Sistem Multi Member Constituency atau Perwakilan Berimbang

a Terdapat suara yang terbuang yang berarti ada atau bahkan banyak aspirasi rakyat yang tersisihkan begitu saja karena kalah jumlah. b Sistem ini menyulitkan partai-partai politik yang kecil untuk ikut berperan di medan persaingan politik demokrasi.

b. Sistem Multi Member Constituency atau Perwakilan Berimbang

Sistem perwakilan berimbang atau sistem proporsional disebut juga dengan istilah sistem multi member constituencies, 96 yaitu sistem di mana persentase kursi di lembaga perwakilan rakyat yang dibagikan kepada setiap partai politik disesuaikan dengan persentase jumlah suara yang diperoleh setiap partai politik itu. Misalnya, jumlah pemilih yang sah pada suatu pemilihan umum adalah 10 ribu orang, dan jumlah kursi di Badan Perwakilan Rakyat ditentukan sebanyak 50 kursi, berarti untuk satu orang wakil rakyat dibutuhkan suara 200. Pembagian kursi di lembaga perwakilan rakyat tersebut tergantung kepada berapa jumlah suara yang didapat setiap partai politik yang ikut pemilihan umum itu. Jika sistem ini digunakan maka dalam bentuk aslinya tidak perlu lagi membagi konstituen dalam distrik-distrik tertentu, namun tentu saja dibagi atas sejumlah daerah pemilihan, dengan ketentuan bahwa tiap-tiap daerah pemilihan itu disediakan beberapa kursi sesuai dengan perimbangan jumlah penduduk. Walaupun demikian jumlah kursi untuk suatu pemilihan, dan sesuai dengan jumlah penduduk yang boleh mengikuti pemilihan umum, tetapi apabila ternyata tidak semua penduduk memberikan suara atau ada sebagian yang tidak sah, maka persentase untuk satu kursi menjadi berubah juga. Pada kenyataannya, sistem proporsional ini dapat dilakukan denganbanya variasi, tetapi ada dua metode yang dianggap utama dalam praktik yaitu yang dinamakan: Single Transferable Vote Hare System dan List System. Pertama, dalam Single Transferable Vote 96 Bintan R. Saragih dalam Jimly Asshiddiqie, Op.Cit. hlm. 766. Universitas Sumatera Utara Hare System, pemilih diberi kesempatan untuk memilih piluhan pertama, kedua, dan seterusnya dari daerah pemilihan yang bersangkutan. Jumlah imbangan suara yang dibutuhkan untuk pemilih ditentukan, dan segera setelah jumlah keutamaan pertama dipenuhi, dan jika ada sisa suara, maka kelebihan ini dapat dipindahkan kepada calon berikutnya, dan seterusnya. Calon-calon dari partai politik x mendapat suara sebagai berikut: A untuk daerah I mendapat 19.500 suara, B untuk daerah II mendapat 9.500 suara, C untuk daerah III mendapat 7.000 suara dan D untuk daerah IV mendapat 4.000 suara. Jika didasarkan kepada imbangan suara 10.000 maka hanya calon A dari daerah I yang berhak untuk duduk di lembaga perwakilan rakyat, sedangkan calon-calon lain tidak memenuhi ambang batas suara. Namun jika yang dipraktikkan adalah Hare System, maka kelebihan suara dari A sebanyak 9.500 dapat dipindahkan kepada calon B, sehingga calon B juga dapat terpilih, karena B akan memperoleh 19.000 suara, kelebihan 9.000 yang diperoleh B ini dapat pula dipindahkan kepada C, sehingga C akan memperoleh 16.000 suara yang berarti masih ada lebihnya 6.000 suara. Suara lebih ini juga dapat dipindahkan kepada calon berikutnya yaitu D, sehingga akhirnya D juga dapat terpilih, sebab jumlah suaranya menjadi 10.000, sesuai dengan jumlah imbangan suara yang dibutuhkan. Dari contoh ini, dapat kita lihat bahwa calon yang pada mulanya terpilih hanyalah A, namun dengan menggunakan Hare System, maka semua calon dapat terpilih. Kedua, pada pemilu proporsional dengan sistem daftar atau list system, pemilih diminta memilih dari daftar yang tersedia yang berisi nama-nama calon wakil rakyat yang akan dipilih dalam pemilihan umum. Rakyat pemilih cukup memilih satu calon dari daftar itu dan calon yang mendapatkan suara terbanyak dinyatakan sebagai calon terpilih. Terkadang dalam praktiknya sistem daftar ini digabungkan dengan sistem proporsional sistem pemilihan Universitas Sumatera Utara berimbang. Pemilih dapat memilih tanda gambar partai politik danatau memilih calon yang terdapat dalam daftar calon. Dalam praktik, kedua prosedur ini dapat dialternatifkan, yaitu para pemilih dimungkinkan hanya memilih tanda gambar partai poltik saja atau memilih calon saja. Terkadang prosedur dengan stelsel daftar list system ini juga dapat digabung dan diintegrasikan, yaitu pemilih diharuskan secara mutlak memilih tanda gambar dan calon sekaligus. Ada juga negara yang tidak memutlakkan penggabungan itu, melainkan mengembangkan prosedur yang lebih terbuka, yaitu tanda gambar dipilih dan nama atau foto calon juga dipilih, tetapi jika pemilih hanya memilih salah satu maka dianggap sudah cukup dan hasil pemilihan itu dianggap sah. Sistem yang bersifat alternatif seperti ini dianggap lebih realistis, apalagi jika di terapkan di negara-negara yang jumlah penduduknya besar. Dalam sistem pemilu di Indonesia dewasa ini, prosedur inilah yang diterapkan. 97 Dari uraian di atas maka dapat disajikan beberapa kelebihan dan kekuarangan sistem proporsional atau sistem perwakilan berimbang. Adapaun kelebihan dari sistem ini adalah: 98 a Suara rakyat yang terbuang sangat sedikit yang berarti hanya sedikit aspirasi rakyat yang tidak tertampung di lembaga perwakilan rakyat. b Partai-partai politik yang kecil berpeluang untuk mendudukkan calon-calonnya di lembaga perwakilan rakyat. c Wakil-wakil rakyat yang terpilih cenderung berorientasi nasional, sehingga dalam rangka pembinaan kepentingan nasional, sistem ini dapat dianggap lebih baik. Sedangkan kekurangan dari sistem ini adalah: 99 a Sistem proporsional cenderung mempermudah terjadinya perpecahan partai politik dan memunculkan partai-partai baru. 97 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok…, Op.Cit., hlm. 769. 98 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok…, Op.Cit., hlm. 772. 99 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok…, Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara b Wakil rakyat yang terpilih cenderung merasa lebih dekat dengan dan terkait dengan kepentingan partai politik daripada kepentingan rakyat yang diwakilinya. c Banyaknya partai politik mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil. Karena, semakin banyaknya jumlah partai, pembentukan pemerintahan semakin tergantung kepada jumlah koalisi antar partai yang dapat diajak bekerja sama atas dasar kepentingan kekuasaan.

3. Pengaruh Putusan

Dokumen yang terkait

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

3 64 152

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Kesantunan Linguistik Dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 41 285

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM.

0 2 15

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM. - Repositori Universitas Andalas

0 2 11

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM. - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM. - Repositori Universitas Andalas

0 0 2

RECALL PARTAI POLITIK TERHADAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA DALAM KORELASINYA DENGAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT DAN PELAKSANAAN TEORI KEDAULATAN HUKUM. - Repositori Universitas Andalas

0 0 1