lain. 2 Dalam Ilmu Kedokteran, selaput dara diistilahkan dengan hymen. Hymen merupakan selaput membran tipis yang menutupi sebagian liang vagina yang pada bagian tengahnya berlubang tempat keluarnya darah menstruasi dan pada umumnya dimiliki oleh perempuan perawan. 3 Dalam memberikan suatu definisi tentang selaput dara, para pakar di Ilmu Kedokteran memiliki definisi yang beragam diantaranya : 1 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h. 102. 2 AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English New York: Oxford University Press, 1995, Fifth Edition, h. 585. 3 Sylvia S. Mader, Understanding Human Anatomy and Physiology New York: McGraw- Hill, 2005, Fifth Edition, h. 353. 1. Menurut Syaifuddin, selaput dara merupakan lapisan tipis yang menutupi sebagian besar dari liang senggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina pada bagian ini. 4 2. Menurut Ida Bagus Gde Manuaba, selaput dara merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina luar. Pada umumnya selaput dara berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar endometrium lapisan dalam rahim. 5 Sedangkan dalam kajian Hukum Islam sebagaimana yang terangkum dalam literatur-literatur fiqh, bahwa selaput dara diistilahkan dengan ﺒﻟا ﻜ رﺎ ة atau ﻌﻟا ْﺬ ر ة . Kata al-Bakârah maupun al-‘Uzrah ini mengandung arti keperawanan atau kegadisan. Kata keperawanan ataupun kegadisan merupakan selaput tipis yang letaknya berada pada wilayah kemaluan perempuan yang menghubungkan antara organ reproduksi perempuan bagian luar vulva dengan organ reproduksi bagian dalam vagina. 6 Dalam memberikan suatu definisi tentang selaput dara, para Ulama Hukum Islam memiliki definisi yang beragam yakni sebagai berikut : 4 Syaifuddin, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1997, Edisi 2, h. 114. 5 Ida Bagus Gde Manuaba, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Jakarta: Penerbit Arcan, 1999, h. 48. 6 Syaikh Adil Fahmi, Rahasia Wanita Dari A Sampai Z. Penerjemah Hafiz Muhamad Amin, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007, h. 22. 1. Menurut Ibn Qudâmah, keperawanan merupakan selaput tipis yang berada pada kemaluan perempuan yang masih suci atau belum pernah melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya. 7 2. Menurut Abdurrahmân al-Jazirî, keperawanan merupakan selaput tipis yang terletak di wilayah vagina dan pada umumnya dimiliki oleh perempuan perawan yang belum pernah berhubungan seksual dengan lawan jenisnya. 8 3. Menurut Muhammad bin Qâsim al-Ghazî, keperawanan merupakan selaput tipis yang berada pada kemaluan seorang perempuan perawan yang belum pernah berhubungan seksual baik secara halal maupun haram. 9 Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah dipahami bahwa selaput dara merupakan selaput atau membran tipis yang terletak pada wilayah vagina yang menghubungkan antara organ reproduksi perempuan bagian luar dengan organ reproduksi bagian dalam, pada bagian tengahnya terdapat lubang tempat keluarnya darah menstruasi. Dan pada umumnya selaput dara dimiliki oleh perempuan perawan sebagai tanda bahwa perempuan tersebut belum pernah melakukan hubungan seksual baik secara halal maupun haram. 7 Abû Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudâmah al-Maqdisî, al- Mughnî Kairo: Hajr,1989, Juz 9, h. 411. 8 Abdurrahmân al-Jazirî, al-Fiqh ‘Ala al-Mazâhib al-‘Arba’ah Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, 2005, Juz 4, h. 28. 9 Muhammad bin Qâsim al-Ghazî, Fathul Qarîb al-Mujîb Semarang: Toha Putra, h. 44-45.

2. Macam-macam Bentuk Selaput Dara