apabila intensitas ucapan paling sedikit 10 dBA lebih tinggi dari latar belakang suara Suma’mur, 1982.
Kebisingan dapat mengganggu pembicaraan sebagai alat komunikasi, sehingga kita tidak dapat menangkap dan mengerti apa yang dibicarakan oleh orang
lain. Agar pembicaraan dapat dimengerti dalam lingkungan yang bising, maka pembicara harus diperkeras dan harus dalam kata serta bahasa yang dimengerti oleh
penerima Suma’mur, 1996.
b. Gangguan Tidur
Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari keadaan terjaga sampai tidur lelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan dalam
bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain motifasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan, fluktuasi
kebisingan dan umur manusia. Standar kebisingan yang berhubungan dengan gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor-faktor tersebut diatas,
gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan karakteristik individual Sasongko dkk, 2000.
Menurut A Siswanto 1990 gangguan tidur akibat kebisingan adalah sebagai berikut :
1 Terpapar 40 dBA kemungkinan terbangun 5. 2 Terpapar 70 dBA kemungkinan terbangun 30.
3 Terpapar 100 dBA kemungkinan terbangun 100.
Universitas Sumatera Utara
c. Gangguan Pelaksanaan Tugas
Kebisingan menganggu pelaksanaan tugas. Ditempat bising berfikir sukar dilakukan. Konsentrasi biasanya buyar di tempat bising, demikian pula hitung
menghitung, mengetik dan lain sebagainya terganggu oleh kebisingan. Kebisingan menganggu perhatian sehingga konsentrasi dan kesigapan mental menurun.
Suma’mur, 1982. Gangguan kebisingan terhadap pelaksanaan pekerjaan terutama dalam
hubungan sebagai berikut: 1 Kebisingan tak terduga datangnya atau yang sifatnya datang hilang lebih
menganggu dari pada bunyi yang menetap. 2 Nada-nada tinggi lebih mendatangkan gangguan dari pada frekuensi rendah.
3 Pekerjaan yang paling terganggu adalah kegiatan yang memerlukan konsentrasi pikiran secara terus menerus.
4 Kegiatan-kegiatan yang bersifat belajar lebih dipengaruhi dari pada kegiatan rutin.
Kebisingan mengganggu perhatian yang terus menerus dicurahkan. Maka dari itu, tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses
produksi atau hasil dapat melakukan kesalahan-kesalahan. Akibat kebisingan juga dapat meningkatkan kelelahan A. Siswanto, 1990.
d. Gangguan Perasaan
Perasaan terganggu oleh kebisingan adalah reaksi psikologis terhadap suatu kebisingan. Menurut Suma’mur 1982 faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan
perasaan adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1 Perasaan gangguan semakin besar pada tingkat kebisingan yang tinggi dan pada nada-nada yang lebih tinggi pula.
2 Rasa terganggu lebih besar disebabkan oleh kebisingan yang tidak menetap. 3 Pengalaman masa lampau menentukan kebisingan yang menjadi sebab perasaan
terganggu. 4 Sikap perseorangan terhadap kebisingan menentukan adanya gangguan atau
tidak. 5 Kegiatan orang yang bersangkutan dan terjadinya kebisingan adalah faktor-faktor
penting.
2.1.9. Pengukuran Kebisingan
Maksud pengukuran kebisingan adalah : a. Memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja, dan
b. Mengurangi tingkat kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan Suma’mur, 1996.
Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kebisingan antara lain: a. Sound Level Meter, untuk mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan
frekuensi dari 20-20.000 Hz. b. Noise Dosimeter, alat ini mengambil suara dalam mikropon dan memindahkan
energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya merupakan energi total, dicatat sebagai aliran listrik yang hampir sama dengan kebisingan yang ditangkap
Tambunan, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.1.10. Pengendalian Kebisingan
Menurut Suma’mur 1996, kebisingan dapat dikendalikan dengan: a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya dengan
menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya hal itu dilakukan dengan penelitian dan perencanaan mesin baru.
b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga kerja atau mesin adalah usaha segera dan baik bagi usaha mengurangi kebisingan. Untuk ini
perencanaan harus sempurna dan bahan-bahan yang dipakai harus mampu menyerap suara.
c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga. Tutup telinga biasanya lebih efektif daripada penyumbat telinga. Alat-alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan
sekitar 20-25 dB. Sedangkan menurut Buchari 2007, pengendalian kebisingan dapat dilakukan
dengan melakukan : a. Pengendalian secara teknis yaitu dengan cara pemilihan proses kerja yang lebih
sedikit menimbulkan bising, melakukan perawatan mesin, memasang penyerap bunyi dan mengisolasi dengan melakukan peredaman.
b. Pengendalian secara administratif yaitu dengan cara melakukan shift kerja, mengurangi waktu kerja dan melakukan training.
c. Penggunaan alat pelindung pendengaran dan pengendalian secara medis dengan cara melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Kemampuan Pendengaran
2.2.1. Tingkat Kemampuan Pendengaran
Tingkat kemampuan pendengaran dibagi dalam beberapa tingkatan seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.2. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran
Rentang batas kekuatan suara yang dapat didengar
Klasifikasi tingkat keparahan gangguan sistem pendengaran
-20 dB – 25 dB Rentang normal
26 dB – 40 dB Tuli ringan
41 dB – 55 dB Tuli sedang
56 dB – 70 dB Tuli sedang berat
71 dB – 90 dB Tuli berat
90 dB Tuli sangat berat
Sumber: Tambunan 2005 2.2.2. Ketulian
Menurut D. Thane R. Cody, Eugene B. Kern, Bruce W. Pearson 1991, ketulian adalah suatu gangguan yang terjadi pada telinga, yang dapat dilihat dengan
mengevaluasi keluhan-keluhan telinga pasien. Gejala-gejala yang disebutkan pasien tersebut dapat diidentifikasikan untuk menentukan bagian telinga mana yang terkena,
apakah itu telinga bagian tengah atau bagian dalam, misalnya pasien mengeluhkan adanya perasaan berdengung, tidak dapat mendengar pembicaraan orang lain apabila
tidak diucapkan dengan nada keras, maka ini menyerang telinga bagian tengah, yang kebanyakan disebabkan terkena intensitas kebisingan yang tinggi.
Manusia yang mengalami gangguan pendengaran hearing loss umumnya mengalami kesulitan ringan sampai berat untuk membedakan kata-kata yang
memiliki kemiripan atau mengandung konsonan-konsonan pada rentang frekuensi agak tinggi, seperti konsonan S, F, SH, CH, H dan C lembut Tambunan, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Tuli akibat bising noise induced hearing loss ialah gangguan pendengaran yang disebabkan terpajan oleh bising dalam jangka waktu yang cukup lama dan
biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja Soepardi dkk, 2007. Tingkatan tuli akibat bising mempunyai tahap-tahap sebagai berikut:
a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis
pada saraf telinga yang terpajan bising. b. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya
peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam, jarang terjadi
pemulihan dalam satuan hari. c. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi
peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat atau berlangsung lama yang menyebabkan
kerusakan berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis dll Soepardi dkk, 2007.
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar
bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga obat ototoksik seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, kina, asetosal dan lain-lain Soepardi dkk,
2007.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Diagnosis Tuli Akibat Bising
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik, dan otoskopik serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti
audiometri. Anamnesis pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lima tahun atau lebih. Pada
pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3.000 – 6.000 Hz dan pada
frekuensi 4.000 Hz sering terdapat takik notch yang patognomonik untuk jenis ketulian ini Soepardi dkk, 2007.
2.3. Kerangka Konsep
Variabel X
Variabel Y
Kemampuan Pendengaran
Normal
Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli berat Intensitas Kebisingan
≤85dB
85dB
Variabel bebas ialah intensitas kebisingan yang terdapat pada bagian
pengolahan pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai.
Variabel terikat ialah kemampuan pendengaran tenaga kerja yang bekerja
pada bagian pengolahan pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Hipotesis Penelitian