Triase Pengetahuan Gambaran Pengetahuan Dokter Muda tentang Transportasi Pasien Kecelakaan Lalu Lintas di RSUP H. Adam Malik Medan

sarung tangan kedap air bila ada kontak dengan cairan tubuh pasien American College of Surgeons, 2008.

2.3 Triase

Triase adalah cara pemilahan pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC Airway dengan kontrol vertebra servikal, Breathing, dan Circulation dengan kontrol perdarahan Menurut Centers for Disease Control and Prevention 2011 berikut merupakan langkah-langkah triase: Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Panduan Tindakan Triase pada Pasien Trauma Sumber : Centers for Disease Control and Prevention 2011.Guidelines for field triageof injured patients: Recommendations of the National Expert Panel on Field Triage Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Label Triase Kegawatdaruratan Sumber : Biddinger dan Thomas 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Interpretasi Label Triase Kegawatdaruratan Warna Interpretasi Hitam Zero priority. Pasien meninggal atau pasien yang masih hidup tetapi dengan keadaan yang fatal dan perlukaan yang tidak bisa diresusitasi. Merah First priority.Pasien dengan trauma berat yang memerlukan pertolongan dan transportasi cepat Contoh: adanya gagal napas, trauma torakoabdominal, trauma kepala berat, trauma maksilofasial berat, adanya syok atau perdarahan masif, dan luka bakar berat. Kuning Second priority. Pasien dengan perlukaan yang digolongkan sebagai keadaan yang tidak mengancam kehidupan Contoh: trauma abdominal tanpa syok, trauma toraks tanpa gangguan pernapasan, fraktur mayor tanpa syok, trauma kepala, trauma servikal, dan luka bakar minor. Hijau Pasien dengan perlukaan ringan yang tidak memerlukan stabilisasi cepat Contoh: Trauma jaringan lunak, fraktur ekstremitas, dislokasi ekstremitas, trauma maksilofasial tanpa gangguan jalan napas, dan kegawatdaruratan psikiatri. Sumber : Biddinger dan Thomas 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine

2.4 Cara transportasi

Prioritas pertama ketika penolong datang untuk pertama kali ialah memastikan lokasi kejadian aman dari faktor lain yang berpotensi mempersulit proses pertolongan, seperti kendaraan yang berlalu lalang, benda-benda berbahaya, atau kabel listrik. Penolong harus memposisikan diri berada di jarak yang aman. Sebelum tiba di rumah sakit, penolong dan korban harus Universitas Sumatera Utara didekontaminasi untuk mencegah penularan infeksi ke pasien atau tenaga medis lainnya Biddinger dan Thomas, 2005. Dalam memilih cara transportasi, prinsip “Do no further harm” harus menjadi pertimbangan utama. Transportasi melalui udara, darat, dan air dapat dilakukan dengan aman apabila memperhitungkan prinsip tersebut American College of Surgeons, 2008. Ekstrikasi adalah teknik pemindahan pasien secara aman dari tempat kejadian ke alat transportasi penyelamatan. Ini mungkin menjadi sulit dilakukan pada ruangan yang sempit, pasien obesitas, dan pasien trauma. Pemindahan benda-benda yang mungkin masih menjerat pasien juga dilakukan pada proses ekstrikasi. Keterlambatan pada proses ekstrikasi lebih dari 20 menit dapat berpotensi menimbulkan trauma yang lebih berat Biddinger dan Thomas, 2005. Perjalanan antar rumah sakit dapat berbahaya, kecuali apabila terhadap pasien telah dilakukan stabilisasi,tenaga yang cukup terlatih, dan telah diperhitungkan kemungkinan yang terjadi selama transportasi American College of Surgeons, 2008. Selain itu, setiap penolong diharapkan terlatih untuk melakukan teknik imobilisasi spinal. Kolar servikal keras dengan ukuran yang tepat harus dipasang pada pasien dengan potensi cedera spinalis. Selain itu, pasien harus dilakukan stabilisasi saat transportasi dengan menggunakan papan yang keras yang dilengkapi dengan tali pengaman Biddinger dan Thomas, 2005. Gambar 2.3 Teknik Imobilisasi Spinal Sumber : Mahadevan 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Standarisasi Kendaraan Transportasi Pasien

Menurut Kepmenkes No. 143Menkes-KesosSKII2001 tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik, jenis kendaraan pelayanan medik meliputi Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia, 2001: 1. Ambulans Transportasi Ambulans ini dipakai untuk penderita yang tidak memerlukan perawatan khusustindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama dalam perjalanan. Berikut ini merupakan persyaratan – persyaratan teknis yang harus terpenuhi: a. Kendaraan roda empat atau lebih dengan peredam getaran yang lunak. b. Warna kendaraan putih. c. Sirene 1satu atau 2dua nada. d. Lampu rotator berwarna biru terletak di tengah atas kendaraan. e. Antara dinding dan lantai tidak bersudut dan lantainya landai. f. Dilengkapi dengan sabuk pengaman untuk penderita dan petugas. g. Buku petunjuk pemeliharaan alat – alat berbahasa Indonesia. h. Radio komunikasitelepon genggam di ruangan pengemudi. i. Ruangan penderita mempunyai akses langsung dengan tempat pengemudi. j. Tempat duduk bagi petugas dan keluarga di ruangan penderita. k. Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang-kurangnya 1satu tandu. l. Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 20 cm di atas tempat penderita. m. Tempat sambungan listrik khusus untuk 12 Volt DC di ruang penderita. n. Lampu ruangan secukupnya dan bukan neon. o. Lemari untuk obat dan peralatan. p. Tempat kereta dorong penderita. q. Dipersiapkan untuk dapat membawa inkubator transport. Universitas Sumatera Utara r. Persiapan alat medis berupa tabung oksigen dengan peralatannya, alat penghisap 12 Volt DC, serta peralatan medis pertolongan pertama pada kegawatdaruratan lain seperti pengukur tekanan darah, obat – obatan sederhana, dan cairan infus secukupnya. s. Persiapan petugas yang terdiri dari 1satu orang pengemudi dengan kemampuan Bantuan Hidup Dasar BHD dan komunikasi, serta 1satu orang perawat dengan kemampuan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan. Berikut ini merupakan tata tertib yang perlu dipatuhi selama transportasi menggunakan ambulans ini: A. Sewaktu menuju tempat penderita boleh menggunakan sirene dan lampu rotator. B. Pada saat mengangkut penderita hanya boleh menggunakan lampu rotator. C. Semua peraturan lalu lintas harus dipatuhi. D. Kecepatan kendaraan maksimum adalah 40 kmjam di jalan biasa dan 80 kmjam di jalan bebas hambatan. E. Petugas membuat mengisi laporan kendaraan penderita selama 6enam jam transportasi, yang disebut dengan lembar catatan penderita yang mencakup identitas, waktu, dan keadaan penderita. F. Petugas memakai seragam dengan identitas yang jelas. 2. Ambulans Gawat Darurat Ambulans ini digunakan dengan tujuan pertolongan gawat darurat pra-rumah sakit, pengangkutan penderita gawat darurat yang sudah stabil dari lokasi kejadian ke tempat tindakan definitifrumah sakit, serta sebagai kendaraan transportasi rujukan.Berikut ini merupakan persyaratan – persyaratan teknis yang harus terpenuhi: a. Kendaraan roda empat atau lebih dengan peredam getaran lunak. b. Warna kendaraan kuning muda. Universitas Sumatera Utara c. Sirene 1satu atau 2dua nada d. Lampu rotator berwarna biru terletak di tengah atas kendaraan. e. Tanda pengenal dengan mencantumkan 118 dan tanda gawat daruratemergensi di bagian depan, belakang, samping kanan dan kiri kendaraan, dilengkapi dengan AC, alat pengatur di ruangan pengemudi. f. Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas. g. Buku petunjuk pemeliharaan alat – alat berbahasa Indonesia. h. Radio komunikasitelepon genggam di ruangan pengemudi. i. Dilengkapi dengan sabuk pengaman untuk penderita dan petugas. j. Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang-kurangnya 2dua tandu. Tandu yang dimaksud yang dapat dilipat. k. Tempat duduk yang dapat diaturdilipat bagi petugas di ruangan penderita“Captain’s Seat”. l. Ruangan penderita cukup tinggi sehingga infus dapat menetes dengan baik. m. Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 cm di atas tempat penderita. n. Lampu ruangan secukupnya dan bukan lampu neon. Lampu yang dimaksud dapat bergerak, dapat dilipat dan spotlight untuk menerangi penderita. o. Lemari untuk obat dan peralatan. p. Air bersih 20 liter dan penampungan air limbah otomatis. q. Lemari esfreezer. r. Tempat sambungan listrik khusus untuk 12 Volt DC di ruangan penderita. s. Tempat kereta dorong pasien 2dua buah. t. Meja yang dapat dilipat. u. Dipersiapkan untuk dapat membawa inkubator transport. v. Peta setempat w. Perlengkapan medis berupa tabung oksigen dengan peralatan untuk 2dua orang, peralatan medis pertolongan pertama kegawatdaruratan, Universitas Sumatera Utara peralatan resusitasi manualotomatis lengkap bagi orang dewasa, anakbayi, alat penghisap manual dan listrik 12 Volt DC, alat monitordiagnostik untuk anak dan dewasa, alat monitor jantung dan pernafasan, alat defibrilator untuk anak dan sewasa, set bedah minor, obat – obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya, etonox, kantung mayat, dan sarung tangan disposable. x. Persiapan petugas yang terdiri dari 1satu orang pengemudi dengan kemampuan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan dan komunikasi, 1satu orang perawat, dan 1satu orang dokter masing - masing dengan kemampuan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan. Secara umum, tata tertib yang perlu dipatuhi selama transportasi menggunakan ambulans jenis ini sama dengan tata tertib penggunaan ambulans transportasi. 3. Ambulans Rumah Sakit Lapangan Dalam keadaan sehari – hari, ambulans ini dipakai untuk melaksanakan fungsi ambulans gawat darurat. Bila diperlukan, dapat digabungkan dengan ambulans – ambulans sejenis dan ambulans pelayanan medik bergerak membentuk sebuah rumah sakit lapangan. Berikut ini merupakan persyaratan – persyaratan teknis yang harus terpenuhi: a. Kendaraan roda empat atau lebih dengan peredam getaran lunak. b. Warna kendaraan kuning muda. c. Sirene 1satu atau 2dua nada. d. Lampu rotator berwarna biru terletak di tengah atas kendaraan. e. Tanda pengenal dengan mencantumkan 118 dan tanda gawat daruratemergensi di bagian depan, belakang, samping kanan dan kiri kendaraan, dilengkapi dengan AC, alat pengatur di ruangan pengemudi. f. Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas. g. Buku petunjuk pemeliharaan alat – alat berbahasa Indonesia. h. Radio komunikasitelepon genggam di ruangan pengemudi. Universitas Sumatera Utara i. Dilengkapi dengan sabuk pengaman untuk penderita dan petugas. j. Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang-kurangnya 2dua tandu. Tandu yang dimaksud yang dapat dilipat. k. Tempat duduk yang dapat diaturdilipat bagi petugas di ruangan penderita“Captain’s Seat”. l. Ruangan penderita cukup tinggi sehingga infus dapat menetes dengan baik. m. Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 cm di atas tempat penderita. n. Lampu ruangan secukupnya dan bukan lampu neon. Lampu yang dimaksud dapat bergerak, dapat dilipat dan spotlight untuk menerangi penderita. o. Lemari untuk obat dan peralatan. p. Air bersih 20 liter dan penampungan air limbah otomatis. q. Lemari esfreezer. r. Tempat sambungan listrik khusus untuk 12 Volt DC di ruangan penderita. s. Tempat kereta dorong pasien 2dua buah. t. Meja yang dapat dilipat. u. Dipersiapkan untuk dapat membawa inkubator transport. v. Tenda lapangan lengkap. w. Perlengkapan medis berupa tabung oksigen dengan peralatan untuk 2dua orang, peralatan medis pertolongan pertama kegawatdaruratan, peralatan resusitasi manualotomatis lengkap bagi orang dewasa, anakbayi, alat penghisap manual dan listrik 12 Volt DC, alat monitordiagnostik untuk anak dan dewasa, alat monitor jantung EKG dan pernafasan, set bedah minor, obat – obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya, kantong mayat, dan sarung tangan disposable. x. Persiapan petugas yang terdiri dari 1satu orang pengemudi dengan kemampuan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan dan komunikasi, 1satu orang perawat, dan 1satu orang dokter gawat Universitas Sumatera Utara darurat tergantung keadaan masing - masing dengan kemampuan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan. Secara umum, tata tertib yang perlu dipatuhi selama transportasi menggunakan ambulans jenis ini sama dengan tata tertib penggunaan ambulans transportasi. 4. Ambulans Pelayanan Medik Bergerak Ambulans ini dipergunakan untuk pelaksanaan upaya pelayanan medik di lapangan dan dapat dipergunakan sebagai ambulans transportasi. Berikut ini merupakan persyaratan – persyaratan teknis yang harus terpenuhi: a. Kendaraan roda empat atau lebih dengan peredam getaran yang lunak, berbentuk kontainer yang berfungsi sebagai poliklinik. b. Warna kendaraan kuning muda. c. Sirene 1satu atau 2dua nada. d. Lampu rotator berwarna biru terletak di tengah atas kendaraan. e. Ruangan kerja yang cukup luas untuk tujuan penggunaannya dan cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk bekerja dan cairan infus dapat menetes dengan baik. f. Dilengkapi dengan AC, alat pengatur di ruangan pengemudi. g. Dilengkapi dengan sabuk pengaman untuk penderita dan petugas. h. Radio komunikasitelepon genggam di ruangan pengemudi. i. Tempat duduk sesuai keperluan di ruangan kerja. j. Tempat tidurtandu yang dilipat bagi sekurang – kurangnya 1satu penderita. k. Lampu ruangan secukupnya dan 2dua buah lampu sorot bergerak dan dapat dilipat. l. Tempat sambungan listrik khusus untuk 12 Volt DC. m. Generator 220 Volt DC dengan peralatannya. n. Meja kerja yang dapat dilipat . o. Tempat kereta dorong penderita. Universitas Sumatera Utara p. Peta lokasi. q. Persiapan alat medis berupa tabung oksigen dengan peralatannya, peralatan resusitasi lengkap untuk dewasa dan anak, peralatan medis pertolongan pertama kegawatdaruratan dan cairan infus secukupnya, serta peralatan upaya pelayanan medis sesuai tujuan penggunaan kendaraan. r. Persiapan petugas yang terdiri dari 1satu orang pengemudi dengan kemampuan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan dan komunikasi, 1satu orang perawat jumlah sesuai kebutuhan,petugas paramedis lain sesuai kebutuhan dan 1satu orang dokter masing - masing dengan kemampuan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan. Secara umum, tata tertib yang perlu dipatuhi selama transportasi menggunakan ambulans jenis ini sama dengan tata tertib penggunaan ambulans transportasi. 5. Ambulans Gawat Darurat Sepeda Motor Ambulans ini digunakan untuk pertolongan gawat darurat pra- rumah sakit. Berikut ini merupakan persyaratan – persyaratan teknis yang harus terpenuhi: a. Kendaraan roda dua. b. Warna kendaraan kuning muda. c. Tempat duduk untuk 2dua orang. d. Sirene 1satu atau 2dua nada. e. Radio komunikasitelepon genggam. f. Tanda pengenal spot light dengan mencantumkan 118 dan tanda gawat daruratemergensi di bagian depan dan belakang. g. Silinder 150 cc. h. Helm, jaket dengan identitas terbuat dari bahan yang memendarkan cahaya scotch light. i. Lampu rotator berwarna biru. Universitas Sumatera Utara j. Persiapan alat medis berupa tabung oksigen dan regulator, EKG monitor dan defibrilator, kotak daruratemergensi, alat – alat pertolongan luka. k. Persiapan petugas yang terdiri dari 2dua orang perawatparamedis dengan kemampuan pertolongan pertama kegawatdaruratan. Berikut ini merupakan tata tertib yang perlu dipatuhi selama transportasi menggunakan ambulans ini: a. Petugas memakai seragam dengan identitas yang jelas. b. Lembar catatan penderita. 6. Ambulans Pengangkut Jenazah Ambulans ini digunakan untuk mengangkut jenazah. Berikut ini merupakan persyaratan – persyaratan teknis yang harus terpenuhi: a. Kendaraan roda empat atau lebih. b. Warna kendaraan hitam. c. Sirene 1satu atau 2dua nada. d. Lampu rotator berwarna biru terletak di tengah atas kendaraan. e. Dilengkapi dengan sabuk pengaman untuk peti jenazah. f. Dapat mengangkut 1satu peti jenazah. g. Ruangan jenazah terpisah dengan ruangan pengemudi. h. Tempat duduk lipat bagi sekurang – kurangnya 4empat orang di ruangan jenazah. i. Tanda pengenal kereta jenazah dari bahan yang memantulkan cahaya. j. Gantungan karangan bunga di depan, samping kiri dan kanan kendaraan. k. Persiapan petugas yang terdiri dari 1satu orang pengemudi dan petugas pengawal jenazah sesuai kebutuhan. Berikut ini merupakan tata tertib yang perlu dipatuhi selama transportasi menggunakan ambulans ini: Universitas Sumatera Utara a. Sirene hanya boleh digunakan pada waktu bergerak dalam iringan jenazah konvoi dengan menaati peraturan lalu lintas tentang konvoi. b. Bilamana tidak membentuk iringan, hanya boleh mempergunakan lampu rotator. c. Kecepatan maksimum di jalan biasa adalah 40 kmjam dan di jalan bebas hambatan 80 kmjam. d. Semua peraturan lalu lintas harus ditaati. 7. Ambulans Udara Berikut ini merupakan persyaratan – persyaratan teknis yang harus terpenuhi: a. Heli kecil : a. Persiapan perlengkapan medis berupa 2 buah tandu, 1 buah vacum matres, 1 buah keranjang tandu, defibrilatorEKG monitor, pulsemeter, kotak respirator, alat dan obat resusitasim suction, pneumatic inflattable splints, kotak obat – obatan syok luka bakar, keracunan, perdarahan, dan lain-lain termasuk infus dan alat infus, kotak pendingin untuk korbanbag – bag korban, dan kantong mayat. b. Persiapan perlengkapan non medis berupa baterai, ear protector, pemadam kebakaran, radio komunikasi, dan piroteknik. c. Persiapan personil sebanyak 3tiga orang terdiri dari pilot yang mendapat latihan lengkap, dokter umum yang memiliki kemampuan pertolongan pertama kegawatdaruratan, serta pembantu medis paramedis, orang awam yang telah mendapatkan pelatihan untuk pertolongan pertama kegawatdaruratan dan mempunyai pengetahuan tentang lapangan. b. Heli besar : Jenisnya sama dengan di atas hanya jumlah ditambah. a. Persiapan personil terdiri dari pilot dibantu co-pilot, winchman, radar operatornavigator, dan pembantu medis jumlah disesuaikan. c. Pesawat Fixed Wing : tergantung jenis pesawat minimal seperti heli besar. Universitas Sumatera Utara Berikut ini merupakan persyaratan teknis untuk penggunaan pesawat sebagai ambulans udara : a. Noise level bising di permukaan. b. Vibrasi akibat gerakan rotor. c. Temperatur dalam kabin. d. Sebaiknya twin engine. e. Perlu juga diperhatikan fasilitas kendaraan lapangan terbang, helipad, dan jarak yang harus ditempuh. Untuk helikopter bila berjarak maksimal 200 – 300 km. Lebih dari jarak itu harus menggunakan pesawat fixed wing.

2.5 Primary Survey Care

Primary Survey terdiri dari A-B-C-D-E : airway, breathing, circulation, disability, exposure, termasuk penilaian komplit tanda vitalMa dan Cline, 2004.

2.5.1 Airway , menjaga jalan nafas dengan kontrol servikal cervical spine control

1. Bentuk anatomis dari jalan napas Pengetahuan yang benar tentang struktur anatomis jalan napas diperlukan untuk tindakan yang akan dilakukan pada manajemen airway. Saluran napas berawal dari rongga hidungnasal cavity dan rongga mulutoral cavities. Rongga hidung memanjang darinostrils sampai ke rongga hidung posteriorchoana. Nasofaring memanjang dari ujung rongga hidung sampai ke soft palatum. Rongga mulut diisi oleh gigi di sisi anterior, hard dan soft palatum di sisi superior, dan lidah di sisi inferior. Orofaring, yang menghubungkan rongga mulut dengan nasofaring, memanjang dari soft palatum sampai ke ujung epiglotis. Kemudian, orofaring akan berlanjut sebagai laringofaring, yang memanjang dari epiglotis sampai ke batas atas kartilago krikoid setentang servikal 6 pada vertebra. Laring terletak di antara laringofaring dan trakea. Epiglotis yang fleksibel, yang berasal dari tulang Universitas Sumatera Utara hyoid dan bagian dasar dari lidah, menutupi glotis selama proses menelan dan melindungi jalan napas dari aspirasi. Laryngeal inlet adalah bagian yang terbuka menuju laring yang diisi oleh epiglotis, aryepiglottis folds, dan kartilago aritenoid. Glotis adalah vocal apparatus, termasuk true dan falsevocal cord, yang berada di sisi inferior dan posterior dari epiglotis. Bagian-bagian saluran napas tampak luar juga penting untuk diketahui. Mentum adalah bagian anterior dari mandibula, dan merupakan ujung dari dagu. Hyoid bone membentuk bagian dasar dari rongga mulut. Kartilago tiroidea membentuk prominensia laring Adam’s Apple dan thyroid notch. Kartilago krikoidea, berada di sisi inferior kartilago tiroid, dan membentuk cincin sempurna yang menopang jalan napas bagian bawah. Membran krikotiroidea berada di antara kartilago tiroidea dan kartilago krikoidea, serta memiliki peranan penting dalam manajemen airway yang membutuhkan tindakan operatif Mahadevan dan Sovndal, 2005. Gambar 2.4 Struktur anatomi jalan napas tampak lateral Sumber : Mahadevan dan Sovndal 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5 Struktur anatomi jalan napas eksterna Sumber : Mahadevan dan Sovndal 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.Selain itu, beberapa tanda objektif sumbatan jalan napas dapat diketahui dengan 3 cara, yaitu look, listen, dan feel. Penolong harus melihat look apakah pasien mengalami agitasi yang memberi kesan hipoksia atau ada penurunan kesadaran yang memberi kesan hiperkarbia atau adanya sianosis di sekitar mulut dan kuku yang memberi kesan hipoksemia. Setelah itu, penolong harus mendengar listen adanya suara-suara pernapasan abnormal seperti snoring mendengkur, gargling berkumur, dan suara lain yang mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial di faring atau laring American College of Surgeons, 2008. Stridor, suara napas dengan nada tinggi, dapat dikaitkan dengan adanya obstruksi jalan napas parsial di bagian laring inspiratory stridor atau trakea expiratory stridor. Mengorok snoring biasanya diindikasikan pada obstruksi jalan napas parsial di bagian faring, serta suara parau hoarseness lebih mengarah pada gangguan proses di laring. Aphonia pada pasien sadar merupakan tanda bahaya terjadinya kolaps sistem pernapasan Mahadevan dan Sovndal, 2005. Kemudian, penolong harus meraba feel lokasi trakea dan menentukan dengan Universitas Sumatera Utara cepat apakah posisi trakea berada di tengah American College of Surgeons, 2008. Trauma servikal perlu dicurigai pada setiap kasus kecelakaan lalu lintas karena hal tersebut merupakan penyebab tersering terjadinya trauma servikal Glaspy, 2004. Jalan napas harus dibuka menggunakan manuver head tilt-chin lift dan manuver jaw thrust dipakai jika ada kecurigaan adanya trauma servikal Vissers, 2004. Tanda-tanda kecurigaan adanya trauma servikal, yaitu: adanya trauma mayor, penurunan tingkat kesadaran, cedera tumpul di sekitar klavikula, mekanisme trauma yang jelas membuktikan ada trauma di daerah spinal, terdapat nyeri di leher, ada ekimosis atau deformitas, dan adanya defisit neurologis Manthey, 2005. Ketika pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin akan jatuh ke belakang dan menghambat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti itu dapat diperbaiki segera dengan manuver chin lift, yaitu dengan meletakkan jari-jari salah satu tangan di bawah rahang. Kemudian, secara hati-hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama dengan tangan menahan bibir bawah untuk membuka mulut. Manuver ini tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Sedangkan jaw thrust adalah manuver yang dilakukan dengan memegang sudut rahang bawah angulus mandibula kiri dan kanan lalu, mendorong rahang bawah ke depan. Selama mengerjakan prosedur, harus dilakukan in-line immobilization American College of Surgeons, 2008. Pada pasien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan nafas bersih. Akan tetapi, penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan American College of Surgeons, 2008. Gambar 2.6 Head tilt dan chin lift Gambar 2.7 Jaw thrust tanpa head tilt Sumber : Mahadevan dan Sovndal 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine Universitas Sumatera Utara Pasien dengan gangguan kesadaran atau dengan skor Glassgow Coma Scale sama dengan atau kurang dari 8, biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan motorik yang tak bertujuan, mengindikasikan perlunya airway definitif. Selama memeriksa dan memperbaiki airway, harus diperhatikan, bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi dari leher. Anggaplah ada fraktur servikal pada setiap pasien multitrauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan di atas klavikula American College of Surgeons, 2008.

2.5.2 Breathing dan ventilasi

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi juga mungkin terganggu karena adanya gangguan pergerakan napas ventilatory mechanics atau karena adanya depresi susunan saraf pusat. Jika pernapasan tidak membaik dengan terbukanya airway, kemungkinan penyebab lain harus segera dicari. Trauma langsung pada dada menyebabkan rasa sakit saat bernapas dan menyebabkan pernapasan yang cepat, dangkal, dan hipoksemia. Cedera intra kranial dapat mengganggu pola pernapasan. Pada trauma servikal dapat terjadi pernapasan diagfragmatik sehingga kemampuan penyesuaian untuk kebutuhan oksigen yang meningkat menjadi terganggu. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian breathing, yaitu : 1. Lihat look naik turunnya dada simetris dan pergerakan dada yang adekuat. 2. Dengar listen adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau kedua hemitoraks merupakan tanda adanya cedera dada. Hati – hati terhadap laju pernapasan yang cepat karena menjadi kemungkinan adanya respiratory distress. Gunakan pulse oxymetry yang mampu memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer pasien American College of Surgeons, 2008. Alat ini dapat mengukur saturasi oksigen di hemoglobin arterial melalui jari atau daun telinga Andrews dan Nolan, 2005. Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Circulation dengan kontrol perdarahan

1. Volume darah dan cardiac output Perdarahan merupakan sebab utama kematian pascatrauma yang mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi pada pasien trauma harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik pasien American College of Surgeons, 2008. Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik ini, yakni American College of Surgeons, 2008: 1. Tingkat kesadaran Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang yang akan berakibat pada penurunan kesadaran. 2. Warna kulit Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Pasien trauma yang warna kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas ,jarang yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya, warna pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia. 3. Nadi Periksalah pada nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis kirikanan, untuk kekuatan nadi, kecepatan, dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur biasanya merupakan tanda normovolemia bila pasien tidak minum obat beta-blocker. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, walaupun dapat disebabkan oleh keadaan lain. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi segera untuk memperbaiki volume dan cardiac output. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Perkiraan Jumlah Darah yang Hilang pada Presentasi Klinis Inisial Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Volume darah yang hilangml 750 750-1500 1500-2000 2000 Persentase jumlah darah yang hilang 15 15-30 30-40 40 Pulsasi nadi 100 100-120 120-140 140 Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun Tekanan pulsasi Normal meningkat Menurun Menurun Menurun Frekuensi napas 20 20-30 30-40 35 Volume urinmljam 30 20-30 5-15 Tidak ada Status kesadaran Sedikit kebingungan Kebingungan dalam tingkat ringan Kebingungan dalam tingkat sedang Kebingungan dalam tingkat berat sampai letargi Terapi pengganti cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan darah Kristaloid dan darah Sumber : American College of Surgeons 2012. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 9th Edition 2. Perdarahan Perdarahan eksternal harus dikenali dan dikelola pada primary survey. Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan langsung pada luka.Sumber perdarahan internal tidak terlihat adalah perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, fraktur tulang panjang, retroperitoneal, atau fraktur pelvis American College of Surgeons, 2008. Universitas Sumatera Utara

2.5.4 Disability Neurologic Evaluation

Menjelang akhir primary survey, dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis cepat. Yang dinilai di sini adalah tingkat kesadaran , ukuran dan reaksi pupil , tanda-tanda lateralisasi , dan tingkat cedera spinal. GCS Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat memperkirakan outcome pasien terutama motorik terbaiknya. Bila pemeriksaan GCS belum dilakukan pada primary survey, harus dilakukan pada secondary survey pada saat pemeriksaan neurologis.Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi danatau penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi, dan perfusi American College of Surgeons, 2008.

2.5.5 Exposure

Pakaian pasien harus dibuka secara keseluruhan dengan cara menggunting pakaiannya untuk memeriksa dan mengevaluasi pasien. Setelah pakaian dibuka, pasien harus diselimuti untuk mencegah hipotermia. Pasien harus dipakaikan selimut hangat, suhu ruangan sudah cukup hangat, dan diberikan cairan intravena yang telah dihangatkan American College of Surgeons, 2008.

2.6 Resusitasi

Resusitasi yang agresif dan pengelolaan yang cepat pada yang mengancam jiwa merupakan hal yang mutlak untuk mempertahankan hidup pasien.Yang perlu dinilai adalah American College of Surgeons, 2008:

2.6.1 Airway

Airway harus dijaga dengan baik pada semua pasien. Jaw thrust atau chin lift dapat dipakai. Bila pasien tidak sadar atau tidak ada gag reflex dapat dipakai oropharyngeal airway. Bila ada keraguan mengenai kemampuan menjaga airway, lebih baik memasang airway definitif. Universitas Sumatera Utara

2.6.1.1 Alat Bantu Napas Non-Definitif

Alat bantu napas tambahan dapat dipakai untuk membantu manajemen jalan napas. Oropharyngeal airway OPA adalah alat yang berbentuk seperti huruf S yang didesain untuk menahan lidah agar tidak jatuh ke dinding faring posterior ketika akan diberikan kanal udara dan suctioning melalui mulut Gambar 2.8. Alat ini efektif digunakan untuk pasien yang masih bernapas spontan tetapi, dengan gag reflex yang lemah. Penggunaan OPA pada pasien dengan gag reflex dapat menyebabkan laringospasme atau muntah. OPA terdiri dari berbagai macam ukuran. Ukuran OPA yang tepat diperkirakan ukurannya dengan menempatkannya dari ujung mulut sampai ujung distalnya mencapai sudut dari rahang Mahadevan dan Sovndal, 2005. Nasopharyngeal airway NPA adalah alat yang berbentuk tabung seperti terompet yang terbuat dari karet lembut atau plastik yang membantu melancarkan jalan napas dari hidung ke faring Gambar 2.9. Alat ini digunakan pada pasien semi sadar yang tidak dapat menggunakan OPA. Ini juga efektif pada pasien dengan trauma, trismus, atau penghalang lain. Ukuran NPA yang tepat ditentukan dengan mengukur panjang antara ujung hidung ke tragus telinga. Kedua alat ini tidak dapat menjadi alat bantu napas yang definitif Mahadevan dan Sovndal, 2005. Gambar 2.8 Oropharyngeal Airway Gambar 2.9 Nasopharyngeal Airway Sumber : Mahadevan dan Sovndal 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine Universitas Sumatera Utara Selain itu, penolong juga dapat menggunakan laryngeal mask airway. Laryngeal mask airway sangat bermanfaat untuk pertolongan pasien dengan jalan napas sulit terutama ketika usaha intubasi endotrakeal atau sungkup muka gagal. Akan tetapi, penempatan alat yang benar sulit dilakukan American College of Surgeons, 2008.

2.6.1.2 Alat Bantu Napas Definitif

Pada pemberian alat bantu napas definitif, terdapat 3 alat yang dapat dipergunakan, yaitu pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan airway surgical krikotiroidotomi atau trakeostomi. Penentuan pemasangan airway definitif didasarkan pada beberapa indikasi, yaitu American College of Surgeons, 2008: 1. Adanya henti napas. 2. Ketidakmampuan mempertahankan jalan napas dengan cara lain. 3. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau muntahan. 4. Ancaman segera atau bahaya kemungkinan adanya sumbatan jalan napas, seperti akibat fraktur tulang wajah, hematoma retrofaringeal, atau kejang berkepanjangan. 5. Adanya cedera kepala tertutup yang memerlukan bantuan napas GCS ≤8. 6. Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan pemberian oksigen melalui sungkup. Untuk memberikan alat bantu napas definitif, dapat dilakukan dengan pemasangan intubasi endotrakeal. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3 Indikasi pemasangan alat bantu napas definitif Kebutuhan untuk perlindungan jalan napas Kebutuhan untuk ventilasi dan oksigenasi Fraktur maksilofasial berat Usaha bernapas yang tidak adekuat 1. Napas cepat Tachypnea 2. Hipoksia 3. Hiperkarbia 4. Sianosis Adanya resiko obstruksi 1. Hematoma pada leher 2. Trauma laring atau trakea 3. Ada stridor Perdarahan masif dan memerlukan resusitasi volume Adanya resiko aspirasi 1. Perdarahan 2. Muntah Trauma kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi Tidak sadar Henti napas Apnea 1. Adanya paralisis neuromuskular 2. Dalam keadaan tidak sadar Sumber: American College of Surgeons 2012. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 9th Edition Universitas Sumatera Utara Gambar 2.10 Melakukan tindakan intubasi orotrakeal menggunakan teknik two person serta in-line cervical spine immobilization Sumber : American College of Surgeons 2012. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 9th Edition

2.6.2 BreathingVentilasiOksigenasi

Kontrol jalan nafas pada pasien dengan airway terganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal, baik melalui oral maupun nasal. Prosedur ini harus dilakukan dengan kontrol terhadap vertebral servikal. Surgical airway cricothryoidectomy dapat dilakukan bila intubasi endotrakeal tidak memungkinkan karena kontraindikasi atau masalah teknis American College of Surgeons, 2008. Adanya tension pneumothorax akan sangat mengganggu ventilasi dan sirkulasi, dan bila curiga akan adanya keadaan ini, harus segera dilakukan dekompresi. Setiap pasien trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan denganface mask. Pemakaian pulse oxymetry baik untuk menilai saturasi oksigen yang adekuat American College of Surgeons, 2008. Universitas Sumatera Utara

2.6.3 Circulation dengan kontrol perdarahan

Lakukan kontrol perdarahan dengan perbaikan volume intravaskuler. Bila ada gangguan sirkulasi, harus dipasang sedikitnya 2 IV line. Kateter IV yang dipakai harus berukuran besar. Besar arus tetesan infus yang didapat tidak tergantung dari ukuran vena melainkan tergantung dari besar kateter IV dan berbanding terbalik dengan panjang kateter IV. Pada awalnya, sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Jenis jalur IV line seperti vena seksi atau vena sentral tergantung dari kemampuan petugas yang melayani American College of Surgeons, 2008. Pada saat memasang kateter IV harus diambil contoh darah untuk permintaan darah dan pemeriksaan laboratorium rutin. Perbaikan volume sirkulasi dengan cara pemberian cairan yang agresif tidak dapat menggantikan proses pengehentiankontrol perdarahan. Pada saat pasien datang, pasien diberikan terapi cairan cepat berupa 1-2 liter cairan kristaloid, sebaiknya Ringer lactate. Cairan harus dihangatkan sebelumnya dengan suhu 37 -40 disimpan dalam keadaan hangat ataupun memakai alat penghangat. Bila tidak ada respon dengan pemberian bolus kristaloid, diberikan transfusi darah. Hipotermia dapat terjadi pada pasien yang diberikan ringer lactate yang tidak dihangatkan atau darah yang masih dingin, atau bila pasien dalam keadaan kedinginan karena tidak diselimuti. Hipotermia potensial mengancam nyawa dan harus diambil tindakan sesegera mungkin untuk mencegah hal tersebut terjadi, seperti menghangatkan ruangan. Untuk menghangatkan cairan, dapat dipakai alat pemanas cairan atau oven microwave sampai mencapai suhu 39 C. Oven microwave tidak boleh digunakan untuk menghangatkan darah American College of Surgeons, 2008.

2.6.4 Pemantauan EKG

EKG dipasang pada semua pasien trauma. Disritmia termasuk takikardia yang tidak diketahui penyebabnya, fibrilasi atrium atau ekstra sistol dan perubahan segmen ST dapat disebabkan oleh kontusio jantung. Pulseless Electrical Activity PEA, dulu disebut sebagai Disosiasi elektromekanikal, EMD Universitas Sumatera Utara mungkin disebabkan oleh tamponade jantung, tension pneumothorax, atau hipovolemia berat. Jika ditemukan bradikardia, konduksi aberan atau ekstra sistol harus segera dicurigai adanya hipoksia atau hipoperfusi. Hipotermia yang berat juga dapat menyebabkan disritmia American College of Surgeons, 2008.

2.6.5 Pemasangan kateter urin

Produksi urin merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan perfusi ginjal dan hemodinamik pasien. Selain itu, pemeriksa perlu melakukan pengambilan sampel urin untuk pemeriksaan urin rutin. Kateter urin jangan dipasang bila ada dugaan ruptur uretra. Kecurigaan adanya ruptur uretra ditandai dengan American College of Surgeons, 2008: 1. Adanya darah di orifisium uretra eksterna meatus bleeding 2. Ecchymosis di daerah perineum 3. Hematoma di skrotum atau perineum 4. Pada colok dubur, letak prostat tinggi atau tidak teraba 5. Adanya fraktur pelvis

2.6.6 Pemasangan Kateter Lambung

Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi kemungkinan muntah. Darah dalam lambung dapat disebabkan oleh darah yang tertelan akibat pemasangan NGT yang traumatik atau perlukaan lambung. Bila lamina kribosa patah atau diduga patah, kateter lambung dipasang melalui mulut untuk mencegah masuknya NGT ke dalam rongga otak. Dalam keadaan ini, semua pipa tidak boleh dimasukkan melalui nasofaring American College of Surgeons, 2008. Universitas Sumatera Utara

2.7 Secondary Survey Care

Secondary survey care adalah pemeriksaan teliti dan menyeluruh dari kepala sampai kaki head to toe examination, termasuk reevaluasi tanda vital. Secondary survey care baru dilakukan setelah primary survey care selesai, resusitasi dilakukan dan ABC dalam keadaan stabil American College of Surgeons, 2008.

2.7.1 Anamnesis

Riwayat “AMPLE” patut diingat American College of Surgeons, 2008: A : Allergy M : Medication obat yang diminum saat ini P : Past illness penyakit penyerta L : Last meal E : Event berhubungan dengan kejadian trauma Mekanisme perlukaan juga sangat menentukan keadaan pasien dan dapat memprediksi jenis perlukaan yang terjadi. Jenis perlukaan terbagi menjadi dua, yakni trauma tumpul dan trauma tajam. Pada kasus kecelakaan lalu lintas, trauma tumpul sering kali terjadi. Keterangan lain yang dibutuhkan pada kecelakaan lalu lintas ialah pemakaian sabuk pengaman, deformasi kemudi, arah tabrakan,kerusakan kendaraan, dan adanya penumpang terlempar ke luar. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4 Mekanisme perlukaan dan kemungkinan pola perlukaan Mekanisme Perlukaan Kemungkinan Pola Perlukaan Benturan frontal 1. Kemudi Bengkok 2. Jejak lutut pada dashboard 3. Cedera bull’s eye, pada kaca depan 1. Ruptur hepar 2. Fraktur dislokasi coxae, lutut 3. Fraktur servikal 4. Kontusio miokard 5. Pneumothorax 6. Ruptur aorta Benturan samping 1. Sprain servikal bagian kontralateral 2. Fraktur servikal 3. Pneumothorax 4. Ruptur aorta 5. Ruptur hepar 6. Fraktur pelvis Benturan belakang 1. Kerusakan jaringan lunak leher 2. Fraktur servikal Terlempar keluar 1. Semua jenis perlukaan 2. Mortalitas meningkat Pejalan kaki dengan mobil 1. Trauma kapitis 2. Perlukaan toraksabdomen 3. Fraktur tungkaipelvis Sumber : American College of Surgeons 2012. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 9th Edition

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan secara detail dari kepala sampai kaki hanya dimulai jika keadaan mengancam jiwa pasien sudah terevaluasi dan tertangani selama primary survey care. Pemeriksaan dimulai dari Manthey, 2005: 1. Kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan a. Nilai adakah tanda-tanda fraktur basis kranii dengan mengidentifikasi adanya battle’s sign adanya ekimosis di daerah Universitas Sumatera Utara mastoid, raccoon’s eyes ekimosis di daerah mata, atau hemotimpanum kumpulan darah di belakang gendang telinga. Lihat apakah adanya kebocoran cairan serebrospinal yang ditandai dengan adanya rhinorrhea atau otorrhea. b. Nilai apakah adanya depresi fraktur tengkorak dengan palpasi secara hati-hati. Adanya benda asing atau bagian tulang yang menusuk tidak boleh dimanipulasi. c. Nilai perlukaan pada wajah dan kestabilannya dengan mempalpasi tulang wajah. Fraktur fasialis berat dapat berakibat pada gangguan jalan napas. d. Nilai laserasi yang perlu ditangani. e. Nilai ukuran pupil dan fungsinya. f. Periksa septum hidung untuk memastikan ada atau tidaknya hematoma. 2. Leher a. Palpasi servikal dan tentukan apakah ada nyeri tekan, pembengkakan, atau deformitas. b. Lihat apakah ada emfisema subkutan yang mungkin berkaitan dengan pneumotoraks atau trauma laringotrakeal. 3. Toraks a. Palpasi daerah sternum, klavikula, dan iga untuk menentukan adanya nyeri tekan atau krepitasi. b. Lihat apakah ada memar atau deformitas yang mungkin berkaitan dengan adanya trauma pada paru. 4. Abdomen a. Nilai apakah ada distensi, dan nyeri tekan. Dua sumber perdarahan yang paling sering menyebabkan pasien kehilangan banyak darah ialah hepar dan limpa. b. Ekimosis pada daerah punggung mungkin berkaitan dengan adanya perdarahan retroperitoneal. Universitas Sumatera Utara 5. Punggung a. Pemeriksaan ini dilakukan dengan log-roll pasien dengan dibantu oleh asisten sambil tetap menjaga servikal tetap stabil. Palpasi daerah servikal untuk menentukan apakah ada nyeri tekan atau tidak. b. Nilai luka tersembunyi pada bagian ketiak, dibawah kolar servikal, dan daerah bokong. 6. Perineum,rektum, dan uretra a. Pada perineum, lihat apakah ada ekimosis ,yang mengarahkan pada adanya fraktur pelvis. Pada uretra, lihat apakah ada akumulasi darah yang menjadi tanda adanya disrupsi uretra sebelum dilakukan pemasangan kateter uretra. Pada daerah rektum, periksa apakah adanya letak prostat tinggi yang mengindikasikan adanya disrupsi pada membran uretra dan menjadi kontraindikasi pemasangan kateter urin. 7. Ekstremitas a. Evaluasi kembali status vaskular pasien di setiap ekstremitas, yaitu pulsasi nadi , warna kulit, capillary refill time, dan suhunya. b. Inspeksi dan palpasi secara keseluruhan, evaluasi range of motion dari setiap persendian. Nilai apakah ada deformitas, krepitasi, nyeri tekan, pembengkakan, dan laserasi. Fraktur femur dapat menjadi sumber perdarahan tersembunyi.

2.7.3 Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis harus dilakukan dengan teliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, serta pemeriksaan motorik dan sensorik. Perubahan dalam status neurologis dapat dinilai dengan penilaian skor GCS. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.5 Penilaian skor Glassgow Coma Scale Penilaian Skor Membuka Mata Eye Opening Spontan 4 Dengan Perintah 3 Dengan stimulus nyeri 2 Tidak ada respons 1 Respon Verbal Orientasi baik 5 Kebingungan 4 Kata-kata yang tidak sesuai 3 Suara-suara yang tidak jelas 2 Tidak ada respon 1 Respon Motorik Mengikuti perintah 6 Melokalisasi nyeri 5 Fleksi untuk menjauhi stimulus nyeri 4 Fleksi abnormal Dekortikasi 3 Ekstensi Deserebrasi 2 Tidak ada respon 1 Sumber : American College of Surgeons 2012. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 9th Edition

2.8 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya, mata dan telinga terhadap objek tertentu Sunaryo, 2002. Proses adopsi perilakumenurut Notoadmodjo S.1977 yang mengutip pendapat Rogers 1974 dalam Sunaryo 2002, sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan akronim “AIETA”, yaitu: 1. Awareness kesadaran, individu menyadari adanya stimulus. 2. Interest tertarik, individu mulai tertarik pada stimulus. 3. Evaluation menimbang-nimbang, individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini, subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi. Universitas Sumatera Utara 4. Trial mencoba, individu sudah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus. Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu: 1. Tahu, merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan. 2. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan. 3. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata, atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, dan metode dalam situasi nyata. 4. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil tetapi, masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi. 5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuannya adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada. Universitas Sumatera Utara 6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah