BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT dengan segala kekuasaan-Nya telah menciptakan alam dan segala makhluk yang ada di bumi ini. Setiap makhluk yang diciptakan-Nya
mempunyai nyawa yang terbagi kepada tiga bagian. Pertama, makhluk nabati tumbuh-tumbuhan, Kedua, makhluk hewani binatang, Ketiga, makhluk insani
manusia. Semua makhluk ini terdiri dari dua jenis yang saling berpasang- pasangan. Bagi makhluk nabati dan hewani ada jenis jantan dan betina, sedangkan
pada makhluk insani ada jenis laki-laki dan perempuan. Hikmah diciptakannya segala jenis makhluk ini agar saling membutuhkan dan memerlukan sehingga
dapat hidup berkembang.
1
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa 4 : 1 yang berbunyi :
⌧ ☯
⌧
Artinya :
1
Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994, h. 1-2.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu”
. Untuk dapat hidup berkembang dan melestarikan keturunan, pada satu sisi
yang sama Allah SWT telah memberikan gharîzah insting biologis kepada semua makhluk yang diciptakannya. Tetapi, pada sisi lainnya Allah SWT
memberikan akal hanya kepada manusia. Pada jenis mahkluk seperti tumbuh- tumbuhan dan hewan hanya diberikan gharîzah biologis saja, sedangkan pada
jenis makhluk insani manusia selain diberikan gharîzah biologis juga diberikan akal yang berguna untuk berfikir membedakan mana yang hak dan batil. Hal
inilah yang membedakan antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan maupun hewan baik dari tata cara menjalankan kehidupan dan melestarikan keturunan
berkembang biak. Selain itu, terdapat juga perbedaan lainnya seperti pada hewan dan tumbuh-tumbuhan tidak ada aturan dalam melestarikan keturunan,
sedangkan pada manusia dalam melestarikan keturunan terdapat suatu aturan yang berupa pernikahan.
2
Dalam ajaran Islam, pernikahan merupakan suatu hal yang fitrah dan memiliki nilai-nilai yang agung yang berbeda dengan ajaran-ajaran lainnya.
Ajaran Islam juga menyempurnakan tata cara pernikahan yang baik menghindari sifat-sifat kebinatangan dan berusaha untuk menempatkannya pada kedudukan
2
Sayyid Sâbiq, Fiqh al-Sunnah Beirut-Lebanon: Dar al-Fikr, 1981, Jilid 2, h. 5-7.
yang mulia guna mengatur hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang berderajat tinggi dan menempatkan keduanya itu sebagai makhluk yang mulia.
Dengan adanya ikatan tali pernikahan, keduanya dapat saling membutuhkan, saling mengisi dan berbagi perasaan suka maupun duka dalam hidup berumah
tangga. Semuanya ini Allah SWT jadikan antara keduanya itu untuk menyempurnakan kehidupan manusia, dari laki-laki dan perempuan ini
selanjutnya menurunkan keturunan-keturunan lainnya. Dalam kehidupan berumah tangga, suami dapat hidup dengan tenang bersama istrinya tempat ia mengadu dan
mencurahkan segala keluh kesahnya, berbagi perasaan dengan harapan istrinya dapat meringankan beban yang dipikulnya. Dengan demikian suami akan
menemukan ketenangan batin dan jiwa yang sempurna serta dapat membangun keluarga yang penuh kedamaian, kecintaan dan kasih sayang. Allah SWT
berfirman dalam QS. al-Rum 30 : 21.
3
☯ ☺
⌧
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
3
Abdul Aziz bin Abdurrahman al-Musnad dan Kholid bin Ali bin Muhammad al-Anbari, Perkawinan dan Masalahnya
. Penerjemah Musifin As’ad Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993, h. 18- 20.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”
. Di satu sisi, dalam menjalankan, membangun dan membina kehidupan
berumah tangga terkadang terdapat gelombang-gelombang yang datang secara perlahan-lahan. Kehidupan berumah tangga diibaratkan sebagai suatu perjalanan
dalam mengarungi samudera untuk mencapai tepian dermaga pada suatu pulau yang menjadi tujuan. Dalam mengarungi samudera ini tentu akan banyak
menghadapi berbagai gelombang. Keadaan seperti ini bukan hanya dialami pada orang tertentu, tetapi setiap insan yang bernafas baik yang telah membina rumah
tangga atau sedang membina rumah tangga mengalami hempasan gelombang tersebut.
Berkaitan dengan gelombang problematika yang ditemukan dalam kehidupan berumah tangga, yang belakangan ini muncul yakni tentang selaput
dara hymen. Permasalahan ini nampaknya sering terjadi atau bahkan menjadi permasalahan yang sangat universal terjadi pada orang-orang yang baru
membangun kehidupan berumah tangga pengantin baru. Pada Era tahun 70-an, memang terdapat suatu pandangan pada masyarakat tertentu bahwa selaput dara
diidentikkan dengan keperawanan seorang perempuan yang merupakan hal paling berharga, paling rahasia dan lambang kehormatan yang paling asasi. Oleh
karenanya, selaput dara dijadikan sebagai tanda bahwa seorang perempuan itu masih perawan dan terhormat. Robeknya selaput dara pada seorang perempuan
sama dengan hilangnya keperawanan pernah melakukan perbuatan zina, hal ini
dapat menjadi sebuah ‘aib besar dan dapat merusak kehormatan harga diri keluarga.
4
Pandangan yang dikemukakan di atas telah berakar di masyarakat luas. Memang tidak dipungkiri bahwa salah satu faktor dari penyebab robeknya selaput
dara itu karena disebabkan oleh perbuatan zina. Apalagi jika dilihat secara kasat mata dengan maraknya pergaulan bebas free sex di kalangan anak remaja,
ditambah dengan model berpacaran anak remaja saat ini yang memang sudah melewati batas norma-norma agama. Faktanya, dapat dilihat mulai dari anak
tingkat SMP hingga anak tingkat Universitas sudah berani melakukan hubungan seksual di luar nikah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-
terangan. Hal ini memberikan suatu implikasi pada masyarakat bahwa robeknya selaput sama dengan hilangnya keperawanan, karena hal-hal tersebut.
5
Berdasarkan data hasil survei penelitian ilmiah yang pernah dilakukan oleh Boyke Dian Nugraha, menurutnya bahwa keperawanan di Negara Indonesia
memang masih dihormati dan dihargai. Hal ini terbukti dengan adanya tingkat keinginan laki-laki untuk menikah dengan perempuan perawan masih sangat
tinggi yakni berkisar 70 sampai dengan 80. Yang dimaksud dengan perempuan perawan di sini dalam artian belum pernah melakukan hubungan intim
4
Dalam hal ini keberadaan selaput dara menjadi sesuatu yang sangat penting. Adanya selaput dara dan keluarnya percikan darah pada malam pertama saat berhubungan seksual menjadi suatu tanda
bahwa perempuan masih perawan atau suci. Lihat Muhammad Yusuf, dkk, Kematian Medis “Isu-isu Hukum Kontemporer Dari Jenggot Hingga Keperawanan”
Yogyakarta: Teras, 2009, h. 123.
5
Lola Wagner dan Danny Irawan Yatim, Seksualitas di Pulau Batam Suatu Studi Antropologi
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997, h. 60.
dengan lawan jenis, memiliki selaput dara secara utuh dan mengeluarkan percikan darah pada saat melakukan hubungan seksual pada malam pertama.
6
Akibat dari pandangan masyarakat dan ditambah dengan data penelitian tersebut, pada satu sisi banyak perempuan perawan yang telah robek selaput
daranya sebelum menikah yang bukan disebabkan karena perbuatan zina merasa resah ketika hendak menikah. Mereka takut mengecewakan suami jika telah
menikah dengannya disebabkan selaput daranya telah robek terlebih dahulu dan tidak mengeluarkan percikan darah pada saat melakukan hubungan intim malam
pertama. Dan pada sisi lainnya, banyak pula perempuan yang sudah robek selaput daranya dan hilang keperawanannya yang disebabkan karena perbuatan zina
merasa resah ketika hendak menikah. Mereka takut ketahuan oleh suami disebabkan selaput daranya telah robek dan keperawanannya telah hilang terlebih
dahulu.
7
Akhirnya, banyak perempuan baik yang hanya robek selaput daranya bukan sebab perbuatan zina maupun yang robek selaput daranya dan hilang
keperawanannya sebab perbuatan zina mengambil alternatif untuk menutupinya dengan memakai selaput dara tiruan.
8
Munculnya produk ini membuat antusias kaum perempuan yang telah robek selaput daranya baik yang bukan disebabkan
oleh perbuatan zina maupun yang disebababkan oleh perbuatan zina untuk
6
Boyke Dian Nugraha, Problema Seks dan Solusinya Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 3-5.
7
Handrawan Nadesul, Cara Sehat Menjadi Perempuan “Cantik-Feminin-Cerdas” Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008, h. 36.
8
Selaput dara tiruan Artificial Virginity Hymen merupakan produk asal Jepang. Selaput dara tiruan ini dipakai oleh para perempuan yang telah robek selaput daranya agar terlihat seperti
perempuan perawan pada umumnya yang memiliki selaput dara secara utuh.
memakainya ketika hendak melakukan hubungan seksual dengan suami agar dapat menyenangkan suami dan menambah kepercayaan diri suami. Pemakaian
selaput dara tiruan ini didasari dengan melihat tingkat keinginan laki-laki menikah dengan perempuan perawan masih sangat tinggi serta ditambah dengan
minimnya pengetahuan masyarakat untuk saat ini tentang selaput dara dan keperawanan.
9
Dari alasan pemikiran yang telah diuraikan di atas, penulis selaku mahasiswa Fakultas Syari’ah merasa tertarik untuk membahasnya lebih lanjut dan
mencoba mengabadikannya dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan
judul: “PEMAKAIAN SELAPUT DARA TIRUAN DALAM PERNIKAHAN TINJAUAN HUKUM ISLAM”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah