Isolasi dan seleksi bakteri desulfurisasi dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan dengan pengayaan dibenzothophene dan Batubara

(1)

SUMATERA SELATAN DENGAN PENGAYAAN

DIBENZOTHIOPHENE DAN BATUBARA

NASTI SUSANTI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

SUMATERA SELATAN DENGAN PENGAYAAN

DIBENZOTHIOPHENE DAN BATUBARA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

NASTI SUSANTI 107095003427

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

DIBENZOTHIOPHENE DAN BATUBARA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

NASTI SUSANTI 107095003427

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Megga Ratnasari Pikoli, M. Si Irawan Sugoro, M. Si NIP. 19720322 200212 2002 NIP. 19761018 200012 1001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi

DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. NIP. 19690404 200501 2005


(4)

Dibenzothiophene dan Batubara” yang ditulis oleh Nasti Susanti, NIM 107095003427 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Penguji 1, Penguji 2,

DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. Dini Fardila, M. Si. NIP. 19690404 200501 2005 NIP. 19800330 200901 2009

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Megga Ratnasari Pikoli, M. Si Irawan Sugoro, M. Si NIP. 19720322 200212 2002 NIP. 19761018 200012 1001

Mengetahui,

Dekan Ketua

Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Biologi

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. NIP. 19680117 200112 1001 NIP. 19690404 200501 2005


(5)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM

PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA

ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Jakarta, September 2011

Nasti Susanti NIM. 107095003427


(6)

(7)

Dibenzothiophene dan Batubara. Skripsi. Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

Pembakaran batubara menghasilkan emisi sulfur yang menyebabkan pencemaran lingkungan seperti hujan asam. Batubara mengandung senyawa sulfur organik heterosiklik salah satunya adalah dibenzothiophene (DBT) yang sulit untuk dihilangkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat bakteri yang mampu melakukan desulfurisasi batubara dengan pengayaan DBT dan batubara. Tahapan penelitian terdiri dari isolasi dan seleksi berdasarkan pola pertumbuhan dan kemampuan desulfurisasi DBT. Hasil isolasi bakteri desulfurisasi (IBD) diperoleh sebanyak 22 isolat bakteri. Isolat-isolat bakteri tersebut memiliki kemampuan desulfurisasi DBT yang berbeda-beda. Isolat bakteri yang terseleksi adalah isolat 15N, 26N dan 34N berdasarkan pertumbuhan pada medium MSM-DBT agar. Seleksi lebih lanjut pada medium MSM-DBT cair diketahui bahwa isolat 15N memiliki kemampuan desulfurisasi DBT tertinggi dengan nilai absorbansi sulfat rata-rata 0,559. Hasil pengukuran desulfurisasi DBT pada isolat 15N selama fase eksponensial sebesar 0,000032 mM atau sebesar 3% dari jumlah DBT awal.


(8)

Coal. Undergraduated Thesis. Biology Departement. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2011. Coal burning produces sulfur emission that causes environmental pollution such as acid rain. Coal contains heterocyclic organic sulfur compounds such as dibenzothiophene (DBT), which are difficult to remove. Purpose of this research was to get bacterial isolates which are capable of doing desulfurization DBT with the enrichment DBT and coal. Stages of research were isolation and selection based on growth patterns and DBT desulfurization ability. The results showed that 22 of the isolates could desulfurize DBT and coal containing media. All of the isolates had different ability of DBT desulfurization. The selected bacteria were 15N, 26N and 34N based on the growth in MSM-DBT solid medium. Further selection in MSM-DBT liquid medium showed isolate of 15N had the highest ability to DBT desulfurization with sulfate absorbance value of 0,559 on average. The DBT desulfurization by isolate 15 N during the exponential phase was 0,000032 mM which was equivalent to 3%.


(9)

i Puji dan syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat, hidayah, inayah dan karuniaNya yang tak terhingga sehingga skripsi ini dapat Penulis selesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang memperjuangkan kesempurnaan agama ini hingga akhir hayat.

Skripsi dengan judul “Isolasi dan Seleksi Bakteri Desulfurisasi dari Tanah Pertambangan Batubara Asal Sumatera Selatan dengan Pengayaan Dibenzothiophene dan Batubara” disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi S1 pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi, yaitu :

1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud., selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dini Fardila, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

ii menjadi bekal Penulis di masa depan kelak.

5. Ibunda dan Ayahanda tercinta serta adikku tersayang, terima kasih atas kasih sayang yang luar biasa, motivasi dan doa yang tidak pernah putus untuk Penulis.

6. Nani Radiastuti, M. Si., Reno Fitri, M. Si dan Rina Hidayati Pratiwi. M. Si., selaku penguji pada seminar proposal dan seminar hasil, serta Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud dan Dini Fardila, M. Si., selaku penguji dalam sidang munaqasyah, terima kasih atas semua saran yang telah diberikan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas ilmu dan nasehat yang selama ini telah diberikan kepada Penulis.

8. Sayyid Haedar Amuli, seseorang yang telah memberikan motivasi, kasih sayang, doa, bantuan serta mengajarkan penulis untuk memahami banyak hal dalam kehidupan ini, terima kasih karena telah memberikan banyak warna baru dalam kehidupan Penulis.

9. Nur Amaliah Solihat, saudari seperjuangan selama penelitian, terima kasih atas semangat yang senantiasa diberikan.

10.Mba Puji, Mba Ida dan Kak Bahri, terima kasih atas semua bantuannya selama penelitian di laboratorium.


(11)

iii 12.Saudara-saudaraku di IRMA Jami Nurul Mutaqien Esti, Eli, Ika, Teh Siti, Deni, A’Adi, Bayu dan lain-lain, terima kasih atas semangat dan bantuan yang senantiasa diberikan kepada penulis.

Penulis hanya bisa berdoa semoga semua amal baik dan bantuannya mendapat balasan yang sesuai dari Allah SWT.

Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekhilafan, demikian pula dengan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini.

Jakarta, September 2011


(12)

iv

DAFTAR TABEL ………....………... vii

DAFTAR GAMBAR ………... viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………..…... 1

1.2. Perumusan Masalah ………...………..…… 5

1.3. Hipotesis ………...………...………..….. 5

1.4. Tujuan ………..……… 5

1.5. Manfaat ……….... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sulfur dalam Batubara ……….……… 6

2.2. Biodesulfurisasi Sulfur Organik ….………. 8

2.3. Dibenzhothiophene (DBT) ……….. 10

2.4. Jalur Metabolisme Biodesulfurisasi Sulfur Organik ……… 11

2.5. Bakteri dalam Biodesulfurisasi Sulfur Organik .……….. 12

2.6. Isolasi dan Seleksi Bakteri ………... 14


(13)

v

3.2.1. Alat ... 17

3.2.2. Bahan ... 17

3.3. Cara Kerja ... 18

3.3.1. Persiapan Sampel ... 19

3.3.2. Pembuatan Medium ... 19

3.3.2.1. Medium Minimal Salts Medium (MSM)-DBT … 19 3.3.2.2. Medium Trypticase Soy Agar (TSA) ………….. 20

3.3.3. Pengayaan Sampel Tanah ... 20

3.3.4. Isolasi Bakteri Total (IBT) …….…..……… 20

3.3.5. Isolasi Bakteri Desulfurisasi (IBD) ………..……. 21

3.3.5.1. Isolasi Bakteri Desulfurisasi Langsung (IBDL)... 21

3.3.5.2. Isolasi Bakteri Desulfurisasi Tidak Langsung/ Diperkaya (IBDTL) ... 21

3.3.6. Pemurnian Isolat ... 22

3.3.7. Seleksi Isolat Bakteri ... 22

3.3.7.1. Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Agar ... 22

3.3.7.2. Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Cair ... 23


(14)

vi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Isolasi Bakteri ……….………… 25

4.1.1. Hasil Isolasi Bakteri Total (IBT) ... 29

4.1.2. Hasil Isolasi Bakteri Desulfurisasi (IBD) ... 30

4.2. Hasil Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Agar ... 34

4.2. Hasil Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Cair ... 36

4.2.1. Pertumbuhan Bakteri ... 36

4.2.2. pH medium ... 38

4.2.3. Desulfurisasi DBT ... 40

4.3. Hasil Pengukuran DBT ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 44

5.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(15)

vii Tabel 2. Karakteristik Isolat Bakteri ... 26 Tabel 3. Hasil Uji Seleksi Isolat Bakteri Desulfurisasi pada Medium


(16)

viii Gambar 2. Jenis-Jenis Sulfur Organik yang Diidentifikasi dalam

Batubara ……… 7

Gambar 3. Struktur Kimia DBT ………...……….. 10

Gambar 4. Biodesulfurisasi dengan Jalur 4S ……….. 12

Gambar 5. Kerangka Berpikir ………. 16

Gambar 6. Skema Penelitian ……….. 18

Gambar 7. Kemunculan Isolat Bakteri Total Selama Waktu Pencuplikan ...….. 29

Gambar 8. Kemunculan Isolat Bakteri Desulfurisasi Selama Waktu Pencuplikan dengan Metode IBDL …...….. 31

Gambar 9. Kemunculan Isolat Bakteri Desulfurisasi Selama Waktu Pencuplikan dengan Metode IBDTL ………... 32

Gambar 10. Pertumbuhan Isolat Bakteri Terseleksi ………...…… 37

Gambar 11. Nilai pH Medium Isolat Bakteri Terseleksi …….…... 39

Gambar 12. Nilai Absorbansi Sulfat Isolat Bakteri Terseleksi …... 41

Gambar 13. Analisa Hasil Desulfurisasi DBT Isolat 15N dengan Menggunakan Spektrofotometri UV-Visible ... 43


(17)

ix Lampiran 2. Kehadiran isolat-isolat bakteri hasil isolasi tanah

pertambangan batubara asal Sumatera Selatan dengan pengayaan DBT dan batubara ………...…… 50 Lampiran 3. Contoh morfologi koloni isolat-isolat bakteri hasil

isolasi tanah pertambangan batubara asal Sumatera

Selatan ……….………... 51

Lampiran 4. Hasil pewarnaan isolat-isolat bakteri hasil isolasi tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan ……….. 53 Lampiran 5. Hasil uji seleksi isolat bakteri desulfurisasi pada

medium MSM-DBT agar ………..………. 56 Lampiran 6. Hasil uji seleksi isolat bakteri desulfurisasi pada

medium MSM-DBT cair ..…...………..…… 58 Lampiran 7. Analisis hasil desulfurisasi DBT Isolat 15N dengan

menggunakan UV-Vis Spectrophotometer ………….… 59 Lampiran 8. Kurva standar DBT ………... 60 Lampiran 9. Output SPSS 16. MANOVA dan Duncan ………...…... 61


(18)

1 1.1. Latar Belakang

Kebutuhan manusia terhadap sumber daya energi akan terus mengalami peningkatan seiring dengan berkembangnya sektor industri, transportasi dan perumahan. Sebagian kebutuhan energi diperoleh dari penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara dan minyak bumi (Tanaka, 1999). Batubara di Indonesia merupakan salah satu bahan bakar fosil yang melimpah. Tahun 2005 Indonesia menduduki peringkat ke-2 di dunia sebagai negara pengekspor batubara. Data pada tahun 2009 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan batubara sebesar 4,968 juta ton atau 0,5% dari total cadangan batubara dunia. Sumber daya dan cadangan batubara Indonesia sebesar 104,8 miliar ton dan 18,8 miliar ton (ESDM, 2009).

Berdasarkan lokasi, sumberdaya batubara Indonesia sebagian besar berada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Pulau Sumatera merupakan lokasi sumberdaya batubara terbesar di Indonesia. Cadangan batubara di pulau Sumatera, sebagian besar lokasinya berada di Sumatera Selatan. Sumber batubara di Sumatera Selatan cukup besar sekitar 22,24 miliar ton (48% dari total sumber daya batubara di Indonesia). Namun, kualitas batubara Sumatera Selatan umumnya rendah dari jenis lignit hingga subbituminous, karena memiliki kandungan sulfur yang cukup tinggi yaitu, lebih dari 2% (ESDM, 2009).


(19)

Pembakaran batubara menghasilkan emisi sulfur yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Kandungan sulfur pada batubara saat dibakar akan bergabung dengan oksigen untuk membentuk sulfur dioksida (SO2) yang dapat

menyebabkan polusi udara dan hujan asam (Prayuenyong, 2002). Sulfur dalam batubara hadir dalam dua bentuk yaitu, sulfur anorganik dan sulfur organik, namun sulfur organik lebih sulit untuk dihilangkan daripada sulfur anorganik. Sulfur organik dalam batubara terikat secara kovalen ke dalam struktur yang besar dan kompleks pada molekul batubara serta terdistribusi di dalam substansi batubara (Constanti et al., 1994).

Metode terbaik untuk membatasi jumlah sulfur dioksida (SO2) yang

dipancarkan ke atmosfer adalah dengan mengurangi jumlah sulfur dalam batubara sebelum pembakaran yang disebut dengan desulfurisasi. Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi, dan biologis (Koizumi, 1984). Hidrodesulfurisasi merupakan sebuah teknik fisikokimia yang telah diterapkan sebagai metode konvensional untuk menghilangkan sulfur di seluruh dunia. Namun, proses hidrodesulfurisasi ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit, memproduksi produk yang berbahaya dan mempengaruhi struktur batubara. Selain itu, prosesnya tidak bekerja baik pada sulfur organik, khususnya sulfur poliaromatik heterosiklik salah satunya adalah dibenzhothiophene (DBT) (Monticello, 1998).

Dewasa ini banyak diupayakan penanganan desulfurisasi secara biologis menggunakan mikrooorganisme sebagai alternatif, yang disebut dengan


(20)

biodesulfurisasi. Proses ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan proses fisika dan kimia konvensional, yaitu proses dilakukan dalam kondisi ringan dengan tidak ada reaksi produk berbahaya, dapat mereduksi sulfur organik serta struktur batubara tidak terpengaruh (Monticello, 1998).

Pemanfaatan bakteri untuk biodesulfurisasi sedang dikembangkan dan banyak dikaji sebagai penanganan alternatif untuk mengatasi kandungan sulfur pada batubara terutama kandungan sulfur organik yang sulit untuk dihilangkan (Kayser et al., 1993). Penggunaan bakteri dinilai efektif digunakan dalam proses desulfurisasi sulfur anorganik dan organik pada batubara. Penelitian yang dilakukan Bozdemir et al.(1996) menunjukkan bahwa Rhodococcus erythropolis IGTS8 dapat menghilangkan 55,2 % sulfat, 20 % pirit, 23,5 % sulfur organik dan 30,2 % sulfur total dari batubara lignit dalam waktu 96 jam. Beberapa spesies bakteri lainnya juga telah diisolasi dan diketahui memiliki kemampuan dalam proses desulfurisasi sulfur organik pada bahan bakar fosil seperti Corynebacterium. sp, Gordona. sp, Bacillus. sp, Pseudomonas. sp dan Rhodococcus. sp (Zhongxuan et al., 2002).

Proses biodesulfurisasi dapat berjalan maksimal jika menggunakan bakteri yang memiliki kemampuan tinggi dalam proses desulfurisasi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh bakteri desulfurisasi tersebut adalah dengan melakukan isolasi dan seleksi bakteri desulfurisasi dari lokasi yang tercemar sulfur. Bakteri sulfur dapat ditemukan pada tempat di mana komponen sulfur tereduksi berada, seperti endapan, tanah, permukaan perairan baik kondisi aerob maupun anaerob, serta di daerah sekitar gunung berapi seperti daerah sekitar


(21)

kawah (Holt et al., 1994). Menurut Zhongxuan et al. (2002) bakteri yang mampu mendesulfurisasi DBT dapat diisolasi dari berbagai macam tanah yang tercemar sulfur.

Mikroorganisme yang terdapat dalam jumlah kecil pada suatu lingkungan alami relatif sulit untuk diisolasi, sehingga perlu digunakan medium pengayaan. Medium memberikan nutrisi dan kondisi lingkungan yang menunjang pertumbuhan organisme tertentu, namun tidak cocok bagi pertumbuhan organisme lain. Menurut Dick (1992) pada isolasi mikroorganisme pengoksidasi sulfur perlu dilakukan penambahan komponen sulfur tereduksi. Hal ini dilakukan untuk memperpendek fase adaptasi (fase lag), sehingga pertumbuhannya relatif menjadi lebih cepat.

Pada penelitian isolasi bakteri desulfurisasi dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan ini dilakukan pengayaan komponen sulfur tereduksi yaitu DBT dan batubara. DBT dapat mewakili senyawa sulfur organik yang terdapat dalam bahan bakar fosil (Oda dan Otha, 2002). Penambahan DBT dan batubara ini dilakukan untuk memaksimalkan bakteri desulfurisasi yang terisolasi. Batubara yang mengandung sulfur ditambahkan untuk menjaga agar bakteri tetap teradaptasi karena nantinya akan diaplikasikan pada proses biodesulfurisasi batubara (Prayuenyong, 2002). DBT telah digunakan sebagai model sulfur heterosiklik poliaromatik untuk isolasi dan karakterisasi bakteri yang mampu mengubah senyawa sulfur organik yang ditemukan dalam berbagai bahan bakar fosil (Izumi et al., 1994).


(22)

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah dengan pengayaan DBT dan batubara bakteri desulfurisasi dapat diisolasi dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan?

2. Bagaimanakah kemampuan desulfurisasi dari isolat-isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh melalui pengayaan DBT dan batubara?

1.3. Hipotesis

1. Bakteri desulfurisasi dapat diisolasi dengan pengayaan DBT dan batubara dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan.

2. Isolat-isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh melalui pengayaan DBT dan batubara memiliki kemampuan desulfurisasi yang tinggi.

1.4. Tujuan

1. Memperoleh isolat bakteri desulfurisasi dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan dengan pengayaan DBT dan batubara.

2. Mengetahui kemampuan desulfurisasi dari isolat-isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh.

1.5. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh isolat bakteri yang dapat dikembangkan dalam bioteknologi desulfurisasi bahan bakar fosil sehingga mendukung penggunaan bahan bakar ramah lingkungan.


(23)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sulfur dalam Batubara

Sulfur dalam batubara hadir dalam dua bentuk yaitu sulfur anorganik dan sulfur organik. Sulfur anorganik dalam batubara terutama terdiri dari sulfit dan sulfat. Beberapa bentuk sulfit yang biasanya ditemukan dalam batubara, antara lain pirit (FeS2), sphalerit (ZnS), galena (PbS), arsenopirit (FeAsS) dan lain-lain.

Bentuk sulfat yang biasa ditemukan dalam batubara, antara lain barit (BaSO4),

gipsum (CaSO4.2H2O), kalsium sulfat anhidrit (CaSO4), serta sejumlah besi sulfat

dan lain-lain (Calkins, 1994). Pirit pada umumnya merupakan sulfur anorganik yang memiliki ukuran lebih besar dan tidak terikat pada molekul batubara. Partikel dari pirit tersebar secara acak sebagai matriks dan berada dalam bentuk kristal-kristal kubus pada seluruh bagian batubara (Gambar 1).


(24)

Berbeda dengan sulfur anorganik, sulfur organik dalam batubara terikat secara kovalen ke dalam struktur yang besar dan kompleks pada molekul batubara serta terdistribusi di dalam substansi batubara sehingga sulit untuk dihilangkan secara fisik ataupun kimia (Constanti et al., 1994). Menurut Klein et al. (1994) sulfur organik pada batubara terdapat dalam bentuk senyawa alifatik, aromatik atau heterosiklik, yang dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yaitu : 1. Thiol alifatik atau aromatik (merkaptan, thiofenol)

2. Sulfida alifatik, aromatik atau campuran (thioeter) 3. Disulfida alifatik, aromatik atau campuran (dithioether)

4. Senyawa heterosiklik atau tiofena yang sejenis (dibenzothiophene)

Kandungan sulfur di dalam batubara bervariasi bergantung pada wilayah batubara tersebut berasal (Prayuenyong, 2002). Kandungan sulfur dalam batubara secara umum sesuai dengan Tabel 1.

Gambar 2. Jenis-jenis sulfur organik yang diidentifikasi dalam batubara (Shennan, 1996)


(25)

Tabel 1. Jenis serta persentase senyawa sulfur di dalam batubara

Unsur Persentase

Sufur organik 0,31 – 3,09 % Sulfur pirit 0,06 – 3,78 % Sulfur sulfat 0,01 – 1,06 % Total sulfur 0,42 – 6,47 % (Sumber : Speight, 1994)

2.2. Biodesulfurisasi Sulfur Organik

Sulfur merupakan senyawa yang secara alami terkandung dalam bahan bakar fosil, namun keberadaannya tidak diinginkan karena dapat menyebabkan berbagai masalah, termasuk di antaranya korosi pada peralatan proses, meracuni katalis dalam proses pengolahan, bau yang kurang sedap atau produk samping pembakaran berupa gas buang yang beracun seperti sulfur dioksida (SO2) dan

menimbulkan polusi udara serta hujan asam (Hidayat et al., 2006).

Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi dan biologi. Metode komersial yang mutakhir saat ini untuk menghilangkan senyawa sulfur adalah hidrodesulfurisasi. Hidrodesulfurisasi merupakan sebuah teknik fisikokimia yang telah diterapkan sebagai metode konvensional untuk menghilangkan sulfur di seluruh dunia. Metode ini menggunakan tekanan tinggi (10-17 atm) dan temperatur tinggi (200-425oC) dalam melakukan prosesnya, dimana sulfur akan diubah menjadi hidrogen sulfida (Monticello, 1998). Namun, proses kimia atau hidrodesulfurisasi ini memiliki beberapa kelemahan yaitu membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit, memproduksi produk yang berbahaya dan mempengaruhi struktur batubara.


(26)

Selain itu, prosesnya tidak bekerja baik pada sulfur organik, khususnya sulfur poliaromatik heterosiklik. Salah satunya adalah DBT yang biasa digunakan sebagai model dari senyawa heterosiklik yang mengandung sulfur organik untuk penelitian biodesulfurisasi (Zhongxuan et al., 2002).

Sulfur dalam batubara hadir dalam dua bentuk yaitu sulfur anorganik dan sulfur organik, berbeda dengan sulfur anorganik yang mudah dihilangkan dengan cara fisika dan kimia, sulfur organik dalam batubara terikat secara kovalen ke dalam struktur yang besar dan kompleks pada molekul batubara serta terdistribusi di dalam substansi batubara sehingga sulit untuk dihilangkan secara fisik ataupun kimia (Constanti et al., 1994). Oleh karena itu, saat ini penelitian tentang biodesulfurisasi lebih banyak difokuskan pada desulfurisasi sulfur organik. Sebagian besar kerja biodesulfurisasi telah menunjukkan hasil desulfurisasi yang baik dimulai dengan DBT atau senyawa pengganti golongan alkilnya (Takashi dan Izumi, 1999).

Dewasa ini banyak diupayakan penanganan desulfurisasi secara biologis menggunakan mikrooorganisme sebagai alternatif yang disebut dengan biodesulfurisasi. Proses ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan proses fisika dan kimia konvensional, yaitu proses dilakukan dalam kondisi ringan dengan tidak ada reaksi produk berbahaya, dapat mereduksi sulfur organik serta struktur batubara tidak terpengaruh (Monticello, 1998). Pemanfaatan bakteri untuk biodesulfurisasi sedang dikembangkan dan banyak dikaji sebagai penanganan alternatif untuk mengatasi kandungan sulfur pada batubara terutama kandungan sulfur organik yang sulit untuk dihilangkan (Kayser et al., 1993).


(27)

Beberapa spesies bakteri telah diisolasi dan diketahui memiliki kemampuan dalam proses biodesulfurisasi sulfur organik pada bahan bakar fosil seperti Corynebacterium. sp, Gordona. sp, Bacillus. sp, Pseudomonas. sp dan Rhodococcus. sp (Zhongxuan et al., 2002).

2.3. Dibenzhothiophene (DBT)

Dibenzothiophene (DBT) adalah sulfur heterosiklik yang ditemukan pada minyak mentah dan batubara (Kirimura et al., 2001) (Gambar 3).

Gambar 3. Struktur kimia DBT (Kirimura et al., 2001)

Permasalahan proses biodesulfurisasi pada batubara yang saat ini dilakukan adalah sulitnya menghilangkan kandungan sulfur organik. Oleh karena itu, penelitian biodesulfurisasi saat ini lebih banyak difokuskan pada penghilangan kandungan sulfur organik. Biodesulfurisasi sulfur organik banyak menggunakan DBT sebagai senyawa model. DBT dipandang secara luas sebagai senyawa model yang dapat mewakili pecahan senyawa sulfur organik aromatik pada batubara dan minyak mentah (Gilbert et al., 1998). DBT telah digunakan sebagai model sulfur heterosiklik poliaromatik untuk isolasi dan karakterisasi bakteri yang mampu mengubah senyawa sulfur organik yang ditemukan dalam berbagai bahan bakar fosil (Izumi et al., 1994).


(28)

2.4. Jalur Metabolisme Biodesulfurisasi Sulfur Organik

Sebagian besar proses biodesulfurisasi sulfur organik menunjukkan hasil yang baik. Hal ini ditandai dengan berkurangnya kadar DBT pada bahan bakar fosil (Takashi dan Izumi, 1999). Menurut Zhongxuan et al. (2002), pengurangan kadar DBT pada bahan bakar fosil selama proses biodesulfurisasi memiliki dua jalur yang berbeda yaitu jalur Kodama dan jalur 4S. Jalur Kodama dianggap tidak sesuai karena pada jalur ini dihasilkan senyawa sulfur yang larut air, yang mana kemudian tidak tersedia untuk pembakaran dan oleh karena itu akan menghilangkan nilai kalori dari bahan bakar. Salah satu cincin homosikllik dari DBT rusak dalam jalur Kodama, namun sulfur tetap dalam bentuk organik sebagai 3-hidroksi-2-formylbenzothiophene (HFBT) (Bressler dan Fedorak, 2001).

Jalur lain untuk menghilangkan sulfur adalah dengan jalur 4S. Jalur 4S merupakan penemuan baru yang ditemukan oleh Institute of Gas Technology (IGT) pada tahun 1988. Mereka mengisolasi dua bakteri yang dapat menghilangkan sulfur dari DBT secara selektif. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa isolat tersebut dapat mengoksidasi DBT menjadi DBT sulfoxide, kemudian menjadi DBT sulfone, 2-hydroxydiphenyl atau 2,2-biphenol dan sulfat, sementara struktur karbon tetap utuh (Kevin et al., 1996) (Gambar 4). Melalui jalur 4S, DBT berubah menjadi 2-HBP dan sulfit. Dalam jalur ini struktur karbon yang dilepaskan utuh sebagai 2-HBP sehingga nilai bahan bakar tidak berkurang (Mohebali et al., 2006).


(29)

Gambar 4. Biodesulfurisasi dengan Jalur 4S (Zhongxuan et al., 2002)

Aplikasi biodesulfurisasi batubara di lapangan dengan menggunakan bakteri pada jalur 4S perlu dilakukan setelah proses desulfurisasi sulfur anorganik dengan menggunakan metode fisika dan kimia. Menurut Klein (1998), 90% sulfur anorganik pada batubara dapat dihilangkan dengan cara desulfurisasi fisika seperti dihancurkan, ditumbuk dan dicuci. Selanjutnya proses desulfurisasi dilanjutkan dengan menggunakan bakteri. Hal ini dilakukan untuk desulfurisasi sulfur organik yang sulit untuk dihilangkan dengan metode fisika dan kimia, salah satunya adalah DBT (Prayuenyong, 2002).

2.5. Bakteri dalam Biodesulfurisasi Sulfur Organik

Biodesulfursasi sulfur organik pada awalnya dianggap gagal karena bakteri yang diisolasi tidak bisa secara khusus menghapus sulfur dan menyebabkan penurunan nilai karbon pada batubara. Perhatian awal telah


(30)

difokuskan pada penghapusan sulfur dari DBT karena senyawa ini merupakan sulfur organik yang ditemukan pada sebagian besar bahan bakar fosil. Isolasi dan karakterisasi Rhodococcus erythropolis IGTS8 (sebelumnya disebut Rhodococcus IGTS8) menyebabkan kemajuan dalam penelitian biodesulfurisasi DBT (Prayuenyong, 2002).

Beberapa mikroorganisme desulfurisasi DBT telah diisolasi, contohnya Rhodococcus. sp IGTS8 (Gallagher et al., 1993), R. erythropolis D-1 (Izumi et al., 1994), R. erythropolis H-2 (Ohshiro et al., 1996), R. erythopolis KA2-5-1 (Izumi et al., 1994), Rhodococcus. sp SY1, yang sebelumnya diidentifikasi sebagai Corynebacterium. sp (Omori et al., 1995), Mycobacterium. sp G3 dan Gordona sp CYKS1 (Nekodzuka et al., 1997).

Bakteri yang saat ini paling banyak dipelajari dalam proses biodesulfurisasi sulfur organik adalah dari genus Rhodococcus. Genus Rhodococcus memiliki kemampuan untuk menghapus sulfur anorganik dan sulfur organik dan akibatnya proses biodesulfurisasi saat ini telah banyak dilakukan dengan menggunakan spesies ini (Prayuenyong, 2002). Spesies Rhodococcus yang telah ditemukan diantaranya yaitu Rhodococcus erythropolis IGTS8 (Kayser et al., 1993), R. erythropolis D-1 (Izumi et al., 1994), R. erythropolis H-2 (Ohshiro et al., 1996), Rhodococcus. sp SY1 (Omori et al., 1995) dan Rhodococcus. sp ECRD-1 (Grossman et al., 1999). Diantara semuanya R. erythropolis IGTS8 adalah yang paling banyak dipelajari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bozdemir et al (1996) diketahui bahwa R. erythropolis


(31)

IGTS8 dapat menghilangkan 55,2 % sulfat, 20 % pirit, 23,5 % sulfur organik dan 30,2 % sulfur total dari batubara lignit selama 96 jam.

2.6. Isolasi dan Seleksi Bakteri

Populasi mikroorganisme di alam sangat banyak dan kompleks, baik yang terdapat di udara, tanah, air dan substrat lainnya yang semuanya dapat diisolasi (Pelczar dan Chan, 2005). Isolasi adalah proses untuk memperoleh mikroorganisme dalam bentuk biakan murni untuk pertama kalinya. Proses ini mencakup dua kegiatan yaitu memisahkan mikroorganisme yang diinginkan dari substrat alaminya atau dari mikroorganisme kontaminan dan disertai usaha untuk memperoleh mikroorganisme yang diinginkan dalam bentuk biakan.

Tujuan isolasi adalah untuk memperoleh mikroorganisme murni (tunggal) dan mudah dikultivasi dengan harapan dapat menghasilkan produk dan sifat-sifat unggul lainnya. Metode isolasi dibagi menjadi dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung (diperkaya). Metode isolasi langsung adalah metode pengisolasian mikroorganisme secara langsung dari sampel tanpa proses pengayaan terlebih dahulu. Isolasi tersebut dapat didahului dengan pengenceran atau tidak. Penanaman dilakukan pada medium padat dengan menggunakan metode sebar. Metode tidak langsung (diperkaya) adalah metode yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme yang diinginkan sehingga menjadi lebih banyak daripada mikroorganisme lainnya dalam inokulum asli (Casida, 2001).


(32)

Proses yang terjadi pada media tidak langsung (diperkaya) akan menghasilkan populasi campuran dan memberikan kondisi yang cocok untuk mikroorganisme yang diharapkan, misalnya memberikan substrat khusus atau memasukkan penghambat tertentu. Modifikasi medium tersebut berpengaruh terhadap selektivitas mikroorganisme, namun dalam proses lebih lanjut akan terjadi suksesi yang diikuti oleh pertumbuhan mikroorganisme lain (Hidayat et al., 2006). Suksesi terjadi akibat proses inkubasi yang terlalu lama, akan tetapi apabila terlalu cepat maka mikroorganisme yang terseleksi akan lebih sedikit, karena belum beradaptasi dengan nutrien yang ada (Casida, 2001). Seleksi dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri yang lebih khusus atas isolat yang ditemukan dan memilih sifat-sifat yang diinginkan atas isolat yang telah ditemukan dengan berbagai pengujian (Hidayat et al., 2006).


(33)

2.7. Kerangka Berpikir

Gambar 5. Kerangka Berpikir Sumber Energi Utama di

Indonesia Batubara (Bahan Bakar Fosil)

Pencemaran Lingkungan Meningkat

Emisi sulfur dioksida (SO2)

Desulfurisasi

Biologi Kimia

Fisika

Mikroorganisme

Hujan Asam Penyakit Pernafasan

Akut dan Kronis

Tanah Mengandung Sulfur Isolasi Penambahan Komponen Sulfur

Tereduksi Isolat Bakteri

Seleksi

Bakteri Desulfurisasi Potensial Aplikasi

Bahan Bakar Fosil Ramah Lingkungan

Batubara DBT


(34)

17 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat-alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, labu erlenmeyer, tabung reaksi, inkubator, timbangan analitik, vorteks, pH meter, hot plate, magnetic stirer, mortar, saringan berukuran 100 dan 200 mesh, mikroskop, kamera, autoklaf, rotary shaker, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), Visible Spectrophotometer dan UV-Vis Spectrophotometer.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah pertambangan batubara yang berasal dari Sumatera Selatan, medium Minimal Salt Medium (MSM), medium Trypticase Soy Agar (TSA), agar bubuk, batubara bubuk berukuran 200 mesh, dibenzothiophene (DBT), Na4P2O7, NaCl 0,85%,

aquades, crystal violet, lugol, safranin, alkohol 96%, alkohol 70%, gliserol 20%, BaCl 10% dan HCl 5%.


(35)

3.3. Cara Kerja

Gambar 6. Skema Penelitian Persiapan sampel, alat dan bahan

Pembuatan medium

Isolasi bakteri total (IBT)

Sampel tanah pertambangan batubara (100 mesh)

Isolasi bakteri desulfurisasi (IBD)

Isolasi tidak langsung/ diperkaya (IBDTL) Isolasi langsung

(IBDL)

Pemurnian, pewarnaan dan pengamatan morfologi Pemurnian, pewarnaan dan

pengamatan morfologi

Uji lanjut isolat terpilih dengan pengukuran pengurangan kadar DBT

Analisis Data Isolat-isolat bakteri total

Pengayaan sampel tanah (DBT + Batubara) Pencuplikan tanah Hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28

Seleksi isolat-isolat bakteri desulfurisasi pada medium

MSM-DBT agar

Seleksi isolat terseleksi pada medium MSM-DBT cair


(36)

3.3.1. Persiapan Sampel

Sampel yang digunakan adalah tanah pertambangan batubara yang berasal dari Sumatera Selatan. Sampel dihancurkan secara aseptis dengan menggunakan mortar, lalu disaring dengan menggunakan saringan berukuran 100 mesh. Sampel hasil saringan tanah pertambangan batubara inilah yang kemudian akan digunakan.

3.3.2. Pembuatan Medium

3.3.2.1. Medium Minimal Salts Medium (MSM)-DBT

Medium Minimal Salts Medium (MSM) dibuat dengan cara menimbang sebanyak 2 ml gliserol; 4 g NaH2PO4.H2O; 4 g K2HPO4.3H2O; 2 g NH4Cl; 0,2 g

MgCl2.6H2O; 0,001 g CaCl2.2H2O dan 0,001 g FeCl3.6H2O, ditambahkan aquades

hingga volumenya mencapai 1 liter, kemudian diaduk sampai homogen (Gallagher et al., 1993).

Medium MSM-DBT dibuat dengan cara menambahkan batubara serbuk sebanyak 10% (b/v) berukuran 200 mesh pada medium MSM. Batubara yang ditambahkan sebelumnya sudah dicuci dengan menggunakan aquades. Medium tersebut kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 1,5 atm selama 15 menit. DBT disiapkan secara terpisah dari medium basal, DBT dilarutkan dalam alkohol 70% hingga 10 mM, kemudian medium MSM steril ditambahkan 0,1 mM DBT. Medium MSM-DBT ini adalah medium MSM-DBT cair sedangkan untuk keperluan plating, medium tersebut ditambahkan 1,5% agar (Maghsoudi et al., 2000).


(37)

3.3.2.2. Medium Trypticase Soy Agar (TSA)

Medium Trypticase Soy Agar (TSA) dibuat dengan cara menimbang 40 g media (Lampiran 1), kemudian ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai 1 liter dan dipanaskan hingga homogen. Medium tersebut kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 1,5 atm selama 15 menit.

3.3.3. Pengayaan Sampel Tanah

Pengayaan sampel tanah pertambangan batubara dilakukan untuk mengaktifkan bakteri desulfurisasi. Sampel tanah pertambangan batubara yang telah dihaluskan (100 mesh) sebanyak 100 g dicampur dengan 10 g batubara bubuk steril (200 mesh) dan 0,1 mM DBT di dalam beaker glass berukuran 500 ml, kemudian ditutup dengan menggunakan penutup yang terbuat dari kaca. Pengayaan sampel tanah dilakukan selama + 30 hari pada suhu ruang. Selama proses pengayaan tanah berlangsung kondisi tanah tetap dijaga kelembabannya, dengan cara memberikan beberapa tetes aquades steril setiap hari. Pencuplikan tanah dilakukan pada hari ke-0 (jam ke-3), 7, 14, 21 dan 28. Sampel tanah pada waktu-waktu tersebut diambil untuk diisolasi dan dihitung komunitas bakteri total dan bakteri desulfurisasi (Gallagher et al., 1993).

3.3.4. Isolasi Bakteri Total (IBT)

IBT dilakukan pada sampel tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan sebelum dan sesudah pengayaan DBT dan batubara. Sebanyak 1 g sampel tanah pertambangan batubara (100 mesh) dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisologis (NaCl 0,85%), kemudian dilakukan seri pengenceran, dengan cara


(38)

mengencerkan 1 ml sampel ke dalam 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%). Hasil setiap seri pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan ditumbuhkan pada medium TSA cawan dengan teknik sebar. Setelah itu, diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam.

3.3.5. Isolasi Bakteri Desulfurisasi (IBD)

IBD (pengguna DBT) dilakukan dengan dua cara yaitu metode langsung dan tidak langsung/ diperkaya.

3.3.5.1. Isolasi Bakteri Desulfurisasi Langsung (IBDL)

Isolasi bakteri desulfurisasi langsung (IBDL) dilakukan dengan cara 10 g tanah yang diperkaya dengan DBT dan batubara, dicampur dengan 90 ml sodium pyrophosphat (Na4P2O7) 0,1% sebagai buffer, kemudian dikocok selama 20 menit

pada rotary shaker dengan kecepatan 200 rpm (Young et al., 2006). Setelah itu, suspensi diencerkan dengan melakukan seri pengenceran, dengan cara mengencerkan 1 ml sampel ke dalam 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%). Hasil setiap seri pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan ditumbuhkan pada medium TSA cawan dengan teknik sebar. Setelah itu, diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam.

3.3.5.2. Isolasi Bakteri Desulfurisasi Tidak Langsung/ Diperkaya (IBDTL) Isolasi bakteri desulfurisasi tidak langsung/ diperkaya (IBDTL) dilakukan dengan cara 5 g tanah yang diperkaya dengan DBT dan batubara dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 95 ml MSM-DBT. Kultur diinkubasi pada rotary


(39)

shaker berkecepatan 150 rpm pada temperatur ruang selama 3 hari. Kemudian 10% (v/v) kultur ini diinokulasi ke dalam medium baru dan diinkubasi kembali. Hal ini dilakukan sampai tiga kali transfer, untuk memperkaya jumlah bakteri (Kirimura et al., 2001). Pada kultur terakhir pengayaan, 1 ml sampel diambil kemudian dilakukan seri pengenceran, dengan cara mengencerkan 1 ml sampel ke dalam 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%). Hasil setiap seri pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan ditumbuhkan pada medium TSA cawan dengan teknik sebar. Setelah itu, diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang.

3.3.6. Pemurnian Isolat

Seluruh isolat bakteri yang diperoleh dimurnikan sampai menghasilkan isolat bakteri tunggal. Apabila dari proses isolasi menghasilkan isolat yang bermacam-macam maka dipisahkan tiap isolat bakteri dengan cara mengambil sebagian kecil koloni dengan menggunakan ose kemudian diinokulasikan pada medium TSA cawan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Proses pemurnian dilakukan sampai menghasilkan isolat bakteri yang murni atau tunggal, yang diketahui dari pengamatan morfologi pada pewarnaan Gram. Koloni bakteri yang telah dimurnikan disimpan sebagai kultur stok di dalam medium TSA miring pada suhu 40C.

3.3.7. Seleksi Isolat Bakteri Desulfurisasi

3.3.7.1. Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Agar

Setiap isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh, pada medium TSA yang berumur 1 hari diambil sebagian kecil koloni dengan menggunakan ose kemudian


(40)

diinokulasikan pada medium MSM-DBT agar cawan dan selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Pertumbuhan setiap isolat bakteri diamati pada medium MSM-DBT agar. Tiga isolat bakteri yang memiliki pertumbuhan tertinggi pada media MSM-DBT agar disimpan sebagai kultur stok di dalam medium MSM-DBT agar miring pada suhu 40C. Kultur tersebut digunakan sebagai kultur untuk tahapan seleksi berikutnya.

3.3.7.2. Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Cair

Tiga isolat bakteri desulfurisasi yang memiliki pertumbuhan tertinggi pada medium MSM-DBT agar yang berumur 1 hari diinokulasikan sebanyak satu ose ke dalam 30 ml medium MSM-DBT. Kemudian diinkubasi pada rotary shaker berkecepatan 120 rpm pada temperatur ruang selama 24 jam. Kultur inokulum sebanyak 10% (v/v) diinokulasikan ke dalam 200 ml medium MSM-DBT dan diinkubasi pada suhu ruang dengan agitasi 120 rpm. Pencuplikan dilakukan pada jam ke-0, 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 untuk pengukuran enumerasi sel, pH dan desulfurisasi DBT. Enumerasi sel dilakukan dengan cara mengukur total plate count, pH diukur dengan pH meter.

Desulfurisasi DBT dilakukan dengan cara mengukur sulfat yang terbentuk. Sulfat ditentukan dengan metode kekeruhan barium sulfat. Lima ml gliserol 20% (v/v) dalam air ditambahkan ke dalam sampel cair dan dikocok dengan kuat hingga homogen. Satu ml barium klorida 10% (v/v) dalam HCl 5% (v/v) ditambahkan dan dikocok dengan kuat untuk memastikan presipitat barium sulfat yang terbentuk tercampur merata dalam larutan gliserol. Kemudian aquades ditambahkan sampai volume total 10 ml, dikocok merata dan diukur


(41)

kekeruhannya dengan Visible Spectrophotometer pada panjang gelombang 460 nm, terhadap larutan blanko (Gleen dan Quastel, 1953 dalam Burlage et al., 1998). Isolat bakteri yang memiliki kandungan sulfat tertinggi akan di uji lanjut untuk analisis hasil desulfurisasi DBT dengan menggunakan UV-Vis Spectrophotometer.

3.3.8. Analisis Hasil Desulfurisasi DBT dari Bakteri Terseleksi dengan menggunakan UV-Vis Spectrophotometer

Sampel sebanyak 3 ml selama pencuplikan pada fase eksponensial isolat yang terseleksi diasamkan sampai pH 2 dengan menggunakan HCl 1 N. Setelah itu sampel diukur kadar DBT dengan menggunakan UV-Vis Spectrophotometer pada panjang gelombang 328 nm (Rhee et al., 1998). Konsentrasi kadar DBT pada sampel diketahui dengan cara membandingkan nilai absorbansi dengan kurva standar.

3.3.9. Analisis Data

Data enumerasi, pH medium dan nilai absorbansi sulfat dianalisis secara deskriptif ditampilkan dalam bentuk kurva dengan program excel 2007 serta di analisis varian multivariate (MANOVA) dengan bantuan SPSS 16 dilanjutkan dengan uji Duncan taraf 5 %.


(42)

25 4.1. Hasil Isolasi Bakteri

Proses isolasi bakteri dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan dilakukan dengan pengayaan dibenzothiophene (DBT) dan batubara. Isolasi yang dilakukan terdiri atas dua macam yaitu isolasi bakteri total (IBT) dan isolasi bakteri desulfurisasi (IBD). Dua puluh empat jenis isolat bakteri terisolasi dari IBT dan 22 jenis isolat bakteri terisolasi dari IBD. Dua belas jenis isolat bakteri yang terisolasi, baik pada IBT maupun IBD diketahui memiliki kesamaan morfologi, yaitu isolat 1N, 2N, 6N, 7N, 8N, 9N, 10N, 12N, 14N, 15N, 21N dan 26N. Jadi, keseluruhan isolat yang diperoleh berjumlah 34 jenis isolat bakteri.

Deskripsi karakteristik seluruh isolat bakteri dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar isolat bakteri dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Berdasarkan pengamatan morfologi, isolat bakteri yang diperoleh sebagian besar berbentuk kokus yang saling lepas, sedangkan sebagian kecil berbentuk basil. Sebagian besar isolat bakteri yang diperoleh memiliki karakteristik Gram negatif. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa setiap jenis isolat bakteri tidak selalu muncul pada setiap waktu pencuplikan. Beberapa isolat bakteri muncul lebih dari sekali dalam waktu pencuplikan, misalnya isolat 8N. Isolat 8N muncul paling banyak dibandingkan dengan isolat lainnya, yaitu 12 kali selama waktu pencuplikan, dimana terisolasi 4 kali pada IBT dan 8 kali pada IBD (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa isolat 8N dominan selama waktu pencuplikan dilakukan.


(43)

Tabel 2. Karakteristik isolat bakteri

Metode

Isolasi Kode Isolat

Jumlah Kemunculan

isolat

Karakteristik Koloni Karakteristik Sel

IBT

3N 1

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya rantai. Termasuk ke dalam Gram negatif

4N 1

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya anggur. Termasuk ke dalam Gram negatif

5N 1

Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: gunung; Permukaan:rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya anggur. Termasuk ke dalam Gram negatif

11N 1

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas : opaque.

Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif

13N 1

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: orange muda; Opasitas:

opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif

16N 1

Bentuk koloni: bulat ; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif

25N 1

Bentuk koloni: bulat ; Tepi: entire; Elevasi: gunung; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya anggur, termasuk ke dalam Gram positif

27N 1

Bentuk koloni: bulat dengan penebalan tepi; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif

28N 1

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: gunung; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif

36N 1

Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif

37N 1

Bentuk koloni: bulat dengan penonjolan tengah; Tepi: entire; Elevasi: gunung; Permukaan: dull; Warna: putih susu; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif

39N 1

Bentuk koloni: bulat dengan tepi agak bening; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif

IBD

32N 1

Bentuk koloni: menyebar tidak teratur; Tepi: rough; Elevas : flat; Permukaan:

rough; Warna: kuning agak bening; Opasitas: translucent

Bentuk sel basil, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif


(44)

33N 3

Bentuk koloni: bulat dengan penonjolan ditepi; Tepi: entire; Elevasi: gunung; Permukaan: rough; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif

34N 3

Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel basil, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif

40N 1

Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif

41N 1

Bentuk koloni: menyebar tidak teratur; Tepi: irregular; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya anggur, termasuk ke dalam Gram positif

42N 2

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: orange muda; Opasitas:

opaque.

Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif

43N 2

Bentuk koloni: irregular; Tepi:lobate; Elevasi: gunung; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif

46N 1

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif

49N 1

Bentuk koloni: irregular; Tepi:lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram positif

50N 1

Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif Ter-isolasi pada IBT dan IBD

1N 3

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex ; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram positif

2N 2

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.

Bentuk sel basil, susunannya rantai. Termasuk ke dalam Gram positif

6N 3

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: kuning muda; Opasitas:

opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif

7N 3

Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: gunung; Permukaan: rough; Warna: kuning muda; Opasitas:

opaque.

Bentuk sel basil, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif

8N 12

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif

9N 2

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex ; Permukaan: dull; Warna: putih susu; Opasitas: opaque.

Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif


(45)

10N 10

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih agak bening; Opasitas:

opaque.

Bentuk sel basil, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram positif

12N 3

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif

14N 3

Bentuk koloni: irregular; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: kuning;Opasitas:opaque.

Bentuk kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif

15N 5

Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif

21N 5

Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel basil, susunannya anggur, termasuk ke dalam Gram negatif

26N 6

Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.

Bentuk sel kokus, susunannya anggur, termasuk ke dalam Gram negatif

Keterangan : entire : utuh; flat : datar; opaque : tidak tembus cahaya; convex : cembung;

dull: tumpul; translucent: tembus cahaya; irregular: tidak beraturan;

lobate: berlekuk; rough: kasar

Dua belas isolat bakteri yang terisolasi pada IBT tidak terisolasi pada IBD. Begitu pula sebaliknya, sepuluh jenis isolat bakteri hanya muncul pada IBD yaitu, isolat 32N, 33N, 34N, 40N, 41N, 42N, 43N, 46N, 49N dan 50N. Hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh dari pengayaan DBT dan batubara yang dilakukan pada sumber isolat. Pengayaan DBT dan batubara yang dilakukan pada sumber isolat mampu memunculkan jenis isolat baru yang sudah berada pada sumber isolat namun jumlahnya tidak dominan. Pengayaan DBT dan batubara yang dilakukan merupakan penambahan komponen sulfur tereduksi pada sumber isolat yang dapat memberikan kesempatan isolat bakteri yang tidak dominan pada sumber isolat untuk tumbuh sehingga isolat bakteri dapat terisolasi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Davis et al. (2005) yang menyatakan bahwa penggunaan pengayaan pada sumber isolat adalah kebutuhan untuk menumbuhkan populasi sel yang dapat terdeteksi dari tingkat awal yang sangat


(46)

rendah. Pengayaan pada sumber isolat memungkinkan perkembangbiakan mikroba target sehingga dapat terisolasi dan dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme saingan yang tidak diinginkan.

4.1.1. Hasil Isolasi Bakteri Total (IBT)

IBT dilakukan untuk mengetahui jumlah bakteri total yang terdapat pada tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan sebelum dan sesudah pengayaan DBT dan batubara. Sebanyak 24 isolat bakteri berhasil diisolasi dari IBT. Isolat bakteri total yang berhasil diisolasi tersebut terisolasi pada waktu pencuplikan yang berbeda-beda (Gambar 7).

Sebelum pengayaan DBT dan batubara dilakukan pada sumber isolat, isolat bakteri yang berhasil terisolasi berjumlah 7 jenis, yaitu 1N, 2N, 3N, 4N, 5N,

Gambar 7. Kemunculan isolat bakteri total selama waktu pencuplikan

(Keterangan : * = IBT pada tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan sebelum dilakukan pengayaan DBT dan batubara)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Sebelum* 0 7 14 21 28

L o g j u m la h s e l/ m l

W akt u Pencuplikan (Hari)

1N 2N 3N 4 N 5 N 6 N 7 N 8 N 9 N 10 N 11 N 12 N 13 N 14 N 15 N 16 N 21 N 25 N 26 N 27 N 28 N 36 N 37 N 39 N


(47)

6N dan 7N. Ketujuh isolat bakteri tersebut tidak muncul kembali setelah pengayaan DBT dan batubara, diduga isolat bakteri tersebut tidak dapat beradaptasi dengan pengayaan yang dilakukan pada sumber isolat. Setelah pengayaan DBT dan batubara pada sumber isolat selama waktu pencuplikan terdapat empat isolat bakteri yang muncul dengan frekuensi lebih sering selama pencuplikan (2–4 kali) dibandingkan dengan isolat lain, yaitu isolat 8N, 10N, 12N dan 21N. Keempat isolat bakteri tersebut merupakan isolat bakteri yang juga berhasil diisolasi dari IBD. Sebagian besar isolat bakteri lainnya hanya terisolasi pada satu kali pencuplikan, diduga isolat bakteri tersebut tidak mampu bersaing dan memanfaatkan sumber sulfur dan karbon yang berasal dari pengayaan DBT dan batubara yang dilakukan pada sumber isolasi. Hal tersebut diperkuat dengan semakin berkurangnya jumlah isolat bakteri yang terisolasi selama waktu pencuplikan pada IBT.

4.1.2. Hasil Isolasi Bakteri Desulfurisasi (IBD)

IBD dilakukan untuk memperoleh isolat bakteri yang memiliki kemampuan desulfurisasi sulfur organik, dalam hal ini adalah DBT. Metode IBD dilakukan dengan dua cara, yaitu metode langsung (IBDL) dan tidak langsung/ diperkaya (IBDTL). Lima belas jenis isolat bakteri berhasil diisolasi dari IBDL dan 14 jenis isolat bakteri diisolasi dari IBDTL (Lampiran 2). Tujuh jenis isolat bakteri yang terisolasi, baik pada IBDL maupun IBDTL diketahui memiliki kesamaan morfologi yaitu isolat 8N, 10N, 15N, 26N, 33N, 34N dan 43N. Jadi,


(48)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 7 14 21 28

L o g j u m la h s e l/ m l

W aktu Pencuplikan (Hari)

1 N 2 N 7 N 8 N 10 N 15 N 21 N 26 N 32 N 33 N 34 N 41 N 42 N 43 N 46 N

keseluruhan isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh berjumlah 22 jenis isolat bakteri.

Kehadiran semua isolat bakteri yang diperoleh dari IBDL dan IBDTL tidak ditemukan secara seragam dalam waktu yang sama melainkan ditemukan bervariasi selama waktu pencuplikan. Perbedaan kemunculan ini dapat disebabkan oleh adanya kelompok bakteri tanah yang memiliki kemampuan pertumbuhan yang lambat atau bakteri tersebut memiliki waktu adaptasi yang lama (Davis et al, 2005). Kehadiran isolat bakteri yang secara terus-menerus selama pencuplikan menandakan adanya indikasi kemampuan desulfurisasi dalam mendegradasi senyawa DBT (Zhongzuan et al., 2002).

Pencuplikan pada hari ke-0 dengan metode langsung dari IBD dapat mengisolasi 9 jenis isolat bakteri, dengan jumlah sel tertinggi dimiliki oleh isolat 2N (3x106 sel/ml). Dua isolat bakteri, yaitu isolat 1N dan 8N muncul kembali Gambar 8. Kemunculan isolat bakteri selama waktu pencuplikan pada


(49)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 7 14 21 28

L o g j u m la h s e l/ m l

W aktu Pencuplikan (Hari)

6 N 8 N 9N 10 N 12 N 14 N 15 N 26 N 33 N 34 N 40 N 43N 49N 50 N

pada hari ke-7 dengan jumlah sel yang semakin bertambah. Pada hari ke-14 pencuplikan, 4 isolat lain terisolasi yaitu isolat 10N, 26N, 42N dan 46N, serta pada pencuplikan ini pula 4 isolat bakteri yang terisolasi pada hari ke-0 muncul kembali yaitu isolat 7N, 8N, 21N dan 42N. Kemunculan kembali keempat isolat bakteri tersebut diduga karena melimpahnya sumber karbon hasil degradasi DBT dan batubara yang dilakukan oleh isolat-isolat bakteri sebelumnya. Pada hari ke-21 dan ke-28 pencuplikan, isolat bakteri yang tumbuh merupakan jenis bakteri yang terisolasi pada hari-hari sebelumnya. Isolat bakteri yang terisolasi namun hanya terisolasi pada satu kali pencuplikan seperti isolat 2N, 32N, 34N, 41N, 43N dan 46N, disebabkan oleh ketidakmampuan bakteri tersebut untuk bersaing dan memanfaatkan sumber sulfur dan karbon yang berasal dari pengayaan DBT dan batubara.

Gambar 9. Kemunculan isolat bakteri selama waktu pencuplikan pada metode IBDTL


(50)

Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa jumlah sel isolat-isolat bakteri yang diperoleh dari IBD dengan metode IBDTL lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode IBDL. Hal tersebut disebabkan pada IBDTL menggunakan medium diperkaya yaitu, MSM-DBT cair yang mengandung DBT dan batubara, sehingga populasi bakteri dapat diperbanyak karena mempunyai kesempatan untuk berkembangbiak. Menurut Hidayat et al. (2006), isolasi mikroorganisme menggunakan kultur cair diperkaya merupakan teknik yang berhasil meningkatkan jumlah mikroorganisme yang diinginkan atau mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme yang lambat sehingga dapat menjadi lebih mudah diisolasi.

Pencuplikan pada hari ke-0 terdapat 3 isolat bakteri yang terisolasi dengan jumlah sel tertinggi dimiliki oleh isolat 10N (3x108 sel/ml) dan pada hari ke-7 sebanyak 3 isolat yang berbeda juga berhasil terisolasi yaitu isolat 6N, 12N dan 15N. Selanjutnya pada hari ke-14 dua isolat sebelumnya yaitu 8N dan 10N terisolasi kembali. Tidak terisolasinya isolat 8N dan 10N pada hari ke-7 disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung dan terbatasnya nutrisi sehingga isolat bakteri tersebut mengalami masa dorman hingga tercipta kondisi lingkungan yang mendukung untuk kehidupannya yaitu pada waktu pencuplikan hari ke-14. Usaha mengamankan diri dari kondisi buruk lingkungan menyebabkan bakteri membentuk spora terutama pada bakteri berbentuk batang (Dwidjoseputro, 2005). Pencuplikan pada hari ke-21 terisolasi 2 isolat baru yang muncul yaitu 40N dan 50N. Pencuplikan pada hari ke-28 isolat bakteri yang tumbuh merupakan jenis isolat bakteri yang sudah terisolasi sebelumnya.


(51)

Kemunculan sebagian besar isolat bakteri yang terisolasi pada IBDTL cenderung relatif lebih stabil. Hal ini ditandai dengan konsistennya kemunculan sebagian besar isolat bakteri selama waktu pencuplikan.

4.2. Hasil Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Agar Dua puluh dua isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh dari IBDL maupun IBDTL diuji lanjut pada medium MSM-DBT agar. Seleksi pada medium MSM-DBT agar hanya dilakukan pada isolat bakteri desulfurisasi yang telah diperoleh. Hal ini disebabkan isolat bakteri tersebut diduga memiliki kemampuan desulfurisasi DBT. Seleksi ini bertujuan untuk memperoleh bakteri yang memiliki kemampuan potensial untuk mendegradasi DBT. Hasil seleksi menunjukkan bahwa dari 22 isolat bakteri desulfurisasi, 15 isolat bakteri tumbuh pada medium MSM-DBT agar sedangkan 7 isolat bakteri lainnya tidak dapat tumbuh (Tabel 3).

Tujuh isolat bakteri yang tidak tumbuh pada medium seleksi MSM-DBT agar, pada saat proses isolasi tumbuh dengan baik. Hal ini diduga isolat bakteri tersebut bersinergi dengan bakteri lain yang tumbuh saat isolasi. Sinergisme adalah kehidupan bersama yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan untuk melakukan perubahan kimia tertentu dalam substrat atau medium (Suharni et al., 2007). Selain itu, beberapa isolat bakteri tersebut terisolasi dengan IBDL sehingga kurang teradaptasi dengan DBT dan batubara yang terkandung dalam medium MSM-DBT agar, seperti isolat 1N, 2N, 21N dan 46N.


(52)

Tabel 3. Hasil uji seleksi isolat bakteri desulfurisasi pada medium MSM-DBT agar

Keterangan :

- : Koloni tidak tumbuh

+ : Koloni tumbuh sangat sedikit (< 50) + + : Koloni tumbuh sedikit (50-150) + + + : Koloni tumbuh banyak (151-300) + + + + : Koloni tumbuh sangat banyak (>300)

Isolat bakteri yang mengalami pertumbuhan pada medium MSM-DBT agar sebagian besar adalah isolat bakteri yang terisolasi dengan IBDTL sehingga sudah teradaptasi lebih baik dengan DBT dan batubara yang terkandung dalam medium MSM-DBT agar. Isolat bakteri yang tumbuh pada medium MSM-DBT agar memiliki kemampuan untuk mendegradasi DBT. Hal ini disebabkan mikroorganisme yang dapat mendegradasi DBT memiliki 4 enzim yang bereaksi pada jalur 4S, yaitu enzim DszA, DszB, DszC dan DszD. Enzim DszC dan DszD

No Kode Isolat Pertumbuhan

1 1N -

2 2N -

3 6N -

4 7N + + +

5 8N -

6 10N -

7 12N + + +

8 14N + + +

9 15N + + + +

10 21N -

11 26N + + + +

12 32N + + +

13 33N + + +

14 34N + + + +

15 40N + + +

16 41N + + +

17 42N + +

18 43N +

19 46N -

20 47N + + +

21 49N + + +


(53)

dapat mengoksidasi DBT menjadi DBT-sulfoxide dan DBT-sulfone, kemudian enzim DszA dan DszD mengubahnya menjadi HBP-sulfonat dan selanjutnya enzim DszB mengubahnya kembali menjadi HBP dan sulfit. Pada proses selanjutnya sulfit akan teroksidasi menjadi sulfat (Kevin et al., 1996).

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa setiap isolat bakteri yang tumbuh pada medium MSM-DBT agar mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda. Isolat 15N, 26N dan 34N mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat bakteri lainnya. Isolat bakteri yang mempunyai pertumbuhan paling tinggi diindikasikan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mendegradasi DBT. Oleh karena itu, ketiga isolat tersebut kemudian dipilih untuk diuji lanjut pada tahap seleksi berikutnya yaitu seleksi pada medium MSM-DBT cair.

4.3. Hasil Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Cair

Tiga isolat bakteri yang mempunyai pertumbuhan paling tinggi pada medium MSM-DBT agar yaitu, isolat 15N, 26N dan 34N diseleksi lebih lanjut pada medium MSM-DBT cair. Seleksi pada tahap ini dilakukan dengan mengamati beberapa parameter selama bakteri tumbuh pada medium tersebut. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan bakteri, perubahan pH medium dan desulfurisasi DBT.

4.3.1. Pertumbuhan Bakteri

Jumlah sel bakteri per unit waktu (jam) digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan. Berdasarkan hasil analisis varian multivariate (MANOVA) pada


(54)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 4 8 12 16 20 24

L o g j u m la h s e l/ m l

W aktu (Jam)

Kontrol 15 N 26 N 34 N

taraf nyata 95%, pertumbuhan sel ketiga isolat berbeda nyata diantara waktu-waktu yang berbeda (Lampiran 9). Hal ini dapat terlihat jelas pada setiap kurva pertumbuhan masing-masing isolat yang berbeda-beda (Gambar 10).

Nilai pertumbuhan bakteri selama proses fermentasi pada semua isolat bakteri berfluktuasi berkisar antara 104 hingga 1,7x109 sel/ml. Pola pertumbuhan dari ketiga isolat bakteri hampir sama satu dengan yang lainnya, yang membedakan hanya pada fase adaptasi yang hanya dialami oleh isolat 34N pada jam ke-4 ditandai dengan pertumbuhan sel yang menurun. Hal ini disebabkan pada fase ini mikroorganisme masih beradaptasi dengan lingkungannya sehingga belum terjadi pertumbuhan mikroba secara signifikan (Pumphrey, 1996).

Selanjutnya ketiga isolat mengalami fase eksponensial yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel bakteri hingga jam ke-16, namun fase eksponensial isolat 26N berakhir lebih awal dibandingkan dengan dua isolat

Gambar 10. Pertumbuhan sel isolat bakteri terseleksi dalam media MSM-DBT cair diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm


(55)

lainnya yaitu pada jam ke-12. Selain itu, pertumbuhan sel pada isolat 26N juga lebih rendah dibandingkan dengan isolat lainnya. Berdasarkan hasil uji Duncan pertumbuhan sel pada isolat 15N lebih tinggi secara nyata dibandingkan dengan pertumbuhan sel pada kedua isolat lainnya (Lampiran 9). Hal ini disebabkan isolat 15N memiliki rata-rata jumlah sel tertinggi (5,1x108 sel/ml). Meningkatnya jumlah sel setiap isolat pada fase eksponensial menandakan adanya degradasi DBT dan batubara yang dilakukan oleh isolat bakteri untuk memperoleh sumber sulfur dan karbon (Labana et al., 2004).

Pada jam ke-20 pada isolat 15N dan 34N dan jam ke-16 pada isolat 26N, populasi memasuki akhir dari fase stasioner. Pada fase ini peningkatan biomassa terjadi secara konstan, meskipun komposisi sel mungkin mengalami perubahan (Pumphrey, 1996). Akhirnya ketiga isolat bakteri tersebut mengalami penurunan jumlah sel hingga jam ke-24. Berkurangnya jumlah sel dapat disebabkan nutrisi yang telah habis dan terbentuknya senyawa yang bersifat toksik bagi sel (Pumphrey, 1996).

4.3.2. pH Medium

pH medium pada semua isolat menunjukkan terjadinya perubahan selama inkubasi hingga jam ke-24 (Gambar 11). Berdasarkan hasil analisis varian multivariate (MANOVA) pada taraf nyata 95%, perubahan pH medium pada ketiga isolat bakteri berbeda nyata diantara waktu-waktu yang berbeda (Lampiran 9). Nilai pH medium selama proses fermentasi pada semua isolat bakteri berfluktuasi berkisar antara 5,21 hingga 6,17.


(56)

Nilai pH awal medium fermentasi pada ketiga isolat menunjukkan nilai pH berkisar antara 5,9 hingga 6,17 dan setelah itu mengalami penurunan hingga jam ke-16. Penurunan pH pada medium disebabkan terjadinya proses desulfurisasi yaitu pelarutan sulfur ke dalam media cair dalam bentuk ion sulfat (SO4

2-) sehingga terbentuk asam sulfat (Hammel, 1996). Sulfat yang terbentuk diduga merupakan hasil akhir degradasi DBT dan batubara pada medium yang dilakukan oleh isolat bakteri. Berdasarkan jalur 4S, DBT akan dioksidasi oleh bakteri menjadi DBT sulfone, 2-hydroxydiphenyl atau 2,2-biphenol dan sulfat (Kevin et al., 1996). Berdasarkan hasil uji Duncan, perubahan pH medium yang ditumbuhi isolat 26N lebih kecil secara nyata dibandingkan dengan medium yang ditumbuhi oleh isolat-solat lainnya (Lampiran 9). pH medium pada isolat 26N lebih tinggi dibandingkan dengan pH medium pada kedua isolat lainnya disebabkan

Gambar 11. Nilai pH medium isolat bakteri terseleksi dalam media MSM-DBT cair diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2 6.4

0 4 8 12 16 20 24

p H M e d iu m

W aktu (Jam)

Kont rol I5 N 26 N 34 N


(57)

pertumbuhan sel yang tidak terlalu tinggi (Gambar 10) dan degradasi DBT lebih sedikit (Gambar 12).

Setelah pencuplikan jam ke-16 terjadi kenaikan pH pada ketiga isolat hingga akhir masa inkubasi (jam ke-24). Nilai pH yang meningkat disebabkan lisisnya sel di dalam media kultur akibat mulai terbentuknya zat sisa metabolit yang bersifat racun untuk sel. Sel yang mati di dalam media, kemudian terdeaminasi kembali sebagai sumber nitrogen untuk metabolisme mikroba yang masih bertahan sehingga terjadi efek buffering (Kirk, 1993). Hal ini didukung dengan penurunan jumlah sel ketiga isolat bakteri pada waktu pencuplikan yang sama (Gambar 10).

4.3.3. Desulfurisasi DBT

Nilai absorbansi sulfat pada semua isolat menunjukkan terjadinya perubahan selama inkubasi hingga jam ke-24 (Gambar 12). Berdasarkan hasil analisis varian multivariate (MANOVA) pada taraf nyata 95%, perubahan nilai absorbansi sulfat pada ketiga isolat berbeda nyata diantara waktu-waktu pengukuran yang berbeda. Kemampuan desulfurisasi DBT pada setiap isolat bakteri dilakukan dengan cara mengukur sulfat yang terbentuk pada medium fermentasi. Hal ini disebabkan hasil akhir proses desulfurisasi DBT yang dilakukan oleh bakteri dengan jalur 4S adalah sulfat (Wang et al., 2004), dengan demikian kandungan sulfat dapat dijadikan indikator terjadinya proses desulfurisasi DBT.


(58)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 4 8 12 16 20 24

N il a i A b s o rb a n si ( 4 6 0 n m )

W akt u (Jam)

Kontrol 15 N 26 N 34 N

Nilai absorbansi sulfat pada ketiga isolat berfluktuasi antara 0,127 hingga 1,065. Nilai absorbansi sulfat pada ketiga isolat mengalami kenaikan pada awal inkubasi dan selanjutnya mengalami penurunan. Isolat 26N dan 34N mengalami kenaikan nilai absorbansi sulfat hingga jam ke-12, namun kenaikan nilai absorbansi sulfat pada isolat 26N tidak signifikan. Sedangkan untuk isolat 15N kenaikan nilai absorbansi sulfat terjadi hingga jam ke-16.

Berdasarkan hasil uji Duncan nilai absorbansi sulfat pada isolat 15N lebih besar secara nyata dengan kedua isolat lainnya (Lampiran 9). Hal ini disebabkan rata-rata absorbansi sulfat pada isolat 15N paling tinggi yaitu sebesar 0,559. Tingginya nilai absorbansi sulfat pada isolat 15N karena tingginya degradasi DBT pada medium. Hal ini diperkuat dengan tingginya pertumbuhan sel (Gambar 10) dan penurunan pH (Gambar 11) yang signifikan pada isolat 15N. Menurut Young

Gambar 12. Nilai absorbansi sulfat isolat bakteri terseleksi dalam media MSM-DBT cair diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm


(59)

et al. (2005) semakin tinggi kadar sulfat pada medium mengindikasikan bahwa semakin tinggi pula degradasi DBT yang dilakukan oleh bakteri.

Penurunan nilai absorbansi sulfat pada isolat 26N dan 34N terjadi lebih cepat yaitu pada jam ke-16, sedangkan isolat 15N baru mengalami penurunan nilai absorbansi sulfat pada jam ke-20. Penurunan nilai absorbansi sulfat diartikan dengan berkurangnya degradasi DBT dan menurunnya jumlah sel pada setiap isolat (Gambar 10).

4.4. Hasil Pengukuran DBT

Kemampuan desulfurisasi DBT pada isolat terseleksi, yaitu isolat 15N diketahui dengan melakukan pengukuran kadar DBT pada medium fermentasi selama fase eksponensial menggunakan UV-Vis Spectrophotometer. Pengukuran kadar DBT hanya dilakukan pada isolat 15N karena nilai absorbansi sulfat pada isolat 15N paling tinggi dibandingkan dengan kedua isolat lainnya, serta didukung oleh pertumbuhan sel dan perubahan pH medium yang paling tinggi pula.

Berdasarkan hasil pengukuran kadar DBT pada isolat 15N terlihat bahwa terjadi penurunan kadar DBT pada saat inkubasi selama fase eksponensial (Gambar 13). Pada awal jam ke-0 kadar DBT yang terkandung dalam medium adalah 0,001033 mM dan pada akhir fase eksponensial (jam ke-16) kadar DBT turun menjadi 0,001001 mM. Jadi, penurunan kadar DBT pada isolat 15N pada saat inkubasi selama fase eksponensial adalah 0,000032 mM yang setara dengan 3% dari jumlah DBT awal. Penurunan kadar DBT ini sangat kecil, jika dibandingkan dengan kemampuan desulfurisasi DBT bakteri lain yang telah


(60)

diteliti. Menurut penelitian yang dilakukan Izumi et al. (1993), Rhodococcus erythropolis D-1 mampu mendegradasi DBT sebesar 7 mM selama 70 jam. Selain itu diketahui pula Rhodococcus erythropolis IGTS8 dapat menghilangkan 55,2 % sulfat, 20 % pirit, 23,5 % sulfur organik dan 30,2 % sulfur total dari batubara lignit dalam waktu 96 jam (Bodzemir et al.,1996).

Rendahnya pengurangan kadar DBT pada isolat 15N diduga karena pertumbuhan yang terbatas. Hal ini diduga karena keterbatasan jumlah sumber nutrisi yang terdapat pada medium MSM-DBT cair yang digunakan, sehingga pada saat sumber nutrisi tersebut pada medium berkurang maka pertumbuhannya akan mengalami penurunan (Maghsoudi et al., 2000).

Gambar 13. Analisis hasil desulfurisasi DBT isolat 15N selama fase eksponensial dengan menggunakan UV-Vis Spectrophotometer 0.000995 0.001000 0.001005 0.001010 0.001015 0.001020 0.001025 0.001030 0.001035 0.001040

0 4 8 12 16

K o n s e n tr a s i D B T ( m M )


(61)

44 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dua puluh dua isolat bakteri desulfurisasi berhasil diisolasi dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan dengan pengayaan DBT dan batubara.

2. Isolat 15N memiliki kemampuan tertinggi mendegradasi DBT dengan penurunan kadar DBT pada saat inkubasi selama fase eksponensial sebesar 0,000032 mM yang setara dengan 3% dari jumlah DBT awal.

5.2. Saran

Perlu dilakukan optimasi lebih lanjut dalam hal nutrisi untuk mengoptimalkan pertumbuhan isolat-isolat bakteri yang potensial hasil seleksi. Isolat-isolat bakteri yang potensial tersebut perlu diidentifikasi dan selanjutnya dilakukan pengaplikasian langsung pada batubara.


(62)

45

rhodochrous, a sulfur-removing bacterium. Fuel. 75(3): 1596-1600. Bressler, D.C. & P.M. Fedorak. 2001. Identification of disulfides from the

biodegradation of dibenzothiophene. Appl. Environ. Microbiol. 67: 5084– 5093.

Brock, T.D & M.T. Madigan. 1991. Biology of Microorganisms, 6th Edition. Prentice-Hall International Inc. USA.

Burlage, R.S., R. Atlas, D. Stahl., G. Geesey & G. Sayler (Eds.). 1998. Techniques in Microbial Ecology. Oxford University Press. New York. Calkins, W.H. 1994. The chemical forms of sulfur in coal. A review Fuel. 73(4):

475-484.

Casida Jr., L.E. 2001. Industrial Microbiology. New Age Int. Ltd. Pub. New Delhi.

Constanti, M., J. Giralt & A. Bordons. 1994. Desulphurization of dibenzothiophene by bacteria. World Journal of Microbiology and Biotechnology. 10: 510-516.

Davis, K.E.R., Joseph, S.J., & Janssen, P.H. 2005. Effects of growth medium, inoculum size, and incubation time on culturability and isolation of soil bacteria. Appl. Environ. Microbiol. 71: 826-834.

Dick, W.A. 1992. Sulfur Cycle dalam Encyclopedia of Microbiology. 4. Academic Press Inc. USA.

Dwidjoseputro. 2005. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

ESDM. 2009. Hand Book of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2009. http://www.esdm.org. Diakses pada tanggal 14 Febuari 2011, pk 20.15 WIB. Gallagher, J.R., E.S. Olson & D.C. Stanley. 1993. Microbial desulfurization of dibenzothiophene : A sulfur-specific pathway. Journal FEMS Microbiology Letters. 107: 31-36.


(1)

Lampiran 7. Analisis Hasil Desulfurisasi DBT Isolat 15N dengan Menggunakan UV-Vis Spectrophotometer

Jam Ke- Nilai Absorbansi DBT

0 1,6721

4 0,9786

8 0,6955

12 0,2837


(2)

Lampiran 8. Kurva Standar DBT

Gambar 1. Kurva standar DBT Konsentrasi

(%) Nilai Absorbansi DBT

0 0,0021

100 0,0032

200 0,0051

300 0,0073

400 0,0091

500 0,0112

600 0,0133


(3)

Lampiran 9. Output SPSS 16. MANOVA dan Duncan MANOVA

Source Dependent Variable

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected

Model

Sulfat 0,662 3 0,221 4,639 0,015

pH 0,677 3 0,226 6,987 0,003

Pertumbuhan 26,507 3 80836 6,565 0,004

Intercept Sulfat 0,161 1 0,161 3,392 0,083

pH 153,585 1 153,585 4,756 0,000

Pertumbuhan 123,095 1 123,095 91,457 0,000

Waktu Sulfat 0,173 1 0,173 3,633 0,034

pH 0,399 1 0,399 12,359 0,003

Pertumbuhan 9,534 1 9,534 7,083 0,016

Isolat Sulfat 0,489 2 0,245 5,142 0,018

pH 0,278 2 0,139 4,301 0,031

Pertumbuhan 16,973 2 8,487 6,305 0,009

Error Sulfat 0,809 17 0,048

pH 0,549 17 0,032

Pertumbuhan 22,881 17 1,346

Total Sulfat 4,462 21

pH 700,723 21

Pertumbuhan 1009,402 21 Corrected Total Sulfat 1,470 20

pH 1,226 20


(4)

Uji Duncan (Pertumbuhan Sel) Uji Duncan (pH)

Uji Duncan (Absorbansi Sulfat)

Isolat N

alpha = 0,05 1

26N 7 0,1857

34N 7 0,3874

15N 7

Sig 0,123

Isolat N

alpha = 0,05 1

26N 7 5,5459

34N 7 7,0459

15N 7

Sig 0,051

Isolat N

alpha = 0,05 1

15N 7 5,6443

34N 7 5,7471

26N 7


(5)

Lampiran 1. Komposisi Media Medium Minimal Salts Medium (MSM)

Bahan Jumlah

Gliserol NaH2PO4.H2O K2HPO4.3H2O NH4Cl MgCl2.6H2O CaCl2.2H2O FeCl3.6H2O Aquades 2 g 4 g 4 g 2 g 0,2 g 0,001 g 0,001 g 1 liter

Medium Minimal Salts Medium-DBT(MSM-DBT) cair

Bahan Jumlah

Gliserol NaH2PO4.H2O K2HPO4.3H2O NH4Cl MgCl2.6H2O CaCl2.2H2O FeCl3.6H2O Aquades Batubara Dibenzothiophene (DBT) 2 g 4 g 4 g 2 g 0,2 g 0,001 g 0,001 g 1 liter

10% dari volume total (100 g) 0,1% dari volume total (1 g)

Medium Minimal Salts Medium-DBT(MSM-DBT) agar

Bahan Jumlah

Gliserol NaH2PO4.H2O K2HPO4.3H2O NH4Cl MgCl2.6H2O CaCl2.2H2O FeCl3.6H2O Aquades Batubara Dibenzothiophene (DBT) Agar 2 g 4 g 4 g 2 g 0,2 g 0,001 g 0,001 g 1 liter

10% dari volume total (100 g) 0,1% dari volume total (1 g) 1,5% dari volume total (15 g)

Medium Trypticase Soy Agar (TSA)

Bahan Jumlah

Pepton Soyton NaCl Dekstrosa K2HPO4 Agar Aquades 15 g 5 g 5 g 2,5 g 2,5 g 15 g 1 liter


(6)

50

PERLAKUAN HARI KODE ISOLAT

1N 2N 3N 4N 5N 6N 7N 8N 9N 10N 11N 12N 13N 14N 15N 16N 21N 25N 26N 27N 28N 32N 33N 34N 36N 37N 39N 40N 41N 42N 43N 46N 49N 50N

IBT Sebelum*

0

7

14

21

28

IBDL 0

7

14

21

28

IBDTL 0

7

14

21

28

TOTAL 3 2 1 1 1 2 3 12 2 10 1 3 1 3 5 1 5 1 6 1 1 1 3 3 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1

Keterangan :

Sebelum* = IBT sebelum pengayaan DBT dan batubara pada sumber isolat IBT = Isolasi Bakteri Total

IBDL = Isolasi Bakteri Desulfurisasi Langsung IBDTL = Isolasi Bakteri Desulfurisasi Tidak Langsung