2.6.1.1 Alat Bantu Napas Non-Definitif
Alat bantu napas tambahan dapat dipakai untuk membantu manajemen jalan napas. Oropharyngeal airway OPA adalah alat yang berbentuk seperti
huruf S yang didesain untuk menahan lidah agar tidak jatuh ke dinding faring posterior ketika akan diberikan kanal udara dan suctioning melalui mulut Gambar
2.8. Alat ini efektif digunakan untuk pasien yang masih bernapas spontan tetapi, dengan gag reflex yang lemah. Penggunaan OPA pada pasien dengan gag reflex
dapat menyebabkan laringospasme atau muntah. OPA terdiri dari berbagai macam ukuran.
Ukuran OPA
yang tepat
diperkirakan ukurannya
dengan menempatkannya dari ujung mulut sampai ujung distalnya mencapai sudut dari
rahang Mahadevan dan Sovndal, 2005. Nasopharyngeal airway NPA adalah alat yang berbentuk tabung seperti
terompet yang terbuat dari karet lembut atau plastik yang membantu melancarkan jalan napas dari hidung ke faring Gambar 2.9. Alat ini digunakan pada pasien
semi sadar yang tidak dapat menggunakan OPA. Ini juga efektif pada pasien dengan trauma, trismus, atau penghalang lain. Ukuran NPA yang tepat ditentukan
dengan mengukur panjang antara ujung hidung ke tragus telinga. Kedua alat ini tidak dapat menjadi alat bantu napas yang definitif Mahadevan dan Sovndal,
2005.
Gambar 2.8 Oropharyngeal Airway Gambar 2.9 Nasopharyngeal Airway Sumber : Mahadevan dan Sovndal 2005. An Introduction to Clinical Emergency
Medicine
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, penolong juga dapat menggunakan laryngeal mask airway. Laryngeal mask airway sangat bermanfaat untuk pertolongan pasien dengan jalan
napas sulit terutama ketika usaha intubasi endotrakeal atau sungkup muka gagal. Akan tetapi, penempatan alat yang benar sulit dilakukan American College of
Surgeons, 2008.
2.6.1.2 Alat Bantu Napas Definitif
Pada pemberian alat bantu napas definitif, terdapat 3 alat yang dapat dipergunakan, yaitu pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan airway surgical
krikotiroidotomi atau trakeostomi. Penentuan pemasangan airway definitif didasarkan pada beberapa indikasi, yaitu American College of Surgeons, 2008:
1. Adanya henti napas.
2. Ketidakmampuan mempertahankan jalan napas dengan cara lain.
3. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah
atau muntahan. 4.
Ancaman segera atau bahaya kemungkinan adanya sumbatan jalan napas, seperti akibat fraktur tulang wajah, hematoma retrofaringeal,
atau kejang berkepanjangan. 5.
Adanya cedera kepala tertutup yang memerlukan bantuan napas GCS ≤8.
6. Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
pemberian oksigen melalui sungkup. Untuk memberikan alat bantu napas definitif, dapat dilakukan dengan
pemasangan intubasi endotrakeal.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Indikasi pemasangan alat bantu napas definitif
Kebutuhan untuk
perlindungan jalan napas
Kebutuhan untuk
ventilasi dan
oksigenasi
Fraktur maksilofasial berat Usaha bernapas yang tidak adekuat
1. Napas cepat Tachypnea
2. Hipoksia
3. Hiperkarbia
4. Sianosis
Adanya resiko obstruksi 1.
Hematoma pada leher 2.
Trauma laring atau trakea 3.
Ada stridor Perdarahan masif dan memerlukan
resusitasi volume
Adanya resiko aspirasi 1.
Perdarahan 2.
Muntah Trauma kepala tertutup berat yang
membutuhkan hiperventilasi
Tidak sadar Henti napas Apnea
1. Adanya paralisis neuromuskular
2. Dalam keadaan tidak sadar
Sumber: American College of Surgeons 2012. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 9th Edition
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Melakukan tindakan intubasi orotrakeal menggunakan teknik two person serta in-line cervical spine immobilization
Sumber : American College of Surgeons 2012. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 9th Edition
2.6.2 BreathingVentilasiOksigenasi