dari hakim anggota atau ketua majelis. Secara umum isi sistematika putusan juga sama dengan putusan pada perkara perdata yang meliputi:
a. Nomor putusan
b. Kepala putusan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
c. Identitas pemohon pailit dengan kuasa hukumnya, serta termohon pailit dan kuasa
hukumnya. d.
Tentang duduk perkaranya e.
Tentang pertimbangan hukumnya f.
Amar putusan g.
Tanda tangan majelis hakim dan panitera Perlu diketahui putusan pernyataan palit dapat dilaksanakan lebih dahulu,
meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan upaya hukum atau putusan tersebut bersifat serta merta.
C. Akibat Hukum Putusan Pailit
Suatu Putusan Pailit banyak menimbulkan berbagai konsekuensi hukum baik bagi debitur pailit, para kreditur maupun pihak ketiga. Konsekuensi hukum atau akibat-akibat
hukum berlaku kepada debitur dengan dua mode perlakuan, yaitu : 1.
Berlaku demi hukum. Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum by the operation of law
segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai hukum tetap, ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal ini, Pengadilan Niaga,
hakim pengawas, kurator, kreditur dan siapapun yang terlibat dalam proses kepailitan
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut. Misal, dalam Pasal 93 UU Kepailitan dan PKPU disebutkan, larangan bagi debitur pailit
untuk meninggalkan tempat tinggalnya cekal, sungguhpun dalam hal ini pihak hakim pengawas masih mungkin memberi izin bagi debitur pailit untuk meninggalkan tempat
tinggalnya. 2.
Berlaku secara Rule of Reason. Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku rule of reason, adalah
bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, akan tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah mepunyai alasan yang wajar untuk
diberlakukan. Pihak-pihak yang mesti mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat hukum tertentu tersebut. Misal, kurator, Pengadilan Niaga, hakim pengawas, dan lain-
lain.
34
Secara umum kepailitan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah
dimasukkan kedalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 UU Kepailitan dan PKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan.
Hal ini juga berlaku suami atau istri dari debitur pailit yang kawin dalam persatuan harta kekayaan.
35
Hak debitur untuk melakukan segala sesuatu tindakan hukum yang berkenan dengan kekayaannya sebelum pernyataan pailit harus dihormati. Namun keadaan ini akan
berubah ketika debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga, maka debitur demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya. Dan
34
Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005, hlm. 65-66.
35
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op., Cit., hlm. 30
Universitas Sumatera Utara
terhitung sejak putusan pailit diucapkan maka kewenangan debitur untuk mengurus harta kekayaan beralih kepada kurator.
Semenjak pengadilan mengucapkan keputusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur, maka hak dan kewajiban si pailit beralih kepada
kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. Akan tetapi si pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya, sepanjang itu tidak membawa atau
memberikan keuntungan atau manfaat bagi boedelnya. Sebaliknya tindakan yang tidak memberikan mamfaat bagi boedel, tidak mengikat hartatersebut.
36
Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 22 UU kepailian dan PKPU, maka semua perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang
dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.
37
a. Kekayaan debitur pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas
harta para pihak yang dinyatakan pailit. Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut:
b. Kepailitan semata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi
debitur pailit. misalnya seorang tetap melangsungkan pernikahan meskpun ia telah dinyatakan pailit.
c. Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai
kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak hari keputusan pailit diucapkan. d.
Segala perikatan debitur yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.
36
Republik Indonesia, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, Pasal 19 dan 22.
37
Ibid., Pasal 23.
Universitas Sumatera Utara
e. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditur
dan debitur dan hakim pengawas memimpin dan mneguasai pelaksanaan jalannya kepailitan.
38
Adapun akibat-akibat kepailitan yang diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU antara lain:
1. Akibat hukum kepailitan bagi debitur pailit dan hartanya
Akibat kepailitan hanyalah terdapat kekayaan debitur, dimana debitur tidaklah berada dibawah pengampuan. Debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk
melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Apabila
menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu kemudian menjadi
bagian dari harta pailitnya.
39
Dengan pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimaksudkan dengan kepailitan, terhitung
sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri.
40
Untuk kepentingan harta pailit , semua perbuatan hukum debitur yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan, yang merugikan dapat dimintakan pembatalannya.
Pembatalannya tersebut hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa debitur
38
Sutan Remi Sjahdeini II, Op., Cit., hlm. 225-256.
39
Sutan Remy Sjahdeini II, Op., Cit., hlm. 257.
40
Republik Indonesia, UU Kepailitan dan PKPU, Pasal 24 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
dan dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan tersebut merugikan kreditur.
41
2. Akibat hukum kepailitan terhadap perikatan-perikatan yang telah dibuat oleh debitur
sebelum pernyataan pailit diucapkan a.
Perikatan sepihak dan perikatan timbal balik Menurut Pasal 26 UU Kepailitan dan PKPU, apabila pada saat putusan pernyataan
pailit ditetapkan terhadap perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitur mengadakan perjanjian tersebut dapat
meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut.
Apabila dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kurator dan kreditur atau dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh hakim pengawas untuk melanjutkan
pelaksanaan perjanjian, namun kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak yang
telah membuat perjanjian dengan debitur, dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditur konkuren.
Sebaliknya apabila kurator menyatakan kesanggupan, maka pihak kreditur dengan siapa ia telah membuat perjanjian dengan debitur, dapat minta kurator untuk memberikan
jaminan atas kesanggupannya melaksanakan perjanjian tersebut.
42
b. Pembatalan dan batal demi hukum
Perikatan-perikatan yang sedang berlangsung atau terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan oleh debitur pailit, sedang putusan pernyataan pailit
41
Rudi A. Lontoh, Penyelesaian Utang-piutang Bandung: Alumni, 2001
42
Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Bandung: Mandar Maju, 1999, hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
telah diucapkan, maka demi hukum perikatan tersebut berakhir, kecuali jika menurut pertimbangan kurator masih dapat dipenuhi dari harta pailit.
43
Untuk dapat membatalkan suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitur pailit dengan pihak ketiga sebelum pernyataan pailit diucapkan, yang merugikan
harta pailit, UU Kepailitan dan PKPU mensyaratkan bahwa pembatalan terhadap perbuatan hukum tersebut hanya dimungkinkan jika dapat dibuktikan pada saat perbuatan
hukum yang merugikan tersebut dilakukan debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum terssebut akan mengakibatkan
kerugian bagi kreditur. Kecuali perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan hukum yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau undang-undang.
44
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memberikan hak kepada pihak kreditur dan atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan untuk memintakan permohonan
pembatalan atas perbuatan-perbuatan hukum debitur pailit, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, yang bersifat merugikan, baik harta pailit secara
keseluruhan maupun terhadap kreditur konkuren tertentu.
45
3. Akibat hukum kepailitan bagi kreditur
Pada dasarnya kedudukan para kreditur adalah sama paritas creditorum. Oleh karena itu, mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi hartapailit sesuai
dengan besarnya tagihan mereka masing-masing pari passu prorate parte. Asas tersebut mengenal pengecualian yaitu golongan kreditur yang memegang hak agunan atas
kebendaan dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan UU Kepailitan
43
Gunawan Widjaya, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 89.
44
Ibid., hlm. 90.
45
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op., Cit., hlm. 33.
Universitas Sumatera Utara
dan PKPU serta peraturan perundangan lainnya. Dengan demikian, asas paritas creditorum berlaku bagi para kreditur konkuren saja.
46
Lembaga penangguhan pelaksanaan hak kreditur separatis untuk memungkinkan kurator mengurus harta pailit secara teratur untuk kepentingan semua pihak yang
tersangkut dalam kepailitan, termasuk kemungkinan tercapainya perdamaian atau untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit. Penangguhan eksekusi tersebut
tidak berlaku terhadap tagihan kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan utang.
47
4. Akibat hukum kepailitan terhadap eksekusi atas harta kekayaan debitur pailit
Menurut Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU, putusan pernyataan pailit mempunyai akibat, bahwa segala putusan hakim menyangkut setiap bagian harta
kekayaan debitur yang telah diadakan sebelum diputuskannya pernyataan pailit harus segera dihentikan dan sejak saat yang sama pula tidak satu putusan pun mengenai
hukuman paksaan badan dapat dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan, baik yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, dibatalkan demi hukum, bila dianggap
perlu, hakim pengawas dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan. Dalam pasal tersebut dapat dilihat bahwa setelah ada pernyataan pailit, semua
putusan hakim mengenai suatu bagian kekayaan debitur apakah penyitaan atau penjualan, menjadi terhenti. Semua sita jaminan maupun sita eksekutorial menjadi gugur, bahkan
sekalipun pelaksanaan putusan hakim sudah dimulai, maka pelaksanaan itu harus dihentikan.
46
Ibid., hlm. 193.
47
Republik Indonesia, UU Kepailitan dan PKPU, Pasal 56 a ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 33 UU Kepailitan dan PKPU, apabila hari pelelangan untuk memenuhi putusan hakim sudah ditetapkan, kurator atas kuasa hakim pengawas dapat
melanjutkan pelelangan barang tersebut dan hasilnya masuk dalam harta pailit. 5.
Akibat hukum kepailitan terhadap barang jaminan Setiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas
kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dalam berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk
mempeoleh pelunasan atau suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang peradilan, dan baik kreditur maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau
memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan.
48
6. Akibat hukum kepailitan terhadap status hukum si pailit.
Tentang masa status atau kedudukan hukum si pailit setelah berakhirnya pemberesan yang dilaksankan oleh Balai Harta Peninggalan. Adapun status atau keadaan
hukum si pailit disini dimaksudkan adalah gambaran tentang hak dan kewajiban si pailit setelah berakhirnya pemberesan. Dalam hal ini pengertian pemberesan adalah tidak selalu
berarti bahwa para kreditur telah memperoleh kembali piutang mereka secaraa penuh seratus persen. Bilamana terjadi bahwa piutangnya para kreditur masih tersisa, maka sisa
tersebut tetap merupakan tagihan yang harus dilunasi oleh seorang pailit, dan kreditur tersebut berhak menuntutnya.
Sebaliknya apabila dalam kesempatan membicarakan daftar pembagian penutup si debitur yang berpiutang dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri
supaya terhadapnya tidak boleh dikenakan paksaan badan mengenai hutang-hutang yang terbit sebelum pernyataan pailit berdasarkan jatuhnya dalam kepailitan diluar
48
Bernadette Waluyo, Op., Cit., hlm. 39.
Universitas Sumatera Utara
kesalahannya atau karena alasan-alasan lain yang penting. Terhadap keputusan Pengadilan Negeri dalam hal ini tidak dapat diajukan banding, dan keputusan ini dapat
dijalankan atas surat asli. Berdasarkan pada uraian-uraian diatas jelaslah bahwa meskipun seseorang telah
dinyatakan pailit, orang tersebut masih mendapat perlindungan hukum. Dengan perkataan lain bahwa seseorang dinyatakan paiit masih dapat bertindak bilamana suatu tindakan
yang ditujukan kepadanya akan mengakibatkan kerugian morilnya. Disamping itu pula, hal-hal yang membawa keuntungan bagi harta hartamasih dapat dilakukan oleh si pailit,
karena dengan keuntungan yang diperoleh tersebut diharapkan dapat melunasi hutang- hutangnya yang sekaligus mempercepat proses pailit berakhir, dan selanjutnya
pengembalian hak untuk mengurus harta kekayaan sendiri sebagaimana sebelum adanya pernyataan pailit.
49
49
Victor Situmorang dan Henry Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia Jakarta: PT. Rinekka Cipta, 1994, hlm. 99.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN