Tinjauan Umum Lelang Kajian Hukum Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Dalam Kredit Macet : Studi Pada PT. Bank Sumut Medan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG DAN HAK TANGGUNGAN

A. Tinjauan Umum Lelang

1. Pengertian Lelang

Dalam sejarah perlelangan di Belanda, lelang dahulu sekali dilakukan dengan menggunakan lilin dengan panjang tertentu, jam pasir atau jam dinding 32 Lelang kuno lainnya adalah lelang Inggris English Auction. Dalam sistem pelelangan ini, petugas lelang akan membuka dimulai dengan harga terendah yang kemudian ditawar naik-naik ke harga tertinggi, dimana para peserta lelang menggunakan kartu yang telah ditandai sebagai lambang penawaran yang mereka berikan kepada barang lelang tersebut. . Dahulu penawaran terhadap barang yang akan dilelang akan dimulai sejak lilin dihidupkan dan terus berlanjut dengan harga yang terus-menerus naik hingga lilin tersebut habis. Mereka yang menawar dengan harga tertinggi disaat lilin habis, maka si penawar tertinggi itulah yang berhak atas barang lelang tersebut. Lelang semacam inilah yang kemudian dianggap sebagai lelang yang paling kuno, yakni lelang Belanda Dutch Auction. Sistem ini menghasilkan harga yang lebih baik bagi penjual berdasar keputusan yang bergantung pada keadaan pasar. Herodotus menulis bahwa lelang sudah ada sejak 500 SM di Babylon, ketika diadakan penjualan wanita dengan usia siap kawin yang diadakan sekali setahun. Selanjutnya di Roma ditemukan lelang yang menyerupai cara lelang yang terkenal pada saat ini 33 32 Balai Lelang Harmoni, Sejarah Lelang Dunia, http:www.balailelang.co.idindex.phpsejarah- lelangsejarah-lelang-di-dunia, diakses pada tanggal 9 November 2015 pukul 21.32 WIB . Lelang tersebut dilakukan dengan dengan diumumkan terlebih dahulu kepada publik. Penjualan di atrium pelelangan gedung lelang menawarkan bidang-bidang 33 Ibid., tanah untuk dijual dan mengisyaratkan harga yang dipesan. Akhirnya sebidang tanah itu akan dijual kepada penawar yang berhasil. Lelang dilakukan dengan sistem penawaran dengan harga tinggi, sebagaimana kata “lelang” dikaitkan dengan kata latin “augere” dan “auctum”, yang berarti “naiktinggi”. Penjualan lelang di Roma meliputi empat bagian 34 a. The dominus, atau orang-orang yang berkepentingan atas properti yang dijual; : b. The argentarius, yaitu orang yang mengatur penjualan dan dalam beberapa kasus orang tersebut membiayainya; c. The Praceo, yaitu orang yang bertugas mengiklankan penjualan dan melelang bidang-bidang tanah; d. The empetor, yaitu pembeli yang penawarannya berhasil; Di Inggris ditemukan pula catatan lelang oleh seorang pejabat lelang bernama Chattle. Beliau menemukan penjualan gambar lukisan dan alat-alat perabot yang dilakukan oleh pengusahan di restoran coffee house, rumah umum sebagaimana terungkap dari sebuah katalog bulan Februari 168990 yang berkenaan dengan penjualan lukisan melalui lelang di “Barbados Coffee House”. Terungkap dalam katalog tersebut adanya syarat-syarat penjualan “Condition of Sale”, yaitu bahwa tidak ada orang-orang yang diakui penawarannya atas lukisan mereka sendiri dan sampai sekarang prinsip ini masih berlaku dalam lelang pada sistem Common Law, bahwa penawaran dari penjual barang atau pemilik barang adalah tidak sah. 35 Vendu Reglement Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl. 1940 Nomor 56 yang masih berlaku saat ini sebagai dasar hukum lelang, menyebutkan : Maka dari pemaparan sekilas mengenai sejarah lelang di atas, maka dapat kita ketahui secara kasat mata mengenai pengertian lelang. 34 Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, Mandar Maju, Bandung, 2013, hal. 44 35 Ibid, hal. 45 “openbare verkoopingen verstaan veilingen en verkoopingen van zaken, welke in het openbaar bij opbod, afslag of inschrijving worden gehouden, of waarbij aan daartoe genoodigden of tevoren met de veiling of verkooping in kennis gestelde, dan wel tot die veilingen of verkoopingen toegelaten personen gelegenheid wordt gegeven om te bieden, temijnen of in te schrijven.” 36 Terjemahan dalam himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menyebutkan : “ Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan benda-benda yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang mengikat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup” 37 Pengertian openbare verkopingen adalah pelelangan dan penjualan benda yang dijual dimuka umum. Namun demikian penjualan barang Dengan demikian, pada dasarnya peraturan ini melihat bahwa lelang juga berlaku baik pada penjualan barang- barang maupun pada lelang pembangunan proyek-proyek tertentu. Sehingga dapat disimpulkan menurut Vendu Reglement, lelang juga termasuk pemborongan pekerjaan tender 38 Peraturan teknis yang utama mengenai lelang yang saat ini berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106PMK.062013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93PMK.062010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106PMK.062013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93PMK.062010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, disebutkan: Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis danatau lisan yang semakin . 36 PERATURAN LELANG PERATURAN PENJUALAN DI MUKA UMUM DI INDONESIA Ordonansi 28 Pebruari 1908, S. 1908-189, berlaku sejak 1 April 1908 Dg. S. 1940-56 jo. S. 1941-3, pasal 1 Peraturan ini telah diganti dengan Pasal 1 ayat 1 huruf a dan b 37 Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, 1992, hal. 931 38 Purnama Tioria Sianturi, Op. Cit., hal. 52 meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. Berdasarkan pengertian tersebut, kantor lelang membatasi pengertian lelang hanya pada penjualan di muka umum saja tidak termasuk lelang tender atau lelang pemborongan pekerjaan. Terdapat kerancuan pengertian antara lelang dalam arti penjualan barang dan lelang dalam rangka pengadaan barang. Lelang dalam arti pembelian, khususnya dalam rangka pengadaan barang dan jasa dalam kaitan APBN dikenal juga dengan istilah “lelang tender” diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2004. Lelang dalam arti penjualan dikenal dengan istilah “lelang” dengan pengertian sebagimana diatur Vendu Reglement Pasal 1. Pengertian lelang menurut Polderman yang dikutip oleh Rochmat Soemitro dalam bukunya “Het Openbare aanbod” menyebutkan : “Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun para peminat”. 39 Polderman juga mengatakan bahwa syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual. Dengan demikian syaratnya ada tiga, yaitu : 1. Penjualan umum harus selengkap mungkin. 2. Ada kehendak untuk mengikatkan diri. 3. Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk sebelumnya. Rochmat Soemitro selanjutnya mengutip pendapat Roell yang mengatakan bahwa penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana 39 Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, Eresco, Bandung, 1987, hal.106 seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat dimana kesempatan lenyap. 40 Menurut Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, Lelang adalah : Titik berat definisi yang diberikan oleh Roell ini adalah pada kesempatan penawaran barang. “Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran secara kompetisi yang didahului dengan pengumuman lelang dan upaya mengumpulkan peminat”. 41 Dari definisi di atas, maka dapat dikemukakan beberapa unsur lelang menurut Rancangan Undang-Undang ini, yakni : a. Cara penjualan barang; b. Terbuka untuk umum; c. Penawaran dilakukan secara kompetisi; d. Pengumuman lelang dan atau adanya upaya mengumpulkan peminat; e. Cara penjualan barang yang memenuhi unsur-unsur tersebut di atas harus dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang; Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa lelang adalah penjualan barang di muka umum yang didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman yang dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang dengan 40 Ibid, hal. 107 41 Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, “Reformasi Undang-Undang Lelang di Indonesia”, disampaikan pada sosialisasi RUU Lelang, Medan, 9 Desember 2004, hal. 15 pencapaian harga yang optimal melalui cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis. Pengertian lelang harus memenuhi unsur-unsur berikut : 1 Penjualan barang di muka umum; 2 Didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman; 3 Dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang; 4 Harga terbentuk dengan cara penwaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis; Henry Campbell Black mengatakan bahwa lelang adalah : “Auction is a public sale of property to the highest bidder by one licensed and authorized for the purpose. The auctioneer is employed by the seller and is primarily his agent of the buyer to the extent of binding the parties by his memorandum of sale, this satisfying the statute of fracids.” 42 Pengertian di atas menyebutkan bahwa lelang adalah penjualan dimuka umum atas suatu properti kepada penawar tertinggi oleh seorang yang mempunyai lisensi atau kewenangan untuk itu. Pejabat lelang diperintahkan oleh penjual dan berfungsi sebagai agen jika properti tadi sudah laku, dia juga agen si pembeli dalam pengertian yang mengikat kedua belah pihak yang diatur dalam perjanjiannya. Pengertian tersebut di atas menekankan pejabat lelang berfungsi sebagai agen penjual sekaligus menjadi agen pembeli setelah penujukan pembeli lelang. Dzislaw Brodecki menyatakan lelang sebagai bentuk kontrak, yang hanya sah jika diumumkan dengan memberikan secara detil mengenai waktu, tempat, para pihak dan persyaratan dari lelang dan suatu penawaran yang dibuat mengikat ketika seorang penawar penawaran tertinggi. 42 Henry Campbell Black, Black’s Laws Dictionary with Pronunciations, Six Edition, West Publising Co, 1990, hal. 130 Fridman, juga menyatakan lelang sebagai perjanjian keagenan, dengan memasukkan pejabat lelang sebagai agen, yang menjual dalam lelang umum, dengan penjualan yang terbuka atas barang atau properti, baik pejabat lelang diberi hak menguasai atas barang atau tidak. Pejabat lelang sebagai agen dari para pihak dapat menuntut pelunasan harga barang dan menyerahkan barang tersebut. Dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan di atas, berarti lelang sangat erat kaitannya dengan penjualan barang. Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan lelang dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi, semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum. Pasal 1319 membedakan perjanjian atas perjanjian bernama nominaat dan perjanjian tidak bernama innominaat. Pasal 1457 KUH Perdata, merumuskan jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut. Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam definisi jual beli adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli. Esensi dari lelang dan jual beli adalah penyerahan barang dan pembayaran harga. Penjualan lelang memiliki identitas dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu Reglement, namun dasar penjualan lelang sebagian masih mengacu pada ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli, sehingga penjualan lelang tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata, seperti ditegaskan dalam Pasal 1319. Lelang adalah cara penjualan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus yaitu Vendu Reglement Stb. 1908. Peraturan peninggalan Belanda tersebut sampai saat ini masih berlaku secara nasional dengan berbagai penyesuaian seperlunya dan dilaksanakan dengan Vendu Instructie Stb 1908 dan Peraturan Pemerintah tentang pemungutan bea lelang Stb. 1949 Nomor 390. Karena itu menurut Sutarjo lelang adalah suatu cara penjualan barang yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus lex specialist 43 Selanjutnya, lelang sebagai perjanjian, terjadi pada saat pejabat lelang untuk kepentingan penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang. . 44 Dalam lelang, keempat unsur dalam perjanjian jual beli terpenuhi, ada penjual lelang, ada pembeli lelang, ada barang yang menjadi objek lelang, dan ada harga yang terbentuk dalam penawaran terakhir yang ditunjuk pejabat lelang. Lelang adalah sebagai suatu perjanjian jual beli, maka ketentuan jual beli sebagaimana diatur oleh KUHPerdata juga berlaku dalam lelang. Lelang tunduk pada ketentuan umum dari Hal tersebut sebagai tahap perjanjian obligatoir yang menimbulkan hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli lelang, sehingga tahap perjanjian obligatoir dalam penjualan lelang yaitu sejak pejabat lelang untuk kepentingan penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang. 43 S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, Hukum Lelang di Negara Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, hal. 9-10 44 Purnama T Sianturi, . Tanggung Jawab Kantor Lelang Negara, Penjual, Pembeli dan Balai Lelang Dalam Penjualan Aset Bada Penyehatan Perbankan Nasional Studi Kasus di Kantor Lelang Negara Medan Kurun Waktu 1999-2000 . , Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2002, hal. 102. KUHPerdata Buku III Bab I dan II, sehingga atas suatu pelaksanaan lelang berlaku asas- asas perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan : “Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.”

2. Dasar Hukum Lelang dan Pejabat yang Berhak Melakukan Lelang

a. Dasar Hukum Lelang

Keberadaan lembaga lelang sebagai bentuk khusus dari penjualan benda telah diakui dalam banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia, 45 1 KUHPerdata Kitab Undang-undang Hukum Perdata Stbl. 184723 antara lain: terdapat dalam berbagai peraturan umum dan peraturan khusus. Peraturan umum yaitu peraturan perundang-undangan yang tidak secara khusus mengatur lelang tetapi ada pasal-pasal di dalamnya yang mengatur tentang lelang, yaitu: Pasal 389, 395, 1139 1, 1149 1. 2 RGB Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura Stbl. 1927227 Pasal 206-228. 3 RIBHIR Reglement Indonesia yang Diperbaharui Stbl. 194144 Pasal 195-208. 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. 5 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara Pasal 10 dan 13. 6 Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindah tanganan Barang-barang yang DimilikiDikuasai Negara 45 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Lelang, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan lelang Negara, Biro Hukum-Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005, hal 9. 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal 45 dan 273. 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 6, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 41. 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan, Pasal 6. 11 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fiducia, Pasal 29 ayat 3. 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. 13 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 48. 15 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Peraturan khusus yaitu peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang lelang, yaitu: a Vendu Reglement Peraturan Lelang Staatsdlad 1908 No. 198 sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staablaad 1941:3. Vendu Reglement mulai berlaku pada tanggal 1 April 1908, merupakan peraturan yang mengatur prinsipprinsip pokok tentang Lelang. Bentuk peraturan ini reglemen bukan ordonansi yang dapat dianggap sederajat dengan undang-undang, karena pada saat pembuatannya belum dibentuk volksraad. b Vendu Instructie Instruksi Lelang Staatsblaab 1908 190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblaab 1930:85. Vendu Instructie merupakan ketentuan-ketentuan yang melaksanakan vendu reglement. c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Buka Pajak Lebaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687. d Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37 tahun 2004. e Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal dilingkungan Departemen Keuangan. f Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Keuangan g Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2005. h Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445KMK. 012001 tentang Organisasi dan Tata Kerja kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan KP2LN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 425KMK.012002; i Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371KMK.012002 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat danatau Keputusan Menteri Keuangan sebagimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469KMK.062003. j Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302KMK.06 2004 tentang organisasi dan Tata Kerja Departeman Keuangan sebagaimana telah diubah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426KMK.012004. k Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118PMK.072005 tanggal 30 Nopember 2005 tentang Balai Lelang. l Peraturan Menteri Keuangan No. 119PMK.072005 tanggal 30 Nopember 2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II. m Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41PMK.072006 tanggal 30 Mei 2006 tentang Pejabat Lelang Kelas I. n Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150PMK.062007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40PMK.072006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. o Peraturan teknis yang utama mengenai pelaksanaan lelang adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150PMK.062007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40PMK.072006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. p Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106PMK.062013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93PMK.062010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang b. Pejabat yang Berwenang Melelang Pada dasarnya pejabat yang dapat melakukan lelang ialah pejabat yang diberi mandat oleh undang – undang untuk melakukan lelang, karena tidak semua pejabat dapat melakukan pelelangan sebagaimana dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini apabila dilihat dari Pasal 200 ayat 1 HIR dan Pasal 215 RBG harus dihubungkan dengan pasal 1a peraturan lelang.berdasar Pasal 1 huruf a peraturan lelang, Penjualan umum penjualan lelang hanya boleh dilakukan “ juru lelang”. Penjualan lelang yang dilakukan seorang yang bukan juru lelang : a. dihukum dengan hukuman denda paling banyak Rp10.000; dan b. tindakan itu dianggap tindak pidana pelanggaran. 46 Dari Pasal 200 HIR dan Pasal 215 RBG maka dapat dilihat bahwa hanya juru lelanglah yang dapat melakukan lelang, dalam hal ini juru lelang terdapatdi kantor lelang. Jadi segala barang sitaan atau atau dalam kasus perdata apapun apabila akan melakukan pelelangan maka wajib meminta bantuan kantor lelang yang akan menunjuk juru lelang untuk melaksanakaannya.

3. Fungsi dan Klasifikasi Lelang

a. Fungsi Lelang

Lelang sebagai sarana penjualan barang khusunya sejak semula dimaksudkan sebagai pelayanan umum. Artinya siapapun dapat memanfaatkan pelayanan jasa Unit Lelang negara untuk menjual barang secara lelang. Namun demikian lelang sebenarnya mempunyai fungsi privat dan publik. Fungsi privat lelang terletak pada hakekat lelang dilihat dari tujuan perdagangan, yaitu sebagai alatsarana untuk memperlancar lalu lintas perdagangan barang. Lelang dalam dunia perdagangan pada dasrnya merupakan institusi pasar untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan pihak penjual. Apabila lelang dapat berfungsi secara optimal, bukan tidak mungkin harga yang terbentuk dalam lelang bisa menjadi price preference. Keunikan penjualan secara lelang adalah bahwa dalam penjualan tersebut pihak yang akan mengadakan perjanjian pihak pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya. Mengingat adanya fungsi privat lelang ini di dalam praktek terdapat jenis pelayanan lelang terhadap masyarakat yang dikenal dengan sebutan lelang sukarela. Sedangkan fungsi publik dari lelang tercermin dari 3 tiga hal, yaitu : 46 M. Yahya Harahap, Ruang lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kesatu , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal 103 1 Mengamankan asset yang dimilikidikuasai negara untuk meningkatkan efesiensi dan tertib administrasi dari pengelolaan asset yang dimilikidikuasai negara, hal ini ditegaskan dalam Pasal 14 ICW Jo. Inpres No. 9 Tahun 1970 jo. Kepres No. 16 Tahun 1994 jo. UU No. 1 tahun 2004 tetang Perbendaharaan Negara. 2 Pelayanan penjualan barang yang mencerminkan keadilan, keamanan dan kepastian hukum dari barang eksekusi sita pengadilan sebagai sistem hukum acara perdatapidanaPUPNDJPLN, Pajak, Pegadaian dan sebagainya. 3 Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea lelang dan uang miskin dana sosial, disetorkan ke Departemen Sosial serta pemungutan-pemungutan negara lainnya. 47 Apabila fungsi-fungsi tersebut di atas kita terjemahkan, fungsi publik lelang yang pertama terutama berhubungan dengan tidak lanjut dari barang-barang negara yang dihapus atau dimanfaatkan lagi dari pengelolaanpenguasaan negara. Termasuk barang yang dikuasai Negara adalah asset BUMNBUMD. Merupakan suatu keharusan bahwa barang- barang yang dibeli dari uang rakyat yang dikumpulkan oleh negara pajak, retribusi, dll. dijual lagi kepada masyarakat denan cara penjualan yang terbuka, obyektif, kompetitif dan cepat serta aman. Untuk menjamin terciptanya penjualan yang adil, maka ditetapkanlah lelang sebagai sarana penjualan barang-barang negara tersebut dalam pengertian barang yang dikuasai negara antara lain juga barang yang tidak bertuan di pelabuhan-pelabuhan, barang temuan, dan sebagainya. Fungsi publik lelang yang kedua berkaitan dengan kedudukan lelang dalam rangka sistem hukum Indonesia. Lelang sebagai sarana penjualan barang diperlukan guna melengkapi sistem hukum Indonesia. Lelang sebagai sarana penjualan barang diperlukan guna melengkapi sistem hukum yang telah dibuat terlebih dahulu BW, HIR, Rbg . 47 S. Mantayborbir dan Imam Jauhari, Op. Cit., hal. 9 Penjualan barang secara lelang dirasakan sebagai alternatif yang tepat karena yang diperlukan adalah suatu sistem penjualan yang harus menguntungkan pihak penjual juga memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut; a Adil, karena penjualan secara terbuka, obyektif, kompetitif dan dapat dikontrol langsung oleh masyarakat built in cotrol . Sebelum lelang, pihak-pihak yang merasa dirugikan diberi cukup waktu untuk verzet dan sebagainya. b Aman, karena disaksikan, dipimpin dan dilaksanakan oleh pejabat lelang yang adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah. c Cepat, karena adanya pengumuman lelang sehingga peminatpeserta dapat terkumpul pada saat hari lelang dan karena sifat pembayarannya pada prinsipnya adalah secara tunai. d Mewujudkan harga yang wajar karena penawaran yang kompetitif dan transparan. e Kepastian hukum, karena atas pelaksanaan lelang dibuat berita acara yang disebut risalah lelang yang merupakan akta otentik yang dapat member perlindungan kepada pihah-pihak terkait 48 Fungsi publik yang ketiga adalah berkenaan dengan penerimaan negara berupa bea lelang yang dikenakan kepada penjual dan pembeli atas harga pokok lelang. Lelang juga menghasilkan penerimaan negara berupa uang miskin yang dibebankan kepada pembeli lelang dan menjadi bagian dari penerimaan dana sosial Departemen Sosial. . Karena lelang pada dasarnya mengemban fungsi publik, maka tepatlah bila ditegaskan dalam Pasal 1a Vendu Reglement bahwa lelang tidak boleh diadakan kecuali dihadapan “VendumeesterPejabat Lelang”. 48 Ibid., hal. 9-10

b. Klasifikasi Lelang

Dalam hal membahas tentang klasifikasi lelang, dapat kita samakan dengan penggolongan lelang atau jenis-jenis lelang. Penggolongan lelang dapat dilihat dari cara penawarannya, jenis barang yang dilelang dan sebab barang dilelang. Adapun pembahasan mengenai klasifikasi lelang di atas adalah : 1. Klasifikasi Lelang dari Cara Penawarannya Lelang dengan cara ini merupakan penggolongan lelang berdasarkan cara penawaran yang dilakukan oleh pejabat lelang. Cara penawaran ini dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tertulis. Penggolongan penawaran ini cukup dengan mengucapkan atau menyatakan dengan tutur kata di depan para peserta lelang. Pelelangan dengan cara tertulis merupakan penawaran yang dilakukan dalam bentuk tertulis. Penjual atau pejabat lelang telah menyiapkan harga barang yang akan dilelang kepada peserta lelang. Peserta lelang tinggal menawarkan sesuai dengan harga yang diinginkannya. 49 2. Klasifikasi Lelang dari Aspek Objek Lelang dari jenis ini merupakan pelelangan yang didasarkan pada objek atau barangbenda yang akan dilelang oleh juru lelang. Penggolongan lelang ini dapat dibagi menjadi dua yaitu benda bergerak dan tidak bergerak. Benda bergerak merupakan benda yang dapat berpindah atau dipindahkan, seperti perkakas rumah, meubel, perabot rumah tangga dan lain-lain. Sedangkan barang tidak bergerak merupakan benda yang tidak dapat berpindah atau dipindahkan seperti tanah, tanah pekarangan dan bangunan dan apa yang tertancap dalam pekarangan atau terpaku dalam bangunan, dan lain-lain. 50 3. Klasifikasi Lelang Berdasarkan Sebab Barang Dilelang 49 Miftahul Rahmah, “Aspek Hukum Pelaksanaan Pelelangan Barang Tidak Bergerak Terhadap Jaminan Kredit Studi pada PT. Bank Central Asia, TBK Cabang Lhokseumawe” Skripsi, Universitas Sumatera Utara, 2014, hal. 45 50 Salim HS, Op. Cit., hal. 245 Jenis lelang ditinjau dari sudut sebab barang dilelang dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. a Lelang Eksekusi Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusanpenetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan itu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Dipersamakan dengan itu maksudnya disini adalah dalam rangka membantu penegakan hukum, antara lain lelang eksekusi fidusia dan lelang eksekusi hak tanggungan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yaitu : “Apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan tingkat pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasannya dari hasil tersebut” Adapun contoh lelang eksekusi ini diantaranya adalah : 1 Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara PUNP Lelang eksekusi PUNP adalah pelayanan lelang yang diberikan kepada PUPNBUPLN dalam rangka proses penyelesaian urusan piutang negara atas barang jaminansitaan milik penanggung utang yang tidak membayar utangnya kepada negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Pengurusan Piutang Negara. 2 Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri PNPengadilan Agama PA Lelang ini adalah lelang yang diminta oleh panitera PNPA untuk melaksanakan keputusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, khususnya dalam rangka perdata, termasuk lelang hak tanggungan yang oleh pemegang hak tanggungan telah diminta fiat eksekusi kepada ketua pengadilan. 3 Lelang barang temuan dan sitaan, rampasan kejaksaanpenyidik Lelang barang temuan dan sitaan, rampasan kejaksaanpenyidik adalah lelang yang dilaksanakan terhadap barang temuan dan lelang dalam rangka acara pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP yang antara lain meliputi lelang eksekusi barang yang telah diputus dirampas untuk negara, termasuk dalam kaitan itu adalah lelang eksekusi Pasal 45 KUHPidana yaitu lelang barang bukti yang mudah rusak, busuk dan memerlukan biaya penyimpanan tinggi. 4 Lelang sita pajak Lelang sita pajak adalah lelang atas sitaan pajak sebagai tindak lanjut penagihan piutang pajak kepada negara baik pajak pusat maupun pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksanaan lelang ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak. 5 Lelang Eksekusi Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Barang tak Bertuan Lelang barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat diadakan terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara dan barang yang menjadi milik negara. Direktorat Bea dan Cukai telah mengelompokkan barang menjadi tiga, yaitu barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara dan barang yang menjadi milik negara. Lelang barang tak bertuan dimaksudkan untuk menyebut lelang yang dilakukan terhadap barang yang dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dibayar bea masuknya. 6 Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan UUHT Lelang eksekusi yang dimaksudkan oleh pasal ini adalah, dimana pasal ini memberikan hak kepada pemegang hak tanggungan untuk menjual sendiri secara lelang terhadap objek hak tanggungan apabila cidera janji. Pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan didasarkan pada Pasal 6 UUHT. 7 Lelang Eksekusi Fidusia Lelang eksekusi fidusia adalah lelang teradap objek fidusia karena debitor cidera janji, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Fidusia. Parete executie Fidusia, kreditor tidak perlu meminta fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri apabila akan menjual secara lelang barang agunan kredit yang diikat fidusia jika debitor cidera janji. 51 b Lelang Non Eksekusi Lelang non eksekusi adalah lelang selain yang disebutkan dalam lelang eksekusi. Lelang non eksekusi merupakan pelelangan tanpa adalnya putusan hakim. Lelang non eksekusi ini meliputi : 1 Lelang Non Eksekusi Wajib Lelang Non Eksekusi ini adalah melelang barang milik negara atau daerah. Lelang ini dilakukan dalam rangka penghapusan barang milikdikuasai negara termasuk juga daerah maupun sipil. Barang yang dimiliki negara adalah barang yang pengadaannya bersumber dari dana yang berasal dari APBN, APBD serta sumber-sumber lainnya atau barang yang nyata-nyata dimiliki negara berdasarkan peraturan perundang-undangan berlaku tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan. 52 2 Lelang Sukarela Lelang sukarela adalah lelang yang dilakukan untuk menjual barang milik perorangan, kelompok, masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya. Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang untuk melaksanakan 51 Pasal 29 Undang-Undang Nomor. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 52 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara penjualan barang milik perorangan, kelompok masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya, termasuk BUMND berbentuk persero. 53 4 Asas dalam Lelang Secara umum dalam pelelangan juga memiliki asas yang harus dijalankan, hal ini penting sekali dalam pelaksanaan lelang agar tujuan dari pelelangan itu dapat terpenuhi dengan baik. Asas lelang sendiri juga mencakup beberapa hal yang mana merupakan lingkup dari lelang itu sendiri baik dari segi prosedurnya, perlindungan hukum bagi pelaksana lelang dan aspek profesionalitas. Secara normatif sebenarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur asas lelang itu sendiri namun apabila kita cermati klausula – klausula dalam peraturan perundang – undangan di bidang lelang dapat ditemukan adanya asas lelang yaitu : a. Asas keterbukaan Menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang dalam undang – undang. Asas ini untuk mencegah terjadinya praktek persaingan tidak sehat, dan tidak memberikan kesempatan adanya praktek korupsi, kolusi, nepotisme KKN . b. Asas Keadilan Mengandung pengertian bahwa dalam pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan. Hal ini untuk mencegah terjadinya berkepihakan pejabat lelang kepada peserta lelang tertentu atau berpihak hanya kepada kepentingan penjual. Khusus kepada lelang eksekusi, penjual tidak boleh menentukan harga limit sewenang-wenang yang mengakibatkan merugikan pihak tereksekusi. 53 Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93PMK.062010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40PMK.072006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. c. Asas Kepastian Hukum Menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak – pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang. Setiap pelaksanaan lelang dibuat risalah lelang oleh pejabat lelang yang merupakan akte otentik. Risalah lelang digunakan penjual atau pemilik barang, pembeli, dan pejabat lelang untuk mempertahankan dan melaksanakan hak dan kewajiban. d. Asas Efiensi Akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan dan pembeli disahkan pada waktu itu juga. e. Asas Akuntabilitas Menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh pejabat lelang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Pertanggung jawaban lelang meliputi administrasi dan pengelolaan uang lelang. 54

B. Tinjauan tentang Hak Tanggungan