Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN TINDAKAN PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT

PTPN IV ADOLINA TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH:

AYU HANDAYANI PARDEDE NIM. 111000121

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN TINDAKAN PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT

PTPN IV ADOLINA TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

AYU HANDAYANI PARDEDE NIM: 111000121

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN TINDAKAN

PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG

PENDENGARAN DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN IV ADOLINA TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Agustus 2015

Yang membuat pernyataan,


(4)

(5)

ABSTRAK

Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP) merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian kebisingan apabila pengendalian secara teknik dan administratif tidak berhasil dijalankan. Hal ini disebabkan risikonya masih cukup tinggi karena susahnya memantau perilaku tenaga kerja dalam penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP). Pada kenyataanya di pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina dengan tingkat kebisingan yang tinggi masih ditemui pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Pendengaran (APP).

Penelitian ini dilakukan pada pekerja bagian produksi kelapa sawit PTPN IV Adolina tahun 2015 untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pekerja dan sikap pekerja dengan penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP). Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 23 orang dari 2 shift yang ada di bagian produksi kelapa sawit PTPN IV Adolina dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pekerja dan pengamatan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui tindakan pekerja. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja, dilakukan uji Exact Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 91,3% pekerja tidak menggunakan APP. Berdasarkan hasil uji exact fisher menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan pekerja (p = 0,692) dan sikap pekerja (p = 0,217) dengan penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP).

Disarankan pihak manajemen sebaiknya meningkatkan

penyuluhan/pelatihan tentang Alat Pelindung Pendengaran (APP) kepada pekerja agar dapat menambah pengetahuan dan menumbuhkan sikap positif pekerja. Selain itu, memberikan sanksi denda apabila pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Pendengaran (APP) dan menyediakan APP sesuai dengan kebutuhan dan digunakan secara benar serta selalu dipelihara dalam kondisi layak pakai terutama pada stasiun yang diatas Nilai Ambang Batas (NAB) namun tidak disediakan APP seperti stasiun klarifikasi, pemurnian air, penebahan dan pengempaan.


(6)

ABSTRACT

The use of Hearing Protective Devices (HPD’s) is the last stage of noise control if technical control and administration control good not running well. This is due to it is high risk because it is difficult to supervise workers behavior in using Hearing Protective Devices (HPD’s). In Fact, in PTPN IV Adolina Palm Oil Factory with it is high level of noise, there are still many workers do not use the Hearing Protective Devices (HPD’s).

This research was conducted at production PTPN IV Adolina Palm Oil Factory in 2015 to know the relationship between workers knowledge and the workers attitude towards using Hearing Protective Devices (HPD’s). The research was analytical with cross sectional design. Number of samples taken 23 people from 2 shift existing in PTPN IV Adolina Palm Oil Factory using purposive sampling technique. Data was collected by interview using questionnaire to determine the workers knowledge and workers attitude and observation using observation sheet to determine the workers behavior. To know the relationship between workers knowledge and workers attitude towards using Hearing Protective Devices (HPD’s), using Exact Fisher statistical test.

The result of the research showed that there were 91,3% of workers did not use hearing protector. Based on Exact Fisher Analysis it is known that there is did not have significant relation between workers knowledge (p= 0,692) and workers attitude (p=0,217) towards using Hearing Protective Devices (HPD’s).

It is recommended that management should intensify the information/training about using Hearing Protective Devices (HPD’s) to the workers in order to add their knowledge and positive attitude. As well as, giving amercement to those without Hearing Protective Devices (HPD’s) and providing Hearing Protective Device (HPD’s) according to the needs and used correctly and always maintained in a condition suitable to be used mainly at stations that exceed Threshold Limit Value (TLV) like clarification station, water treatment, threser, and pressing.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015”.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan kerjasama serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan para wakil dekan.

3. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu Arfah Mardiana Lubis, S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.


(8)

6. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan Ibu Isyatun Mardhiyah Syahri SKM, M.Kes sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

7. Direksi PTPN IV dan Manajer Unit PTPN IV PKS yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di pabrik kelapa sawit Adolina. 8. KDTP PKS I dan II beserta pekerja PKS Adolina yang telah membantu saya

dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

9. Seluruh dosen beserta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, ayahanda M. Pardede dan Ibunda L. Simarmata atas segala kasih sayang, doa, pengorbanan, kesabaran, dan motivasi yang diberikan dengan segenap cinta yang tulus kepada saya.

11. Terimakasih kepada sahabat terbaik Michael Joy Cristian Butar-butar, Irma Siboro, Evita Hutagalung, Rapika Lumban Gaol, Erniwati Silalahi, Trivo,dll.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2015 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RIWAYAT HIDUP ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus... 7

1.4 Hipotesis Penelitian... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 9

2.2 Higiene Industri ... 10

2.3 Penyakit Akibat Kerja ... 11

2.4 Kebisingan ... 13

2.4.1 Definisi Kebisingan ... 13

2.4.2 Jenis Kebisingan... 13

2.4.3 Dampak Kebisingan ... 14

2.4.4 Pengendalian Kebisingan ... 16

2.5 Alat Pelindung Pendengaran (APP) ... 18

2.5.1 Jenis Alat Pelindung Pendengaran (APP) ... 19

2.5.1.1 Sumbat Telinga (Ear Plug) ... 20

2.5.1.2 Penutup Telinga (Ear Muff) ... 22

2.6 Perilaku ... 24

2.6.1 Domain Perilaku... 25

2.6.1.1 Pengetahuan ... 25

2.6.1.2 Sikap ... 27

2.6.1.3 Tindakan ... 28

2.7 Kerangka Konsep ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 30


(10)

3.2.1 Lokasi... 30

3.2.2 Waktu ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.3.1 Populasi... 31

3.3.2 Sampel ... 31

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4.1 Data Primer... 31

3.4.2 Data Sekunder ... 32

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 32

3.6 Definisi Operasional ... 33

3.7 Aspek Pengukuran ... 34

3.7.1 Pengukuran Variabel Independen ... 34

3.7.2 Pengukuran Variabel Dependen... 35

3.8 Pengolahan Data... 35

3.9 Teknik Analisa Data... 36

3.9.1 Analisis Univariat ... 36

3.9.2 Analisis Bivariat ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 38

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan... 38

4.1.2 Letak Geografis Perusahaan ... 39

4.1.3 Luas Areal Perkebunan ... 39

4.1.4 Jumlah Tenaga Kerja ... 40

4.1.5 Jam Kerja ... 40

4.1.6 Proses Produksi ... 41

4.2 Hasil Univariat ... 44

4.2.1 Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP) ... 44

4.2.2 Pengetahuan Pekerja ... 45

4.2.3 Sikap Pekerja ... 45

4.3 Hasil Bivariat ... 46

4.3.1 Hubungan Pengetahuan Pekerja dengan Penggunaan APP ... 46

4.3.2 Hubungan Sikap Pekerja dengan Penggunaan APP ... 46

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Pengetahuan Pekerja dengan Penggunaan APP... 48

5.2 Hubungan Sikap Pekerja dengan Penggunaan APP ... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner pengetahuan pekerja ... 32

Tabel 3.2 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner sikap pekerja ... 33

Tabel 4.1 Jumlah Pekerja Bagian Produksi di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV

Adolina tahun 2015……….. 40

Tabel 4.2 Distribusi pekerja berdasarkan penggunaan APP di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 ... 45

Tabel 4.3 Distribusi pekerja berdasarkan pengetahuan di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 ... 45

Tabel 4.4 Distribusi pekerja berdasarkan sikap di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015... 45

Tabel 4.5 Hasil uji exact fisher pengetahuan pekerja dengan penggunaan APP di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 ... 46

Tabel 4.6 Hasil uji exact fisher sikap pekerja dengan penggunaan APP di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 ... 47


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Lembar Checklist

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Sikap

Lampiran 5.` Master Data

Lampiran 6. Hasil Output SPSS

Lampiran 7. Dokumentasi

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian


(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Handayani Pardede

Tempat Lahir : Lubuk Pakam

Tanggal Lahir : 20 April 1993

Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Muara Jetro Pardede

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Laurina Simarmata

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

1. SD/ Tamatan tahun : SD HKBP LUBUK PAKAM/2005

2. SLTP/ Tamatan tahun : SMP NEGERI 2 LUBUK PAKAM/2008

3. SLTA/ Tamatan tahun : SMA NEGERI 2 LUBUK PAKAM/2011


(14)

ABSTRAK

Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP) merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian kebisingan apabila pengendalian secara teknik dan administratif tidak berhasil dijalankan. Hal ini disebabkan risikonya masih cukup tinggi karena susahnya memantau perilaku tenaga kerja dalam penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP). Pada kenyataanya di pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina dengan tingkat kebisingan yang tinggi masih ditemui pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Pendengaran (APP).

Penelitian ini dilakukan pada pekerja bagian produksi kelapa sawit PTPN IV Adolina tahun 2015 untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pekerja dan sikap pekerja dengan penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP). Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 23 orang dari 2 shift yang ada di bagian produksi kelapa sawit PTPN IV Adolina dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pekerja dan pengamatan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui tindakan pekerja. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja, dilakukan uji Exact Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 91,3% pekerja tidak menggunakan APP. Berdasarkan hasil uji exact fisher menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan pekerja (p = 0,692) dan sikap pekerja (p = 0,217) dengan penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP).

Disarankan pihak manajemen sebaiknya meningkatkan

penyuluhan/pelatihan tentang Alat Pelindung Pendengaran (APP) kepada pekerja agar dapat menambah pengetahuan dan menumbuhkan sikap positif pekerja. Selain itu, memberikan sanksi denda apabila pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Pendengaran (APP) dan menyediakan APP sesuai dengan kebutuhan dan digunakan secara benar serta selalu dipelihara dalam kondisi layak pakai terutama pada stasiun yang diatas Nilai Ambang Batas (NAB) namun tidak disediakan APP seperti stasiun klarifikasi, pemurnian air, penebahan dan pengempaan.


(15)

ABSTRACT

The use of Hearing Protective Devices (HPD’s) is the last stage of noise control if technical control and administration control good not running well. This is due to it is high risk because it is difficult to supervise workers behavior in using Hearing Protective Devices (HPD’s). In Fact, in PTPN IV Adolina Palm Oil Factory with it is high level of noise, there are still many workers do not use the Hearing Protective Devices (HPD’s).

This research was conducted at production PTPN IV Adolina Palm Oil Factory in 2015 to know the relationship between workers knowledge and the workers attitude towards using Hearing Protective Devices (HPD’s). The research was analytical with cross sectional design. Number of samples taken 23 people from 2 shift existing in PTPN IV Adolina Palm Oil Factory using purposive sampling technique. Data was collected by interview using questionnaire to determine the workers knowledge and workers attitude and observation using observation sheet to determine the workers behavior. To know the relationship between workers knowledge and workers attitude towards using Hearing Protective Devices (HPD’s), using Exact Fisher statistical test.

The result of the research showed that there were 91,3% of workers did not use hearing protector. Based on Exact Fisher Analysis it is known that there is did not have significant relation between workers knowledge (p= 0,692) and workers attitude (p=0,217) towards using Hearing Protective Devices (HPD’s).

It is recommended that management should intensify the information/training about using Hearing Protective Devices (HPD’s) to the workers in order to add their knowledge and positive attitude. As well as, giving amercement to those without Hearing Protective Devices (HPD’s) and providing Hearing Protective Device (HPD’s) according to the needs and used correctly and always maintained in a condition suitable to be used mainly at stations that exceed Threshold Limit Value (TLV) like clarification station, water treatment, threser, and pressing.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang beraneka ragam. Perkembangan industri yang pesat ini diiringi pula oleh adanya risiko bahaya yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih teknologi dimana penggunaan mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks untuk mendukung berjalannya proses produksi. Hal ini dapat menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010).

Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistem kerja atau proses kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari keterbatasan pekerjanya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku kerja yang tidak selamat/ aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomik, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

Terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan akibat lingkungan kerja yaitu faktor fisis, kimiawi, biologis, fisiologis/ ergonomis dan faktor mental dan psikologis. Salah satu faktor fisis di tempat kerja adalah kebisingan. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat


(17)

proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2014).

Gangguan terhadap pemajanan kebisingan sangat bervariasi tergantung dari tingkat intensitas dan karakteristik kebisingan. Dari sudut pandang ergonomik, pengaruh pemajanan kebisingan pada intensitas yang rendah umumnya berupa gangguan komunikasi, ketidaknyamanan dan gangguan performansi kerja. Tetapi, pada pemajanan kebisingan dengan intensitas yang lebih tinggi khususnya yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB >85 dBA) dan dalam waktu yang lama dapat menurunkan fungsi indera pendengaran yang bersifat sementara kemudian berlanjut permanen. Dan tanpa disadari penurunan daya dengar tersebut akan memberikan pengaruh psikologis terutama terhadap pergaulan sehari-hari dengan keluarga maupun kontak sosial dalam masyarakat (Tarwaka, 2004).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa tuli akibat terpajan bising terjadi pada 5% individu yang terpajan intensitas bunyi 80 dBA, 5-15% individu yang terpajan 85 dBA, dan 15-25% bila terpajan 90 dBA. Frekuensi gangguan kesehatan ini begitu tinggi, karena menurut NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health) 14% dari seluruh populasi pekerja mendapat pajanan bising 90 dBA atau lebih. Hasil tes pendengaran pada penelitian ini menemukan bahwa prevalensi tuli ringan pada industri dengan pajanan lebih besar atau sama dengan 90 dBA sebesar 9,56%, tetapi ternyata 37,14% gambaran audiogram populasi tersebut telah di temukan adanya masalah gangguan pendengaran (Harrianto, 2013).


(18)

Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang ( 35% dari total populasi industri di Amerika dan Eropa ) terpajan bising 85 dB atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa. Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising, dengan perkiraan 25% dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun. Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun (KNPGPKT, 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan Noviadi (2000) di PT Pusri Palembang menyatakan bahwa terdapat 30% pekerja yang berperilaku tidak baik dalam penggunaan APD Telinga. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan (p= 0,001) dan sikap (p= 0,001) terhadap penggunaan APD Telinga.

Menurut penelitian Linggasari (2008) di PT Indah Kiat Pulp & Paper Tangerang menyatakan bahwa 35,2% pekerja yang berperilaku tidak baik dalam


(19)

penggunaan APD. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui tidak ada hubungan antara pengetahuan (p= 0,244) dan sikap (p= 0,06) dengan penggunaan APD.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2013) di PT Gapura Angkasa Bandara SMB II Palembang menyatakan bahwa 53,7 % petugas ground handling yang patuh dalam menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) ada hubungan antara pengetahuan (p= 0,018) dengan penggunaan APT (Alat Pelindung Telinga).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2014) di PT Total Dwi Daya Semarang menyatakan bahwa 62,5% pekerja tidak patuh memakai APT saat bekerja ada hubungan antara sikap (p=0,009) dengan kepatuhan memakai APT. Tidak ada hubungan antara pengetahuan (p=0,615) dengan kepatuhan memakai APT.

Alat pelindung telinga adalah pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. Bila pajanan bising tidak dapat dihindari, penerima bising harus menggunakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri cukup efektif untuk mengurangi intensitas bising yang diterima oleh telinga, yaitu sekitar 10-32 dBA. Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff) (Suma’mur, 2014).

Menurut Olishifski (1998) dalam Noviadi (2000), penggunaan alat pelindung telinga ini merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian apabila upaya pengendalian lain, yaitu pengendalian teknik dan pengendalian


(20)

administratif tidak berhasil dijalankan. Hal ini disebabkan risikonya masih cukup tinggi karena susahnya memantau kebiasaan tenaga kerja.

Menurut Budiono (2003) dalam Hidayah (2014), kesadaran akan manfaat penggunaan APD perlu ditanamkan pada setiap tenaga kerja, karena perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) merupakan salah satu alasan mengapa seorang pekerja tidak menggunakan APD. Pembinaan yang terus-menerus dapat meningkatkan kesadaran dan wawasan mereka. Salah satu cara yang efektif adalah melalui pelatihan. Peningkatan pengetahuan dan wawasan akan menyadarkan tentang pentingnya penggunaan APD, sehingga efektif dan benar dalam penggunaannya.

PTPN IV Adolina merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit yang memproduksi kelapa sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (kernel) melalui beberapa tahapan proses di beberapa stasiun yang tidak terlepas dari bahaya kebisingan. Ada 9 stasiun yang terdiri dari stasiun penerimaan buah, perebusan, penebahan, pengempaan, klarifikasi, kernel/biji, ketel uap, kamar mesin dan pemurnian air. Bahaya kebisingan di area PTPN IV Adolina berasal dari peralatan kerja dan proses produksi.

Berdasarkan hasil pengukuran Hiperkes pada tahun 2013, area kerja yang memiliki tingkat intensitas kebisingan tinggi antara lain kamar mesin (97,1 dB), ketel uap (94,3 dB), perebusan (89,1 dB), kernel/biji (93,2 dB), pengempaan (89,3 dB), penebahan (85 dB), klarifikasi (90,4 dB) dan pemurnian air (91,9 dB).

Salah satu upaya yang diberlakukan oleh PTPN IV Adolina adalah penggunaan Alat Pelindung Pendengaran yang dimaksudkan untuk memperkecil


(21)

risiko gangguan pendengaran. Perusahaan telah menyediakan Alat Pelindung Pendengaran berupa penutup telinga (ear muff) kepada pekerja di beberapa stasiun seperti stasiun kamar mesin, ketel uap, perebusan, dan kernel/biji, sedangkan di stasiun lainnya yang juga memiliki intensitas kebisingan > NAB seperti stasiun pengempaan (89,3 dB), klarifikasi (90,4 dB), dan pemurnian air (91,9 dB) tidak disediakan Alat Pelindung Pendengaran. Berdasarkan survei pendahuluan ternyata masih ada tenaga kerja yang tidak menggunakannya ketika bekerja. Tingginya tingkat kebisingan yang dihasilkan di beberapa stasiun produksi ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada pekerja.

Dari hasil audiometri Hiperkes pada tahun 2013, didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa pekerja yang mengalami penurunan pendengaran yaitu di bagian pengempaan sebanyak 6 pekerja dan bagian pabrik biji sebanyak 2 pekerja. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya APP di bagian pengempaan dan kecenderungan pekerja untuk bekerja tidak aman seperti tidak menggunakan alat pelindung pendengaran saat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang bising. Dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015”

1.2 Perumusan Masalah

1. Belum diketahuinya hubungan pengetahuan pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.


(22)

2. Belum diketahuinya hubungan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pekerja dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

2. Untuk mengetahui gambaran sikap pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

3. Untuk mengetahui gambaran tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pengetahuan pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.


(23)

2. Ada hubungan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan mengenai hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti yang akan datang.

3. Meningkatkan pengetahuan dan sebagai pengalaman awal bagi peneliti dalam


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan merupakan suatu faktor yang penting dalam terlaksananya kegiatan perusahaan. Setiap karyawan akan bekerja secara maksimal apabila terdapat jaminan terhadap keselamatan kerja karyawan. Adapun pengertian dari keselamatan kerja menurut para ahli adalah sebagai berikut :

a. Sedangkan menurut Suma’mur (1981), “Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan”.

b. Menurut Silalahi dan Rumondang (1995), “Keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan”.

Menurut Suma’mur (1981), perusahaan perlu menjaga keselamatan kerja terhadap karyawannya karena tujuan program keselamatan kerja diantaranya sebagai berikut:

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja. c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.


(25)

Program kesehatan kerja merupakan suatu hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh pihak pengusaha. Karena dengan adanya program kesehatan yang baik akan menguntungkan para karyawan secara material, karena karyawan akan lebih jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih menyenangkan, sehingga secara keseluruhan karyawan akan mampu bekerja lebih lama. Menurut Silalahi dan Rumondang (1995) menyatakan kesehatan kerja yaitu terhindarnya dari penyakit yang mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya perlindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Suma’mur, 1981).

2.2 Higiene Industri

Maksud dan tujuan higiene perusahaan adalah melindungi pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan atau industri dari risiko bahaya khususnya faktor fisis, kimiawi, dan biologis yang mungkin timbul oleh karena beroperasinya suatu proses produksi. Sasaran suatu kegiatan higiene perusahaan adalah faktor lingkungan dengan jalan identifikasi bahaya dan pengukuran agar tahu secara kualitatif dan kuantitatif bahaya yang sedang dihadapi atau yang mungkin timbul, dan dengan pengetahuan yang tepat tentang risiko faktor bahaya tersebut diselenggarakan tindakan korektif yang merupakan prioritas utama waktu itu serta selanjutnya upaya pencegahan yang bersifat lebih menyeluruh. Cara kerja


(26)

higiene perusahaan (industri) adalah teknis-teknologis yang ditujukan kepada lingkungan kerja dengan pengenalan, identifikasi, pengukuran, evaluasi dan pengendalian bahaya dan risiko faktor fisis, kimiawi, dan biologis (Suma’mur, 2014).

2.3 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No Per 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja (Permen.Nakertrans No. Per 01/Men/1981).

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1 Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul karena hubungan kerja (Keppres No. 22 Tahun 1993).

Baik penyakit akibat kerja maupun penyakit yang timbul karena hubungan kerja mempunyai pengertian yang sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja sebagai berikut:

1. Faktor fisis seperti:

a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja

b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah dapat mengakibatkan katarak (cataract) kepada lensa mata, sedangkan sinar


(27)

ultraviolet menjadi sebab konjungtivitis fotoelektrika (conjunctivitis photoelectica).

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heatstroke atau (pukulan panas), kejang panas (heatcramps) atau hiperpireksia (hyperpyrexia), sedangkan suhu terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite.

d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison (caisson disease).

e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

2. Faktor kimiawi, antara lain:

a. Debu yang menyebabkan pneumokoniosis (pneumoconiosis), diantaranya silikosis, asbestosis dan lainnya.

b. Uap yang daintaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume fever) dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap formaldehida.

c. Gas, misalnya keracunan oleh Co, H2S dan lainnya.

d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit.

e. Awan atau kabut misalnya racun serangga (insektisides), racun jamur dan lainnya yang menimbulkan keracunan.

3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusela (brucella) yang menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.

4. Faktor fisiologis/ergonomis yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang


(28)

kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.

5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit psikosomatis.

2.4 Kebisingan

2.4.1 Definisi Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2014).

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang direkomendasikan menurut ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygienist), PPKKH RI (Pusat Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes Republik Indonesia) dan NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health) adalah sebesar 85 dB (A) sedang menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration) sebesar 90 dB (A) untuk waktu kerja 8 jam sehari (Harrianto, 2013).

2.4.2 Jenis Kebisingan

Menurut Suma’mur (2014), jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan adalah:


(29)

1. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise), misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain.

2. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (steady state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain.

3. Kebisingan terputus-putus (intermitten noise), misalnya bising lalu lintas, suara kapal terbang di bandara.

4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan.

5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan.

2.4.3 Dampak Kebisingan

Menurut Nasri (1997) dalam Noviadi (2000) dampak kebisingan pada manusia dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

1. Pengaruh pada indera pendengaran (auditory effect), ada tiga kemungkinan yaitu:

a. Trauma akustik

Yaitu pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal (single exposure) terhadap intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba, misalnya suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan robeknya membran timpani atau dislokasi dan kerusakan tulang-tulang pendengaran.


(30)

Mula-mula seseorang akan merasa terganggu di tempat kerja baru yang bising, tapi setelah beberapa jam kemudian dia akan merasa terbiasa dan tidak terganggu, suara tidak lagi sekeras semula. Maka dengan kata lain orang tersebut telah mengalami ketulian. Bila orang ini selesai bekerja dan keluar dari ruang kerja, daya dengarnya sedikit demi sedikit akan pulih kembali sediakala. Jadi gangguan pendengaran yang dialami orang tersebut bersifat sementara. Waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan kembali berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari serta paling lama 10 hari.

c. Kenaikan ambang pendengaran menetap (Permanent Threshold Shift)

Bila seseorang mengalami kenaikan ambang pendengaran sementara dan kemudian terpajan kebisingan sebelum pemulihan secara bertahap terjadi, maka akan terjadi akumulasi sisa ketulian. Bila hal ini berlangsung secara berulang dan menahun, maka sifat ketulian akan berubah menetap (permanen).

2. Pengaruh pada bukan indera pendengaran (Non Auditory Effect) a. Gangguan perasaan atau mudah marah (annoyance)

Bising juga dapat menimbulkan perasaan tidak enak atau mudah marah, biasanya faktor yang mempengaruhinya adalah karakteristik kebisingan, sikap individu terhadap bising, kepekaan individu dan lain-lain.

b. Gangguan komunikasi

Kebisingan dapat mengganggu pembicaraan sebagai alat komunikasi, sehingga kita tidak dapat menangkap pembicaraan dan mengerti apa yang dibicarakan.


(31)

c. Gangguan tidur

Adanya suara bising dapat menimbulkan gangguan tidur pada seseorang pekerja.

d. Gangguan fisiologis

Berupa peningkatan tekanan darah, denyut nadi dan gastro intestinal. e. Gangguan psikologis

Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis yaitu rasa khawatir, jengkel dan sebagainya.

2.4.4 Pengendalian Kebisingan

Menurut Olishifski (1998) dalam Noviadi (2000), pencegahan terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengurangi tingkat atau lamanya pemajanan terhadap kebisingan. Apabila pola kebisingan berasal dari sumber (noise source) dan ditransmisikan melalui work area (path) menuju pekerja (receiver), maka secara konsepsi dapat dilakukan prioritas pengendalian kebisingan sebagai berikut:

1. Pengendalian kebisingan pada sumbernya

Pengendalian kebisingan pada sumbernya, dapat dilakukan dengan mengendalikan antara lain:

a. Pemilihan dan pemasangan mesin dengan tingkat kebisingan yang rendah. b. Bentuk disain, seperti: disain pipa gas buang, jumlah daun propeller, proses

kerja motor, jumlah silinder, menambah daya efektif motor, bentuk dan kedudukan katup, dan sebagainya.


(32)

d. Perubahan sistem dan jenis kopling yang digunakan.

e. Perawatan berupa pemberian gemuk dan pelumas dengan teratur. f. Substitusi, pergantian suku cadang/ mesin/ proses.

2. Pengendalian Kebisingan pada Work Area

Pengendalian kebisingan pada work area dapat dilakukan antara lain: a. memperpanjang jarak antara sumber dengan penerima.

b. Memperpanjang silencer yang dapat memperhalus suara seperti pemasangan fan exhauster atau air intake.

c. Mempergunakan enclosure atau pemisah yang terbuat dari bahan/ konstruksi yang mampu mengurangi penjalaran suara, baik berupa tabir ataupun ruang tertutup.

3. Pengendalian Kebisingan pada Tenaga Kerja

Ada 3 rangkaian kegiatan dalam rangka mengendalikan kebisingan pada tenaga kerja yang disebut juga Hearing Conservation Programme (HCP), yaitu: a. Testing (noise testing), yaitu pemantauan kebisingan melalui pengukuran

kebisingan di lingkungan kerja dengan sound level meter dan pengukuran kebisingan yang diterima tenaga kerja dengan personal noise dosimeter dan hearing test, untuk pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan audiometer.

b. Training, yaitu pemberian pelatihan kepada tenaga kerja, terutama bagi tenaga kerja high risk group, pelatihan ini dilakukan secara berkala dan kontinu.


(33)

c. Hearing protection, yaitu penggunaan alat pelindung pendengaran (hearing protector) untuk mengurangi tingkat pemajanan kebisingan yang diterima tenaga kerja.

Program dasar pengendalian kebisingan menurut Goetsch (1996) dalam Noviadi (2000) adalah meliputi Three E’s of Safety yaitu Engineering, Education, Enforcement. Terhadap kebisingan, engineering control (pengendalian teknik): menciptakan/ mengubah mesin produksi yang aman dari kebisingan, education (pendidikan/penyuluhan) dengan memberikan penyuluhan mengenai bahaya kebisingan dan dampaknya bila tidak menggunakan APD Telinga dan enforcement (peraturan perundangan) dengan pemberlakuan peraturan-peraturan di perusahaan khususnya mengenai kebisingan dan penggunaan alat pelindung pendengaran.

2.5 Alat Pelindung Pendengaran (APP)

Menurut Olishifski (1998) dalam Noviadi (2000), alat pelindung pendengaran adalah penghalang akustik yang mengurangi besarnya energi bunyi yang dipancarkan melalui lubang telinga ke reseptor di dalam bagian telinga bagian dalam.

Menurut Siswanto (1983) dalam Noviadi (2000) menyatakan bahwa APD telinga (hearing protector/hearing protection devices) dirancang untuk memberikan perlindungan maksimum dengan dilengkapi penyaring dan mampu menyerap bising. APD telinga ini bekerja sebagai penghalang antara bising dengan telinga dalam.


(34)

Alat pelindung pendengaran harus diberikan satu untuk setiap pekerja, menyediakan atenuasi yang cukup (dapat mengurangi sejumlah kebisingan yang mencapai telinga) untuk menjamin pendengaran terlindung dengan baik, dan para pengguna harus terbiasa dengan tingkat bunyi yang berbeda-beda yang dapat didengar melalui alat pelindung pendengaran (Ridley, 2008).

Alat pelindung pendengaran (APP) hendaknya dipakai sebagai upaya terakhir setelah segala usaha menghilangkan atau mengurangi sumber bising tidak berhasil. Hal yang harus dipertimbangkan sewaktu memilih alat pelindung telinga adalah:

1. Alat pelindung telinga harus dapat melindungi pendengaran dari bising yang berlebihan. Jumlah penurunan tingkat kebisingan yang dibutuhkan untuk tiap area harus dicocokkan dengan kemampuan penurunan tingkat kebisingan alat pelindung telinga.

2. Alat pelindung telinga harus ringan, nyaman dipakai, sesuai dan efisien (ergonomik).

3. Harus menarik.

4. Tidak memberi efek samping (aman), baik oleh karena bentuknya, konstruksi maupun bahan (Buchari, 2007).

2.5.1 Jenis Alat Pelindung Pendengaran

Menurut Siswanto (1983) dalam Noviadi (2000), umumnya APD Telinga dibedakan mnejadi dua jenis yaitu: sumbat telinga (Ear plug) dan tutup telinga (Ear muff).


(35)

2.5.1.1 Sumbat Telinga (Ear Plug)

Ear plug adalah jenis pelindung telinga yang dipasang secara langsung ke kanal atau saluran telinga. Ukuran, bentuk dan posisi saluran telinga untuk tiap-tiap individu berbeda-beda dan bahkan antara kedua telinga dari individu yang sama berlainan pula. Oleh karena itu sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk dan posisi saluran telinga pemakainya. Ear plug mempunyai bermacam konfigurasi dan terbuat dari karet, plastik atau cotton.

a. Jenis sumbat telinga berdasarkan bentuknya

Berdasarkan bentuknya sumbat telinga dibedakan atas:

1. Semi insert type, yaitu jenis sumbat telinga yang hanya menyumbat lubang masuk telinga luar.

2. Insert type, yaitu sumbat telinga yang menutupi seluruh saluran telinga luar. b. Jenis sumbat telinga berdasarkan cara penggunaannya

Berdasarkan cara penggunaannya, sumbat telinga dibedakan atas:

1. Disposable plug, yaitu sumbat telinga yang digunakan sekali pakai saja, kemudian langsung dibuang, biasanya sumbat telinga yang terbuat dari busa dan malam (WAX). Cara penggunaannya yaitu sumbat digulung dengan ujung-ujung jari, lalu salah satu tangan diangkat mengelilingi bagian belakang kepala dan telinga bagian luar ditarik untuk meluruskan liang telinga. Kemudian sumbat dimasukkan sampai dirasakan alat tersebut menyumbat, lalu sumbat tersebut dipegang sebentar sampai sumbat tersebut mengembang. Sebelum digunakan, tenaga kerja memeriksa sumbat dari kotoran, lilin, lemak dengan mencuci tangan


(36)

terlebih dahulu. Beberapa disposable plug butuh dibentuk sebelum digunakan, dan setelah digunakan maka sumbat dibuang.

2. Reusable plug, yaitu sumbat telinga yang digunakan berulang kali, dalam waktu yang lama, biasanya terbuat dari karet yang fleksibel, silikon atau plastik yang dicetak. Ada berbagai bentuk reusable plug dan sesuai dengan liang telinga untuk menahan kebisingan, kotoran dan lemak. Alat ini bisa berbentuk flengs (seperti pinggiran roda), atau berbentuk kerucut, dan sering dihubungkan dengan tali sehingga tidak mudah hilang dan agar mudah diawasi oleh pengawas. Cara penggunaan alat ini yaitu dengan mengangkat salah satu tangan mengelilingi bagian belakang kepala dan menarik telinga bagian luar untuk meluruskan liang telinga. Kemudian reusable plug dimasukkan sampai merasa menutup dan nyaman. Cara perawatan alat ini yaitu dengan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memakai, dan memeriksa alat dari kotoran dan lemak pada sumbat. Reusable plug ini dicuci minimal sekali sehari, kemudian dibilas dan dikeringkan. Setelah digunakan, alat ini disimpan di kotak plastik atau botol kecil yang bersih. Dan penggantian sumbat dilakukan ketika sumbat telah mengeras dan berubah warna.

3. Headband plug, yaitu jenis sumbat yang menggunakan ikat kepala (hamper menyerupai ear muff). Alat ini dibuat dari bahan-bahan yang dapat dicuci dan dapat memberikan kenyamanan yang sesuai serta dapat digunakan bersamaan dengan pelindung mata, helm (pelindung kepala), atau tutup kepala yang lain. Bagaimanapun headband plug lebih serbaguna daripada penutup telinga (ear muff). Alat ini seharusnya sering dibersihkan dan meskipun alat ini dapat tahan


(37)

lama dan digunakan dalam waktu yang lama, alat ini tidak boleh menjadi menekuk atau membengkok. Setelah digunakan, headband plug disimpan ditempat yang aman.

Keuntungan sumbat telinga:

1. Mudah dibawa karena ukurannya kecil.

2. Relatif lebih nyaman dipakai ditempat yang panas. 3. Tidak membatasi gerak kepala.

4. Harganya relatif murah daripada penutup telinga.

5. Dapat dipakai secara efektif tanpa dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup kepala, anting-anting dan rambut.

Kekurangan sumbat telinga:

1. Memerlukan waktu yang lebih lama dari penutup telinga untuk pemasangan yang tepat.

2. Tingkat proteksinya lebih kecil daripada penutup telinga.

3. Sulit untuk memonitor tenaga kerja, apakah ia memakai atau tidak karena pemakaiannya sukar dilihat oleh pengawas.

4. Hanya dapat dipakai oleh pekerja yang saluran telinganya sehat.

5. Bila tangan yang digunakan untuk memasang sumbat telinga kotor, maka saluran telinga akan mudah terkena infeksi karena iritasi.

2.5.1.2 Penutup telinga (Ear muff)

Adalah kubah plastik yang menyelimuti telinga dan dihubungkan dengan pita pegas. Pita pegas tersebut dapat disesuaikan dengan bervariasi bentuk, ukuran kepala dan posisi telinga serta mampu memberikan ketegangan antara kepala dan


(38)

kubah sehingga tetap terjaga kerapatannya. Kubah plastik ini dilengkapi dengan open-cell busa yang bermanfaat untuk menyerap dan meredam bunyi serta dilekatkan pada suatu bantalan yang berhubungan dengan kepala. Dalam bantalan ini berisi udara atau fluida lainnya yang dapat memberikan kenyamanan jika melakukan kontak dengan bentuk-bentuk yang tidak teratur (seperti cacat muka atau bekas operasi). Dimensi lubang kubah juga harus cukup besar supaya dapat melingkupi seluruh bagian telinga luar.

Keuntungan penutup telinga:

1. Tingkat proteksinya lebih besar dibandingkan sumbat telinga. 2. Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas.

3. Dapat digunakan oleh telinga yang terkena infeksi (ringan). 4. Tidak mudah hilang (terselip).

Kerugian penutup telinga:

1. Tidak nyaman digunakan di tempat kerja yang panas.

2. Efektifitas dan kenyamanan penggunanya dipengaruhi oleh penggunaan kacamata, tutup kepala, anting-anting, dan rambut yang menutup telinga. 3. Relatif tidak mudah dibawa/disimpan.

4. Dapat membatasi gerakan kepala pada ruang kerja yang agak sempit. 5. Harganya relatif lebih mahal daripada sumbat telinga.

6. Pada penggunaannya yang terlalu sering/bilamana pita penghubungnya yang berpegas sering tertekuk oleh penggunanya, daya proteksinya akan berkurang.


(39)

Gambar 2.1 Macam-macam APD Telinga

Sumber: http://www.ilo.org/safework_bookshelf/english

2.6 Perilaku

Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh individu yang bersangkutan (Winardi, 2004).

Skinner (1938) dalam Notoadmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), oleh karena perilaku itu terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons. Respons dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya: makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan. Respon-dent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih.


(40)

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons terhadap gaji yang cukup, misalnya (stimulus). Kemudian karena kerja baik tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebagai reinforce untuk memperoleh promosi pekerjaan.

Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar.

2.6.1 Domain Perilaku

Teori Bloom yang dikutip dalam Notoadmodjo (2010) membedakan perilaku dalam 3 domain perilaku, yaitu: kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (Psychomotor). Untuk kepentingan pendidikan praktis, teori ini kemudian dikembangkan menjadi 3 ranah perilaku yaitu:

2.6.1.1 Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu


(41)

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Menurut Notoatmodjo (2010) mengungkapkan bahwa pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda, secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:

a. Tahu (know) diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension) artinya memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application) diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari


(42)

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2.6.1.2 Sikap

Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan sikap mental, yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa ia berhubungan (Winardi, 2004).

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor lingkungan kerja, sebagai berikut:

a. Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.

b. Kognisi adalah keyakinan evaluatif seseorang. Keyakinan-keyakinan evaluatif, dimanifestasi dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki seseorang terhadap objek atau orang tertentu.


(43)

c. Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu (Winardi, 2004).

Sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:

a. Menerima (receiving) diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing) diartikan subjek atau seseorang memberi nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain dan bahkan mengajak atau memengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

2.6.1.3 Tindakan

Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk mewujudkannya sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas atau sarana dan prasarana setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang


(44)

diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan (Notoadmodjo, 2010).

Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:

a. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

c. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan

Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian dimana cara pengukuran variabel bebas dan variabel terikat dalam waktu yang bersamaan untuk menganalisa hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di PTPN IV unit usaha Adolina tepatnya di bagian produksi pabrik kelapa sawit dengan alasan:

1. Masih terdapat tenaga kerja yang tidak memakai Alat Pelindung Pendengaran ketika bekerja.

2. Belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi PTPN IV Adolina Tahun 2015.

3. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak perusahaan untuk melakukan penelitian.

3.2.2 Waktu


(46)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015 berjumlah 74 pekerja yang terdiri dari 36 pekerja di shift I dan 38 pekerja di shift II.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmodjo, 2010).

Sampel yang digunakan adalah pekerja yang bekerja di shift (1 dan 2) dan pekerja yang diberi APP. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, jumlah sampel adalah 23 pekerja dengan rincian sebagai berikut:

Perebusan : 3 pekerja (shift I) dan 3 pekerja (shift II) Ketel uap : 4 pekerja (shift I) dan 4 pekerja (shift II) Kernel/pabrik biji : 3 pekerja (shift I) dan 2 pekerja (shift II) Kamar Mesin : 2 pekerja (shift I) dan 2 pekerja (shift II)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dan observasi dengan menggunakan kusioner yang dimodifikasi dari Noviadi (2000).


(47)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak perusahaan bagian personalia meliputi data hiperkes dan data gambaran umum perusahaan.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas ini dilakukan dengan tujuan menganalisis apakah isi item-item instrumen yang disusun memang benar-benar tepat dan rasional untuk mengukur variabel penelitian. Uji signifikansi dilakukan membandingkan nilai r

hitung dengan r tabel. Jika r hitung > r tabel, maka butir pertanyaan atau indikator dinyatakan valid. Selanjutnya, butir instrumen yang valid diuji reliabilitasnya (Santoso, 2013). Nilai r tabel untuk 10 responden yang diuji coba dan pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 0,576.

Menurut Sunyoto (2012), uji reliabilitas atau uji konsistensi suatu item pertanyaan dengan membandingkan antara nilai Cronbach’s Alpha dan taraf keyakinan (coefficients of confidance =CC) dengan ketentuan sebagai berikut: Jika CC < Cronbach’s Alpha, item pertanyaan reliabel (konsisten)

Jika CC > Cronbach’s Alpha, item pertanyaan tidak reliabel (tidak konsisten)

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan Pekerja

Pertanyaan N Corrected Item-Total Correlation

Hasil Uji Cronbach’s Alpha

Hasil Uji

1 12 0,819 Valid 0,698 Reliabel

2 12 0,635 Valid 0,716 Reliabel

3 12 0,635 Valid 0,716 Reliabel

4 12 0,816 Valid 0,704 Reliabel

5 12 0,819 Valid 0,698 Reliabel

6 12 0,816 Valid 0,704 Reliabel

7 12 0,819 Valid 0,698 Reliabel


(48)

9 12 0,717 Valid 0,702 Reliabel

10 12 0,717 Valid 0,702 Reliabel

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa nilai Corrected Item-Total Correlation (r

hitung) > 0,576 artinya semua pertanyaan valid. Nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 artinya semua pertanyaan reliabel untuk variabel pengetahuan.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sikap Pekerja

Pertanyaan N Corrected Item-Total Correlation

Hasil Uji Cronbach’s Alpha

Hasil Uji

1 12 0,763 Valid 0,661 Reliabel

2 12 0,937 Valid 0,614 Reliabel

3 12 0,938 Valid 0,655 Reliabel

4 12 0,689 Valid 0,691 Reliabel

5 12 0,922 Valid 0,780 Reliabel

6 12 0,589 Valid 0,676 Reliabel

7 12 0,882 Valid 0,619 Reliabel

8 12 0,689 Valid 0,691 Reliabel

9 12 0,790 Valid 0,674 Reliabel

10 12 0,624 Valid 0,764 Reliabel

Tabel 3.2 menunjukkan bahwa nilai Corrected Item-Total Correlation (r

hitung) > 0,576 artinya semua pertanyaan valid. Nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 artinya semua pertanyaan reliabel untuk variabel sikap.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan:

1. Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui oleh responden mengenai alat pelindung pendengaran, seperti: pengertian, guna pemakaian, kerugian bila tidak memakainya, kapan harus menggunakan, jenis-jenisnya, daya redamnya (attenuation) dari masing-masing alat.


(49)

2. Sikap adalah respon dan keyakinan responden untuk menggunakan alat pelindung pendengaran di tempat kerja bising.

3. Tindakan penggunaan alat pelindung pendengaran adalah penggunaan alat pelindung pendengaran saat bekerja di tempat kerja yang bising (pada jam kerja selama 1 hari pengamatan).

3.7 Aspek Pengukuran

3.7.1 Pengukuran Variabel Independen

1. Pengetahuan responden tentang penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP) diukur dengan penghitungan skor terhadap seluruh jawaban dari aspek pengetahuan pada kuesioner. Terdapat 10 pertanyaan aspek pengetahuan, setiap jawaban yang “benar” diberi nilai 1 dan “salah” diberi nilai 0. Nilai minimum yang mungkin didapat adalah 0 dan nilai maksimum yang didapat adalah 10.

1. Baik : jika skor yang diperoleh > nilai median 2. Kurang : jika skor yang diperoleh ≤ nilai median Skala: ordinal

2. Pengukuran sikap tentang Alat Pelindung Pendengaran (APP) diukur dengan menggunakan skala Likert, dimana kuantifikasi ini dilakukan dengan mencatat penguatan respon untuk pernyataan kepercayaan positif (kuesioner nomor 11, 14, 15, 17, 20) jika jawaban sangat setuju diberi skor 5 , setuju diberi skor 4, kurang setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju diberi skor 1. Untuk pernyataan kepercayaan negatif (kuesioner nomor 12, 13, 16, 18, 19) jika jawaban sangat setuju diberi skor 1 , setuju diberi skor 2,


(50)

kurang setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 4 dan sangat tidak setuju diberi skor 5. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan.

1. Baik : jika skor yang diperoleh > nilai median 2. Kurang : jika skor yang diperoleh ≤ nilai median Skala: ordinal

3.7.2 Pengukuran Variabel Dependen

Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran dapat dilihat dari hasil observasi menggunakan lembaran checklist saat bekerja di tempat kerja yang bising (pada jam kerja selama 1 hari). Kemudian dikategorikan menjadi:

1. Pakai : jika pekerja menggunakan APP pada saat pengamatan.

2. Tidak Pakai: jika pekerja tidak menggunakan APP pada saat pengamatan. Skala: Nominal

3.8 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan beberapa tahap, yaitu:

1. Editing

Pada tahap ini dilakukan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut:

- Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.

- Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca.


(51)

- Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan yang lainnya.

2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng “kode” an atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

3. Memasukkan Data (Data Entry)

Jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program atau “software” komputer.

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Pada tahap ini perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

3.9 Teknik Analisa Data 3.9.1 Analisis Univariat

Analisis Univariat, yaitu analisis yang memberikan gambaran informasi tentang karakteristik data, mendeskripsikan tabel frekuensi dan grafik untuk variabel kategorik, mendeskripsikan ukuran penyebaran dan pemusatan untuk variabel numerik, dan untuk uji normalitas. Untuk penyajian data deskriptif, bila distribusi normal menggunakan mean dan standar deviasi sedangkan bila distribusi tidak normal menggunakan median dan minimum-maksimum sebagai ukuran pemusatan dan penyebaran. Untuk uji hipotesis, jika distribusi normal menggunakan uji parametrik sedangkan jika distribusi data tidak normal


(52)

menggunakan uji nfonparametrik. Untuk penyajian data analitis, menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk sampel yang besar (lebih dari 50) dengan kategori normal p>0,05 sedangkan Shapiro-Wilk untuk sampel yang sedikit (kurang atau sama dengan dari 50) dengan kategori normal apabila p>0,05 (Dahlan, 2008).

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan antara variabel independen (pengetahuan dan sikap) dengan variabel dependen (tindakan penggunaan APD telinga) menggunakan uji Chi-Square (p<0,05) (Budiarto, 2001).

Syarat uji Chi-Square yaitu sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya. Alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2 x 2 adalah uji Exact Fisher. Alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2 x K adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Jika p < 0,05 maka hipotesis nol ditolak, hipotesis alternatif diterima artinya terdapat hubungan yang bermakna antara variabel A dengan variabel B (Dahlan, 2008).


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Pabrik Kelapa Sawit Unit Usaha Adolina didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1926 dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938, budidaya tembakau diubah menjadi budidaya kelapa sawit dan karet dengan nama “NV Serdang Cultuur Maatchappy (NV SCM)”. Sejak tahun 1973, budidaya karet diganti menjadi kakao, sedangkan kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1942, PKS Adolina diambil alih oleh Pemerintah Jepang dan diambil kembali oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1946 dengan nama tetap “NV SCM”. Pada tahun 1958, perusahaan ini diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama “Perusahaan Perkebunan Negara (PPN)”. Nama PPN diganti menjadi PPN Baru SUMUT V pada tahun 1960.

Pada tahun 1963 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi dua kesatuan yaitu PPN Karet III Kebun Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Tanjung Morawa dan PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu. Pada tahun 1968 PPN Antan II dan PPN Karet III digabung kembali diganti menjadi PNP VI. Pada tahun 1978 PNP VI diubah menjadi bentuk Persero dengan nama PT. Perkebunan VI (Persero), dengan kantor pusat di Pabatu. Tahun 1973, budidaya karet diganti menjadi tanaman kakao, sedangkan kelapa sawit tetap dipertahankan. Tahun 1994 PTP VI, PTP VII dan PTP VIII digabung dan


(54)

dipimpin oleh Direktur Utama PTP VII. Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII dan PTP VIII diberi nama “PT Perkebunan Nusantara IV” dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina adalah salah satu PKS yang tertua di PTPN IV, berdiri tahun 1956 dan direnovasi pada tahun 1999, dan pada tahun 2000 sudah siap beroperasi. Pada saat ini, kapasitas terpasang PKS adalah 30 ton TBS/jam, dipakai untuk mengolah TBS sendiri dan TBS pihak III (pembelian). Beroperasi dengan lancar/baik dengan tingkat stagnasi 1,53% serta losis ditekan mencapai 1,52%. Untuk luas areal PKS Adolina adalah 122.500 m2.

4.1.2 Letak Geografis Perusahaan

Lokasi PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina berada di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara tepatnya di pinggiran jalan raya Medan-Pematang Siantar dengan jarak 38 km dari kota Medan. Lokasi Unit Usaha Adolina terdapat pada enam wilayah kecamatan yaitu Perbaungan, Bangun Purba, Pantai Cermin, Galang, STM Hilir dan Gajahan. Lokasi kebun memanjang dari utara ke selatan, kiri kanan berbatasan dengan desa-desa dan terdiri dari 9 Afdeling. Topografi tanah datar dengan ketinggian ± 15 meter diatas permukaan laut.

4.1.3 Luas Areal Perkebunan

Sesuai Surat Keputusan Direksi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Nomor: 04.12/Kpts/71/XII/2009 tentang rasionalisasi areal, maka unit usaha Adolina yang selama ini berjumlah 14 afdeling menjadi 9 afdeling. Luas kebun PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina pada tahun 2015 adalah seluas


(55)

8.961,08 Ha dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu kebun kelapa sawit Adolina 7.057,20 Ha, kebun Bandar Kwala 850,99 Ha, kebun Bangun Purba 957,19 Ha dan kebun Lau Rempak 95,70 Ha.

4.1.4 Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina sampai bulan April 2015 sebanyak 1.197 pekerja dengan uraian 20 karyawan pimpinan, 1.154 karyawan pelaksana, 2 tenaga honor, dan 21 tenaga kerja outsourcing.

Tabel 4.1 Jumlah Pekerja di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015

No. Fungsi Jabatan Jumlah Pekerja PKS I

Jumlah Pekerja PKS II

1 Kernel/Pabrik Biji 3 2

2 Kolam Limbah 2 2

3 Water Treatment 1 1

4 Kamar Mesin 2 2

5 Housting Crane 2 2

6 Klarifikasi 3 3

7 Rebusan 3 3

8 Loading Ramp 5 4

9 Ketel Uap 4 4

10 Demint Plant 1 1

11 Kempa 2 2

12 Mandor 1 1

13 Laboratorium 2 2

14 Watch Tukang 2 2

15. Asistensi 3 7

Total 36 38

4.1.5 Jam Kerja

Jam kerja yang berlaku pada PT Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina dibagi atas dua bagian, yaitu :

1. Bagian Kantor


(56)

a. Hari Senin – Kamis

Pukul 06.30 - 09.30 WIB : Kerja aktif Pukul 09.30 - 10.30 WIB : Istirahat Pukul 10.30 – 15.00 WIB : Kerja aktif b. Hari Jum’at

Pukul 06.30 - 09.30 WIB : Kerja aktif Pukul 09.30 - 10.30 WIB : Istirahat Pukul 10.30 – 12.00 WIB : Kerja aktif c. Hari Sabtu

Pukul 06.30 - 09.30 WIB : Kerja aktif Pukul 09.30 - 10.30 WIB : Istirahat Pukul 10.30 – 13.00 WIB : Kerja aktif 2. Bagian Pabrik

Untuk bagian Pabrik, pekerja dibagi atas dua Shift, yaitu : a. Shift I : (Pukul 06.30 – 17.00)

b. Shift II : (Pukul 17.00 – bahan baku habis)

4.1.6 Proses Produksi

PKS Unit Adolina memiliki kapasitas produksi 30 ton perjam. Proses produksi kelapa sawit menjadi minyak sawit (Crude Palm Oil) dan inti sawit (Kernel) melalui beberapa tahapan proses pada beberapa stasiun. Tandan Buah Segar (TBS) dari kebun/afdeling diangkut dengan menggunakan truk. Setiap truk yang berisi TBS yang masuk ke lokasi pabrik ditimbang di Weight Bridge (jembatan timbang) terlebih dahulu untuk mengetahui beratnya (Bruto). Setelah


(57)

Tandan Buah Segar (TBS) diturunkan di loading ramp, truk ditimbang kembali dan hasil timbangannya merupakan tarra sehingga diperoleh berat bersih (Netto).

Sortasi Tandan Buah Segar (TBS) atau pemilihan buah dilakukan di lantai loading ramp. Sortasi dimaksudkan sebagai pengendalian mutu untuk menolak atau menerima buah yang masuk sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk menjamin mutu olah pabrik. TBS kemudian dibawa dari loading ramp menuju sterilizer (stasiun rebusan) dengan menggunakan lori berkapasitas 2,5 ton. Proses rebusan dilakukan dengan sistem perebusan tiga puncak dalam waktu 90 menit, sedangkan untuk 1 siklus perebusan adalah 100 menit.

TBS yang telah selesai direbus di sterilizer kemudian ditarik keluar menggunakan capstand. Lori-lori yang keluar dari rebusan diangkat menggunakan hoisting crane berkapasitas 5 ton untuk dituangkan ke dalam fruit hopper yang berfungsi untuk penampungan buah rebus, kemudian buah rebus dimasukkan ke dalam thresher dengan menggunakan auto feeder untuk dibanting didalam threser yang berputar.

Kemudian buah yang keluar dari thresher ditampung oleh ulir pengantar diteruskan ke fruit elevator dan didistribusikan ke setiap unit digester (melalui distribution conveyer. Tandan kosong yang keluar dari bunch cruiser diterima oleh empty bunch conveyer dan diantar ke empty bunch hopper untuk dibawa kembali ke kolam limbah yang berada di kebun/afdeling menggunakan truk. Tandan kosong yang dibawa kembali ke afdeling tersebut dapat digunakan sebagai pupuk organik.


(58)

Buah yang telah direbus dilumatkan oleh digester hingga terbukalah sel-sel minyak didalam daging buah agar minyak mudah keluar pada saat proses pengepressan. Selanjutnya setelah keluar dari mesin digester lalu menuju ke mesin pressing (screw pressing) untuk dilakukan proses pemisahan minyak kasar (crude oil) dari daging buah. Biji dan serabut (ampas) hasil pengepressan diteruskan ke stasiun biji (karnel).

Minyak kasar (crude oil) hasil pengempaan disalurkan ke sand trap tank (tangki penampungan) melalui Oil Gutter untuk mengendapkan pasir sehingga minyak akan terpisah dengan pasir-pasir tercampur dengan minyak kasar. Untuk memudahkan pengendapan pasir maka cairan minyak kasar harus cukup panas dengan cara menginjeksikan uap panas. Minyak kasar yang sudah terpisah dengan pasir kemudian masuk ke Vibrating Screen (saringan getar) untuk memisahkan benda-benda padat (ampas press) yang terikut dengan minyak kasar.

Minyak yang sudah melewati saringan getar ditampung di bak RO (Crude Oil Tank) untuk kemudian dipompakan ke CST (Continious Settling Tank) lalu masuk ke proses Oil Purifier (pemurnian minyak) melalui oil tank. Pada proses Oil Purifier, air yang masih bercampur dengan minyak dipisahkan dengan menggunakan Vacuum Dryer dan akhirnya disimpan dalam Storage ( tangki penyimpanan minyak).

Sementara benda-benda padat yang masih mengandung minyak ditampung dalam Sludge Tank untuk melewati beberapa lagi proses pemurnian hingga didapatkan minyak yang dapat dipompakan ke CST (Continious Settling Tank).


(59)

Di sisi lain, biji dan serabut (ampas) hasil pengepressan pada proses pengempaan akan dipisahkan antara cangkang dan bijinya sehingga menghasilkan inti sawit. Prosesnya melalui CBC (Cake Breaker Conveyor) yang digunakan untuk memecahkan ampas press yang masih bercampur biji yang mana masih berbentuk gumpalan-gumpalan yang mana nantinya akan dibawa ke depericaper untuk memisahkan ampas dan biji serta membersihkan biji dari sisa–sisa serabut yang masih merekat lalu biji diantar ke destoner/fiber cyclone melalui conveyor. Pada destoner cyclone, biji (nuts) dipisah dengan batu – batu yang ikut pada buah, dimana akibat berat jenis yang berat akan terjatuh kebawa, sedangkan yang ringan akan terangkat/terhisap keatas dikarenakan berat jenis biji – biji (nuts) lebih ringan maka akan terangkat ke nuts elevator kemudian ke nut hopper.

Biji yang berasal dari nut silo masuk kedalam rotor bar, dan digiling/dipecah, sehingga biji pecah dan akan terpisah antara inti dan cangkang. Proses ini disebut ripple mill. Kemudian biji dimasukkan ke Light Tenera Dust Separator (LTDS) untuk dipisahkan antara cangkang dan inti sekaligus cangkang akan dibawa untuk bahan bakar ketel uap. Pemisahan akhir akan dilakukan pada proses hydro cyclone, untuk memisahkan inti dan cangkang yang tidak terpisah karena memiliki berat hampir sama.

4.2 Hasil Univariat

4.2.1 Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP)

Distribusi penggunaan APP pada pekerja di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:


(60)

Tabel 4.2 Distribusi Pekerja Berdasarkan Penggunaan APP di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV tahun 2015

Penggunaan APP N (Orang) %

Tidak Pakai 21 91,3

Pakai 2 8,7

Total 23 100

Dari tabel di atas diketahui bahwa pekerja yang tidak menggunakan APP yaitu 21 orang (91,3%), yang menggunakan APP yaitu 2 orang (8,7%).

4.2.2 Pengetahuan Pekerja

Distribusi pekerja berdasarkan pengetahuan di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Pekerja Berdasarkan Pengetahuan di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV tahun 2015

Pengetahuan N (Orang) %

Baik Kurang

10 13

43,5 56,5

Total 23 100

Dari tabel di atas diketahui bahwa pekerja yang berpengetahuan baik yaitu 10 orang (43,5%), berpengetahuan kurang yaitu 13 orang (56,5%).

4.2.3 Sikap Pekerja

Distribusi pekerja berdasarkan sikap di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Pekerja Berdasarkan Sikap di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV tahun 2015

Sikap N (Orang) %

Baik 11 47,8

Kurang 12 52,2

Total 23 100

Dari tabel di atas diketahui bahwa pekerja yang memiliki sikap baik yaitu 11 orang (47,8%), pekerja yang memiliki sikap kurang yaitu 12 orang (52,2%).


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .038a

1 .846

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .038 1 .846

Fisher's Exact Test 1.000 .692

Linear-by-Linear

Association .036 1 .849

N of Valid Casesb 23

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .87.

b. Computed only for a 2x2 table

sikap pekerja * tindakan pekerja Crosstabulation

tindakan pekerja

Total Tidak Pakai

APP Pakai APP

sikap pekerj a

sikap baik >39

Count 9 2 11

Expected Count 10.0 1.0 11.0

% within sikap pekerja 81.8% 18.2% 100.0%

% within tindakan

pekerja 42.9% 100.0% 47.8%

% of Total 39.1% 8.7% 47.8%

sikap kurang <=39

Count 12 0 12


(2)

% within tindakan

pekerja 57.1% .0% 52.2%

% of Total 52.2% .0% 52.2%

Total Count

21 2 23

Expected Count 21.0 2.0 23.0

% within sikap pekerja 91.3% 8.7% 100.0%

% within tindakan

pekerja 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 91.3% 8.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig.

(2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson

Chi-Square 2.390

a 1 .122

Continuity

Correctionb .648 1 .421

Likelihood Ratio 3.159 1 .076

Fisher's Exact Test .217 .217

Linear-by-Linear

Association 2.286 1 .131

N of Valid Casesb 23

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .96. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Lampiran 7. Dokumentasi

Gambar Pekerja di Stasiun Kernel pada saat pembuangan

steam

(uap) dengan

intensitas kebisingan 93,2 dB tidak menggunakan APP.

Gambar Pekerja di Stasiun Rebusan pada saat pembuangan

steam

(uap),

menggunakan APP.


(4)

Gambar Pekerja di Stasiun Kamar Mesin dengan intensitas kebisingan 97,1 dB

pada saat pembuangan

steam

(uap) menggunakan APP.

Gambar Pekerja di Stasiun Boiler pada saat pembuangan steam tidak

menggunakan APP dengan intensitas kebisingan 94,3 dB.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Kebisingan Dengan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

7 47 83

Pengaruh Kebijakan, Pengawasan dan Pelatihan Alat Pelindung Pendengaran terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja pada Pabrik Kelapa Sawit PT A.T di Kabupaten Langkat

0 63 114

Gambaran Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PTPN IV Kebun Bah Jambi Tahun 2006-2008

6 91 77

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI UNIT KERJA PRODUKSI PENGECORAN LOGAM.

0 4 15

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI UNIT KERJA PRODUKSI PENGECORAN LOGAM.

1 5 16

Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pekerja Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Sebuah Pabrik Kimia di Kota Tangerang.

0 0 33

1. Nama: 2. Umur - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015

0 2 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015

0 1 8

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN TINDAKAN PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN IV ADOLINA TAHUN 2015

0 0 13